yang terlibat konflik; atau mereka memperoleh sesuatu yang bermanfaat dari konflik. Dalam konflik konstruktif terjadi siklus
konflik konstruktif yaitu siklus dimana pihak-pihak yang terlibat konflik sadar akan terjadinya konflik dan merespons konflik secara
positif untuk menyelesaikan konflik secara give and take. Kedua belah pihak berupaya berkompromi atau kolaborasi sehingga tercipta win
win solution yang memuaskan kedua belah pihak. Pihak-pihak yang terlibat konflik destruktif tidak fleksibel atau
kaku karena tujuan didefenisikan secara sempit yaitu untuk mengalahkan satu sama lain. Interaksi pihak-pihak yang terlibat
konflik membentuk spiral yang panjang yang makin lama makin menjauhkan jarak pihak-pihak yang terlibat konflik. Pihak-pihak yang
terlibat menggunakan teknik manajemen konflik kompetisi, ancaman, konfrontasi, kekuatan, agresi, dan menciptakan win lose solution.
Konflik ini merusak kehidupan dan menurunkan kesehatan organisasi.
3. Tujuan Manajemen Konflik
Konflik merupakan suatu fenomena yang sering kali tidak bisa dihindari dan menghambat pencapaian tujuan organisasi. Sumber daya
organisasi – sumber daya manusia, sumber daya financial, dan sumber daya teknolgi – digunakan untuk menyelesaikan suatu konflik bukan untuk
meningkatkan produktivitas organisasi. Oleh karena itu, manajemen konflik harus dilakukan secara sistematis untuk mencapai suatu tujuan.
Menurut Wirawan 2009:132-133 tujuan-tujuan dari manajemen konflik yaitu :
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
a. Mencegah gangguan kepada anggota organisasi untuk memfokuskan
diri pada visi, misi dan tujuan organisasi. b.
Menghormati orang lain dan memahami keberagaman c.
Meningkatkan kreativitas. d.
Meningkatkan keputusan melalui pertimbangan berdasarkan pemikiran berbagai informasi dan sudut pandang.
e. Memfasilitasi pelaksanaan kegiatan melalui peran serta, pemahaman
bersama, dan kerja sama. f.
Menciptakan prosedur dan mekanisme penyelesaian konflik.
4. Gaya Manajemen Konflik
Orang akan berperilaku tertentu untuk menghadapi lawannya ketika menghadapi situasi konflik. Perilaku mereka membentuk satu pola atau
beberapa pola tertentu. Pola perilaku orang dalam menghadapi situasi konflik disebut sebagai gaya manajemen konflik. Ting dan Toomey dalam
Wirawan 2009:134, menggunakan istilah “Gaya komunikasi konflik bukan gaya manajemen konflik”. Seorang pemimpin yang autokratis
cenderung menggunakan gaya manajemen konflik represif, supresif, kompetitif, serta agresif dan berupaya mengalahkan lawan konfliknya.
Sebaliknya, seorang pemimpin yang demokratis jika menghadapi konflik akan menggunakan musyawarah, mendengarkan pendapat lawan
konfliknya, dan mencari win win solution. Gaya manajemen konflik yang digunakan pihak-pihak yang terlibat
dipengaruhi oleh sejumlah faktor Wirawan, 2009:135. Faktor – faktor tersebut antara lain sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
a. Asumsi mengenai konflik
Asumsi seseorang mengenai konflik akan memengaruhi pola perilakunya dalam menghadapi situasi konflik. Birokrat yang
berpendapat konflik merupakan sesuatu yang buruk akan berusaha untuk menekan lawan konfliknya dengan menggunakan gaya
manajemen konflik kompetisi. Ia menganggap konflik merupakan pelanggaran norma, peraturan, atau tatanan birokrasi. Sebaliknya,
seorang birokrat menganggap konflik adalah baik dan toleran terhadap konflik akan menggunakan gaya manajemen konflik kompromi atau
kolaborasi dalam memanajemeni konflik. b.
Persepsi mengenai penyebab konflik Persepsi seseorang mengenai penyebab konflik akan memengaruhi
gaya manajemen konfliknya. Persepsi seseorang yang menganggap penyebab konflik menentukan kehidupan atau harga dirinya akan
berupaya berkompetisi dan memenangkan konflik. Sebaliknya, jika orang menganggap penyebab konflik tidak penting bagi kehidupan
dan harga dirinya, ia akan menggunakan pola perilaku menghindar dalam menghadapi konflik.
c. Ekspektasi atas reaksi lawan konfliknya
Seseorang yang menyadari bahwa ia menghadapi konflik akan menyusun strategi dan taktik untuk menghadapi konfliknya. Jika ia
memprediksi bahwa lawan konfliknya akan menggunakan gaya manajemen konflik kompetisi dan agresi – objek konfliknya sangat
esensial bagi kariernya, ia akan menghadapinya dengan gaya
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
manajemen konflik berkompetisi dan melawan agresi lawan konfliknya.
d. Pola komunikasi dalam interaksi konflik
Konflik merupakan proses interaksi komunikasi diantara pihak- pihak yang terlibat konflik. Jika proses komunikasinya berjalan dengan
baik, pesan kedua belah pihak akan saling dimengerti dan diterima secara persuasif, tanpa gangguan noise dan menggunakan humor
segar. Hal ini menunjukkan kemungkinan besar bahwa kedua belah pihak akan menggunakan manajemen konflik kolaborasi dan
kompromi tinggi. Sebaliknya, jika komunikasi kedua belah pihak tidak baik, maka akan menggunakan kata-kata keras dan kotor, serta agresif,
ada kemungkinan kedua belah pihak akan menggunakan gaya manajemen konflik kompetisi.
e. Kekuasaan yang dimiliki
Konflik merupakan permainan kekuasaan diantara kedua belah pihak yang terlibat konflik. Jika pihak yang terlibat konflik merasa
mempunyai kekuasaan lebih besar dari lawan konfliknya,
kemungkinan besar, ia tidak mau mengalah dalam interaksi konflik. Terlebih lagi, jika masalah konfliknya sangat esensial bagi
kehidupannya. Sebaliknya, jika ia mempunyai kekuasaan lebih rendah dan memprediksi bahwa dirinya tidak bisa menang dalam konflik, ia
akan menggunakan gaya manajemen konflik kompromi, akomodasi, atau menghindar.
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
f. Pengalaman menghadapi situasi konflik
Seorang panasehat hukum advokat selalu menghadapi konflik dalam membela kliennya. Pengalaman yang panjang memberikan
kemampuan bagi advokat untuk menggunakan gaya manajemen konflik kompetisi dalam membela kliennya, walaupun mungkin
kliennya posisinya salah. Hal ini yang menyebabkan ada yang mengatakan bahwa advokat itu : “Maju tak gentar membela yang yang
bayar”. g.
Kecerdasan emosional Lee Fen Ming dalam Wirawan 2009:136 pada disertasinya
mengemukakan telaah literatur yang menjelaskan bahwa manajemen konflik memerlukan keterampilan yang berkaitan dengan kecerdasan
emosional. Dari telaah ini ia mengemukakan beberapa dimensi kecerdasan emosional, yaitu kesadaran diri mengenai kecerdasan
emosional, memanajemeni emosi, empati, dan membangun hubungan berdasarkan kecerdasan emosional.
h. Kepribadian
Kepribadian seseorang memengaruhi gaya manajemen konfliknya. Seseorang yang punya kepribadian pemberani, garang, tidak sabar dan
berambisi untuk menang cenderung memilih gaya kepemimpinan berkompetisi. Sedangkan, orang yang penakut dan pasif cenderung
untuk menghindari konflik.
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
i. Situasi konflik dan posisi dalam konflik
Seseorang dengan kecenderungan gaya nanagemen konflik berkompetisi akan mengubah gaya manajemen konfliknya jika
nenghadapi situasi konflik yang tidak mungkin ia menangkan. Gaya manajemennya bisa berubah menjadi gaya manajemen konflik
kompromi dan kolaborasi. Demikian juga, apabila konflik terjadi dengan atasannya, maka ia mungkin akan menggunakan gaya
manajemen konflik menghindari atau akomodasi. j.
Budaya organisasi sistem sosial Budaya organisasi sistem sosial organisasi militer, tim olah raga,
pondok pesantren, dan biara dengan norma perilaku yang berbeda menyebabkan para anggotanya memiliki kecenderungan untuk
memilih gaya manajemen konflik yang berbeda. Dalam masyarakat barat, anak semenjak kecil diajarkan untuk berkompetisi. Disisi lain, di
masyarakat indonesia, anak diajarkan untuk kompromi atau menghindari konflik.
k. Prosedur yang mengatur pengambilan keputusan jika terjadi konflik
Organisasi birokratis atau organisasi yang sudah mapan umumnya mempunyai prosedur untuk menyelesaikan konflik. Dalam prosedur
tersebut, gaya manajemen konflik pimpinan dan anggota organisasi akan tarcermin.
l. Pengalaman menggunakan salah satu gaya manajemen konflik
Jika a terlibat konflik dengan b, c, dan d serta dapat memenangkan konflik dengan menggunakan gaya manajamen koanflik kompetisi, ia
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
memiliki kecenderungan untuk menggunakan gaya tersebut bila terlibat konflik dengan orang yang sama atau orang lain.
m. Keterampilan berkomunikasi
Keterampilan berkomunikasi seseorang akan memengaruhinya dalam memilih gaya manajemen konflik. Seseorang yang
berkemampuan komunikasinya rendah akan mengalami kesulitan jika menggunakan gaya manajemen konflik kompetisi, kolaborasi, atau
kompromi. Ketiga gaya manajemen konflik tersebut memerlukan kemampuan komunikasi yang tinggi untuk berdebat dan berinisiasi
dengan lawan konflik. Disisi lain, gaya manajemen konflik menghindar dan akomodasi tidak memerlukan banyak debat dan
argumentasi.
Menurut Thomas dan Kilmann dalam Wirawan 2009:140 manajemen konflik berdasarkan dua dimensi yaitu :
a. Kerja sama cooperativeness pada sumbu horizontal
b. Keasertifan assertiveness pada sumbu vertikal
Berdasarkan dua dimensi ini, Thomas dan Kilmann dalam Wirawan 2009:140-142 mengemukakan lima jenis manajemen konflik.
1. Kompetisi competing
Gaya ini merupakan gaya yang berorientasi pada kekuasaan, dimana seseorang akan menggunakan kekuasaan yang dimilikinya
untuk memenangkan konflik terhadap lawannya. Alasan pihak yang terlibat konflik menggunakan gaya manajemen konflik kompetisi
adalah :
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
a. Merasa mempunyai kekuasaan dan sumber-sumber lainnya untuk
memaksakan sesuatu kepada lawan konfliknya. b.
Tindakan dan keputusan perlu diambil dengan cepat, misalnya dalam keadaan darurat. Keterlambatan mengambil keputusan akan
memberikan akibat yang tidak baik. c.
Dalam tindakan yang tidak popular, terdapat hal yang harus dilakukan, seperti mengurangi biaya, peraturan baru, dan
pendisiplinan pegawai. d.
Melindungi perusahaan dari kebangkrutan dan keadaan yang dapat merusak citra perusahaan.
2. Kolaborasi collaborating
Gaya ini melakukan upaya bernegoisasi untuk menciptakan solusi yang sepenuhnya memuaskan pihak-pihak yang terlibat konflik.
Menurut Derr dalam Wirawan 2009:140 kolaborasi merupakan gaya manajemen konflik yang paling disukai karena mendorong hubungan
interpersonal, kekuatan kreatif untuk inovatif dan perbaikan, meningkatkan balikan dan aliran informasi, serta mengembangkan
iklim organisasi yang lebih terbuka, percaya, pengambilan risiko dan perasaan baik terhadap integritas. Alasan pihak yang terlibat konflik
menggunakan gaya manajemen konflik kolaborasi adalah : a.
Menciptakan solusi integratif dan tujuan kedua belah pihak terlalu penting untuk dikompromikan.
b. Tujuan pihak yang terlibat konflik untuk mempelajari lebih jauh
pandangan dari lawan konflik.
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
c. Kedua belah pihak tidak mempunyai cukup kekuasaan dan sumber-
sumber untuk memaksakan kehendak demi mencapai tujuannya. 3.
Kompromi compromising Gaya manajemen konflik ini berada ditengah antara gaya
kolaborasi dan kompromi. Dalam keadaan tertentu, kompromi dapat berarti membagi perbedaan diantara dua posisi dan memberikan
konsesi untuk mencari titik tengah. Alasan pihak yang terlibat konflik menggunakan gaya manajemen konflik kompromi adalah :
a. pentingnya tujuan konflik hanya sedang dan tidak cukup bernilai
untuk dipertahankan dengan kompetisi atau kolaborasi, tetapi konflik juga terlalu penting untuk dihindari.
b. Kedua belah pihak mempunyai kekuasaan dan sumber yang sama,
serta mempunyai tujuan yang hampir sama. c.
Untuk mencapai solusi sementara atas masalah yang kompleks. 4.
Menghindar Avoiding Menurut Thomas dan Kilmann dalam Wirawan 2009:141 bentuk
menghindar tersebut bisa berupa menjauhkan diri dari pokok masalah, menunda pokok masalah hingga waktu yang tepat, atau menarik diri
dari konflik yang mengancam dan merugikan. Alasan pihak yang terlibat konflik menggunakan gaya manajemen konflik menghindar
adalah : a.
kepentingan objek konflik rendah atau ada konflik lain yang sangat penting dan perlu mendapatkan perhatian
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
b. potensi biaya yang dibutuhkan untuk memenangkan konflik lebih
besar daripada nilai solusinya. c.
Untuk menenangkan para karyawan dan mengurangi ketegangan, serta menciptakan suasana kerja yang kondusif dan tenang
sehingga dapat meningkatkan kinerja karyawan. 5.
Mengakomodasi accommodating Gaya ini mengabaikan kepentingan dirinya sendiri dan berupaya
memuaskan kepentingan lawan konfliknya. Gaya akomodasi memberi kesan seakan-akan mudah menyetujui ide seorang dan ingin bekerja
sama dan kesan demikian hanya bersifat diperlukan bukan kenyataan. Gaya ini bermanfaat apabila sebuah persoalan konflik bersifat lebih
penting bagi orang lainnya.
K e
a Kompetisi Kolaborasi s
e r Kompromi
t i
f Menghindar Mengakomodasi a
n Kerja sama
Gambar. 2.1 Kerangka Gaya Manajemen Konflik Thomas dan Kilmann Sumber : Wirawan 2009
5. Dampak Konflik terhadap Kinerja Organisasi