Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Indonesia memiliki potensi sumberdaya alam, peninggalan sejarah, seni dan budaya, yang sangat besar sebagai daya tarik pariwisata dunia. Ahli biokonservasi memperediksi bahwa Indonesia yang tergolong negara Megadiversity dalam hal keanekaragaman hayati, akan mampu menggeser Brasil sebagai negara tertinggi akan keanekaragaman jenis, jika para ahli biokonservasi terus giat melakukan pengkajian ilmiah terhadap kawasan yang belum tersentuh BAPPENAS, 1993. Taman Nasional Batang Gadis TNBG yang baru ditetapkan oleh pemerintah berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 126Menhut-II2004 tanggal 29 April 2004, telah menjadi sebuah khazanah baru bagi kehidupan masyarakat di Kabupaten Mandailing Natal. Taman Nasional Batang Gadis lahir di tengah gerak laju kerusakan hutan hujan tropis hampir di seantero wilayah negeri yang bermula dari inisiatif Pemerintah Kabupaten Mandailing Natal yang didukung elemen-elemen masyarakat dan lembaga-lembaga swadaya masyarakat. Bagi pencinta lingkungan, inisiatif tersebut patut mendapat apresiasi sebagai sebuah terobosan untuk menyelamatkan sumberdaya hutan yang terus menghadapi ancaman kepunahan, dan sekaligus dapat dijadikan modal dasar bagi pembangunan yang berkelanjutan. Kehadiran Taman Nasional Batang Gadis TNBG, memiliki arti yang penting bagi nilai konservasi. Dengan posisi hutan yang lestari dan terjaga fungsi ekologisnya pengatur-iklim, menjaga kesuburan tanah, pengendali tata air, fungsi Abu HAnifah Lubis : Penyebaran Harimau Sumatera Panthera tigris sumatrae Sebagai Salah Satu Pertimbangan Dalam Rencana Pengelolaan Dan Zonasi Taman asional Batang Gadis Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara, 2010. keanekaragaman hayati dan fungsi ekonomi yang berkelanjutan, maka TNBG secara maksimal dapat dimanfaatkan sebagai modal alam tanpa bayar unchanged natural capital yang dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan. Insiatif yang telah dilahirkan oleh seluruh stakeholders dalam melahirkan sebuah gagasan yang sangat penting bagi terciptanya pembangunan berkelanjutan di Kabupaten Mandailing Natal adalah awal pekerjaan yang sangat berat. Tantangan kedepan pelestarian ekosistem TNBG adalah bagaimana mengelola TNBG secara bijaksana, sehingga dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi tujuan pencapaian pembangunan berkelanjutan, yaitu pembangunan yang menyelaraskan keseimbangan kepentingan sosial budaya, sosial ekonomi dan lingkungan ekologi. Potensi sumberdaya alam dan budaya yang dimiliki menjadikan Kabupaten Mandailing Natal memiliki peluang sebagai daerah kunjungan yang diperhitungkan di Provinsi Sumatera Utara. Namun dari sisi lain dengan dimilikinya potensi sumberdaya alam tersebut menuntut adanya tanggung jawab yang besar baik oleh pemerintah dan masyarakatnya, agar dapat mempertahankan fungsi ekologis dan sekaligus kelestarian manfaat ekonomis dari pembangunan yang akan dikembangkan. Sektor kepariwisataan apabila dikembangkan sesuai dengan prinsip- prinsip yang benar tentunya akan memberikan kontribusi bagi penerimaan daerah, serta dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat Perbatakusuma et al, 2005. Konsep baru yang dipakai dalam pelestarian kawasan konservasi diantaranya menggunakan habitat satwa herbivora besar sebagai kunci dalam mendesain kawasan konservasi dalam skala luas. Pelestarian satwa herbivora besar berkaitan dengan Abu HAnifah Lubis : Penyebaran Harimau Sumatera Panthera tigris sumatrae Sebagai Salah Satu Pertimbangan Dalam Rencana Pengelolaan Dan Zonasi Taman asional Batang Gadis Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara, 2010. komposisi vegetasi, sehingga dapat dijadikan sebagai spesies payung bagi pelestarian fauna dan flora. Dalam konteks ini herbivora besar teresterial yang mendukung upaya pelestarian di TN. Batang Gadis adalah tapir Tapirus indicus dan kambing hutan Capricornis sumatraensis. Kerapatan tapir di hutan primer berbukit dan sedikit terganggu oleh tebang pilih adalah 2,5 individukm″, σεδανγκαν καmβινγ ηυταν dengan keterbatasan perjumpaan jejak dan hasil jebakan kamera camera trapping, populasinya belum dapat diestimasi, namun ada kecenderungan bahwa jenis ini cukup tersebar rata di TN. Batang Gadis. Meskipun sebagian besar jenis satwa yang dilaporkan Rijksen et al, 1999 di kawasan belantara Angkola ditemukan di areal ini, namun beberapa jenis belum dapat dipastikan keberadaannya di TN. Batang Gadis, yaitu orangutan Sumatera Pongo abelii dan badak Sumatera Dicerorhinus sumatrensis. Survei berhasil menambah catatan keberadaan avifauna di TN. Batang Gadis dari 149 jenis menjadi menjadi 247 jenis burung. Catatan sebelumnya untuk seluruh daerah hutan belantara Angkola adalah 57 jenis Rijksen et al, 1999; 2001. Dari 247 jenis tersebut, 47 merupakan jenis burung yang dilindungi di Indonesia, tujuh jenis secara global terancam punah, 12 jenis mendekati terancam punah. Dari total jenis burung yang ditemukan 13 jenis merupakan burung yang memberi kontribusi pada terbentuknya Daerah Burung Endemik endemic bird areas, seperti srigunting Sumatera Dicrurus sumatranus dan sempidan Sumatera Lophura inornata dan Daerah Penting bagi Burung important bird areas, seperti paok Schneider Pitta schneideri, sepah gunung Pericrocotus miniatus, sempidan Sumatera Lophura inornata, kuau-kerdil Abu HAnifah Lubis : Penyebaran Harimau Sumatera Panthera tigris sumatrae Sebagai Salah Satu Pertimbangan Dalam Rencana Pengelolaan Dan Zonasi Taman asional Batang Gadis Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara, 2010. Sumatera Polyplectron chalcurum, tokhtor kopua Carpococcyx viridis, ciung- mungkal Sumatera Cochoa beccarii dan meninting kecil Enicurus velatus. Juga ditemukan dua jenis burung yang akibat terbatasnya informasi mengenai keberadaan jenis tersebut di dunia, dalam kriteria status flora dan fauna menurut IUCN dikategorikan sebagai ‘κεκυρανγαν δατα’ data deficient, yaitu sikatan bubik Muscicapa dauurica dan kutilang gelambir biru Pycnonotus nieuwenhuisii. Dibandingkan dengan kawasan konservasi lain di Sumatera yang memiliki luas yang hampir sama, kekayaan jenis burung di TN. Batang Gadis tergolong sangat tinggi. Sebagai perbandingan, di kawasan Tesso Nilo seluas 188 ribu hektar tercatat 114 jenis Prawiradilaga et al, 2003, sedangkan di TN Bukit Tigapuluh yang luasnya 127 ribu hektar tercatat 193 jenis Prawiradilaga et al, 2003. Jumlah jenis yang tercatat di TN. Batang Gadis hanya selisih sedikit dari TN. Bukit Barisan Selatan yang luasnya sekitar tiga kali lipat 356 ribu hektar, yakni 276 jenis O’Βριεν ανδ Kinnaird, 1996. Dengan 247 jenis yang tercatat, berarti TN. Batang Gadis merupakan habitat bagi sekitar 40 jenis burung yang tercatat di Sumatera yang menurut pangkalan data Bird Life berjumlah 602 jenis atau 609 jenis menurut Holmes dan Rombang 2001 dalam Perbatakusuma et al, 2006. Selain jumlah total jenis burung yang tinggi tercatat juga kekayaan jenis dari beberapa kelompok burung tertentu yang keberadaannya sangat tergantung pada kondisi habitat alami yang masih baik. Kelompok jenis-jenis burung seperti rangkong dari keluarga Bucerotidae, tercatat 8 jenis di TN. Batang Gadis atau 90 dari jenis rangkong yang ditemukan di Pulau Sumatera, diantaranya rangkong badak Buceros Abu HAnifah Lubis : Penyebaran Harimau Sumatera Panthera tigris sumatrae Sebagai Salah Satu Pertimbangan Dalam Rencana Pengelolaan Dan Zonasi Taman asional Batang Gadis Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara, 2010. rhinoceros, enggang gading Buceros vigil dan julang emas Aceros undulatus, takur keluarga Capitonidae, tercatat 5 jenis, pelatuk Picidae, tercatat 12 jenis, dan luntur Trogonidae, tercatat 3 jenis dikenal sebagai burung-burung yang keberadaannya bergantung pada keberadaan hutan forest-dependent birds. Sebaliknya, keberlanjutan fungsi hutan juga sangat dipengaruhi oleh keberadaan jenis-jenis burung seperti rangkong, yang dikenal sebagai penyebar biji-bijian tumbuhan hutan sehingga dapat membantu memperkaya keanekaragaman hayati dan regenerasi di kawasan hutan alam. Keberadaan pedendang kaki-sirip Heliopais personata yang keberadaannya di Sumatera selama ini masih belum meyakinkan MacKinnon et al, 1993 juga berhasil direkam dalam bentuk foto. Sementara itu, dua buah gambar elang terbang yang sangat menyerupai rajawali totol Aquila clanga juga berhasil diambil dengan kamera di daerah survei. Jenis elang ini di Sumatera selama ini baru tercatat sekali, yakni di daerah Sumatera Selatan Holmes, 1996. Sementara itu, dalam waktu yang relatif singkat, dengan perangkap kamera telah berhasil didokumentasikan adanya kambing hutan Capricornis sumatraensis, kucing emas Catopuma temminckii, dan harimau Sumatera Panthera tigris sumatrae. Kambing hutan dan kucing emas merupakan dua jenis satwa langka yang selama ini sangat jarang ditemukan di hutan alam, bahkan oleh mereka yang telah bertahun-tahun mengoperasikan perangkap kamera di Pulau Sumatera. Lebih jauh, hasil kajian mengarahkan pada dugaan sementara bahwa ekosistem TN. Batang Gadis kemungkinan merupakan zona hibridisasi Abu HAnifah Lubis : Penyebaran Harimau Sumatera Panthera tigris sumatrae Sebagai Salah Satu Pertimbangan Dalam Rencana Pengelolaan Dan Zonasi Taman asional Batang Gadis Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara, 2010. pertemuanpersilangan dari jenis-jenis satwa khas Sumatera bagian Selatan, Utara dan Timur. Hal itu sangat dimungkinkan karena secara biogeografis letak TN. Batang Gadis diantara Unit Zoogeografi Danau Toba bagian selatan yang berbatasan langsung dengan unit-unit zoogeografi Danau Toba bagian utara, Pasaman dan Barumun–Rokan. Pengamatan sekilas mengindikasikan adanya variasi morfologi warna beberapa jenis satwa di sana dibanding dengan jenis yang sama di tempat lain, baik di Sumatera maupun di Indonesia. Sebagai contoh, jenis simpailutungrekrek Presbytis sp. yang menghuni di TN. Batang Gadis ternyata tidak sama dengan yang diilustrasikan dalam berbagai publikasi dan buku panduan lapangan yang ada. Pola warna rekreklutung di TN. Batang Gadis cenderung lebih menyerupai kombinasi pola warna antara tiga jenis Presbytis yang hidup di daerah lain yang pernah diteliti, yakni P. thomasi, P. femoralis dan P. melalophos. Seperti diketahui, P. thomasi selama ini diyakini sebarannya ke bagian Selatan Pulau Sumatera tidak melampaui Danau Toba, sedangkan P. femoralis di Sumatera hanya di bagian daratan dan pulau- pulau sebelah Timur Riau Supriatna dan Wahyono, 2000. Hal serupa juga terjadi pada jenis ungkowau-wausarudung Hylobates sp.. Pengamatan sekilas mengindikasikan bahwa jenis yang ada di TN. Batang Gadis adalah H. agilis yang lebih bervariasi dan memungkinkan terjadinya hibridisasi. Sejauh ini daerah Dairi diketahui sebagai mintakat hibridisasi antara H. lar dengan H. agilis Gittins, 1978. H. agilis selama ini dipercaya sebarannya di Sumatera ke Utara tidak melewati Danau Toba, sedangkan H. lar di Sumatera sebarannya ke Selatan tidak melewati Danau Toba Supriatna dan Wahyono, 2000. Semua itu semakin mengukuhkan pentingnya Abu HAnifah Lubis : Penyebaran Harimau Sumatera Panthera tigris sumatrae Sebagai Salah Satu Pertimbangan Dalam Rencana Pengelolaan Dan Zonasi Taman asional Batang Gadis Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara, 2010. pelestarian kawasan itu bagi kepentingan biodiversitas global atau melindungi nilai ekonomis jasa lingkungan bagi masyarakat yang lebih luas yang tidak semata-mata hanya mengatur tata air bagi Kabupaten Mandailing Natal, tapi juga bagi masyarakat konservasi internasional Lampiran 1. Hasil kajian ekologi menunjukkan perlindungan jenis satwa di TN. Batang Gadis menjadi penting karena terkait dengan perlindungan sistem penyangga kehidupan. Eksistensi jenis satwa payung maupun jenis satwa kharismatik, seperti harimau Sumatera Panthera tigris sumatrae, beruang madu Helarctos malayanus, kambing hutan Capricornis sumatraensis ataupun tapir Tapirus indicus membutuhkan kondisi hutan alam yang utuh dengan luasan tertentu untuk mereka dapat bertahan hidup dalam jangka panjang. Ini berarti dengan melindungi tempat hidup mereka, yaitu tutupan hutan alam sekaligus jasa-jasa ekologis hutan alam dan hasil hutan bukan kayu dapat terjaga, seperti sumber air, pencegah erosibanjir atau keseimbangan iklim dan potensi wisata alam. Saat ini masalah utama dalam perlindungan dan pengelolaan TNBG adalah menemukan jawaban yang realistis terhadap begitu banyaknya ancaman terhadap kawasan konservasi, dan untuk mengurangi tekanan terhadap TNBG, sehingga terlindunginya nilai-nilai kualitas utama TNBG yang dinyatakan dengan istilah-istilah seperti keanekaragaman biota dan ekosistem, sumber daya nuftah, nilai-nilai daerah aliran sungai dan simpanan karbon, potensi untuk ekowisata, nilai penunjang budidaya, pendidikan dan penelitian. Suatu jawaban yang tidak menganggap Abu HAnifah Lubis : Penyebaran Harimau Sumatera Panthera tigris sumatrae Sebagai Salah Satu Pertimbangan Dalam Rencana Pengelolaan Dan Zonasi Taman asional Batang Gadis Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara, 2010. konservasi dan pembangunan ekonomi sebagai dua hal yang terpisah dan bahkan saling bertentangan. Masalah paling mendesak yang menuntut perhatian utama dalam pelestarian dan perlindungan TNBG adalah menangkal pengaruh-pengaruh yang mengarah pada kepunahan dan hilangnya keanekaragaman biologis dan hilangnya pemeliharaan terhadap proses-proses ekologis dari TNBG, seperti pembunuhan fauna flora berlebihan, kehancuran dan fragmentasi habitat alami, pencemaran, masuknya jenis- jenis asing dan kepunahan sekunder ripple effect, akibat adanya kepunahan spesies asli. Ancaman kepunahan tersebut sebagian besar sangat dipengaruhi oleh kegiatan perekonomian masyarakat di Kawasan Budidaya. Karena pada kenyataannya dengan panjang batas TNBG termasuk batas enclave yang diperkirakan sepanjang ± 280,32 km tersebut, sebagian besar kawasan TNBG atau sekitar 80–90 bersinggungan langsung dengan kawasan budidaya, seperti lahan pertanian masyarakat, eksplorasi pertambangan emas, Hak Pengusahaan Hutan HPH dan perkebunan besar swasta. Masalah-masalah yang disebutkan di atas diperparah dengan belum cukupnya ruang partisipasi dari masyarakat setempat dan pemerintah daerah dalam perencanaan dan pengelolaan dari sumber daya alam milik umum, di luar kawasan TNBG untuk mendukung kelestarian TNBG. Selain itu, kurang adanya hak kepemilikan dan hak penggarapan lahan yang jelas bagi masyarakat setempat akan mengakibatkan hilangnya keperdulian, perhatian dan peran serta masyarakat setempat terhadap pelestarian dan penipisan sumber daya alam, spekulasi dan eksploitasi tanah. Abu HAnifah Lubis : Penyebaran Harimau Sumatera Panthera tigris sumatrae Sebagai Salah Satu Pertimbangan Dalam Rencana Pengelolaan Dan Zonasi Taman asional Batang Gadis Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara, 2010. Berdasarkan hal tersebut perlu suatu penelitian mengenai keberadaan dan penyebaraan stawa langka yang dilindungi khususnya harimau Sumatera Panthera tigris sumatrae di kawasan Taman Nasional Batang Gadis sebagai salah satu bahan pertimbangan dalam rencana pengelolaan dan zonasi taman nasional.

1.2. Perumusan Masalah