Analisis pengendalian pasokan pisang cavendish berdasarkan hasil ramalan penjualan Time Series terbaik untuk wilayah pemasaran Jabotabek pada PT.Sewu Segar Nusantara

(1)

PADA PT. SEWU SEGAR NUSANTARA

Oleh :

Derry Andhika Wiwaha A14104662

PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2007


(2)

DERRY ANDHIKA WIWAHA. Analisis Pengendalian Pasokan Pisang Cavendish Berdasarkan Hasil Ramalan Penjualan Time Series Terbaik Untuk Wilayah Pemasaran JABOTABEK Pada PT. Sewu Segar Nusantara (di Bawah Bimbingan M. Firdaus)

Pisang di Indonesia ada beberapa jenis antara lain pisang ambon, pisang raja, pisang barangan, pisang cavendish, dan beberapa pisang lainnya yang disesuaikan dengan nama daerah asalnya. Pisang cavendish merupakan salah satu jenis pisang yang dikonsumsi oleh 80 % total konsumen luar negeri. Pisang cavendish (Musa cavendishii) sudah dibudidayakan di Indonesia, namun bukan merupakan jenis pisang asli Indonesia. Pisang cavendish berasal dari Negara Brazil dan masuk ke Indonesia pada tahun 1990-an. Salah satu perusahaan yang memproduksi pisang cavendish di Indonesia adalah PT. Nusantara Tropical Fruit (PT. NTF) yang berada di daerah Lampung. PT. NTF hanya memproduksi pisang cavendish, sedangkan distribusi dan penjualannya dilakukan oleh PT. Sewu Segar Nusantara (PT. SSN) yang berada di daerah Tangerang.

PT. SSN merupakan distributor pisang cavendish dengan merek dagang Sunpride untuk ritel modern, merek Sunfresh untuk non-ritel modern, dan non- merek lainnya. Pangsa pasar pisang cavendish merek Sunpride merupakan yang terbesar bagi perusahaan yaitu sebanyak 50 persen dan selebihnya merek Sunfresh dan jenis lainnya. Perusahaan menetapkan pasar ritel modern sebagai pasar terbesarnya, karena jenis pisang ini lebih diminati oleh konsumen middle-up.

Dalam manajemen distribusi pisang cavendish pada PT. SSN memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan PT. NTF. Hal ini terlihat jika pasokan pisang cavendish tidak dalam jumlah banyak dari PT. NTF, maka secara langsung pesanan yang dikirim kepada pelanggan oleh PT. SSN akan sedikit.

Dalam kegiatan pengadaan pasokan pisang cavendish di PT. SSN memiliki kendala utama pada PT. NTF, yaitu akan kekurangan stock apabila kondisi cuaca di daerah produksi di Way Jepara, Lampung dalam keadaan musim kemarau, sedangkan pada musim penghujan produksi akan berlimpah. Permasalahan cuaca di daerah produksi membuat PT. NTF akan kesulitan dalam memenuhi pesanan dari PT. SSN sesuai pelanggan yang menginginkan grade pisang cavendish yang baik. Untuk itu diperlukan suatu kondisi yang optimal, agar jumlah pasokan pisang cavendish dapat tersedia sesuai pesanan pelanggan.

Tujuan dari penelitian tentang peramalan penjualan dan optimalisasi pasokan pisang cavendish adalah mengidentifikasikan sistem pasokan dan distribusi pisang cavendish yang dilakukan oleh PT. Sewu Segar Nusantara, meramalkan penjualan 12 bulan ke depan untuk masing- masing pisang cavendish, dan menganalisis keadaan optimal pasokan masing- masing pisang cavenedish untuk 12 bulan ke depannya.

Penelitian ini dilakukan pada PT. SSN secara sengaja (purposive), dengan didasari oleh perusahaan merupakan salah satu distributor buah-buahan khususnya pisang cavendish dengan pangsa pasar terbesar di kawasan JABOTABEK. Jenis data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer


(3)

Untuk data sekunder yang diperoleh dari PT. SSN berupa biaya-biaya yang terkait dengan pasokan pada tahun 2006, serta volume penjualan pisang cavendish grade C3 dan FB dalam kurun waktu 39 bulan bulan selama Januari 2004 – Maret 2007. Penggunaan data pada waktu tersebut didasarkan terjadinya penurunan volume penjualan pisang cavendish dalam beberapa tahun terakhir. Untuk menganalisis dilakukan secara deskriptif (kualitatif) dan kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan untuk mendeskripsikan manajemen pasokan dan distribusi pisang cavendish. Analisis secara kuantitatif dilakuk an dengan menganalisis tentang peramalan penjualan dan optimalisasi pasokan pisang cavendish yang ditabulasikan dengan menggunakan MS.Excel, QSB dan MINITAB 13.20.

Analisis deskriptif terhadap manajemen pasokan dan distribusi pisang cavendish, menunjukkan bahwa kegiatan di PT. SSN terdiri dari dua yaitu pematangan, penjualan dan pendistribusian pisang cavendish. Bahan baku pisang cavendish yang dikirim oleh PT. NTF dalam kondisi belum matang, sehingga PT. SSN melakukan kegiatan pematangan (ripening) dalam cold storage selama 1 – 7 hari. Setelah waktu tersebut, pisang cavendish yang dikemas dalam bentuk boks siap didistribusikan ke berbagai lokasi sesuai pesanannya. Hingga sekarang distribusi PT. SSN kurang lebih mencapai 600 outlet dan toko tersebar di wilayah JABOTABEK dengan berbagai jalur distribusi.

Hasil analisis tentang peramalan penjualan pisang cavendish menunjukkan bahwa plot data sudah stasioner. Adapun metode terbaik yang didapatkan adalah ARIMA (1,0,0)(0,0,1)6 dimana hasil ramalan untuk rata-rata penjualan grade C3 yang dipasarkan pada ritel modern mencapai 23.975 boks atau meningkat dibandingkan pada tahun 2006 yang sebanyak 21.773 boks. Berlainan dengan grade FB, plot data cenderung mengalami trend penurunan dalam beberapa tahun terakhir. Hasil ramalan grade FB dengan metode terbaik yaitu Winters Multiplikatif ordo 12, rata-rata penjualan untuk 12 bulan berikutnya adalah sebanyak 2.005 boks atau menurun jika dibandingkan dengan tahun 2006.

Hasil ramalan 12 bulannya, akan digunakan dalam perhitungan proyeksi pengendalian persediaan pisang cavendish. Hasil analisis EOQ atau kuantitas pemesanan optimal, proyeksi pasokan 12 bulan berikutnya untuk grade C3 adalah 3.723 boks dengan frekuensi pengiriman selama 77 kali dalam setahun atau 2 – 3 kali dalam seminggu. Untuk grade FB pesanan optimal sebanyak 691 boks dengan frekuensi pengiriman selama 35 kali dalam setahun atau seminggu 1 – 2 kali. Kondisi pesanan optimal dan frekuensi pengiriman secara umum lebih rendah dibandingkan dengan tahun 2006. Hal ini pula yang membuat biaya persediaan kedua grade tersebut untuk 12 bulan berikutnya mengalami penurunan, dimana pada tahun 2006 sebesar Rp. 1.612.649.386. dengan penurunan menjadi Rp. 1.116.481.142,36.

Hasil analisis lainnya yaitu persediaan pengaman, menunjukkan bahwa pada 12 bulan berikutnya adalah persediaan mimimum grade C3 sebanyak 2.520 boks, dan grade FB 544 boks. Hasil analisis tentang titik pemesanan kembali untuk proyeksi 12 bulan ke depan, untuk grade C3 sebanyak 3.719 boks, dan grade FB sebanyak 645


(4)

jumlah pasokan yang harus dikirim oleh PT. NTF pada PT. SSN dalah sebanyak 6.243 boks bagi grade C3, dan 1.235 boks untuk grade FB.

Saran yang dapat diberikan bagi implikasi manajemen PT. Sewu Segar Nusantara adalah memfokuskan penjualan pisang cavendish pada grade C3 yang memberikan kontribusi lebih bagi perusahaan. Dalam hal pasokan PT. SSN mengupayakan jumlah pasokan yang banyak dengan diimbangi dengan pergiliran hasil produksi yang optimal dari PT. NTF, dan me ngoptimalkan produksi bagi grade C3 yang mampu memberikan kontribusi besar terhadap penjualan di PT. SSN. Selain itu, mengurangi biaya-biaya tidak efisien bagi PT. SSN seperti biaya rijek pisang cavendish, biaya transportasi.


(5)

PT. SEWU SEGAR NUSANTARA

Oleh

Derry Andhika Wiwaha NRP A14104662

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Kelulusan Pada Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis-Fakultas Pertanian

Institut Pertanian Bogor

PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007


(6)

FAKULTAS PERTANIAN

PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS

Kami menyatakan bahwa Skripsi yang ditulis oleh :

Nama Mahasiswa : Derry Andhika Wiwaha Nomor Pokok : A14104662

Judul : Analisis Pengendalian Pasokan Pisang Cavendish Berdasarkan Hasil Ramalan Penjualan Time Series Terbaik Untuk Wilayah Pemasaran JABOTABEK Pada PT. Sewu Segar Nusantara

Bogor, Mei 2007 Menyetujui : Dosen Pembimbing

Dr. M. Firdaus, SP. MSi. NIP. 132.158.758

Mengetahui : Dekan Fakultas Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, MAgr. NIP. 131.124.019


(7)

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA KARYA TULIS TENTANG “ ANALISIS PENGENDALIAN PASOKAN PISANG CAVENDISH BERDASARKAN HASIL RAMALAN PENJUALAN TIME SERIES TERBAIK UNTUK WILAYAH PEMASARAN JABOTABEK PADA PT. SEWU SEGAR NUSANTARA” BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI, DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA TULIS ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN

Bogor, Mei 2007

Derry Andhika Wiwaha NRP. A14104662


(8)

Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 31 Desember 1983 sebagai anak dari pasangan Bapak Ahmad Hidayat dan Ibu Pipih Syaripah. Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara.

Semasa hidup penulis sekolah di TK. Rizky pada tahun 1988, SDN CIHERANG V lulus pada tahun 1995, SMP NEGERI 7 BOGOR lulus pada tahun 1998, dan SMU NEGERI 2 CIBINONG lulus pada tahun 2001. Kemudian penulis melanjutkan ke jenjang studi, denga n masuk IPB pada Program DIPLOMA III Manajemen Agribisnis melalui jalur tes pada tahun 2001. Pada tahun 2005, penulis melanjutkan studi kembali pada Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Penulis selama menjadi mahasiswa aktif di berbagai lembaga kemahasiswaan, dan mengikuti berbagai acara seminar dan pelatihan yang ada IPB. Penulis pernah aktif di Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Pertanian (BEM-A) tahun 2002 – 2003 sebagai staf biro Publikasi & Jurna listik, yang kemudian menjadi staf terbaik. Pada tahun 2003 – 2004 penulis pun aktif kembali di BEM-A sebagai kepala biro Jurnalistik, yang kemudian pula menjadi staf terbaik.

Penulis pun aktif di Forum Komunikasi Program Studi pada tahun 2001 – 2002 sebagai staf biro Olahraga, pada tahun 2002 – 2003 sebagai Ketua I, dan ketua panitia Hari Pelepasan Wisuda (HPW) Tahun 2003. Penulis pun hingga sekarang masih aktif sebagai staf perusahaan Koran Kampus IPB tahun 2006 – 2007.


(9)

Analisis Pengendalian Pasokan Pisang Cavendish Berdasarkan Hasil Ramalan Penjualan Time Series Terbaik Untuk Wilayah Pemasaran JABOTABEK Pada PT. Sewu Segar Nusantara, merupakan hasil penelitian penulis sebagai mahasiswa selama bulan April – Mei 2007. Penelitian ini didasari kondisi kurang optimalnya antara pasokan dengan penjualan dan distribusi pisang cavendish di perusahaan tersebut.

Penelitian ini merupakan bagian dari proses belajar permasalahan dan potensi yang dihadapi dunia agribisnis, khususnya agribisnis pisang cavendish di Indonesia. Oleh karena itu, kajian ini sekiranya memberikan manfaat bagi penulis sebagai mahasiswa yang sedang menyelesaikan studi di Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis. Namun demikian, dengan segala keterbatasan dan kekurangan yang dimiiki, penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi berguna bagi PT. Sewu Segar Nusantara.

Kajian ini merupakan wujud maksimal yang dilakukan oleh penulis. Oleh karena itu tak ada kesempurnaan dibalik kekurangan, saran dan kritik dibutuhkan dalam perbaikan penelitian ini. Sehingga apa yang harapan dalam penelitian dapat tercapai dengan sebaik-baiknya.

Bogor, Mei 2007


(10)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT., karena dengan nikmat dan karunia-NYA Alhamdulliah penulis dapat menyelesaikan skripsi sesuai dengan waktu yang direncanakan. Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, oleh karena itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Dr. Ir. Henny K. Daryanto, MEc., dan Dr. M. Firdaus, SP.,MSi., selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan mulai dari tahapan persiapan penelitian hingga akhir penulisan skripsi.

2. Ir. Joko Purwono, MS., selaku dosen penguji utama yang telah memberikan masukan dan kritikan terhadap skripsi ini.

3. Rahmat Yanuar, SP. MSi., selaku dosen KOMDIK yang telah memberikan masukan dan kritikan terhadap penulisan skripsi.

4. Akhmad Zacky, selaku pembahas dalam seminar yang telah memberikan masukan dan kritikan terhadap penulisan skripsi.

5. Ir. Netti Tinaprilla, MM., selaku dosen evaluator dalam kolokium proposal penelitian yang telah memberikan masukan dan kritikan pada tahap persiapan penelitian.

6. Kedua orang tercinta yang telah memberikan banyak dukungan dan motivasi dengan segala ketulusan hati dan keikhlasan.

7. Bapak Dudi Pramonoharjo, selaku Manajer HRD & General Affairs PT. Sewu Segar Nusantara yang telah memberikan bantuan selama penelitian di perusahaan. Selain itu, pada Ibu Dewi, selaku pihak Finance & Accounting yang telah memberikan data untuk penelitian.


(11)

8. Bapak Fahmi beserta pihak divisi Sales & Marketing PT. Sewu Segar Nusantara, yang telah memberikan informasi tentang penelitian, serta pada seluruh staf perusahaan yang telah memberikan kemudahan selama penelitian.

9. Reza Anugrah W. dan Adalan Ardana W., selaku kedua saudara kandung yang telah banyak memberikan keceriaan dan perhatian.

10.Agripa Bukit, M. Zaenal Muttaqin, Sulistiyo, Ade S., Angra Irene Bondar, Siti Hafsah, Rona Putria, selaku sahabat Angkatan 12 yang telah menjadi curahan hati, keceriaan, memberikan masukan dan kritikan, dan pengalaman.

11.Yayu Y., Eka N., Ipur Dian A., Dian J., Boyke Indra S., dan Denny K., Ageng Mubyarto beserta isteri, selaku sahabat terbaik yang selalu memberikan semangat dan bantuan dalam menyelesaikan penelitian ini.

12.Alex M., M. Fahrul A., Bina A., Agung A., Herdi R., Ana K., Elsa Firyanza, Nurul Z. Yanti, Nurul I. H., Raziyah, selaku sahabat terbaik yang telah memberikan bantuan yang tak ternilai harganya.

13.Iqbal, Taufan, Miranti, Amri, Ika, dan beserta Segenap kru KORAN KAMPUS 1PB yang telah memberikan dukungan dan pengalaman yang menarik.

14.Pihak sekretariat Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, yang telah memberikan informasi dan bantuan bagi penulis.

15.Rekan-rekan Ekstensi yang telah berkenan hadir dalam kolokium dan seminar, dan pada semua pihak yang telah banyak memberikan bantuan selama penulis kuliah di Ekstensi.

Akhir kata, Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, dan semoga amal Bapak / Ibu dan rekan sekalian mendapat balasan dari Allah SWT. Amin.

Bogor, Mei 2007


(12)

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

UCAPAN TERIMA KASIH... ii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL... vi

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 4

1.3. Tujuan Penelitian... 7

1.4. Kegunaan Penelitian... 7

1.5. Ruang Lingkup Penelitian ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1. Pisang Cavendish ... 9

2.2. Ritel Modern ... 12

2.3. Pasar Tradisional ... 14

2.4. Rantai Pasokan (Supply Chain)... 15

2.5. Penelitian-penelitian Terdahulu ... 16

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN... 22

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ... 22

3.1.1. Demand dan Supply... 22

3.1.2. Peramalan Time Series ... 24

3.1.3. Economic Order Quantity (EOQ) ... 28

3.1.4. Persediaan Pengaman (Safety Stock)... 31

3.1.5. Titik Pemesanan Kembali (Reorder Point) ... 32

3.1.6. Penjualan dan Distribusi... 33

3.1.7. Manajemen Rantai Pasokan (Supply Chain Mangement/SCM) ... 37

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional... 39

BAB IV METODE PENELITIAN ... 42

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian... 42

4.2. Jenis dan Sumber data ... 42

4.3. Metode Analisis dan Pengolahan Data ... 44

4.4. Peramalan Time Series ... 44

4.5. Analisis Economic Order Quantity (EOQ) ... 51

4.6. Analisis Persediaan Pengaman (Safety Stock)... 52


(13)

BAB V KEGIATAN UMUM PERUSAHAAN ... 54

5.1. Riwayat Perusahaan ... 54

5.2. Kondisi Lingkungan Perusahaan... 55

5.3. Kegiatan Utama Perusahaan... 57

5.3.1. Pengadaan Pasokan ... 57

5.3.2. Penjualan dan Distribusi... 60

BAB VI PERAMALAN PENJUAAN PISANG CAVENDISH ... 65

6.1. Peramalan Penjualan Grade C3 (Sunpride) ... 65

6.2. Peramalan Penjualan Grade FB ... 69

6.3. Implikasi Terhadap Manajemen PT. Sewu Segar Nusantara ... 72

BAB VII PENGENDALIAN PASOKAN PISANG CAVENDISH ... 74

7.1. Identifikasi Biaya Pemesanan dan Penyimpanan... 74

7.2. Pengendalian Pasokan Pisang Cavendish ... 76

7.2.1. Analisis EOQ... 76

7.2.2. Analisis Persediaan Pengaman (Safety Stock)... 82

7.2.3. Analisis Titik Pemesanan Kembali (Reorder Point)... 85

7.3. Implikasi Terhadap Manajemen Pasokan PT. Sewu Segar Nusantara... 86

BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN ... 88

8.1. Kesimpulan... 88

8.2. Saran ... 89

DAFTAR PUSTAKA ... 90


(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Teks Halaman 1 Perkembangan Ekspor Buah-Buahan Tropis Tahun 2002 –

2005 ... 2

2 Produksi Pisang Pada Sentra Produksi di Indonesia Tahun 2003 ... 3

3 Mutu Pisang Cavendish Segar Berdasarkan Segmentasi Pasar ... 11

4 Jenis dan Karakteristik Pisang Cavendish di PT. SSN... 12

5 Jarak Ritel Modern dengan Pasar Tradisional di DKI Jakarta ... 15

6 Penelitian-Penelitian Terdahulu yang Relevan ... 17

7 Enam Macam Strategi Distribusi yang Dapat digunakan dalam Pemasaran Produk ... 37

8 Jenis dan Sumber Data yang Dibutuhkan Pada Penelitian di PT Sewu Segar Nusantara ... 43

9 Pola ACF dan PACF beserta Model ARIMA ... 49

10 Jalur dan Lokasi Distribusi PT. SSN di Wilayah JABOTABEK... 62

11 Harga Jual Pisang Cavendish di PT. SSN Periode Januari 2006 – Maret 2007 ... 63

12 Volume Penjualan Pisang Cavendish Wilayah Pemasaran JABOTABEK Periode Januari 2006 – Maret 2007 ... 64

13 Nilai MSE Metode Peramalan Penjualan Pisang Cavendish Grade C3 (Sunpride) ... 66

14 Hasil Ramalan Volume Penjualan Pisang Cavendish Grade C3 Periode Waktu April 2007 – Maret 2008 ... 68

15 Nilai MSE Metode Peramalan Penjualan Pisang Cavendish Grade FB (Sunfresh) ... 70

16 Hasil Ramalan Volume Penjualan Pisang Cavendish Grade FB Periode Waktu April 2007 – Maret 2008 ... 72


(15)

18 Komponen Biaya Penyimpanan Grade C3 dan FB Tahun 2006 ... 75

19 Perhitungan Biaya Pemesanan dan Biaya Penyimpanan Pisang Cavendish Grade C3 dan FB di PT. SSN Tahun 2006 ... 75

20 Biaya Persediaan Masing- masing Grade Pisang Cave ndish di PT. SSN Tahun 2006 ... 76

21 Perhitungan Jumlah Pemesanan Optimal Pisang Cavendish Masing-Masing Grade Tahun 2006 ... 76

22 Perhitungan Frekuensi Pemesanan Optimal masing- masing Grade Pisang Cavendish Tahun 2006 ... 77

23 Perkiraan Volume Penjualan Pisang Cavendish ... 78

24 Proyeksi Komponen Biaya Pemesanan Grade C3 dan FB ... 79

25 Proyeksi Komponen Biaya Penyimpanan Grade C3 dan FB ... 79

26 Pehitungan Jumlah Pemesanan Optimal Pisang Cavendish Masing-Masing Grade 12 Bulan Berikutnya ... 80

27 Perhitungan Frekuensi Pemesanan Optimal masing- masing Grade Pisang Cavendish ... 80

28 Perhitungan Biaya Pemesanan & Biaya Penyimpanan Grade C3 dan FB di PT. SSN Untuk 12 Bulan Berikutnya ... 81

29 Proyeksi Biaya Persediaan Masing- masing Grade Pisang Cavendish di PT. SSN... 82

30 Perhitungan Waktu Tunggu Rata-Rata dan Standar Deviasi Grade C3 dan FB ... 83

31 Perbandingan Persediaan Maksimum Pisang Cavendish Grade C3 dan FB Pada Tahun 2006 dengan Proyeksi 12 Bulan ke Depan ... 85

32 Perhitungan Titik Pemesanan Kembali Pada Tahun 2006 dan 12 Bulan Berikutnya ... 86


(16)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Teks Halaman

1 Permintaan dan Penawaran Turunan Serta Marjin Tataniaga ... 23

2 Hubungan Antara Biaya Pemesanan dan Biaya Penyimpanan ... 29

3 Tingkat Persediaan dengan Waktu dalam EOQ ... 30

4 Karakeristik Sistem Pemesanan Kembali ... 33

5 Variasi Saluran Distribusi ... 35

6 Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian... 41

7 Proses Produksi Pisang Cavendish Pada PT. Sewu Segar Nusantara ... 59

8 Plot Data Penjualan Pisang Cavendish Grade C3 (Sunpride) Periode Januari 2004 – Maret 2007... 65

9 Plot Data Penjualan Pisang Cavendish Grade FB (Sunfresh) Periode Januari 2004 – Maret 2007... 69


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman 1 Struktur PDB Menurutu Sektor Ekonomi/Lapangan Usaha

Tahun 2003 – 2004 dan Triwulan 1 2004 – 2005 (Persentase) ... 93

2 Struktur Organisasi PR. Sewu Segar Nusantara... 94

3 Bentuk ACF & PACF Penjualan Pisang Cavendish Grade C3 ... 95

4 Model ARIMA Penjualan Pisang Cavendish Grade C3 ... 96

5 Bentuk ACF & PACF Penjualan Pisang Cavendish Grade FB ... 97

6 Model ARIMA Penjualan Pisang Cavendish Grade FB... 98

7 Laju Perubahan (?) Biaya Pemesanan Masing-Masing Grade Pisang Cavendish di PT. SSN Pada Tahun 2006 ... 99

8 Laju Perubahan (?) Biaya Penyimpanan Masing-Masing Grade Pisang Cavendish di PT. SSN Pada Tahun 2006 ... 100

9 Perhitungan Persediaan Pengaman Tahun 2006 dan 12 Bulan Berikutnya ... 101


(18)

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penggerak pertumbuhan perekonomian Indonesia, hal ini terlihat dari kontribusinya terhadap Produk Domsetik Bruto (PDB). Pada Lampiran 1 mengenai struktur PDB sektor ekonomi dan lapangan usaha tahun 2003 – 2005, untuk triwulan pertama tahun 2005 kontribusi sektor pertanian terhadap PDB menempati urutan ketiga dengan persentase sebesar 15,21 persen, setelah sektor industri pengolahan sebesar 28,08 persen dan sektor perdagangan sebesar 16,06 persen. Pada era pemerintahan saat ini sektor pertanian mendapatkan perhatian besar, melalui program Revitalisasi Pertanian pada subsektor pangan, perkebunan, dan hortikultura.

Hortikultura sebagai subsektor pertanian peranannya diharapkan mampu menunjang pembangunan ekonomi nasional. Komoditas hortikultura terdiri dari komoditas sayuran, buah-buahan, tanaman obat-obatan serta tanaman hias. Dilihat dari segi ekonomi, tanaman hortikultura memiliki nilai jual yang tinggi, sehingga berdaya saing dan berpotensi untuk dikembangkan lebih lanjut dalam sistem agribisnis. Salah satu jenis komoditas hortikultura yang memiliki nilai komersial yang cukup tinggi adalah buah-buahan. Konsumsi buah-buahan masyarakat Indonesia pada tahun 2002 mencapai 40 kg/kapita/tahun1. Hal ini menunjukkan bahwa untuk memenuhi kebutuhan buah-buahan masyarakat

1 www.kompas.com

. Selasa, 9 Juli 2002. Jannes Eudes Wawa. “Gerakan Peningkatan Konsumsi Buah dan Sayuran Nusantara, Memberdayakan Petani, atau Meningkatkan Impor” .


(19)

Indonesia, maka diperlukan produksi yang kontinyu, penangangan pasca panen, serta penyaluran yang merata di seluruh Indonesia.

Berdasarkan perkembangan ekspor buah-buahan tropis Indonesia pada tahun 2003 – 2005 yang terdapat pada Tabel 1, rata-rata mengalami fluktuasi volume dan nilai ekspor. Hal ini terlihat pada salah satu komoditas yaitu pisang yang mengalami fluktuasi volume ekspor dan nilainya pada tahun 2003 yaitu 10.615 kg dengan nilainya sebesar US$ 7.899, dan mengalami peningkatan volume pada tahun 2004 sebesar 992.505 kg dengan nilai sebesar US$ 722.772. Namun pada tahun 2005 terjadi penurunan volume menjadi 745.247 kg dengan nilai ekspor US$ 266.179. Perkembangan ekspor ini menandakan bahwa, komoditas buah-buahan Indonesia masih diminati oleh konsumen luar negeri, dan mampu bersaing dengan buah-buahan lainnya di pasar internasional.

Tabel 1. Perkembangan Ekspor Buah-Buahan Tropis Tahun 2003 – 2005

Komoditas

Tahun

2003 2004 2005

Volume (Kg)

Nilai (US $)

Volume (Kg)

Nilai (US $)

Volume (Kg)

Nilai (US $) Manggis 9.304.511 9.306.042 3.045.379 3.291.855 5.795.468 4.734.103

Pepaya 187.972 231.350 524.686 1.301.371 40.704 77.877

Pisang 10.615 7.899 992.505 722.772 745.247 266.179

Nenas 2.284.432 2.315.283 2.431.263 529.122 90.571 74.451

Jambu 47.871 49.843 106.274 102.074 6.617 3.092

Jeruk 85.920 22.026 632.996 517.554 187.664 93.750

Mangga 559.224 460.674 1.879.664 2.013.390 87.205 109.851

Rambutan 604.006 958.850 134.772 117.336 - -

Buah tropis

lainnya 984.820

523.031

1.341.923 794.924 946.471 512.090

Sumber : Pusat Kajian Buah-buahan Tropika, 2005

Komoditas unggulan buah-buahan nasional adalah mangga, manggis, pisang, durian, apel dan salak. Pisang merupakan salah satu komoditas unggulan


(20)

buah-buahan nasional yang tersedia sepanjang tahun dan tersebar di berbagai propinsi. Pada Tabel 2 dapat dilihat produksi pisang pada beberapa daerah sentra produksi di Indonesia. Berdasarkan tabel tersebut menunjukkan bahwa propinsi Jawa Barat merupakan daerah penghasil terbesar pisang diikuti oleh Jawa Timur, Lampung, serta beberapa daerah lainnya di Indonesia. Hal ini terlihat dari produksi pisang pada sentra-sentra produksi seperti di Jawa Barat sebanyak 1.449.120 ton, Jawa Timur sebanyak 873.616 ton, dan propinsi Lampung mencapai 319.081 ton.

Tabel 2. Produksi Pisang Pada Sentra Produksi di Indonesia Tahun 2003

Propinsi Produksi (ton)

Jawa Barat 1,449,120

Jawa Timur 873,616

Lampung 319,081

Bali 122,200

Nusa Tenggara Timur 186,412

Sulawesi Selatan 162,310

Sumatera Utara 118,808

Banten 225,720

Jawa Tengah 495,518

Sumber: Pusat Kajian Buah-buahan Tropika, 2005

Pisang di Indonesia ada beberapa jenis antara lain pisang ambon, pisang raja, pisang barangan, pisang cavendish, dan beberapa pisang lainnya yang disesuaikan dengan nama daerah asalnya. Pisang cavendish merupakan salah satu jenis pisang yang dikonsumsi oleh 80 % total konsumen luar negeri2.

Pisang cavendish (Musa cavendishii) sudah dibudidayakan di Indonesia, namun bukan merupakan jenis pisang asli Indonesia. Pisang cavendish berasal dari Negara Brazil dan masuk ke Indonesia pada tahun 1990-an. Daerah-daerah pembudidayaan di Indonesia terdapat di Way Jepara, Lampung dan Halmahera,

2


(21)

Maluku. Salah satu perusahaan yang memproduksi pisang cavendish di Indonesia adalah PT. Nusantara Tropical Fruit (PT. NTF) yang berada di daerah Lampung. PT. NTF hanya memproduksi pisang cavendish, sedangkan pemasarannya dilakukan oleh PT. Sewu Segar Nusantara (PT. SSN) yang berada di daerah Tangerang. PT. SSN memasarkan pisang cavendish ke berbagai wilayah di JABOTABEK, Bandung, Semarang, Surabaya, dan Jogyakarta.

PT. SSN selain memasarkan pisang cavendish sebagai komoditas utamanya, juga memasarkan beberapa jenis buah-buahan segar lainnya seperti melon, semangka, pepaya, mangga, rambutan, jeruk, pisang mas, apel dan pear. Tujuan akhir pemasaran PT. SSN ada tiga yaitu ritel modern, pasar tradisional, dan Hotel, Restoran, dan Katering (HOREKA). Lebih dari 50 persen produk PT. SSN didistribusikan ke ritel-ritel modern seperti HERO, Carrefour, Giant, Matahari dan sebagainya. Sedangkan untuk pasar tradisional mencapai 25 persen dari total distribusi dan HOREKA sekitar 25 persen.

Pasokan pisang cavendish yang tersedia untuk merek Sunpride, Sunfresh, dan non- merek lainnya, dan distribusi yang luas pada berbagai pasar di wilayah pulau Jawa, membuat PT. SSN harus dapat mempertahankan kontinuitas dan pasokan produknya agar selalu tersedia setiap waktu. Dengan hal ini PT. SSN secara tepat telah menerapkan manajemen rantai pasokan (supply chain management/SCM) pisang cavendish mulai dari proses pasokan dari PT. NTF hingga di distribusikan ke konsumen.

1.2. Rumusan Masalah

PT. SSN merupakan distributor pisang cavendish dengan merek dagang Sunpride untuk ritel modern, merek Sunfresh untuk non-ritel modern. Pangsa


(22)

pasar pisang cavendish merek Sunpride merupakan yang terbesar bagi perusahaan yaitu sebanyak 50 persen dan selebihnya merek Sunfresh dan jenis lainnya. Perusahaan menetapkan pasar ritel modern sebagai pasar terbesarnya, karena jenis pisang ini lebih diminati oleh konsumen middle-up.

Distribusi merupakan kegiatan utama dari PT. SSN, dalam kegiatannya pisang cavendish yang didistribusikan menggunakan prinsip FIFO (First in first out) sesuai pesanan dari konsumen atau pelanggan. Untuk kegiatan pendistribusian ke ritel modern yang berskala besar seperti HERO Group, Matahari Group, Superindo, Carrefour dan sebagainya. Pasokan pisang cavendish pada ritel tersebut dikirim setiap satu hari sekali sesuai pesanannya sebanyak 700 – 800 boks, begitu juga pada ritel modern yang berskala kecil seperti toko buah frekuensi pengiriman 2 – 3 hari. Pada pasar tradisional danHOREKA pesanan pisang cavendish dikirim sebanyak 400 – 500 boks.

Pasokan pisang cavendish di PT. SSN sepenuhnya berasal dari PT. NTF. Kedua perusahaan merupakan grup usaha dari Gunung Sewu selaku induk perusahaan dengan PT. Great Giant Pineapple selaku pemegang saham terbesarnya. PT. NTF dan PT. SSN sebelumnya memasarkan pisang cavendish untuk pasar ekspor, namun karena terjadi permasalahan budidaya maka pemasarannya dialihkan ke dalam negeri.

PT. NTF memasok pisang cavendish ke PT. SSN melalui sistem pesanan-pembelian (purchase order) sesuai dengan pesanan dari pihak konsumen atau pelanggan. Pesanan disesuaikan menurut grade atau mutu buah yang diinginkan pelanggan dan persediaan pisang cavendish yang berada di PT. NTF. Untuk frekuensi pengiriman pisang cavendish dari PT. NTF ke PT. SSN dilakukan


(23)

sebanyak tiga kali dalam seminggu dengan rata-rata pasokan mencapai 10.000 – 14.000 boks atau rata-rata setiap bulannya mencapai 50.000 boks (Handayani, 2005). PT. SSN memperoleh pasokan pisang cavendish dari PT. NTF dalam bentuk belum matang dan sudah dikemas dalam boks berdasarkan mereknya.

Dalam manajemen distribusi pisang cavendish pada PT. SSN, memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan PT. NTF. Keterkaitan antara keduanya dalam rantai pasokan, membuat jika pasokan pisang cavendish tidak dalam jumlah banyak dari PT. NTF, maka secara langsung pesanan yang akan dikirim kepada pelanggan oleh PT. SSN akan sedikit. Begitu juga apabila kualitas pisang cavendish yang ada di PT. NTF tidak dalam kondisi baik, misalnya untuk pasar ritel modern yang menginginkan grade C3 dengan merek Sunpride, maka PT. SSN akan menyediakan dan mendistribusikan pisang cavendish bagi pelanggan yang bukan ritel modern.

Pada akhirnya profit penjualan PT. SSN akan menurun, untuk itu diperlukan peramalan tentang penjualan pisang cavendish di PT. SSN, agar terestimasi antara kebutuhan pasokan dengan pendistribusiannya, sehingga PT. SSN dapat merencanakan penjualan dan distribusi grade pisang cavendish yang memiliki profit tinggi. Berdasarkan hasil peramalan ini, maka akan digunakan sebagai dasar untuk pengendalian pasokan pisang cavendish di PT. SSN.

Dalam kegiatan pengadaan pasokan pisang cavendish di PT. SSN memiliki kendala utama pada PT. NTF, yaitu akan kekurangan stock apabila kondisi cuaca di daerah produksi di Way Jepara, Lampung dalam keadaan musim kemarau, sedangkan pada musim penghujan produksi akan berlimpah (Handayani, 2005). Untuk itu diperlukan suatu kondisi yang optimal, agar PT.SSN mampu


(24)

mengendalian antara jumlah pasokan pisang cavendish yang tersedia di PT. NTF, sehingga PT. SSN dapat menjual pisang cavendish sesuai dengan pesanan pelanggan.

Dari masalah- masalah di atas maka dapat dirumuskan permasalahan yang dihadapi oleh PT. SSN sebagai berikut :

1. Bagaimana manajemen rantai pasokan dan distribusi pisang cavendish yang dilakukan oleh PT. SSN ?

2. Bagaimana ramalan penjualan pisang cavendish untuk 12 bulan ke depan di PT. SSN ?

3. Bagaimana keadaan optimal pasokan pisang cavendish untuk 12 bulan ke depan di PT. SSN ?

1.3. Tujuan

Tujuan dari penelitian tentang peramalan penjualan dan optimalisasi pasokan pisang cavendish di PT. SSN adalah :

1. Mengidentifikasikan manajemen rantai pasokan dan distribusi pisang cavendish yang dilakukan oleh PT. SSN.

2. Meramalkan penjualan 12 bulan ke depan untuk masing- masing pisang cavendish di PT. SSN.

3. Menganalisis keadaan optimal pasokan masing- masing pisang cavendish untuk 12 bulan ke depan di PT. SSN.


(25)

1.4. Kegunaan

Kegunaan penelitian ini adalah :

1. Bagi peneliti, penelitian memberikan ilmu dan wawasan dalam agribisnis buah-buahan.

2. Bagi perusahaan, penelitian ini berguna sebagai bahan referensi dan masukan yang objektif, sehingga dapat memberikan manfaat bagi perusahaan dalam pengembangan usaha kedepannya.

3. Bagi pembaca, penelitian memberikan bahan bacaan yang bermanfaat, dan diharapkan mampu menjadi bahan rujukan bagi penelitian selanjutnya.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah manajemen pengadaan dan distribusi pisang cavendish di PT. SSN dengan cakupan sebagai berikut :

1. Produk difokuskan pada grade pisang cavendish kemasan boks yang terdiri dari C3 (Sunpride), dan FB (Sunfresh). Hal ini terkait dengan jumlah penjualannya yang relatif konstan setiap bulan dalam beberapa tahun terakhir. 2. Sumber data yang digunakan adalah berdasarkan pada data penjualan bulanan

pisang cavendish.

3. Wilayah pemasaran difokuskan pada kawasan JABOTABEK untuk ritel modern, dan pasar tradisional. Hal ini didasarkan atas market share terbesar PT. SSN dari penjualan pisang cavendish, sehingga pada berbagai cabang dan jalur distribusi lainnya yang dimiliki tidak menjadi objek dari penelitian ini. 4. Manajemen produksi di PT. NTF tidak akan dianalisis secara spesifik,

walaupun nantinya akan berhubungan langsung dengan PT. SSN dalam pasokan dan pendistribusian pisang cavendish ke pelanggan.


(26)

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pisang Cavendish

Pisang (Musa spp) adalah komoditas buah-buahan yang menjadi unggulan hortikultura di Indonesia. Tanaman pisang dapat dengan mudah ditemukan pada berbagai tempat. Tanaman pisang di Indonesia berada pada sentra-sentra produksi di wilayah Jawa Barat, Jawa Timur, Lampung, dan Jawa Tengah, sehingga tak jarang nama jenis pisang sering disesuaikan dengan nama daerah asal tanamnya.

Pisang bagi masyarakat Indonesia bia sanya sebagai makanan penutup, karena mengandung vitamin yang berguna untuk menjaga kesehatan tubuh dan baik juga dikonsumsi untuk makanan diet. Pisang selain untuk dikonsumsi langsung dapat diolah menjadi keripik pisang, selai pisang, dan bubur pisang. Jenis-jenis pisang dibagi menjadi empat macam yaitu3 :

1) Pisang yang dimakan buahnya tanpa dimasak yaitu pisang cavendish, pisang Ambon, pisang susu, pisang Raja, pisang Barangan, dan pisang mas.

2) Pisang yang dimakan setelah buahnya dimasak yaitu pisang nangka, pisang tanduk, dan pisang kepok.

3) Pisang berbiji yaitu pisang batu dan pisang klutuk.

4) Pisang yang diambil seratnya yaitu pisang Manila (abacca).

Pisang cavendish (Musa cavendishii) merupakan salah satu jenis pisang bukan merupakan tanaman asli Indonesia. Pisang cavendish secara komersial lebih banyak di konsumsi oleh segmen middle-up, karena jenis pisang ini kurang

3


(27)

begitu dikenal oleh masyarakat Indonesia dan juga memiliki harga yang relatif mahal dibanding pisang lainnya. Pada pasaran dunia pisang cavendish merupakan komoditas unggulan di berbagai negara seperti di Amerika Serikat, Brazil, dan Philipina, dimana beberapa perusahaan ternama yang memproduksi pisang cavendish adalah Chiquita, dan Del Monte Produce.

Pelaku agribisnis di Indonesia yang memproduksi pisang cavendish tidak begitu banyak. Beberapa perusahaan yang terlibat dalam industri pisang Cavendish di Indonesia adalah PT. Bina Purna Usaha Tama, dan PT. Nusantara Tropical Fruit (PT. NTF). PT. NTF merupakan salah satu perusahaan yang terlibat dalam produksi pisang cavendish. Perusahaan tersebut bekerjasama dengan Del Monte Produce untuk memproduksi pisang cavendish untuk tujuan ekspor dengan luasan 2000 hektar di Way Jepara, Lampung.

Untuk mengenalkan pisang cavendish agar dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia, PT. NTF menjalin mitra kerjasama dengan PT. Sewu Segar Nusantara (PT.SSN) sebagai distributor pisang cavendish dengan nama merek Sunpride, dan Sunfresh. Hingga sekarang pisang cavendish sudah dikonsumsi oleh sebagian masyarakat Indonesia khususnya di wilayah JABOTABEK.

Pisang cavendish di Indonesia dipasarkan pada segmen tertentu dengan berbagai ciri atau keunikan dibandingkan jenis pisang lainnya seperti kulit tipis berwarna kuning muda, daging buah kuning, rasa manis, dan aroma khas. Pengkelasan (grade) pisang cavendish disesuaikan dengan pasar yang dituju yaitu kelas A, kelas B, dan Kelas C. Pengkelasan ini dibedakan atas dasar ukuran bobot, panjang jari, warna buah, kesegarannya, dan kebersihan kulit. Pada Tabel 3 dapat dilihat mutu pisang cavendish berdasarkan segmentasi pasar misalnya


(28)

pada kelas A ukuran bobot per sisir sebesar 3 kg, kelas B 2,5 – 3 kg, dan kelas C 2 – 2,4 kg.

Tabel 3. Mutu Pisang Cavendish Segar Berdasarkan Segmentasi Pasar

Kriteria Kelas Mutu

Kelas A Kelas B Kelas C

Ukuran bobot / sisir (kg) > 3,0 2,5 – 3,0 2,0 – 2,4

Panjang jari (cm) = 17,0 15 - 16,9 13,0 14,9

Diameter (cm) 3,5 – 4 3,5 – 4 3,5 – 3

Warna buah Kuning merata Kuning merata Kuning

Kesegaran (%) 95 – 100 90 – 94 80 – 89

Permukaan Kulit Mulus,tidak

berbintik-bintik

Mulus,tidak berbintik-bintik

agak mulus

Sumber : DEPTAN, 2003

Pengkelasan pisang cavendish dengan berbagai kriteria dilakukan oleh salah satu perusahaan yang terlibat dalam distribusi pisang cavendish yaitu PT.SSN. Perusahaan mengkelaskan pisang cavendish berdasarkan warna, rasa, panjang, jumlah sisiran, dan tingkat kememaran (bruises). Pada Tabel 4 menurut Handayani (2005), PT. SSN memberikan label merek yang menandakan kualitas pisang cavendish berdasarkan gradenya, sebagai contoh pada grade C3 diberikan nama merek Sunpride yang dipasarkan untuk ritel modern yang mempunyai ciri berwarna kuning mulus, rasa yang manis, panjang minimal 3,9 inchi, jumlah sisiran antara 3 – 8, dan toleransi bruises kecil.

Pada grade lainnya yaitu Finger Besar (FB) diberikan label merek Sunfresh yang dipasarkan pada pasar tradisional dengan ciri berwana kuning mulus, rasa yang manis, toleransi bruises agak banyak dari C3, ukuran sama dengan C3, dan jumlah sisiran 2 – 3. Perbedaan karakteristik antara grade memudahkan PT. SSN untuk mensegmentasikan pasarnya.


(29)

Tabel 4. Jenis dan Karakteristik Pisang Cavendish di PT. SSN

Sumber : Handayani, 2005

2.2. Ritel Modern

Industri ritel di Indonesia adalah sektor yang mampu bertahan di tengah krisis dalam beberapa tahun terakhir. Sampai akhir tahun 2002, jaringan ritel di Indonesia telah mencapai 2.069 gerai yang tersebar diseluruh Indonesia, terdiri dari minimarket 972 gerai, supermarket 683 gerai, department store 376 gerai, dan hypermarket 38 gerai. Perkembangan pasar modern yang pesat tersebut ternyata belum diikuti oleh perkembangan pasar tradisional. Jumlah pasar tradisional yang ada pada tahun 1997 sebanyak 10.381 unit dan bertambah di tahun 1999 menjadi 10.430 unit atau meningkat hanya 0,47%4.

Sejalan dengan perkembangan kebutuhan dan pola hidup masyarakat yang menghendaki kenyamanan berbelanja (convenience), kepastian harga, dan keanekaragaman barang kebutuhan membuat ritel modern menjadi alternatif

4

www.kppu.go.id. Seminar Retail Nasional, Jakarta 25 Januari 2007. Keynote speech Menteri Perdagangan RI : Mari Elka Pangestu.

Grade Nama Merek Karakteristik

C3 SUNPRIDE Warna kuning mulus, rasa manis, panjang

minimal 7,5 inchi lebar minimal 3,9 inchi, jumlah sisiran antara 3 – 8, toleransi bruises kecil Finger Besar

(FB)

SUNFRESH Wana kuning mulus, rasa manis, toleransi bruises agak banyak dari C3, ukuran sama dengan C3, jumlah sisiran 2 – 3

Finger Besar (FB1)

Tidak Bermerek Karakteristik buah sama dengan FB, hanya jumlah sisiran satu-satu

Finger Sedang (FS)

Tidak Bermerek Warna kuning mulus, rasa manis, toleransi bruises sama dengan FB, panjang minimal 6.5 inchi, jumlah sis iran 2 – 3

Finger Sedang 1(FS1)

Tidak Bermerek Kriteria sama dengan FS, namun jumlah sisiran satu-satu

Finger Kecil (FK)

Tidak Bermerek Warna kuning mulus, rasa manis, toleransi bruises sama dengan FS 1, panjang minimal 5.5 inchi, jumlah sisiran 2 – 3

Finger Kecil 1(FK 1)

Tidak Bermerek Sama dengan FK, hanya jumlah sisiran lebih sedikit


(30)

berbelanja kebutuhan sehari- hari. Oleh karena itu, para ritel modern seperti Sarinah, Hero, Matahari, Sogo, dan Carrefour, akan semakin bersaing untuk senantiasa meningkatkan kualitas baik cara pengolahan, penampilan toko, maupun menambah jumlah gerainya di berbagai tempat (Somantri, 2005).

Potensi pasar yang luas dengan didukung daya konsumsi masyarakat Indonesia yang tinggi, membuat para peritel mendirikan dan menambah jumlah gerainya. Hal ini berdampak pada persaingan yang semakin ketat dalam memperebutkan pasar (CIC, 2003). Namun keberadaan ritel modern secara langsung menurunkan daya beli masyarakat pada pasar tradisional, karena memang ritel modern memiliki tempat yang nyaman dan terjangkau oleh masyarakat baik di kawasan perumahan, perkotaan maupun berdekatan dengan pasar tradisional5.

Dalam ritel modern biasanya selalu ada ritel atau pengecer dengan skala besar, namun tidak semua ritel berada dalam tempat tersebut. Menurut Somantri (2005) pasar modern adalah pasar yang dibangun oleh pemerintah, swasta, atau koperasi dalam bentuk Mall, Supermarket, Departement store, dan Shopping center. Pengelolaan pasar modern dilakukan secara modern ya ng mengutamakan pelayanan, kenyamanan berbelanja, bermodal besar, dan dielngkapai denga n label harga yang pasti. Hal ini sesuai dengan Peraturan Daerah (PERDA) DKI Jakarta No.2 Tahun 2002 bahwa ritel modern dibedakan menjadi empat golongan yaitu mini swalayan atau minimarket, pasar swalayan atau supermarket, pasar serba ada (departement store atau hypermarket), dan perkulakan atau grosir.

5 www.bisnis.com

. Rabu, 15/06/2005 (update pada 6 November 2006). Linda Tetty Silitonga, dan Moh. Fatkhul Maskur. Analisa Usaha Kecil Menengah “Menyimak persaingan di sektor ritel”.


(31)

Menurut Aini (2005) ritel modern dibedakan atas dasar ukuran dan jenis barang yang dijual yaitu minimarket, supermarket, hypermarket, special store, dan departement store. Minimarket merupakan toko dengan luasan kurang dari 150 m2 yang menjual berbagai macam produk konsumsi. Ritel ini sudah ada di Indonesia sejak tahun 1988 dan hingga sekarang perkembangan bisnis ini menjadi waralaba (franchise) seperti Alfamart, dan Indomaret. Jenis ritel lainnya yaitu supermarket yang merupakan toko dengan luasan antara 500 – 4000 m2. Supermarket umumnya menjual berbagai macam produk segar dan kebutuhan primer manusia. Ritel ini berada pada wilayah perkotaan, adapun di Indonesia contohnya adalah Superindo, Matahari dan Hero (Susilowati, 2005).

Ritel modern lain yang kini sedang berkembang di Indonesia adalah hypermarket. Ritel ini menjual berbagai ribuan produk baik produk segar maupun kebutuhan lainnya, dan ukurannya tempatnya lebih luas yaitu = 8000 m2. Hypermarket di Indonesia merupakan ritel yang dikembangkan oleh peritel luar negeri seperti Carrefour, Wall-Mart, sehingga peritel lokal pun bersaing dengan membentuk hypermarket seperti Giant milik Hero Group dan Hypermart milik Matahari Group.

2.3. Pasar Tradisional

Pasar tradisional (wet market) di Indonesia sudah ada sejak puluhan tahun lalu. Perkembangan pasar tradisional yang selalu identik dengan segmen menengah ke bawah (middle-low) masih memberikan kontribusi yang berarti bagi sektor ekonomi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Keberadaan pasar tradisional secara langsung menentukan arus barang dari berbagai saluran tataniaga untuk dikonsumsi oleh konsumen.


(32)

Perkembangan pasar tradisional secara langsung mengalami persaingan dari pasar ritel modern. Jumlah pasar tradisional yang ada pada tahun 1997 sebanyak 10.381 buah dan bertambah di tahun 1999 menjadi 10.430 buah atau meningkat hanya 0,47%. Dengan produk yang lebih berkualitas dan harga yang tidak jauh berbeda dibandingkan dengan pasar tradisional, membuat konsumen lebih memilih ritel modern sebagai tempat membeli.

Keberadaan tempat ritel modern dan pasar tradisional yang tidak begitu jauh membuat konsumen pun lebih memilih berbelanja ke ritel modern. Untuk mengurangi keberadaan ritel modern pada salah satu propinsi yaitu DKI Jakarta mengatur tentang jarak antara ritel modern dengan pasar tradisional berdasarkan Peraturan Daerah (PERDA) No.2/2002. Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 5 mengenai aturan jarak antara ritel modern dengan pasar tradisional di DKI Jakarta.

Tabel 5. Jarak Ritel Modern dengan Pasar Tradisional di DKI Jakarta

Luas ritel modern (m2) Jarak dengan Pasar Tradisional

100 -200 0,5 km

200 - 1.000 1 km

1.000 - 2.000 2 km

= 4.000 2,5 km

Sumber: PERDA DKI Jakarta No.2/2002

2.4. Rantai Pasokan (Supply Chain)

Rantai pasokan produk pada dasarnya bertujuan untuk memaksimumkan nilai yang ada, meminimalkan berbagi biaya, dan memuaskan pelanggan. Rangkaian supply chain mulai dari produsen, kemudian pemasok, distributor, hingga ke konsumen. Panjang pendeknya supply chain, tergantung dai jenis barang yang disimpan (Indrajit, 2003). Implikasi dari supply chain, peranan


(33)

pemasok sangat penting terhadap keberadaan berbagai produk di pasar terutama bagi ritel modern, yang kekuatannya terletak pada banyak produk atau merek yang berada di outletnya.

Pemasok tentunya memiliki pelanggan tetap, apalagi memiliki ketergantungan produk yang dipasoknya. Biasanya pemasok yang sudah memiliki brand dan memiliki kekuatan tawar- menawar yang kuat, maka akan ditempatkan pada display khusus oleh pelanggan. Pelayanan khusus atau hak eksklusif ini tentunya memberikan keuntungan win-win solution bagi pelanggan dan pemasok.

2.5. Penelitian-Penelitian Terdahulu

Terkait dengan penelitian yang dilakukan yaitu tentang peramalan penjualan dan optimalisasi pasokan di PT. SSN, ada beberapa penelitian terdahulu yang relevan baik tentang metode analisis, sistem pasokan dan distribusi, serta pasar. Penelitian-penelitian tersebut dilakukan oleh Septiati (2002) mengenai optimalisasi pengadaan dan distribusi produk buah-buahan di Moenaputra Nusantara, Sutarya (2003) megenai optimasi produksi dan distribusi sayuran di PT. Pacet Segar, dan Ismail (2007) mengenai ana lisis perencanaan pengendalian persediaan optimal pada PT. Sinar Sosro Kantor Penjualan Sukabumi. Mengenai hasil penelitian-penelitian terdahulu yang terkait dapat dilihat pada Tabel 6.

Penelitian yang berlokasi di PT. SSN sudah ada beberapa yang melakukannya. Adapun penelitian yang telah dilakukan adalah analisis faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen dalam pengambilan keputusan pembelian pisang Sunpride (Setianingrum, 2003), dan analisis strategi


(34)

pengembangan bisnis buah segar pada PT. Sewu Segar Nusantara (Handayani, 2005).

Tabel 6. Penelitian-Penelitian Terdahulu yang Relevan

Tahun Penulis Judul Metode Hasil Penelitian

2002 Nila

Septiati

Optimalisasi Pengadaan dan Distribusi Produk Buah-buahan Segar di PT Moenaputra Nusantara Jakarta

Profit Marjin, & Metode Transportasi

Mendekati Kondisi Optimal antara pusat pengadaan buah dengan pelanggan

2003 Sutarya Optimasi Produksi dan Distribusi Sayuran di PT. Pacet Segar, Cianjur-Jawa Barat

Linear Programming

Belum dalam kondisi optimal baik dalam produksi maupun distribusi

2007 Ismail Analisis

Perencanaan Pengendalian Persediaan Optimal Pada PT. Sinar Sosro Kantor Penjualan Sukabumi

Peramalan, EOQ, Safety Stock¸dan titik pemesanan kembali

Model Peramalan yang sesuai adalah SARIMA

Septiati (2002) melakukan penelitian tentang optimalisasi pengadaan dan distribusi produk buah-buahan segar di PT. Moenaputra Nusantara Jakarta. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola pengadaan dan distribusi yang dilakukan oleh perusahaan tersebut, mengetahui profit marjin dan imbangan penerimaan biaya (R/C), serta mengetahui komposisi pengadaan dan distribusi yang optimal. Untuk menganalisis tujuan digunakan software MS.Excel dan LINDO.

Hasil penelitian pola pengadaan buah-buahan di PT. Moenaputra Nusantara Jakarta terdiri dari petani, pedagang pengumpul, dan pasar induk, dengan jumlah penawaran tertinggi berasal petani dengan sebesar 64, 88 %. Distribusi buah-buahan dikirim ke kelompok eceran, grosir, dan hotel, dengan


(35)

jumlah permintaan tertinggi berasal dari kelompok eceran yaitu sebesar 77,04 %. Adapun buah-buahan yang didistribusikan terdiri dari buah kontinyu dan buah musiman, dengan buah-buahan yang menjadi unggulan adalah melon, semangka merah, dan semangka kuning.

Berdasarkan analisis profit marjin yang terbesar adalah buah melon, dan semangka merah, sedangkan yang memiliki profit marjin terkecil adalah bangkuang. Hasil nilai R/C menunjukkan buah-buahan kontinyu memiliki nilai R/C rata-rata 1,14, sedangkan untuk buah-buahan musiman rata-rata dari nilai R/C adalah 1,12.

Hasil analisis komposisi pengadaan dan distribusi dengan Model Transportasi diperoleh dengan nilai fungsi tujuan yang meminimumkan biaya adalah sebesar Rp 1.921.344.000, sedangkan dengan pengadaan dan distribusi yang dilakukan oleh PT. Moenaputra Nusantara tahun 2001 pada semester 1 adalah sebesar Rp 1.922.687.889, terdapat selisih nilai total biaya pengadaan dan distribusi sebesar Rp 1.343.136. Hal ini menunjukkan bahwa pola pengadaan dan distribusi telah mendekati kondisi optimal, sehingga tidak jauh berbeda dengan kondisi aktualnya. Begitu juga pada semester 2 hasilnya mendekati kondisi optimal. Perbedaan yang mendasar dari kondisi aktual dengan optimal adalah besarnya alokasi dari pusat pengadaan ke tujuannya. Dalam hal ini adala h pengambilan keputusan mengenai pusat pengadaan mana saja yang akan menyalurkan produk buah-buahan tersebut kepada pelanggan.

Sutarya (2003) melakukan penelitian tentang optimasi produksi dan distribusi sayuran di PT. Pacet Segar, Cianjur-Jawa Barat. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kombinasi distribusi yang optimal sayuran, menganalisis


(36)

kombinasi distribusi berdasarkan hasil produksi optimal, dan mengetahui sensitivitas solusi optimal dalam kaitan dengan ketersediaan sumberdaya dan keuntungan perusahaan tanpa mengubah kondisi optimal. Alat analisis yang mendukung tentang penelitian ini adalah melalui permodelan dengan linear programming dengan bantuan software LINDO.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Sutarya (2003) penggabungan aktivitas produksi dan distribusi dalam satu model, dimaksudkan agar hasil optimal yang diperoleh dapat didistribusikan secara optimal sehingga mencapai keuntungan maksimal. Hasil penelitian dalam produksi menunjukkan bahwa 10 jenis sayuran buah rata-rata baru berproduksi sebanyak 36,65 % dari kondisi optimal, 10 jenis sayuran daun rata-rata baru berproduksi sebanyak 38,18 % dari kondisi optimal, sedangkan 10 jenis sayuran umbi, bunga, dan tunas rata-rata baru berproduksi sebanyak 37,31 % dari kondisi optimal, dan jenis sayuran unggulan rata-rata baru berproduksi sebanyak 37,31 % dari kondisi optimal.

Hasil analisis dalam distribusi menunjukkan bahwa sayuran buah, daun, umbi, bunga, tunas, dan sayuran unggulan ke beberapa swalayan tertentu masih belum optimal. Hal ini dikarenakan, terdapat perbedaan alokasi distribusi optimal antara sayuran yang diolah pada model sesuai kelompoknya dengan sayuran yang diolah pada kelompok sayuran unggulan. Berdasarkan tiga kelompok sayuran, maka yang memberikan keuntungan kotor terbesar adalah jenis sayuran daun yang mencapai Rp 18.143.070, dan yang terendah adalah pada sayuran buah dengan keuntungan kotor sebesar Rp 14.295.560.

Ismail (2007) melakukan penelitian tentang analisis perencanaan pengendalian optimal pada PT. Sinar Sosro Kantor Penjualan Sukabumi (PT.


(37)

SSKPS). Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasikan manajemen persediaan yang dilakukan oleh PT. SSKPS, menganalisis metode peramalan yang paling akurat dalam memprediksi volume penjualan produk-produk Sosro dan meramalkan untuk 12 bulan ke depan, serta menghitung perencanaan persediaan yang optimal berdasarkan hasil permalan penjualan. Metode penelitian yang digunakan adalah berbagai teknik peramalan, Economic Order Quantity (EOQ), serta analisis persediaan pengaman dan analisis titik pemesanan kembali.

Hasil penelitian tentang peramalan menunjukkan terdapat pola data penjualan bulanan Teh Botol Sosro (TBS) dan Fruit Tea Genggam (FTG) dari bulan Januari 2002 – Desember 2006 memiliki unsur trend dan musiman. Berdasarkan hasil analisis untuk penjualan TBS diperoleh model yang paling sesuai adalah SARIMA (0,0,2)(2,2,0)12 dengan nilai MSE sebesar 4.442.527. Untuk model peramalan yang paling sesuai untuk penjualan FTG yaitu SARIMA (0,0,1)(1,0,0)12 dengan nilai MSE 166.345. Hasil penelitian lainnya dengan metode EOQ, menunjukkan bahwa untuk TBS sebaiknya setiap kali memesan sebanyak 4.872 krat dengan frekuensi pemesanan sebanyak 57 kali, sedangkan untuk FTG setiap kali memesan sebaiknya kuantitas pemesanannya adalah 1.387 karton dengan frekuensi 19 kali dalam setahun.

Analisis persediaan pengaman dengan pendekatan tingkat pelayanan (level service approach) menunjukkan persediaan pengaman yang optimal untuk TBS adalah sebesar 4.122 krat, dan untuk FTG sebesar 347 karton. Dengan adanya persediaan pengaman ini, maka biaya peyimpanan perusahaan akan bertambah sebesar Rp 119.022.750, sedangkan untuk FTG sebesar Rp 10.769.839. Hal ini memberikan selisih biaya signifikan dengan fakta yang dilakukan oleh PT.


(38)

SSKPS. Analisis titik pemesanan kembali menunjukkan periode tahun 2007, perusahaan harus memesan pada saat persediaan TBS mencapai 5.285 krat dengan selang waktu pemesanan 6 hari, sedangkan untuk FTG mencapai 457 karton dengan selang waktu 19 hari.

Relevansi terhadap penelitian-penelitian di atas terhadap penelitian yang akan dilakukan, memiliki persamaan terhadap alat analisis dan metode yang digunakan yaitu berbagai teknik peramalan, analisis Economic Order Quantity (EOQ), persediaan pengaman, dan analisa titik pemesanan kembali. Pemilihan metode- metode tersebut, didasarkan pada analisa untuk memecahkan masalah yang ada di PT. SSN terhadap distribusi dan pasokan pisang cavendish pada wilayah pemasaran di JABOTABEK. Perbedaan dengan penelitian-penelitian terdahulu, adalah hasil ramalan akan digunakan untuk perhitungan pengendalian pasokan pada periode berikutnya, dan adanya proses identifikasi rantai pasokan.


(39)

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Permintaan dan Penawaran

Secara umum dalam teori ekonomi menurut Limbong dan Sitorus (1988) permintaan terhadap suatu komoditas dapat dirumuskan sebagai berikut :

Dx = f

?

fx{Hx, Hy, T, Pop, I,..} Keterangan :

Dx = Permintaan Komoditas x

Hx = Harga komoditas X(kondisi ceteris paribus); Hy = Harga barang Y (Komplemen/subtitusi); T = Selera konsumen;

Pop = Jumlah penduduk; I = Daya beli masyarakat.

Pada tingkat produksi atau produsen menurut teori ekonomi mewakili sisi penawaran suatu komoditas. Secara umum penawaran suatu komoditas dapat dipengaruhi oleh faktor harga barang sendiri dan harga barang lain, teknologi yang digunakan, dan tujuan perusahaan dengan rumus sebagai berikut :

Sx = f

?

fx{Hx, Hy, T,...} Keterangan :

Dx = Permintaan Komoditas x;

Hx = Harga komoditas X(kondisi ceteris paribus); Hy = Harga barang Y (Komplemen/subtitusi); T = Perkembangan Teknologi.

Permintaan di tingkat konsumen dalam teori ekonomi tidak langsung berhadapan dengan penawaran, namun diantara koduanya dihubungkan oleh suatu sistem tataniaga atau pemasaran. Dalam sistem tersebut dilakukan oleh pelaku tataniaga dengan memperoleh imbalan sebesar perbedaaan antara harga yang


(40)

diterima oleh produsen dengan harga yang dibayar oleh pengecer atau konsumen. Menurut Limbong dan Sitorus (1988) perbedaan harga tersebut adalah marjin tataniaga atau jasa-jasa lembaga tataniaga. Adapun secara grafis marjin tataniaga dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Permintaan dan Penawaran Turunan serta Marjin Tataniaga. Sumber : Limbong dan Sitorus (1988)

Keterangan :

Hr : Harga di tingkat pedagang pengecer; Hf : Harga di tingkat petani/on-farm;

Dr : Permintaan di tingkat pedagang pengecer; Df : Permintaan di tingkat petani/on-farm; Sr : Penawaran di tingkat pedagang pengecer; Sf : Penawaran di tingkat petani/on-farm; M : Nilai marjin pemasaran.

Gambar 1 menjelaskan bahwa marjin tataniaga adalah perbedaan antara harga di tingkat petani (Hf) dengan harga di tingkat pedagang pengecer (Hr). Hal ini terjadi karena adanya interaksi atau negosiasi mengenai jumlah produk dan harga berdasarkan permintaan di tingkat petani (Df) dan penawaran tingkat pertani (Sf), sehingga pada akhirnya pihak pedagang pengecer akan mengikuti

Sr

Sf

Dr Df Hf

Hr

Jumlah (Unit)

M

Harga (Rp/unit)


(41)

berapa harga produk tersebut berdasarkan permintaan (Dr) dan penawaran (Sr) dengan kondisi jumlah produk tetap.

3.1.2. Peramalan Data Time Series

Peramalan merupakan suatu upaya untuk memprediksi ketidakpastian masa depan, dengan maksud membantu para pengambil keputusan untuk memutuskan suatu kebijakan secara lebih baik. Peramalan melibatkan sejumlah studi mengenai data historis dan manipulasi data tersebut untuk mencari pola data sehingga dapat digunakan untuk memperkirakan pola data di masa depan (Hanke, et al., 2003).

Penggunaan peramalan untuk memprediksi masa depan, melibatkan sejumlah proses manipulasi data agar diperoleh peramalan yang efektif. Menurut Assauri (1980) terdapat tiga langkah peramalan yang dianggap penting, yaitu : 1. Menganalisa data yang lalu dengan cara membuat tabulasi untuk dapat

menemukan pola dari data tersebut.

2. Menentukan metode peramalan yang akan digunakan dan memberikan hasil yang tidak jauh berbeda dengan kenyataan yang terjadi, atau metode yang menghasilkan penyimpangan data terkecil.

3. Memproyeksikan data yang lalu dengan menggunakan metode peramalan yang dipergunakan dengan mempertimbangkan beberapa faktor perubahan.

Semua prosedur formal peramalan melibatkan penarikan pengalaman masa lalu ke dalam ketidakpastian masa depan. Sebagai usaha untuk memperoleh keakuratan data masa depan, maka beberapa teknik peramalan dikembangkan agar kesalahan-kasalahan dalam proses peramalan dapat dikurangi seminimal


(42)

mungkin. Menurut Hanke, et al. (2003) pengenalan terhadap operasi teknik peramalan pada data menghasilkan kejadian historis mengarah ke identifikasi lima tahapan proses peramalan antara lain :

1. Pengumpulan data

Proses ini memerlukan pentingnya perolehan data yang sesuai dan teruji kebenarannya. Tahap ini seringkali merupakan bagian paling menantang dari keseluruhan proses peramalan, dan paling sulit untuk dimonitor. Hal ini dikarenakan serangkaian tahapan dapat dilakukan pada data dalam menentukan kesesuaiannya dengan masalah.

2. Pemadatan atau pengurangan data

Proses ini seringkali diperlukan karena mungkin saja terjadi kelebihan data dalam proses peramalan atau sebaliknya terlalu sedikit. Beberapa data mungkin tidak relevan dengan masalah dan dapat mengurangi keakuratan peramalan. Data lain mungkin sesuai, tetapi hanya dalam periode historis tertentu.

3. Penyusunan model dan evaluasi

Tahap ini meliputi pencocokan data terkumpul kedalam model yang sesuai dalam hal meminimasi kesalahan peramalan. Model yang lebih sederhana, lebih baik keadaannya dalam hal diterimanya proses peramalan oleh pengambil keputusan. Seringkali harus diseimbangkan antara pendekatan peramalan canggih yang hasilnya sedikit lebih akurat dengan pendekatan sederhana yang lebih mudah dipahami serta mendapatkan dukungan. Sehingga, pendapat pribadi sering dilibatkan dalam proses pemilihan model.


(43)

4. Ektrapolasi model (peramalan aktual)

Proses ini terdiri dari model peramalan aktual yang dihasilkan begitu data yang sesuai telah terkumpul, dan kemungkinan dikurangi dan model peramalan yang sesuai juga sudah dipilih. Untuk memeriksa keakuratan proses peramalan, peramalan untuk periode yang baru lewat dibandingkan dengan nilai hitoris aktual. Kesalahan peramalan kemudian diamati dan dirangkum dengan beberapa langkah.

5. Evaluasi peramalan

Tahapan ini membandingkan nilai peramalan dengan nilai historis aktual. Beberapa nilai terkini kemudian diambil dari himpunan data yang sedang dianalisa. Setelah model peramalan selesai, maka peramalan dilakukan untuk beberapa periode ke depan dan dibandingkan dengan nilai historis yang telah diketahui. Beberapa prosedur peramalan menjumlahkan nilai absolut dari kesalahan dan hasil penjumlahan atau dibagi dengan jumlah perlakuan peramalan sehingga menghasilkan rata-rata kesalahan peramalan. Pengujian pola kesalahan seringkali mengarahkan analisa untuk memodifikasi prosedur peramalan.

Dalam peramalan time series ada beberapa teknik atau metode yang digunakan antara lain sebagai berikut :

1. Metode Naïve : adalah teknik peramalan berdasarkan asumsi bahwa periode saat ini merupakan prediktor terbaik dari masa mendatang.

2.Metode Rata-rata Sederhana : digunakan apabila peramalan dilakukan secara berulang-ulang untuk data yang tidak terlalu besar (Firdaus, 2006).

3.Metode Rata-rata Bergerak Sederhana : menggunakan mean semua data untuk meramal (Hanke, et al., 2003).


(44)

4. Metode Rata-rata Bergerak Ganda : Teknik ini baik untuk data yang mengandung unsur trend (Firdaus, 2006).

5. Metode Pelicinan Eksponensial Tunggal : Teknik ini dapat merevisi secara kontinyu hasil peramalan dengan informasi terbaru. Metode ini berdasarkan pemulusan yang menurun secara eksponensial (Firdaus, 2006). Selain itu, metode ini menyediakan rata-rata bergerak tertimbang secara eksponensial semua nilai pengamatan yang lalu (Hanke, et al., 2003).

6. Metode Brown : menjelaskan bahwa ramalan merupakan hasil dari perhitungan dua kali pelicinan secara eksponensial. Tujuan dari pelicinan kedua adalah untuk mengatasi masalah data yang tidak stasioner dengan model trend yang linear (Makridakis, et al., 1999).

7. Metode Dekomposisi Aditif : Model ini memperlakukan nilai deret waktu sebagai jumlah dari komponen-komponen dalam model (Hanke, et al., 2003). 8. Metode Dekomposisi Multiplikatif : Model ini memperlakukan nilai deret

waktu sebagai hasil perkalian dari komponen-komponen dalam model (Hanke, et al., 2003).

9. Metode Winters : Metode winters yang terdiri dari winters aditif dan multiplikatif. Kedua metode ini memberikan cara mudah utuk menjelaskan musiman didalam model ketika data memiliki pola musiman. Metode alternatif terdiri dari penghapusan musim atau penyesuaian musim pada data. Model peramalan ini diaplikasikan untuk data musim- terhapus (desesasonalized data) dan kemudian musiman dimasukkan kembali untuk mendapatkan ramalan yang akurat (Hanke, et al. (2003).


(45)

10.Metode Box-Jenkins (ARIMA) : Model ini menggunakan pendekatan iteratif pada identifikasi suatu model yang mungkin dari model umum (Hanke, et al., 2003). ARIMA adalah singkatan dari autoregressive integrated moving average. Pada ARIMA terbagi atas model MA (moving average), AR (autoregressive), ARMA (autoregressive moving average), dan ARIMA (autoregressive integrated moving average).

Berdasarkan model- model peramalan di atas penilaian terhadap akurasi hasil peramalan dapat dilakukan dengan mengamati besarnya selisih nilai aktual pengamatan dengan nilai estimasi dari peramalan (Firdaus, 2006). Penilaian tersebut dilakukan dengan membandingkan nilai error yang terkecil baik melalui MSE (Mean Square Error), MAE (Mean Average Error), maupun MPE (Mean Percentage Error).

3.1.3. Economic Order Quantity (EOQ)

Model EOQ atau fixed-order-quantity digunakan untuk menentukan kuantitas pesanan persediaan, yang meminimumkan biaya langsung penyimpanan persediaan, dan biaya kebalikannya (inverse cost) pemesanan persediaan. Metode ini dapat digunakan baik untuk barang-barang yang dibeli maupun yang diproduksi sendiri. Pada Gambar 2 menunjukkan hubungan antara kedua biaya tersebut biaya penyimpanan (holding dan carrying cost) dan biaya pemesanan (ordering atau set-up cost).


(46)

Gambar 2. Hubungan Antara Biaya Pemesanan dan Biaya Penyimpanan. Sumber : Handoko, 1999

Berdasarkan Gambar 2, jumlah pesanan yang ekonomis terletak antara perpotongan biaya penyimpanan dan biaya pemesanan. Jumlah pemesanan akan optimal jika biaya penyimpanan dengan biaya pemesanan mencapai nilai minimum. Kuantitas pemesanan yang optimal terjadi pada titik Q, yaitu pada saat biaya pemesanan sama dengan biaya penyimpanan yang merupakan perpotongan antara keduanya. Pada titik Q tersebut, total biaya pengendalian persediaan adalah minimal.

Model EOQ merupakan alat yang paling umum digunakan dalam menganalisis persediaan barang yang optimal. Menurut Handoko (1999), model EOQ mempunyai beberapa asumsi antara lain :

1. Permintaan produk adalah konstan, seragam, dan diketahui (deterministik). 2. Harga per unit produk adalah konstan.

3. Biaya penyimpanan per unit per tahun adalah konstan. 4. Biaya pemesanan per pesanan adalah konstan.

Biaya Total

Biaya Penyimpanan

Biaya Pemesanan

Kuantitas (Q) Biaya


(47)

5. Waktu antara pesanan dan barang-barang diterima (lead time, L) adalah konstan.

6. Tidak terjadi kekurangan bahan atau back orders.

Berdasarkan asumsi tersebut, karena permintaan produk adalah konstan dan seragam, maka seperti yang dapat dilihat pada Gambar 3 tingkat persediaan dari waktu ke waktu berbentuk model continuous. Hal ini ditunjukkan dimana pesanan yang dilakukan dengan pesanan yang diterima berkontinyu kapan saja persediaan mencapai titik pemesanan kembali (R) sesuai penggunaan per hari (d) dan waktu tunggu (L).

Gambar 3. Tingkat Persediaan dengan Waktu dalam EOQ. Sumber : Handoko, 1999

Keterangan :

Q = Jumlah yang dipesan

R = Titik Pemesanan Kembali (Reorder point) d = tingkat permintaan atau penggunaan per hari L = Waktu tunggu (lead time)

Kelebihan EOQ yaitu sederhana, mudah dianalisis, dapat diolah secara manual, dan jika ditambahkan persediaan pengaman maka EOQ dapat digunakan untuk perusahaan yang memiliki tingkat pemakaian dan waktu tunggu yang

Economic Order Quantity

R = d.L

Waktu d

Reoder point

Q

R Q

L L

Pesanan dilakukan

Pesanan diterima Tingkat Persediaan


(48)

berfluktuasi. Akan tetapi, kelemahan EOQ yaitu kurang peka terhadap fluktuasi pemakaian dan waktu tunggu yang umumnya terjadi pada perusahaan. Selain itu, EOQ hanya menghitung jumlah pemesanan yang optimal dan frekuensi pemesanan.

3.1.4. Persediaan Pengaman (Safety Stock)

Persediaan pengaman adalah persediaan tambahan yang diadakan untuk melindungi atau menjaga kemungkinan terjadinya kekurangan barang (stock out). Oleh karena itu, persediaan pengaman berfungsi sebagai cadangan untuk menjaga kelancaran operasional penjualan. Dalam hal ini yang menjadi faktor-faktor yang menentukan besarnya persediaan pengaman adalah permintaan produk rata-rata dan waktu tunggu (lead time). Permintaan produk rata-rata dan standar deviasi dari permintaan produk rata-rata perlu diketahui untuk menentukan persediaan pengaman. Hal ini untuk mengetahui penyimpangan penggunaan produk dari rata-rata, karena adanya pemakaian yang berfluktuasi.

Menurut Assauri (1980) dalam menentukan besarnya persediaan pengaman dapat digunakan beberapa pendekatan antara lain pendekatan kemungkinan kekurangan barang (probabilty of stock approach) dan pendekatan keterlambatan produk yang dipesan (level of service approach). Pada pendekatan kemungkinan kekurangan barang digunakan asumsi bahwa lead time konstan. Waktu tunggu (lead time) adalah lamanya waktu antara mulai dilakukannya pemesanan sampai dengan kedatangan produk dan diterima di gudang penerima. Lamanya waktu tersebut berbeda atau bervariasi antara satu pesanan dengan pesanan lainnya. Dengan asumsi lead time konstan, stock out hanya terjadi dengan adanya penambahan dalam permintaan barang.


(1)

Lampiran 5. Bentuk ACF & PACF Penjualan Pisang Cavendish

Grade

FB

(a) ACF dan PACF sebelum

differencing

(b) ACF dan PACF sesudah

differencing

(2)

(c) ACF dan PACF Seasonal sesudah

differencing

(1)

3 5 25 15 5 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 - 0.2 - 0.4 - 0.6 - 0.8 - 1.0 A ut oc o rr e la ti on LBQ T Corr Lag L BQ T Corr Lag L BQ T Corr La g LBQ T Co rr L ag 105.5 1 105.2 5 105.2 3 105.1 3 105.0 0 105.0 0 104.9 8 104.9 8 10 4.81 10 3.75 10 0.01 9 5.81 9 2.08 9 1.64 9 1.56 9 0.63 8 7.86 81.99 72.68 63.74 57.87 54.33 50.92 49.97 49.40 49.29 48.79 47.79 44.51 42.60 41.90 41.90 41.01 36.99 24.00 0.07 -0.02 -0.06 -0.07 0.01 -0.03 0.02 0.10 0.26 0.51 0.57 0.56 0.20 0.09 -0.31 -0.54 -0.83 -1 .10 -1 .14 -0 .97 -0 .78 -0 .79 -0 .43 -0 .34 -0 .15 -0 .33 - 0.48 - 0.90 - 0.71 - 0.44 - 0.03 0.51 1.13 2.34 4.72 0.03 -0.01 -0.02 -0.02 0.00 -0.01 0.01 0.03 0.09 0.17 0.19 0.19 0.07 0.03 -0.10 -0.18 -0.27 -0.3 5 -0.3 5 -0.2 9 -0.2 3 -0.2 3 -0.1 2 -0.1 0 -0.0 4 -0.1 0 - 0.14 - 0.25 - 0.20 - 0.12 - 0.01 0.14 0.30 0.55 0.76 35 34 33 32 31 30 29 28 27 26 25 24 23 22 21 20 19 1 8 1 7 1 6 1 5 1 4 1 3 1 2 1 1 1 0 9 8 7 6 5 4 3 2 1

Autocorrelation Function for FB

30 20 10 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8 -1.0 P a rt ia l A u to c o rr e la ti on T PAC L ag T PAC Lag T PAC Lag T PAC Lag -0.2 5 0.5 7 -0.8 5 0 .21 -0 .67 -0 .80 0 .55 0 .01 0 .25 0 .22 -1 .13 0 .70 -0 .14 -0 .52 -1 .30 0 .71 -1 .43 -0 .28 -1 .00 -0 .45 -0 .85 1.87 - 0.51 - 0.24 - 0.60 - 0.54 0.05 - 1.39 - 0.32 4.72 -0 .04 0 .09 -0 .14 0.03 - 0.11 - 0.13 0.09 0.00 0.04 0.03 - 0.18 0.11 -0.02 -0.08 -0.21 0.11 -0.23 -0.04 -0.16 -0.07 -0.14 0.3 0 -0.0 8 -0.0 4 -0.1 0 -0.0 9 0.0 1 -0.2 2 -0.0 5 0.7 6 30 29 28 27 26 25 24 23 22 21 20 19 18 17 16 15 14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1

Partial Autocorrelation Function for FB

5 15 25 35

-1.0 -0.8 -0.6 -0.4 -0.2 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 A ut o c orr e la ti on 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 -0.61 0.27 -0.24 0.10 -0.00 -0.05 0.15 -0.34 0.31 -0.17 0.16 -0.19 0.22 -0.25 0.25 -0.13 0.05 -0.07 0.05 0.07 -0.21 0.26 -0.31 0.28 -0.16 0.15 -0.09 0.01 0.03 -0.08 0.09 -0.05 0.01 0.01 -0.01 -3.71 1.25 -1.08 0.44 -0.02 -0.20 0.65 -1.42 1.24 -0.64 0.63 -0.72 0.81 -0.93 0.88 -0.47 0.18 -0.24 0.19 0.23 -0.73 0.88 -1.02 0.90 -0.52 0.46 -0.29 0.02 0.08 -0.25 0.29 -0.16 0.04 0.02 -0.04 14.89 17.92 20.46 20.92 20.92 21.02 22.13 27.74 32.66 34.11 35.62 37.73 40.57 44.65 48.66 49.90 50.10 50.47 50.71 51.08 55.08 61.53 71.18 79.74 82.93 85.72 86.97 86.98 87.11 88.38 90.48 91.26 91.32 91.35 91.48 LagCorr T LBQ Lag Corr T LBQ LagCorr T LBQ Lag Corr T LBQ

Autocorrelation Function for C13

35 25 15 5 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8 -1.0 P a rt ia l A u to c o rr e la ti on T PAC Lag T PAC Lag T PAC Lag T PAC Lag -0.39 0.29 -0.41 -0.12 -0.78 -0.38 -0.39 -0.09 0.41 -0.52 -0.35 -0.67 -0.73 -0.13 -0.54 0.47 -0.05 -0.69 -0.32 -0.57 -0.12 -1.49 0.13 -1.43 -0.50 -0.63 -1.26 -2.13 0.34 -1.04 -0.62 -1.47 -1.49 -0.97 -3.71 -0.06 0.05 -0.07 -0.02 -0.13 -0.06 -0.06 -0.01 0.07 -0.09 -0.06 -0.11 -0.12 -0.02 -0.09 0.08 -0.01 -0.11 -0.05 -0.09 -0.02 -0.25 0.02 -0.24 -0.08 -0.10 -0. 21 -0. 35 0. 06 -0. 17 -0. 10 -0. 24 -0. 24 -0. 16 -0. 61 35 34 33 32 31 30 29 28 27 26 25 24 23 22 21 20 19 18 17 16 15 14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1

Partial Autocorrelation Function for C13

30 20 10 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8 -1.0 A ut o c orr e la ti on LBQ T Corr Lag LBQ T Corr Lag LBQ T Corr Lag LBQ T Corr Lag 71.50 71.49 71.46 71.38 71.21 70.14 69.32 68.57 68.57 68.50 67.25 64.96 60.75 54.34 49.38 46.71 46.17 45.59 45.58 45.55 45.55 45.33 44.05 38.70 35.30 34.46 34.45 33.51 30.15 19.25 -0.01 -0.02 0.04 0.07 0.20 0.19 0.20 -0.02 -0.07 -0.31 -0.44 -0.63 -0.82 -0.76 -0.59 -0.27 -0.29 -0.03 -0.07 0.00 -0.20 -0.50 -1.08 -0.90 -0.46 -0.05 0.51 1.02 2.12 4.18 -0.00 -0.01 0.02 0.03 0.07 0.07 0.07 -0.01 -0.02 -0.11 -0.16 -0.22 -0.29 -0.26 -0.20 -0.09 -0.10 -0.01 -0.03 0.00 -0.07 -0.17 -0.35 -0.28 -0.14 -0.02 0.16 0.30 0.56 0.75 30 29 28 27 26 25 24 23 22 21 20 19 18 17 16 15 14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1

Autocorrelation Function for 8

30 20 10 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8 -1.0 P a rt ia l A u to c o rr e la ti on T PAC Lag T PAC Lag T PAC Lag T PAC Lag -0.12 -0.31 -0.33 -0.22 -0.11 0.64 -0.06 -0.00 -0.55 -0.54 0.38 -1.02 -0.23 1.33 -0.49 0.06 -1.56 -0.09 -0.23 -1.35 -0.86 2.84 -0.26 -0.80 -0.65 -0.86 0.24 -1.38 -0.11 4.18 -0.02 -0.05 -0.06 -0.04 -0.02 0.12 -0.01 -0.00 -0.10 -0.10 0.07 -0.18 -0. 04 0. 24 -0. 09 0. 01 -0. 28 -0. 02 -0. 04 -0. 24 -0. 15 0.51 -0.05 -0.14 -0.12 -0.16 0.04 -0.25 -0.02 0.75 30 29 28 27 26 25 24 23 22 21 20 19 18 17 16 15 14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1


(2)

Lampiran 6. Model ARIMA Penjualan Pisang Cavendish

Grade

FB

Estimates at each iteration

Iteration SSE Parameters

0 2822442072 0.100 0.100 0.100 8.762 1 2194269017 -0.050 0.015 0.093 -6.231 2 1659355320 -0.200 -0.110 0.065 2.093 3 1287934872 -0.314 -0.260 0.003 29.162 4 1036596994 -0.394 -0.410 -0.083 61.768 5 843622862 -0.455 -0.560 -0.190 98.195 6 682803473 -0.502 -0.710 -0.320 138.431 7 541347059 -0.533 -0.855 -0.470 181.893 8 420760447 -0.543 -0.977 -0.620 225.922 9 302392909 -0.530 -1.081 -0.770 277.017 10 174706364 -0.486 -1.171 -0.920 349.965 11 136675829 -0.419 -1.228 -1.010 502.247 12 134725986 -0.409 -1.232 -0.998 551.464 13 134673198 -0.400 -1.232 -0.997 556.522 14 134653566 -0.393 -1.231 -0.997 559.486 15 134642847 -0.388 -1.230 -0.997 561.649 16 134636979 -0.384 -1.229 -0.997 563.257 17 134633771 -0.381 -1.229 -0.997 564.449 18 134632017 -0.379 -1.228 -0.997 565.331 19 134631060 -0.377 -1.228 -0.997 565.984 20 134630536 -0.376 -1.228 -0.997 566.466 21 134630250 -0.375 -1.228 -0.997 566.823 22 134630094 -0.375 -1.227 -0.997 567.086 23 134630009 -0.374 -1.227 -0.997 567.280 24 134629962 -0.374 -1.227 -0.997 567.424 Relative change in each estimate less than 0.0010

Final Estimates of Parameters

Type Coef SE Coef T P AR 1 -0.3740 0.2014 -1.86 0.045 SAR 8 -1.2273 0.0788 -15.57 0.000 SAR 16 -0.9970 0.0805 -12.39 0.000 Constant 567.4 433.7 1.31 0.203 Differencing: 2 regular, 1 seasonal of order 8

Number of observations: Original series 39, after differencing 29 Residuals: SS = 134552324 (backforecasts excluded)

MS = 5382093 DF = 25

Modified Box-Pierce (Ljung-Box) Chi-Square statistic Lag 12 24 36 48 Chi-Square 12.5 12.8 * * DF 8 20 * * P-Value 0.131 0.885 * * Forecasts from period 39

95 Percent Limits

Period Forecast Lower Upper Actual 40 6014 1466 10562

41 8420 -262 17102 42 12830 -1088 26748 43 17838 -1991 37667 44 21826 -4593 48245 45 25248 -8351 58847 46 22963 -18370 64295 47 20619 -28960 70198 48 25630 -32142 83402 49 27614 -38584 93813 50 22909 -51897 97715 51 29869 -53770 113508


(3)

Lampiran 7. Laju Perubahan (?) Biaya Pemesanan Masing-Masing

Grade

Pisang Cavendish di PT. SSN pada Tahun 2006

Bulan

Biaya Pemesanan C3 (per bulan)

Biaya Transportasi

Rijek

Konversi

Rp

?

Rp

?

Rp

?

Januari

4.224.000

84.895.215,5

-104.766

Februari

26.766.250

5,34

39.534.670

-0,53

530.857,5

-6,07

Maret

45.740.000

0,71

66.791.578,5

0,69

-4.517.100

-9,51

April

38.671.500

-0,16

32.169.266,5

-0,52

-116.337

-0,97

Mei

25.775.000

-0,33

74.008.037,5

1,30

104.862

-1,90

Juni

48.937.500

0,90

68.644.555,5

-0,07

-335.837

-4,20

Juli

35.725.000

-0,27

10.581.219,5

-0,85

205.699,5

-1,61

Agustus

48.612.500

0,36

12.566.625,5

0,19

110.534

-0,46

September

12.389.000

-0,75

6.582.080

-0,48

369.225,5

2,34

Oktober

11.182.000

-0.1

5.646.436,5

-0,14

-51.069,5

-1,14

November

834.000

-0.93

3.545.787,5

-0,37

-360.085

6,05

Desember

3.588.929

0,012

153.894,5

-1,.43

Total

298.856.750

4,78

408.554.402

-0,77

-4010122

-18.90

Rata-Rata

0.478

-0,08

-1,75

Sumber : Dept. F & A, 2006 (diolah)

(1)

Bulan

Biaya Pemesanan FB (per bulan)

Biaya Transportasi

Rijek

Konversi

Rp

?

Rp

?

Rp

?

Januari

2.534.400

50.937.129

-62.860

Februari

16.059.750

5.34

23.720.802 -0,53

318.514.5

-6,07

Maret

27.444.000

0.71

40.074.947

0,69

-2.710.260

-9,51

April

23.202.900 -0.15

19.301.560 -0,52

-69.802

-0,97

Mei

15.465.000 -0.33 44.404.823,5

1,30

62.917

-1,90

Juni

29.362.500

0.9

41.186.733 -0,07

-201.502

-4,20

Juli

21.435.000 -0.27

6.348.732 -0,85

123.420

-1,61

Agustus

29.167.500

0.36

7.539.975

0,19

66.320

-0,46

September

7.433.400 -0.75

3.949.248 -0,48

221.535

2,34

Oktober

6.709.200

-0.1

3.387.862 -0,14

-30.642

-1,14

November

500.400 -0.93

2.127.472,5 -0,37

-216.051

6,05

Desember

2.153.357 0,012

92.337

-1,.43

Total

179.314.050

4,78

245.132.641 -0,77

-2.406.073

-18.90

Rata-Rata

0.478

-0,08

-1,75

Sumber : Dept. F & A, 2006 (diolah)

(2)


(4)

Lampiran 8. Laju Perubahan (?) Biaya Penyimpanan Masing-Masing

Grade

Pisang Cavendish di PT. SSN pada Tahun 2006

Bulan

Biaya Penyimpanan

Grade

C3

Biaya Listrik

Biaya

Handling

Biaya Bhn. Pembantu

Rp

?

Rp

?

Rp

?

Januari

26.081.762

-2.808.500

Februari

20.799.662

-0,25

23.931.775

1,12

Maret

22.841.544

0,09

138.250

-1

4.168.550

-4,74

April

24.595.903

0,07

Mei

25.334.481

0,03

-49.250

Juni

27.248.567

0,07

-13.000

-0,74

Juli

312.00.712

0,13

-39.250

2,02

2.300.000

-1

Agustus

23.174.653

-0,35

September

17.674.408

-0,31

2.253.553

-1

Oktober

17.606.617 -0,004

November

17.962.516

0,02

Desember

17.418.440

-0,03

1728074

-1

Total

271.939.265

-0,54

36.750

0,28

31.573.452

-6,62

Rata-Rata

-0,05

0,09

-1,32

Sumber : Dept. F & A, 2006 (diolah)

(1)

Bulan

Biaya Penyimpanan

Grade

FB

Biaya Listrik

Biaya

Handling

Biaya Bhn. Pembantu

Rp

?

Rp

?

Rp

?

Jan

33.906.290

-1,685,100

Feb

27.039.561

-0,25

14,359,065

1,12

Mar

29.694.008

0,09

82.950

-1

2.501.130

-4,74

Apr

31.974.673

0,07

May

32.934.826

0,03

-29.550

Jun

35.423.137

0,07

-7.800

-0,74

Jul

40.560.925

0,13

-23.550

2,02

1.380.000

-1

Aug

30.127.049

-0,35

Sep

22.976.731

-0,31

1.352.132

-1

Oct

22.888.602 -0,004

Nov

23.351.271

0,02

Dec

22.643.972

-0,03

1.036.844

-1

Total

353.521.045

-0,54

22.050

0,28

18.944.071

-6,62

Rata-Rata

-0,05

0,09

-1,32

Sumber : Dept. F & A, 2006 (diolah)

(2)


(5)

Lampiran 9. Perhitungan Persediaan Pengaman Tahun 2006 dan 12 Bulan

Berikutnya

1. Grade C3

ßu =

L

( )

β +

D2

D

2

( )

β

L2

=

0

,

0495

(

5.116,46

2

)

+

21.773

2

(

0

,

0233

2

)

à Tahun 2006

=

1

.

295

.

819

,

07

+

257

.

364

,

35

=

1

.

553

.

183

,

42

= 1.246,27 è S = K x ßu = 3 x 1.246,27 = 3.738 boks Proyeksi :

ßu =

(

)

(

)

2 2

2

0233

,

0

23.925

2.825,15

0495

,

0

+

à Tahun 2007

=

395

.

082

,

89

+

310

.

753

,

29

=

705

.

836

,

18

= 840,14 è S = K x ßu = 3 x 840,14 = 2.520 boks

2. Grade FB

ßu =

L

( )

β +

D2

D

2

( )

β

L2

=

0

,

0495

(

4.644,93

2

)

+

6.555

2

(

0

,

0233

2

)

à 12 Bulan

=

1

.

077

.

199

,

5

+

23326

,

91

=

1

.

100

.

526

,

41

= 1.049,06 è S = K x ßu = 3 x 1.049,06 = 3.147 boks Proyeksi :

ßu =

0

,

0495

(

787,85

2

)

+

2.005

2

(

0

,

0233

2

)

à 12 Bulan

=

30

.

725

,

03

+

2

.

182

,

43

=

32

.

907

,

46


(6)

Lampiran 10. Proyeksi Optimalisasi Pasokan 12 Bulan ke Depan

(a)

Grade

C3

(b)

Grade

FB

Boks

hari

1.235

645 544

Waktu Pesan Persediaan maksimum

Persediaan diterima

Waktu Pesan

Waktu Pesan

Waktu Pesan

Reorder point Persediaan pengaman

EOQ = 691

6 8 12 14 18 20 24 26

Boks

hari 6.243

3.719 2.520

Waktu Pesan Persediaan maksimum

Persediaan diterima

Waktu Pesan

Waktu Pesan

Waktu Pesan

Reorder point

Persediaan pengaman

EOQ = 3.723