PERBANDINGAN EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN GENERATIF DAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH PADA MATERI PRISMA DAN LIMAS DITINJAU DARI PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS VIII MTS PP DARUL QURRO.

(1)

PERBANDINGAN EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN GENERATIF DAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH PADA MATERI PRISMA DAN LIMAS DITINJAU DARI PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS VIII MTs

PP DARUL QURRO

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Pendidikan

oleh :

Zulfikar Idi Adhani NIM 09313244009

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

v

Motto

ىقتلاو علاب هو ىتفلا ةايح

*

هتاذل ًارابتعا انوكي لاذا

“Kehidupan seorang pemuda itu, demi Allah, harus diisi

dengan ilmu dan ketakwaan, jika keduanya tidak ada

maka anggaplah tiada lagi keberadaannya

(Imam As-Syafi’i)


(6)

vi

PERSEMBAHAN

Segala puji dan syukur kepada ALLAH SWT yang selalu memberikan kasih, karunia, dan kuasa-Nya kepadaku, sehingga skripsi ini selesai disusun. Saya persembahkan karya ini teruntuk mereka yang senantiasa memberikan dukungan:

1. Orang tuaku tercinta, Sumedi dan Suwanti yang selalu

mendampingi dengan sabar & penuh kasih sayang. Terima kasih atas segenap pengorbanan kalian. Terima kasih untuk doa-doa yang terus mengalir dan memberiku kekuatan. Maafkan anakmu yang belum bisa mempersembahkan yang terbaik selama ini.

2. Kakakku Asas Faiz Miladi dan adikku Gilang Sofa Husnita

yang selalu membantu dan mendoakanku.

3. Teman-teman kelas Insomathics09 dan kelas-kelas yang

lain, terima kasih untuk kebersamaan kalian.

4. Seseorang dan beberapa orang yang senantiasa setia

menemani, membantu, memberi semangat, dan

mendoakanku.

5. Orang-orang yang bahagia menantikan kabar kelulusanku,

terima kasih atas dorongan yang kalian berikan kepadaku hingga skripsi ini selesai disusun.


(7)

vii PERBANDINGAN EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN GENERATIF DAN

MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH PADA MATERI PRISMA DAN LIMAS DITINJAU DARI PRESTASI BELAJAR SISWA

KELAS VIII MTS PP DARUL QURRO Oleh:

Zulfikar Idi Adhani NIM. 09313244009

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan efektivitas pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran generatif dan model pembelajaran berbasis masalah ditinjau dari prestasi belajar siswa. Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen yang menggunakan rancangan eksperimen pretest-posttest dengan dua kelas, satu kelas sebagai kelas eksperimen pertama dan satu sebagai kelas eksperimen kedua yang telah dipilih secara acak (randomized pretest-posttest control group design). Sampel dalam penelitian ini ditentukan secara acak (random) dari populasi. Populasi dari penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII MTs PP Darul Qurro, dan sampelnya adalah seluruh siswa dari kelas VIIIA sebagai kelas eksperimen yang diberikan pembelajaran dengan model pembelajaran generatif dan kelas VIIIB sebagai kelas kontrol yang diberikan pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis masalah. Metode pengujian hipotesis yang digunakan adalah independent sample t-test (uji-t)

Hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) penerapan model pembelajaran generatif efektif digunakan dalam pembelajaran matematika materi prisma dan limas ditinjau dari prestasi belajar siswa. Hal ini ditunjukkan dengan nilai rata-rata posttest yang mencapai 7.9 lebih besar dari 7,5(KKM), (2) penerapan model pembelajaran berbasis masalah dinyatakan tidak efektif digunakan dalam pembelajaran matematika materi prisma dan limas ditinjau dari prestasi belajar siswa. Hal ini ditunjukkan oleh hasil rata-rata posttest sebesar 6,2 yang lebih kecil dari KKM, (3) model pembelajaran generatif lebih efektif dibandingkan dengan model pembelajaran berbasis masalah pada pembelajaran matematika materi prisma dan limas ditinjau dari prestasi belajar siswa.

Kata kunci: Model pembelajaran generatif, model pembelajaran berbasis


(8)

viii KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah memberikan berkat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul “Perbandingan Efektivitas Pembelajaran Matematika dengan Model Pembelajaran Generatif dan Model Pembelajaran Berbasis Masalah pada Materi Prisma dan Limas Ditinjau dari Prestasi Belajar Siswa Kelas VIII MTs PP Darul Qurro” dengan baik.

Penyusunan skripsi ini tidak dapat dilaksanakan dengan baik tanpa bantuan dari semua pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini saya menyampaikan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Hartono, Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta atas izinnya yang diberikan untuk melaksanakan penelitian.

2. Bapak Dr. Ali Mahmudi, Ketua Jurusan Pendidikan Matematika atas izin yang diberikan untuk menyusun skripsi ini.

3. Bapak, Dr. Ariyadi Wijaya, Kepala Program Studi Pendidikan Matematika atas izin yang diberikan untuk menyusun skripsi ini.

4. Prof. Dr. Marsigit, M.A, dosen pembimbing yang telah membimbing, membantu, dan memberikan arahan, dorongan, serta masukan-masukan yang sangat membangun, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

5. Ibu Himawati PL, M. Si dan Ibu Fitriana Yuli, M. Si dan, yang telah bersedia memvalidasi instrumen penilaian dalam penelitian ini.


(9)

ix


(10)

x DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

Persetujuan ... ii

Pengesahan ... iii

Pernyataan ... iv

Motto ... v

Persembahan ... vi

Abstrak ... vii

Kata Pengantar ... viii

Daftar Isi ... x

Daftar Tabel ... xiii

Daftar Lampiran ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 8

C. Batasan Masalah... 8

D. Rumusan Masalah ... 9

E. Tujuan Penelitian ... 9

F. Manfaat Penelitian ... 10


(11)

xi

A. Deskripsi Teori ... 12

1. Pembelajaran Matematika ... 12

2. Model Pembelajaran Generatif ... 19

3. Model Pembelajaran Berbasis masalah ... 27

4. Prestasi Belajar ... 31

5. Kefektifan Pembelajaran Matematika ... 34

B. Penelitian Yang Relevan ... 37

C. Kerangka Berpikir ... 37

D. Hipotesis ... 39

BAB III METODE PENELITIAN ... 40

A. Jenis Penelitian ... 40

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 40

C. Populasi dan Sampel Penelitian ... 40

D. Variabel Penelitian ... 41

E. Definisi Operasional Variabel ... 42

F. Desain Penelitian ... 43

G. Instrumen Penelitian... 43

H. Teknik Pengolahan Data ... 45

I. Teknik Pengumpulan Data ... 51

J. Teknik Analisis Data ... 52

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 63

A. Hasil Penelitian ... 63


(12)

xii

2. Deskripsi Data ... 68

3. Hasil Uji Asumsi Analis ... 71

4. Uji Hipotesis ... 72

B. Pembahasan ………. 75

1. Efektivitas Model Pembelajaran Generatif dalam Pembelajaran Matematika Materi Prisma dan Limas Ditinjau dari Prestasi Belajar Siswa ... 75

2. Efektivitas Model Pembelajaran Berbasis Masalah dalam Pembelajaran Matematika Materi Prisma dan Limas Ditinjau dari Prestasi Belajar Siswa ... 79

3. Perbandingan Efektivitas Model Pembelajaran Generatif dan Model Pembelajaran Berbasis Masalah Pada Pembelajaran Matematika Materi Prisma dan Limas Ditinjau dari Prestasi Belajar Siswa ... 81

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 83

A. Kesimpulan ... 83

B. Saran ... 83

DAFTAR PUSTAKA ... 85


(13)

xiii DAFTAR TABEL

Hal

Tabel 1. Langkah-Langkah Model Pembelajaran Berbasis Masalah ... 31

Tabel 2. Metode Pretest-Posttest Control Group Design ……….... 43

Tabel 3. Kategori Validitas Soal ... 47

Tabel 4. Kategori Realibilitas Soal ... 48

Tabel 5. Kriteria Indeks Kesukaran ………... 49

Tabel 6. Kriteria Indeks Daya Pembeda ………... 51

Tabel 7. Kriteria Skor Gain ………. 59

Tabel 8. Jadwal pelaksanaan Pembelajaran ……… 64

Tabel 9. Data Hasil Pretest ... 69

Tabel 10. Data Hasil Posttest ... 69

Tabel 11. Data Selisih Nilai Pretest dan Posttet... 70

Tabel 12. Uji Normalitas ... 71

Tabel 13. Uji Homogenitas ... 72


(14)

xiv DAFTAR LAMPIRAN

Hal

LAMPIRAN 1 ... 90

1.1. RPP dan LKS Generatif ... 90

1.2. RPP dan LKS PBL ... 157

1.3. Lembar Keterlaksanaan Pembelajaran ... 210

1.4. Kisi-kisi Instrumen Pretest ... 240

1.5. Soal Pretest ... 242

1.6. Kunci Jawaban Soal Pretest ……… 246

1.7. Kisi-Kisi Instrumen Posttest ... 252

1.8. Soal Posttest ... 254

1.9. Kunci Jawaban Soal Posttest ………. 258

LAMPIRAN 2 HASIL UJI ... 264

2.1 Daftar Nilai ………... 259

2.2 Validitas, Realibilitas, Tingkat Kesukaran, dan Daya Pembeda… 263 2.3 Uji Statisitik Deskriptif ……… 271


(15)

xv

2.4 Uji Normalitas ……….. 275

2.5 Uji Homogenitas ……….. 277

2.6 Uji Rata-Rata Pretest ……… 278

2.7 Uji Hipotesis ………. 280

LAMPIRAN 3 CONTOH HASIL KERJA SISWA ... 287

3.1 LKS Kelas Eksperimen Pertama ……… 287

3.2 LKS Kelas Eksperimen Kedua ………. 297

LAMPIRAN 4 SURAT-SURAT ... 4.1 Surat Keterangan Penunjukan Dosen Pembimbing ……… 303 303 4.2 Surat Keterangan Validasi Instrumen ………. 304

4.3 Surat Permohonan Izin Penelitian ……… 320

4.4 Surat Keterangan Penelitian ………. 321


(16)

1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan sains dan teknologi secara keseluruhan telah memberikan dampak dalam berbagai segi kehidupan manusia termasuk bidang pendidikan yang merupakan salah satu bagian dari pembangunan bangsa. Melalui pendidikan, manusia dapat meningkatkan potensi dasar yang dimilikinya baik potensi fisik, intelektual, mental, sosial, dan etika sehingga pendidikan merupakan hal penting yang harus didapatkan setiap manusia menuju terbentuknya manusia berkualitas.

Pendidikan pada dasarnya merupakan interaksi antara pendidik dengan peserta didik untuk mencapai tujuan pendidikan yang berlangsung dalam lingkungan pendidikan tertentu. Pendidikan berfungsi membantu peserta didik dalam pengembangan dirinya, yaitu pengembangan semua potensi, kecakapan, serta karakteristik pribadinya ke arah positif, baik bagi dirinya maupun lingkungannya (Nana Syaodiah, 2003:3-4). Secara formal, pendidikan diselenggarakan di sekolah, penyelenggaraan di sekolah lebih dikenal dengan istilah pengajaran, yaitu proses belajar mengajar yang melibatkan banyak faktor, baik pengajar, pelajar, bahan atau materi, serta fasilitas maupun lingkungan.

Sekolah sebagai salah satu lembaga pendidikan tempat berlangsungnya proses belajar mengajar haruslah diselenggarakan secara sistematis dan terarah dalam rangka mencapai fungsi dan tujuan pendidikan seperti tertera dalam undang-undang Republik Indonesia No.20 Th. 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab II Pasal 3 yang berbunyi:


(17)

2

“Pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan

mambentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis, serta

bertanggungjawab”

Pendidik sebagai pengelola kegiatan belajar mengajar memiliki tugas yang tidak mudah karena ia merupakan faktor yang berpengaruh besar terhadap pencapaian proses belajar mengajar. Oleh karena itu, pendidik dituntut memiliki sejumlah kemampuan, keterampilan dalam bidangnya, serta memiliki pengetahuan dan wawasan yang luas. Banyak sekali jenis kemampuan, keterampilan dan keahlian yang harus dimiliki oleh pendidik yang profesional, karena pendidik merupakan fasilitator maupun motivator bagi peserta didik.

Pendidik sebagai fasilitator harus menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan dan membimbing peserta didik untuk aktif dalam proses pembelajaran, sehingga proses pembelajaran dapat berjalan dengan baik, dan menghasilkan perubahan dalam diri peserta didik, baik dalam pengetahuan (kognitif), sikap (afektif), dan keterampilan (psikomotor). Hal ini sejalan dengan pendapat W.S Winkel (1996:53) tentang belajar yaitu “suatu aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, sikap, pemahaman, serta keterampilan dan perubahan itu bersikap relatif konstan dan berbekas”.


(18)

3

Dalam pembelajaran, harapan yang tidak pernah sirna dan selalu pendidik tuntut adalah, bagaimana para peserta didik dapat memahami dan menguasai bahan pelajaran yang telah disiapkan oleh pendidik secara tuntas. Ini merupakan masalah yang cukup sulit yang dirasakan oleh pendidik. Kesulitan itu dikarenakan peserta didik bukan hanya makhluk sosial dengan latar belakang yang berlainan. Paling sedikit ada tiga aspek yang membedakan anak yang satu dengan yang lainnya, yaitu aspek intelektual, psikologis, dan biologis. Ketiga aspek tersebut diakui sebagai akar permasalahan yang melahirkan bervariasinya sikap dan tingkah laku anak didik di sekolah. Hal ini pula yang menjadi tugas yang cukup berat bagi pendidik dalam mengelola kelas yang baik.

Dalam mengajar hendaknya pendidik berupaya menciptakan kondisi belajar di mana peserta didik terlibat secara aktif mengkonstruksi pengetahuan untuk memahami konsep-konsep yang dipelajari dalam matematika. Kemampuan peserta didik untuk mengkonstruksi dapat terwujud jika peserta didik diberi kesempatan untuk aktif berperan dalam proses pembelajaran. Pendidik belum secara intensif menerapkan rancangan program pembelajaran yang mampu mengembangkan pengetahuan yang dibangun sendiri oleh peserta didik, pendidik selalu menggunakan metode ceramah yang dianggap paling mudah dalam menyampaikan bahan pelajaran.

Kebanyakan pendidik memfokuskan diri pada upaya penuangan pengetahuan ke dalam pikiran peserta didiknya, sehingga mungkin saja pendidik telah merasa mengajar dengan baik namun peserta didik tidak merasa belajar, dalam arti tidak terjadi penambahan pengetahuan atau perubahan dari peserta


(19)

4

didik. Banyak pendidik yang hanya memikirkan bagaimana mengajar matematika dengan baik, tetapi jarang memikirkan agar peserta didik belajar dengan baik, akibatnya prestasi belajar peserta didik yang merupakan kategori belajar peserta didik masih rendah.

Fakta di lapangan menunjukkan bahwa pelajaran matematika dianggap sebagai pelajaran yang paling sulit dan menjadi momok bagi peserta didik. Ketidaktahuan peserta didik mengenai kegunaan matematika dalam kehidupan sehari-hari menjadi penyebab mereka cepat bosan dan tidak tertarik pada pelajaran matematika, disamping pengajar matematika yang mengajar secara monoton, metode pembelajaran yang kurang bervariasi, dan hanya berpatok pada buku paket saja.

Siswa belajar menghafal konsep dan bukan menguasai konsep, sehingga belajar matematika kurang bermakna karena tidak adanya bentuk konstruk matematika yang benar. Hal ini senada dengan yang diungkapakan oleh Ratna Wilis Dahar (1996: 114), bahwa salah satu keluhan dalam dunia pendidikan adalah bila dalam struktur kognitif seseorang tidak terdapat konsep-konsep relevan maka informasi baru akan dipelajari secara hafalan. Pembelajaran dengan cara ini menyebabkan peserta didik tidak berperan aktif, sehingga di dalam pikiran peserta didik tidak terjadi perkembangan struktur kognitif. Oleh karena itu, metode yang diterapkan pendidik sering membosankan dan kurang merangsang peserta didik untuk berpikir sehingga hasil belajar matematika siswa masih rendah.


(20)

5

MTs PP Darul Qurro merupakan salah satu sekolah yang berada di kabupaten Cilacap dengan karakteristik siswa yang berbeda-beda dari sisi kemampuan akademis. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru mata pelajaran matematika, proses pembelajaran di sekolah ini masih menggunakan pembelajaran ekspositori dan guru belum pernah mencoba model pembelajaran yang lain. Pembelajaran ini sering digunakan karena dianggap efisien.

Berdasarkan data nilai langan harian 1 kelas VIII MTs PP Darul Qurro tahun ajaran 2012/2013 pada materi prisma dan limas masih terdapat 70% siswa belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Berdasarkan data nilai ulangan harian tersebut, dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar peserta didik masih sangat rendah. Rendahnya prestasi belajar siswa disebabkan oleh banyak faktor. Berdasarkan informasi yang diperoleh, tidak tercapainya ketuntasan belajar siswa karena pada kegiatan belajar mengajar lebih berpusat pada guru, sehingga siswa kurang memperoleh pengetahuan secara mandiri. Oleh karena itu perlu usaha perbaikan agar siswa dapat lebih aktif dalam proses pembelajaran yang pada akhirnya dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Beberapa model pembelajaran yang diharapkan bisa meningkatkan prestasi belajar siswa yaitu model pembelajaran generatif dan model pembelajaran berbasis masalah.

Belajar generatif merupakan suatu penjelasan tentang bagaimana seorang peserta didik membangun pengetahuan dalam pikirannya seperti membangun ide atau membangun arti suatu istilah dan juga membangun suatu strategi untuk sampai pada penjelasan tentang pertanyaan bagaimana dan mengapa. Dengan model pembelajaran generatif diharapkan akan dapat tercipta suasana


(21)

6

pembelajaran yang menyenangkan, di mana peserta didik mendapat kebebasan dalam mengajukan ide-ide dan masalah serta mendiskusikan konsep matematika tanpa dibebani rasa takut, serta peserta didik dapat berargumentasi sampai pada penguasaan konsep.

Dalam pelaksanaan model pempelajaran generatif (MPG) menurut Seel (2006: 1357) ada 4 strategi yang dapat digunakan yaitu Recall, Integration, Organization and Elaboration. Recall merupakan strategi yang melibatkan siswa menarik informasi dari ingatan jangka panjang, dengan tujuan untuk mempelajari fakta dasar informasi. Integration merupakan strategi yang melibatkan siswa untuk menghubungkan pengetahuan baru dengan pengetahuan yang sudah ada, dengan tujuan untuk mengubah informasi menjadi bentuk yang lebih mudah untuk diingat. Organization merupakan strategi yang melibatkan siswa menghubungkan pengetahuan yang telah ada dengan konsep-konsep dan ide-ide baru dengan cara yang bermakna. Elaboration merupakan strategi yang melibatkan siswa menghubungkan antara materi baru dengan informasi atau ide yang sudah ada dalam pikiran siswa, dengan tujuan untuk menambah ide menjadi informasi baru. Keempat strategi dalam melaksanakan MPG di atas, dapat digunakan secara sendiri-sendiri atau dihubungankan satu dengan yang lainnya untuk mencapai tujuan pembelajaran, sehingga penggunaannya tergantung keinginan, kreatifitas guru untuk memaksimalkan ketercapaian tujuan pembelajaran yang diinginkan.

Pembelajaran berbasis masalah atau problem based learning (PBL) merupakan salah satu model pembelajaran matematika yang berlandaskan pada proses pengkonstruksian pengetahuan oleh siswa. Dalam PBL fokus pembelajaran ada pada masalah yang dipilih sehingga siswa tidak hanya mempelajari


(22)

konsep-7

konsep yang berhubungan dengan masalah tetapi juga metode ilmiah untuk menyelesaikan masalah tersebut. Oleh karena itu, siswa tidak saja harus memahami konsep yang berhubungan dengan masalah yang menjadi pusat perhatian tetapi juga memperoleh pengalaman belajar yang berhubungan dengan penyelesaian masalah (I Wayan Santyasa: 2008)

Dalam PBL siswa dihadapkan kepada suatu permasalahan dalam kehidupan nyata yang akan lebih menarik siswa untuk mempelajari matematika sehingga siswa akan mengetahui bahwa matematika mempunyai banyak kegunaan. Menurut Seel (2001: 2687), PBL memiliki karakteristik-karakteristik sebagai berikut: (1) belajar dimulai dengan suatu permasalahan, (2) memastikan bahwa permasalahan yang diberikan berhubungan dengan dunia nyata pebelajar, (3) mengorganisasikan pelajaran di seputar permasalahan, (4) memberikan tanggung jawab sepenuhnya kepada pebelajar dalam mengalami secara langsung proses belajar mereka sendiri, (5) menggunakan kelompok kecil, (6) menuntut pebelajar untuk mendemonstrasikan apa yang telah mereka pelajari dalam bentuk produk atau kinerja (performance).

Penelitian mengenai pengaruh model pembelajaran generatif dan model pembelajaran berbasis masalah dalam meningkatkan prestasi belajar peserta didik pada materi prisma dan limas telah dilakukan oleh beberapa pihak dengan hasil yang baik. Namun, penelitian yang membandingkan keefektifan model pembelajaran generatif dan model pembelajaran berbasis masalah dalam meningkatkan prestasi belajar belum banyak dilakukan, sehingga muncul pertanyaan “manakah yang lebih efektif untuk meningkatkan prestasi belajar peserta didik, pembelajaran generatif atau pembelajaran berbasis masalah?”


(23)

8

Untuk mengetahui sejauh mana efektivitas model pembelajaran generatif dan model pembelajaran berbasis masalah dalam meningkatkan prestasi belajar,

maka dilaksanakan penelitian dengan kajian, “Perbandingan Efektivitas Pembelajaran Matematika dengan Model Pembelajaran Generatif dan Model Pembelajaran Berbasis Masalah pada Materi Prisma dan Limas Ditinjau dari Prestasi Belajar Siswa Kelas VIII MTs PP Darul Qurro”.

B. Identifikasi Masalah

Mengacu pada latar belakang yang dikemukakan di atas maka dapat diidentifikasi beberapa masalah di antaranya:

1. Siswa belum banyak diberi kesempatan berperan aktif dalam membangun sendiri pengetahuan sehingga prestasi belajar mereka masih rendah

2. Intensitas pemberian masalah yang dekat dengan dunia nyata siswa pada saat proses pembelajaran masih terbatas sehingga siswa kurang mengetahui penerapan matematika dalam kehidupan nyata.

3. Pemilihan model pembelajaran yang kurang tepat menyebabkan pembelajaran menjadi kurang efektif.

4. Perlu upaya yang dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.

5. Belum diketahui perbandingan efektivitas model pembelajaran generatif dan model pembelajaran berbasis masalah ditinjau dari prestasi belajar siswa. C. Pembatasan Masalah

Agar penelitian ini lebih terfokus dan berdasarkan identifikasi masalah, maka perlunya pembatasan masalah, dalam penelitian ini difokuskan pada hal-hal berikut :


(24)

9

1. Sasaran penelitian terbatas pada siswa MTs PP Darul Qurro kelas VIII 2013/2014.

2. Model pembelajaran yang digunakan adalah model pembelajaran generatif dan model pembelajaran berbasis masalah.

3. Subpokok bahasan yang digunakan adalah prisma dan limas.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah maka rumusan masalah yang diambil dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Apakah model pembelajaran generatif efektif jika ditinjau dari prestasi belajar matematika siswa pada materi prisma dan limas?

2. Apakah model pembelajaran berbasis masalah efektif jika ditinjau dari prestasi belajar matematika siswa pada materi prisma dan limas?

3. Manakah yang lebih efektif, pembelajaran matematika dengan model generatif atau pembelajaran berbasis masalah bila ditinjau dari prestasi belajar siswa?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka secara operasional tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui apakah model pembelajaran generatif efektif digunakan dalam pembelajaran matematika materi prisma dan limas ditinjau dari prestasi belajar siswa.


(25)

10

2. Untuk mengetahui apakah model pembelajaran berbasis masalah efektif digunakan dalam pembelajaran matematika materi prisma dan limas ditinjau dari prestasi belajar siswa.

3. Untuk mengetahui manakah yang lebih efektif antara pembelajaran matematika yang menggunakan model generatif dan model berbasis masalah bila ditinjau dari prestasi belajar siswa.

F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi: 1. Guru

a. Membantu guru matematika dalam usaha mencari bentuk pembelajaran yang efektif untuk meningkatkan prestasi belajar siswa.

b. Menjadi referensi ilmiah bagi guru dan untuk memotivasi guru untuk meneliti pada pokok bahasan yang lain.

2. Siswa

a. Siswa agar dapat belajar dengan model pembelajaran yang bervariasi sehingga mereka lebih mampu menguasai materi matematika dengan lebih baik.

b. Meningkatkan kreativitas belajar siswa, kerjasama dan tanggung jawab sehingga pembelajaran menjadi lebih berkualitas.

3. Peneliti

a. Untuk mengetahui efektivitas pembelajaran dengan model generatif dan model pembelajaran berbasis masalah.


(26)

11

b. Untuk mendapatkan gambaran hasil prestasi belajar matematika siswa dengan penggunaan model pembelajaran generatif dan model pembelajaran berbasis masalah.


(27)

12 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Deskripsi Teori

1. Pembelajaran Matematika a. Belajar

Selama hidupnya, seorang manusia tidak akan terlepas dari kegiatan belajar. Dimulai dari sejak ia lahir hingga ia meninggal, seorang manusia pastilah mengalami yang disebut dengan proses belajar. Menurut Piaget, dalam belajar, anak membangun sendiri skemata dari pengalamannya sendiri dengan lingkungannya. Filsafat konstruktivisme memaknai belajar sebagai proses aktif peserta didik dalam mengkonstruksi sesuatu. Menurut filsafat konstruktivisme, pembentukan pengetahuan dianggap sebagai suatu proses konstruksi yang terus menerus, terus berkembang, dan terus berubah (Paul Suparno dalam Budiyono, 2012:57). Dalam pandangan konstruktivisme, belajar bukan sekedar mengumpulkan fakta, melainkan lebih kepada suatu pengembangan pemikiran dengan membuat pemikiran baru.

Menurut Bruner (1999: 48) dalam bukunya yang berjudul “The Proccess of Education”, belajar akan bermakna bagi siswa apabila siswa menemukan konsep dengan sendirinya dan aktif membangun pengetahuan dan ketrampilannya. Berdasarkan pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah proses dimana anak mengkonstruksi pengetahuannya sendiri berdasarkan pengalamannya dan proses tersebut berlangsung terus menerus, terus berkembang, dan terus berubah. Selain itu proses belajar yang baik adalah proses belajar yang bermakna bagi diri siswa.


(28)

13 b. Pembelajaran

Di dalam kehidupan sehari-hari, kegiatan belajar lebih cenderung kepada kegiatan pembelajaran di kelas, dimana siswa dididik oleh seorang guru di dalam kelas. Pembelajaran ini memiliki makna yang berbeda dengan belajar. Menurut beberapa ahli, pembelajaran merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif tertentu (Uzer Usman, 2006: 4), sedangkan Mulyasa (2005: 164) mengatakan bahwa proses pembelajaran pada hakekatnya untuk mengembangkan aktivitas dan kreativitas peserta didik, melalui berbagai interaksi dan pengalaman belajar. Pembelajaran terdiri dari dua kegiatan yang utama yaitu belajar dan mengajar, kemudian disatukan dalam satu aktivitas yaitu kegiatan belajar mengajar yang selanjutnya populer dengan istiah pembelajaran (Zaenal Arifin, 2011: 180).

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif tertentu. Pembelajaran merupakan proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik. Proses pembelajaran dialami sepanjang hayat seorang manusia serta berlaku di manapun dan kapanpun.


(29)

14 c. Matematika

Menurut James dan James (dalam Erman Suherman, 2001: 18) matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang berhubungan satu dengan yang lainnya dengan jumlah yang banyak yang terbagi ke dalam tiga bidang, yaitu aljabar, analisis, dan geometri. Sedangkan menurut Kline yang dikutip oleh Erman Suherman (2001:19) matematika bukanlah pengetahuan menyendiri yang dapat sempurna karena dirinya sendiri, tetapi adanya matematika itu terutama untuk membantu manusia dalam memahami dan menguasai permasalahan sosial, ekonomi, dan alam. Herman Hudojo (2005: 36) mengemukakan bahwa matematika berkenaan dengan gagasan berstruktur yang hubungannya diatur secara logis, bersifat abstrak, penalarannya deduktif dan dapat memasuki wilayah cabang ilmu lainnya. Jadi dapat disimpulkan bahwa matematika merupakan ilmu yang mempelajari mengenai logika, bentuk, susunan, besaran dan konsep-konsep yang berhubungan satu sama lain, baik dengan konsep yang ada di dalam matematika itu sendiri maupun dengan ilmu lainnya yang dapat membantu manusia dalam menghadapi permasalahan sosial, ekonomi, dan alam.

d. Matematika Sekolah

Kegiatan pembelajaran yang dilakukan di sekolah sangat berkaitan erat dengan mata pelajaran yang sedang diajarkan. Salah satu mata pelajaran yang telah diajarkan kepada siswa sejak dini yaitu matematika. Akan tetapi, matematika yang diajarkan di sekolah dengan matematika yang sesungguhnya memiliki


(30)

15 beberapa perbedaan. Matematika yang diajarkan di sekolah hanya matematika yang memungkinkan untuk dimanfaatkan oleh siswa dalam kehidupannya. Matematika inilah yang lebih sering disebut dengan matematika sekolah. Menurut Erman Suherman (2001:54-55) matematika sekolah tersebut terdiri atas bagian-bagian matematika yang dipilih guna menumbuhkembangkan kemampuan-kemampuan dan membentuk pribadi serta berpadu pada perkembangan IPTEK. Menurut Adams dan Hamm (2010: 63), matematika sekolah adalah cara untuk berpikir dan bertanya, matematika sekolah adalah kegiatan memahami pola dan hubungan, matematika sebagai sebuah bahasa atau alat komunikasi, matematika sebagai kegiatan berpikir inovatif dan kreatif, matematika yang diajarkan sekolah sebagai kegiatan penemuan dan pemecahan masalah.

Satu pendapat dengan Adams & Hamm, Ebbut dan Straker (Marsigit, 2005) juga mengungkapkan tentang hakekat matematika sekolah yaitu:

1) Matematika adalah kegiatan penelusuran pola dan hubungan

Pandangan bahwa matematika sebagai kegiatan penelusuran pola dan hubungan membantu siswa untuk memahami konsep materi yang satu dengan yang lainnya. Dengan kegiatan penelusuran pola dan hubungan dapat membangun pola berpikir siswa. Hakekat matematika sebagai kegiatan penelusuran pola dan hubungan memberikan implikasi terhadap usaha guru dalam kegiatan pembelajaran yaitu:

a) memberi kesempatan kepada siswa untuk melakukan kegiatan penemuan dan penyelidikan pola-pola untuk menentukan hubungan,


(31)

16 b) memberi kesempatan kepada siswa untuk melakukan percobaan dengan

berbagai cara untuk menemukan pola atau hubungan,

c) mendorong siswa untuk menemukan adanya urutan, perbedaan, perbandingan, pengelompokan, dan sebagainya,

d) mendorong siswa menarik kesimpulan umum, dan

e) membantu siswa memahami dan menentukan hubungan antara pengertian satu dengan yang lainnya.

2) Matematika adalah kreativitas yang memerlukan imajinasi, intuisi dan penemuan.

Belajar matematika membutuhkan kreativitas dalam menyelesaikan masalah matematika. Kreativitas dibutuhkan untuk membuka pikiran siswa untuk berpikir berbeda dalam penyelesaian masalah, sehingga diperoleh cara yang paling efektif dan efisien. Implikasi pandangan ini terhadap usaha guru dalam pembelajaran matematika adalah:

a) mendorong inisiatif dan memberikan kesempatan berpikir berbeda,

b) mendorong rasa ingin tahu, keinginan bertanya, kemampuan menyanggah dan kemampuan memperkirakan,

c) menghargai penemuan yang di luar perkiraan sebagai hal bermanfaat daripada menganggapnya sebagai kesalahan,

d) mendorong siswa menemukan struktur dan desain matematika, e) mendorong siswa menghargai penemuan siswa yang lainnya, f) mendorong siswa berfikir kreatif dan refleksif,


(32)

17 g) membantu siswa mengetahui bagaimana dan kapan menggunakan berbagai alat peraga atau media pendidikan matematika seperti: jangka, kalkulator, dan sebagain

3) Matematika adalah kegiatan pemecahan masalah

Matematika tidak pernah terlepas dari masalah. Masalah matematika digunakan untuk mengembangkan dan menguji kemampuan penguasaan konsep matematika. Implikasi dari pandangan ini terhadap usaha guru dalam kegiatan pembelajaran adalah:

a) menyediakan lingkungan belajar matematika yang merangsang timbulnya persoalan matematika,

b) membantu siswa menyelesaikan persoalan matematika menggunakan caranya sendiri,

c) membantu siswa mengetahui informasi yang diperlukan untuk menyelesaikan persoalan matematika,

d) mendorong siswa untuk berpikir logis, konsisten, sistematis dan mengembangkan sistem dokumentasi atau catatan,

e) mengembangkan kemampuan dan ketrampilan untuk menyelesaikan persoalan.

4) Matematika merupakan alat berkomunikasi

Implikasi dari pandangan ini terhadap usaha guru dalam kegiatan pembelajaran adalah:

a) mendorong siswa mengenal sifat matematika,

b) mendorong siswa membuat contoh sifat matematika, c) mendorong siswa menjelaskan sifat matematika,


(33)

18 d) mendorong siswa memberikan alasan perlunya kegiatan matematika,

e) mendorong siswa membicarakan persoalan matematika, f) mendorong siswa membaca dan menulis matematika.

Keempat hakekat matematika sekolah tersebut tidaklah berdiri sendiri, akan tetapi saling berhubungan satu sama lain. Dari pengertian tentang matematika dan matematika di sekolah di atas, diketahui bahwa matematika sekolah tetap memiliki ciri-ciri yang dimiliki matematika, yaitu memiliki obyek yang abstrak, pengetahuan struktur matematika, mempelajari pola dan hubungan, menggunakan penalaran logika, dan kegiatan pemecahan masalah. Satu hal yang membedakan matematika sekolah dengan matematika secara umum adalah aspek pembelajaran matematikanya.

e. Pembelajaran Matematika

Tujuan dari pembelajaran matematika menurut Permendiknas Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2006 adalah:

1) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah

2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika

3) Menyelesaikan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh

4) Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah

5) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.


(34)

19 Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika adalah suatu proses pembelajaran yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa yang berkaitan dengan matematika. Proses pembelajaran itu mencakup konsep-konsep dan struktur-struktur serta hubungan antara konsep-konsep atau struktur-struktur matematika dalam bahasan yang dipelajari. Tujuan pembelajaran matematika tersebut adalah mengembangkan aktivitas dan kreativitas peserta didik sehingga lebih mampu berpikir logis, kritis, dan sistematis.

2. Model Pembelajaran Generatif

Model pembelajaran generatif merupakan model pendekatan pembelajaran sains yang intinya bahwa belajar mengkonstruksi pengetahuan sainsnya sendiri dalam lingkungan belajar konsrtuktivistis (Mardana, 2001: 50). Menurut Osborne dan Witrock (Seel, 2006: 1357) bahwa esensi pembelajaran generatif adalah pikiran atau otak manusia bukanlah penerima informasi secara pasif tetapi aktif mengkonstruksi dan menafsirkan informasi dan selanjutnya menarik kesimpulan berdasarkan informasi itu. Pembelajaran generatif melibatkan aktivitas mental berpikir. Mental berpikir seseorang yang telah melakukan pembelajaran akan berkembang sejalan dengan proses belajarnya.

Aktivitas mental oleh Piaget menggunakan istilah “skema” yang diartikan sebagai suatu pola tingkah laku yang dapat berulang kembali. Hal ini merupakan struktur kognitif individu yang disesuaikan dengan lingkungan dan mengorganisasikannya. Sejalan dengan hal ini Skemp (1971: 39) menjelaskan bahwa skema merupakan struktur kognitif, yaitu rangkaian konsep-konsep yang saling berhubungan yang ada dalam pikiran pelajar.


(35)

20 Dalam rangka mengembangkan struktur kognitif, menurut Piaget terjadi dua proses, yaitu asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah penyerapan informasi baru ke dalam pikiran, sedangkan akomodasi adalah menyusun kembali pikiran karena adanya informasi baru sehingga informasi baru itu punya tempat (Fahinu, 2002: 40-41). Hal ini menunjukkan bahwa di dalam pembelajaran khususnya pembelajaran matematika diperlukan adanya keaktifan pelajar untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuan matematika dalam pikirannya agar skema yang dimilikinya menjadi berkembang.

Dalam melaksanakan pembelajaran generatif, guru perlu memperhatikan beberapa hal, di antaranya adalah sebagai berikut:

a. Menyajikan demonstrasi untuk menantang intuisi siswa. Setelah guru mengetahui intuisi yang dimiliki siswa, guru mempersiapkan demonstrasi yang menghasilkan peristiwa yang dapat berbeda dari intuisi siswa. Dengan melihat peristiwa yang berbeda dari dugaan mereka maka di dalam pikiran mereka timbul perasaan kacau (dissonance) yang secara psikologis membangkitkan perasaan tidak tenteram sehingga dapat memotivasi mereka untuk mengurangi perasaan kacau itu dengan mencari alternatif penjelasan. b. Mengakomodasi keinginan siswa dalam mencari alternatif penjelasan dengan

menyajikan berbagai kemungkinan kegiatan siswa antara lain berupa eksperimen/percobaan, kegiatan kelompok menggunakan diagram, analogi atau simulasi, pelatihan menggunakan tampilan jamak (multiple representation) untuk mengaktifkan siswa dalam proses belajar. Variasi kegiatan ini dapat membantu siswa memperoleh penjelasan yang cukup memuaskan.


(36)

21 c. Untuk lebih memperkuat pemahaman mereka maka guru dapat memberikan soal-soal terbuka (open-ended questions), soal-soal kaya konteks (contex-rich problems) dan pertanyaan terbalik (reserve question) yang dapat dikerjakan secara kelompok.

Teori belajar generatif merupakan suatu penjelasan tentang bagaimana seorang siswa membangun pengetahuan dalam pikirannya, seperti membangun ide tentang suatu fenomena alam atau membangun arti suatu istilah dan juga membangun suatu strategi untuk sampai pada penjelasan tentang pertanyaan bagaimana dan mengapa. Teori ini dikemukakan oleh Wittrock (Seel, 2006: 1357) dengan asumsi bahwa siswa bukan penerima informasi yang pasif, melainkan siswa aktif berpartisipasi dalam proses belajar dan dalam mengkonstruksikan makna dari informasi yang ada disekitarnya, adalah sangat penting bagi seorang guru untuk meminta siswa to generate „menghasilkan‟ sendiri makna dari informasi yang diperoleh, sebagaimana dikemukakan Wittrock (Grabowski, 1996: 1) “athough student may not understands sentences spoken to him by his teacher, it is highly likely that a studenst understands sentences that he generates himself”. Model pembelajaran generatif memiliki empat komponen, yaitu proses motivasi (the motivational processes), proses belajar ( the learning processes), proses penciptaan pengetahuan (the knowledge creation processes), dan proses generasi ( the processes of generation) (Paulina, 2001: 79-82).

a. Proses motivasi

Proses motivasi amat ditentukan oleh minat (interest) dan atribusi (attribution). Menurut Witrock, persepsi siswa terhadap dirinya yang berhasil atau


(37)

22 gagal sangat mempengaruhi motivasi belajar siswa, sedangkan minat sangat bersifat pribadi dan berasal dari diri siswa sendiri.

b. Proses belajar

Proses belajar seseorang dipengaruhi oleh rangsangan dan niat. Faktor penting dalam proses belajar adalah perhatian, karena tanpa perhatian proses belajar tidak akan pernah terjadi. Perhatian dirangsang oleh stimulus eksternal, kemudian siswa secara aktif dan dinamis menyeleksi rangsangan tersebut.

c. Proses penciptaan pengetahuan

Proses penciptaan pengetahuan dilandasi pada beberapa komponen ingatan, yaitu hal-hal yang sudah diketahui sebelumnya, kepercayaan atau sistem nilai, konsep, keterampilan strategi kognitif, dan pengalaman. Ingatan berfungsi untuk menerima, mengkode, dan menyimpan informasi, sementara itu, di antara lima komponen ingatan tersebut, maka hubungan antar konsep diformulasikan, dan kebermaknaan dapat terbentuk sebagai pengetahuan seseorang. Dalam hal ini, hal-hal yang sudah diketahui sebelumnya oleh seseorang sangat berpengaruh terhadap proses belajarnya.

d. Proses generasi

Pada dasarnya, pada saat proses konstuksi pengetahuan, siswa menggenerasikan hubungan antara berbagai bagian informasi yang mereka peroleh dari pengalaman mereka. Siswa kemudian mengorganisasi, mengelaborasi, dan merekonseptualisasi informasi untuk membentuk pengetahuan.

Dalam model pembelajaran generatif, guru memiliki tanggungjawab sebagai berikut (Nina Husna, 2008: 23):


(38)

23 a. Mengajarkan kepada siswa bahwa belajar dengan pemahaman adalah generatif

learning.

b. Mengajarkan kepada siswa bahwa kesuksesan disekolah bermula dari percaya diri pada kemampuan diri sendiri dan menghargai usaha.

c. Mengajarkan kepada siswa untuk mengikuti proses membangun pemahaman diri instruksi guru.

d. Mengajarkan kepada siswa untuk menggenerasi maksud mengapa mereka harus belajar.

Adapun langkah-langkah atau tahapan pembelajaran generatif (Wena, 2009: 38), terdiri atas empat tahap dengan penjelasan sebagai berikut:

Tahap 1: Pendahuluan atau Eksplorasi

Pada tahap awal ini, guru membimbing siswa untuk melakukan eksplorasi terhadap pengetahuan, ide, atau konsepsi awal yang diperoleh dari pengalaman sehari-harinya atau diperoleh dari pembelajaran pada tingkat kelas sebelumnya. Untuk mendorong siswa agar mampu melakukan eksplorasi, guru dapat memberikan stimulus berupa suatu permasalahan yang dapat menunjukan data dan fakta yang terkait dengan konsepsi yang akan dipelajari. Dalam pembelajaran prisma dan limas misalnya, guru dapat menyebutkan beberapa benda yang berbentuk prisma dan limas, kemudian meminta siswa menyebutkan sisi-sisinya serta luas dan keliling sisi. Pada proses pembelajaran ini guru berperan memberikan dorongan, bimbingan, memotivasi dan memberi arahan agar siswa


(39)

24 mau dan dapat mengemukakan pendapat/ide/gagasannya dari permasalahan yang diberikan.

Tahap 2: Pemfokusan

Tahap kedua yaitu pemfokusan atau intervensi. Pada tahap ini terjadi pengerucutan ide yang diperoleh dari tahap eksplorasi menuju konsep yang diharapakan. Pada tahap ini guru bertugas sebagai fasilitator yang menyangkut kebutuhan sumber, memberi bimbingan dan arahan, dengan demikian siswa dapat melakukan proses keterampilan matematik. Permasalahan-permasalahan yang diberikan dalam pembelajaran hendaknya dibuat sedemikian rupa sehingga memberi peluang dan merangsang siswa untuk menguji konjektur/dugaannya dengan caranya sendiri. Sebagai contoh, dalam mempelajari jaring-jaring prisma, siswa diberi beberapa gambar jaring-jaring yang bisa dibentuk prisma dan yang tidak bisa, kemudian siswa diminta untuk menentukan mana di antara jaring-jaring tersebut yang bisa dibentuk menjadi prisma. Melalui percobaan yang siswa lakukan dengan menggunting dan menyusun kertas karton sesuai dengan jaring-jaring yang diberikan serta membentuknya menjadi prisma, siswa akan tahu mana yang termasuk jaring-jaring prisma dan mana yang bukan. Penyelesaian permasalahan dilakukan secara kelompok yang terdiri atas dua sampai empat siswa sehingga siswa dapat berlatih untuk meningkatkan aspek kerja sama dengan sesama teman sejawat, membantu dalam kerja kelompok, menghargai pendapat teman, tukar pengalaman (sharing idea), dan keberanian bertanya.


(40)

25 Tahap 3 : Pengenalan Konsep

Tahap ketiga yaitu tahap tantangan disebut juga tahap pengenalan konsep. Setelah siswa memperoleh data selanjutnya menyimpulkan dan menulis dalam lembar kerja, para siswa diminta mempresentasikan temuannya melalui diskusi kelas. Melalui diskusi kelas akan terjadi proses tukar pengalaman di antara siswa. Dalam tahap ini siswa berlatih untuk berani mengeluarkan ide, kritik, berdebat, menghargai pendapat teman, dan menghargai adanya perbedaan di antara pendapat teman. Pada saat diskusi, guru berperan sebagai moderator dan fasilitator agar jalannya diskusi dapat terarah. Diharapkan pada akhir diskusi siswa memperoleh kesimpulan dan pemantapan konsep yang benar. Pada tahap ini sebaiknya guru memberikan pemantapan konsep dan latihan soal. Latihan soal dimaksudkan agar siswa memahami konsep tersebut secara mantap. Pemberian latihan soal dimulai dari yang paling mudah kemudian menuju yang sukar. Dengan soal-soal yang tingkat kesukarannya rendah, sebagian besar siswa akan mampu menyelesaikan dengan benar, hal ini akhirnya akan dapat menumbuhkan motivasi belajar siswa. Sebaliknya jika langsung diberikan soal yang tingkat kesukarannya tinggi maka sebagian besar siswa tidak akan mampu menyelesaikan dengan benar karena tidak mampu menyelesaikan dengan benar maka akan dapat menurunkan motivasi belajar siswa. Dalam hal ini guru bisa memberikan soal penalaran dan siswa diminta menyelesaikannya dan mempresentasikannya di

depan sekolah, sebagai contoh “Diketahui volume prisma tegak segitiga siku-siku adalah 64 cm3. Bagaimana cara menentukan alas dan tinggi prisma tersebut? Berapa banyak kemungkinan ukuran-ukuran yang kalian temukan?”


(41)

26 Tahap 4 : Aplikasi Konsep

Tahap keempat adalah tahap penerapan konsep. Pada tahap ini, siswa diajak untuk dapat memecahkan masalah dengan menggunakan konsep barunya atau konsep benar dalam situasi baru yang berkaitan dengan hal-hal praktis dalam kehidupan sehari-hari. Pemberian tugas rumah atau tugas proyek yang dikerjakan siswa dalam jam pertemuan merupakan bentuk penerapan yang baik untuk dilakukan. Pada tahap ini siswa mengaplikasikan konsep-konsep yang telah diperoleh dari hasil diskusi untuk memecahkan permasalahan-permasalahan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan banyaknya latihan memecahkan suatu permasalahan, siswa akan semakin memahami konsep (isi pembelajaran) secara lebih mendalam dan bermakna. Pada akhirnya konsep yang dipelajari siswa akan masuk ke memori jangka panjang, ini berarti tingkat retensi siswa semakin baik. Contoh soal yang bisa diberikan “Ayah Diera bekerja di perusahaan arsitek ternama di kotanya. Ia mendapat proyek membuat bangunan berbentuk limas segiempat. Seluruh sisi bangunan tersebut berbentuk terbuat dari kaca, sedangkan lantainya berbentuk persegi dengan ukuran rusuk 80 meter dan akan dikeramik dengan keramik persegi berukuran rusuk 0,5 meter. Tinggi bangunan itu mencapai 30 meter. Bantulah ayah Deira menghitung banyaknya biaya yang dikeluarkan untuk membeli kaca dan keramik yang ia butuhkan. (harga kaca Rp. 132.000,00/m2, harga keramik Rp. 75.000,00/8 keramik)”.

Dengan tahap-tahap pembelajaran di atas, siswa diharapkan memiliki pengetahuan, kemampuan serta ketrampilan untuk mengkonstruksikan pengetahuan mereka secara mandiri. Dengan pengetahuan awal (prior knowledge)


(42)

27 yang telah dimiliki sebelumnya dan menghubungkannya dengan konsep yang dipelajari, akhirnya siswa mampu mengkonstruksi pengetahuan baru.

3. Pembelajaran Berbasis Masalah

Pembelajaran berbasis masalah (PBM) merupakan salah satu model pembelajaran matematika yang berlandaskan pada proses pengkonstruksian pengetahuan oleh siswa. PBM merupakan model pembelajaran berorientasi pada teoritik konstruktivisme. Dalam PBM fokus pembelajaran ada pada masalah yang dipilih sehingga siswa tidak hanya mempelajari konsep-konsep yang berhubungan dengan masalah tetapi juga metode ilmiah untuk menyelesaikan masalah tersebut. Oleh karena itu siswa tidak saja harus memahami konsep yang relevan dengan masalah yang menjadi pusat perhatian tetapi juga memperoleh pengalaman belajar yang berhubungan dengan keterampilan menerapkan metode ilmiah dalam penyelesaian masalah dan menumbuhkan pola berpikir kritis.

Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) adalah suatu pendekatan pembelajaran dengan membuat konfrontasi kepada pebelajar dengan masalah-masalah praktis, berbentuk ill-structured, atau open-ended melalui stimulus dalam belajar. (I wayan Santyasa, 2008). John R. Savery (2006:12) menyatakan bahwa model pembelajaran berdasarkan masalah adalah model pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran siswa pada masalah autentik, sehingga siswa dapat menyusun pengetahuannya sendiri, menumbuhkembangkan keterampilan yang lebih tinggi dan inquiri, memandirikan siswa, dan meningkatkan kepercayaan diri sendiri.


(43)

28 a. Ciri-ciri pembelajaran berbasis masalah

Model ini bercirikan penggunaan masalah kehidupan nyata sebagai sesuatu yang harus dipelajari siswa untuk melatih dan meningkatkan keterampilan berpikir kritis dan menyelesaikan masalah, serta mendapatkan pengetahuan konsep-konsep penting. Pendekatan pembelajaran ini mengutamakan proses belajar di mana tugas guru harus memfokuskan diri untuk membantu siswa mencapai keterampilan mengarahkan diri. Pembelajaran berbasis masalah penggunaannya di dalam tingkat berpikir lebih tinggi, dalam situasi berorientasi pada masalah, termasuk bagaimana belajar (John R. Savery, 2006:12) .

Menurut Seel (2001: 2687), PBM memiliki ciri-ciri: 1) Belajar dimulai dengan suatu permasalahan

2) Memastikan bahwa permasalahan yang diberikan berhubungan dengan dunia nyata pebelajar

3) Mengorganisasikan pelajaran di seputar permasalahan

4) Memberikan tanggung jawab sepenuhnya kepada pebelajar dalam mengalami secara langsung proses belajar mereka sendiri

5) Menggunakan kelompok kecil

6) Menuntut pebelajar untuk mendemonstrasikan apa yang telah mereka pelajari dalam bentuk produk atau kinerja.

Menurut I Wayan Santyasa, PBM memiliki karakteristik-karakteristik sebagai berikut: (1) belajar dimulai dengan suatu permasalahan, (2) memastikan bahwa permasalahan yang diberikan berhubungan dengan dunia nyata pebelajar, (3) mengorganisasikan pelajaran di seputar permasalahan, (4) memberikan


(44)

29 tanggungjawab sepenuhnya kepada pebelajar dalam mengalami secara langsung proses belajar mereka sendiri, (5) menggunakan kelompok kecil, dan (6) menuntut pebelajar untuk mendemonstrasikan apa yang telah mereka pelajari dalam bentuk atau kinerja (performance).

Pembelajaran berbasis masalah membuat siswa menjadi pebelajar yang mandiri, artinya ketika siswa belajar, maka siswa dapat memilih strategi belajar yang sesuai, terampil menggunakan strategi tersebut untik belajar dan mampu mengontrol proses belajarnya, serta termotivasi untuk menyelesaikan belajarnya itu (Depdiknas, 2003). Dalam pembelajaran berbasis masalah siswa memahami konsep suatu materi dimulai dari belajar dan bekerja pada situasi masalah (tidak terdefinisi dengan baik) atau open-ended yang disajikan pada awal pembelajaran, sehingga siswa diberi kebebasan berpikir dalam mencari solusi dari situasi masalah yang diberikan.

b. Tujuan pembelajaran berbasis masalah

Pembelajaran berbasis masalah terutama dikembangkan untuk siswa agar menjadi individu berwawasan luas serta mampu melihat hubungan pembelajaran dengan aspek-aspek yang ada di lingkungannya. Siswa berperan sebagai seorang profesional dalam menghadapi permasalahan yang muncul, meskipun dengan informasi yang minimal siswa dituntut untuk menentukan solusi.

c. Pelaksanaan pembelajaran berbasis masalah

Guru dalam model pembelajaran berdasarkan masalah berperan sebagai penyaji masalah, penanya, mengadakan dialog, membantu menemukan masalah, dan pemberi fasilitas penelitian. Selain itu guru menyiapkan dukungan dan


(45)

30 dorongan yang dapat meningkatkan inquiri dan intelektual siswa. Pembelajaran berdasarkan masalah hanya dapat terjadi apabila guru dapat menciptakan lingkungan kelas yang terbuka dan membimbing pertukaran gagasan. Pembelajaran berdasarkan masalah juga dapat meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan aktivitas belajar siswa, baik secara individual maupun kelompok. Di sini guru berperan sebagai pemberi rangsangan, pembimbing kegiatan siswa, dan penentu arah belajar siswa (Maggy Savin, 2004: 7)

Hal yang perlu mendapatkan perhatian dalam pembelajaran berdasarkan masalah adalah memberikan siswa masalah yang berfungsi sebagai batu loncatan untuk proses inquiri dan penelitian. Di sini, guru mengajukan masalah, membimbing dan memberikan petunjuk minimal kepada siswa dalam memecahkan masalah.

Berdasarkan ciri-ciri pembelajaran berbasis masalah yang tela diuraikan sebelumnya, untuk melaksanakan pembelajaran berbasis masalah di kelas, disusun langkah-langkah pembelajaran berdasarkan masalah (I Made Sulatra, 2005), yaitu:


(46)

31 Tabel 1. Langkah-Langkah Pembelajaran Berdasarkan Masalah

Langkah Aktivitas Guru

Langkah 1 Mengorientasikan siswa pada masalah

Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang diperlukan, mengajukan fenomena atau demonstrasi (cerita) untuk memunculkan masalah, memotivasi siswa untuk terlibat dalam pemecahan masalah

Langkah 2

Mengorganisasikan siswa untuk belajar

Guru membantu siswa mendefinisikan dan

mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut

Langkah 3 Membimbing

penyelidikan individu maupun kelompok

Guru memotivasi siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah

Langkah 4

Mengembangkan dan menyajikan hasil karya

Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video, dan media yang membantu mereka berbagi tugas dan temannya.

Langkah 5 Menganalisis dan mengevaluasi proses pemacahan masalah

Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses yang mereka gunakan

4. Prestasi belajar

a. Pengertian prestasi belajar

Dalam rangka untuk mengetahui berhasil tidaknya seseorang dalam belajar maka perlu dilakukan suatu evaluasi, tujuannya untuk mengetahui prestasi yang diperoleh siswa setelah proses belajar mengajar berlangsung. Winkel dalam Sukestiyarno dan Budi Waluyo (2006: 6) menyatakan bahwa prestasi belajar merupakan bukti keberhasilan yang telah dicapai peserta didik di mana setiap kegiatan belajar dapat menimbulkan suatu perubahan yang khas. Sedangkan


(47)

32 Oemar Hamalik (Ridwan, 2008: 1) memberikan pengertian prestasi belajar yaitu hal-hal yang telah dicapai seseorang setelah melakukan kegiatan. Menurut Bloom dalam Suharsimi Arikunto (2006:32) bahwa hasil belajar dibedakan menjadi tiga aspek yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik. Pendapat tersebut diperkuat oleh S. Nasution (Ridwan, 2008: 1) yang menyatakan bahwa prestasi belajar adalah:

“kesempurnaan yang dicapai seseorang dalam berpikir, merasa dan berbuat. Prestasi belajar dikatakan sempurna apabila memenuhi tiga aspek yaitu; kognitif, afektif, dan psikomotor, sebaliknya prestasi dikatakan kurang memuaskan apabila seseorang belum mampu memenuhi target

dalam ketiga kriteria tersebut.”

Dari berbagai pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar adalah hasil yang dicapai sebagai suatu bukti keberhasilan belajar atau kemampuan seorang siswa dalam melakukan kegiatan belajarnya sesuai dengan bobot yang dicapainya yang meliputi tiga aspek yaitu: kognitif, afektif, dan psikomotorik.

Prestasi dalam penelitian yang dimaksudkan adalah nilai yang diperoleh oleh siswa setelah menerima pembelajaran mata pelajaran matematika khususnya bahasan prisma dan limas dalam bentuk nilai berupa angka yang diberikan oleh guru kelasnya setelah melaksanakan tugas atau tes yang diberikan padanya.

b. Fungsi dan kegunaan prestasi belajar

Sepanjang rentang kehidupannya, manusia selalu mengejar suatu prestasi atau hasil usaha menurut aktivitas yang dilakukan dan sesuai dengan tingkat kemampuan masing-masing yang akan memberikan kepuasan tertentu pada diri manusia khususnya yang berada di lingkungan sekolah. Adapun fungsi dari prestasi belajar (Arifin dalam Eka M Sakdiyah 1990 : 3) yaitu:


(48)

33 1) Prestasi belajar sebagai indikator kualitas dan kuantitas pengetahuan yang

telah dikuasai anak didik.

2) Prestasi belajar sebagai lambang pemuasan hasrat ingin tahu. 3) Prestasi belajar sebagai informasi dalam inovasi pendidikan.

4) Prestasi belajar sebagai indikator intern dan ekstern dari suatu institusi pendidikan.

5) Prestasi belajar sebagai indikator terhadap daya serap (kecerdasan) anak didik.

Lebih lanjut Arifin dalam Eka M Sakdiyah (1990 :4) juga mengemukakan kegunaan prestasi belajar itu sendiri: (1) sebagai umpan balik bagi pendidik dalam mengajar, (2) untuk keperluan diagnostic, (3) untuk keperluan bimbingan dan penyuluhan, (4) untuk keperluan penempatan dan penjurusan, (5) untuk menentukan isi kurikulum, dan (6) untuk menentukan kebijaksanaan sekolah.

Mengingat betapa pentingnya fungsi dan kegunaan dari prestasi belajar, maka siswa diharapkan untuk selalu berusaha mencapai prestasi belajar yang seoptimal mungkin.

c. Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar

Untuk mencapai prestasi belajar siswa sebagaimana yang diharapkan, maka perlu diperhatikan beberapa faktor yang mempengaruhi prestasi belajar. Menurut Sri Rumini (1995 : 61-63) faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar dapat digolongkan menjadi yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Faktor yang terdapat dalam diri siswa disebut sebagai faktor intern dan faktor yang terdiri dari luar siswa disebut faktor ekstern.


(49)

34 1) Faktor intern

Dalam faktor intern ada 3 hal, yaitu:

a) Faktor jasmaniah dibagi menjadi dua, yaitu: kesehatan dan cacat tubuh. b) Faktor psikologis, misalnya: inteligensi, perhatian, minat, bakat,

kematangan, kecakapan, sikap, kebiasaan, motivasi, disiplin, dan partisipasi. c) Faktor kelelahan, bisa berupa kelelahan jasmani dan keleahan rohani.

2) Faktor ekstern

Faktor ekstern juga dibagi menjadi tiga faktor, yaitu:

a) Faktor keluarga, siswa yang belajar akan menerima pengaruh dari keluarga berupa: cara orang tua mendidik, relasi antar anggota keluarga, suasana rumah tangga, dan keadaan ekonomi keluarga.

b) Faktor sekolah yaitu mencakup metode mengajar, kurikulum, relasi guru dan siswa, disiplin sekolah, pelajaran dan waktu sekolah, standar pelajaran, keadaan gedung, metode belajar dan tugas rumah.

c) Faktor masyarakat, pengaruh ini terjadi karena keberadaan siswa dalam masyarakat. Kegiatan siswa dalam masyarakat, mass media, teman bergaul, dan bentuk kehidupan masyarakat, yang semuanya mempengaruhi belajar.

Berdasarkan uraian di atas, prestasi belajar merupakan sesuatu yang kompleks sehingga faktor-faktor yang mempengaruhinya juga beragam.

5. Keefektifan Pembelajaran Matematika

Keefektifan suatu kegiatan tergantung dari terlaksana tidaknya perencanaan (Suryosubroto, 2002: 9). Karena dengan perencanaan, pelaksanaan pengajaran menjadi baik dan efektif. Menurut Pasaribu & Simanjuntak


(50)

35 (Suryosubroto, 2002: 10) di dalam pendidikan, keefektifan dapat ditinjau dari dua segi, yaitu: 1) mengajar guru, di mana menyangkut sejauh mana kegiatan belajar mengajar yang direncanakan terlaksana; 2) belajar murid, yang menyangkut sejauh mana tujuan pelajaran yang diinginkan tercapai melalui kegiatan belajar mengajar (KBM).

Menurut Tim Pembina mata kuliah didaktik metodik/kurikulum IKIP Surabaya yang dikutip oleh Suryosubroto (2002: 10) mengemukakan bahwa: efisiensi dan keefektifan mengajar dalam proses interaksi belajar mengajar yang baik adalah segala daya upaya guru untuk membantu murid-murid agar bisa belajar dengan baik. Untuk mengetahui keefektifan mengajar, dengan memberikan tes dan hasil tes dapat dipakai untuk mengevaluasi berbagai aspek proses pengajaran. Hasil tes mengungkapkan kelemahan belajar siswa dan kelemahan pengajaran secara keseluruhan.

Suatu pengajaran dikatakan efektif apabila memenuhi persyaratan utama keefektifan pengajaran, yaitu:

a. Presentase waktu belajar siswa yang tinggi dicurahkan terhadap KBM; b. Rata-rata perilaku melaksanakan tugas yang tinggi di antara siswa;

c. Ketetapan antara kandungan materi ajaran dengan kemampuan siswa (orientasi keberhasilan belajar) diutamakan; dan

d. Mengembangkan suasana belajar akrab dan positif, mengembangkan struktur kelas yang mendukung butir 2), tanpa mengabaikan butir 4) (menurut Soemosasmito yang dikutip oleh Trianto, 2009: 20)


(51)

36 Menurut Hamzah B. Uno (2007; 138) keefektifan pembelajaran diukur dengan tingkat pencapaian siswa pada tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Sudiman (Trianto, 2009: 20) mengemukakan bahwa keefektifan pembelajaran adalah hasil guna yang diperoleh setelah pelaksanaan proses belajar mengajar. Suryosubroto (2002:16-17) mengemukakan bahwa hal yang harus diperhatikan agar pelaksanaan pengajaran efektif antara lain:

1) konsistensi kegiatan belajar mengajar dengan kurikulum; dapat dilihat dari aspek-aspek:

a) tujuan pengajaran

b) bahan pengajaran yang diperlukan c) alat pengajaran yang digunakan

d) strategi evaluasi/penilaian yang digunakan 2) keterlaksanaan proses belajar mengajar, meliputi:

a) mengkondisikan kegiatan belajar siswa

b) menyajikan alat, sumber, dan perlengkapan belajar.

c) menggunakan waktu yang tersedia untuk KBM secara efektif d) motivasi belajar siswa.

e) Menguasai bahan pelajaran yang akan disampaikan. f) Mengaktifkan siswa dalam proses belajar mengajar. g) Melaksanakan komunikasi/interaksi belajar mengajar.

h) Memberikan bantuan dan bimbingan belajar mengajar kepada siswa melaksakan penilaian proses dan hasil belajar siswa.


(52)

37 Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa keefektifan suatu pembelajaran prestasi belajar matematika siswa, dapat dilihat dari tingkat ketercapaian tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Dalam penelitian ini, tujuan pembelajaran dikatakan tercapai jika rata-rata skor tes meningkat secara signifikan antara sebelum dan sesudah diterapkan model pembelajaran generatif.

B. Penelitian yang relevan

1. Evi Hulukati (2005) yang berjudul “Mengembangkan Kemampuan Komunikasi Dan Pemecahan Masalah Matematika Siswa SMP Melalui Model Pembelajaran Generatif” menyimpulkan bahwa kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah siwa yang memperoleh pembelajaran dengan model generatif lebih baik dibandingkan dengan kemampuan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Widia Risnawati (2012) berjudul

“Pengembangan Bahan Ajar Matematika Berbasis Masalah Pada Materi Himpunan Untuk Siswa Kelas VII SMP” menunjukkan bahwa perangkat pembelajaran yang menerapkan pembelajaran berbasis masalah sudah layak digunakan dan produk tersebut dapat meningkatkan hasil belajar. C. Kerangka Berpikir

Berdasarkan hasil penelitian yang relevan dan uraian kajian teori sebelumnya, peneliti mengasumsikan bahwa model pembelajaran generatif dan model pembelajaran berbasis masalah dapat diterapkan untuk mencapai keberhasilan proses belajar mengajar. Keberhasilan suatu proses belajar mengajar terlihat dari prestasi belajar siswa. Prestasi belajar siswa menjadi tolak ukur suatu


(53)

38 tingkat kecerdasan siswa. Jika prestasi belajar siswa rendah berarti pembelajaran dikelas bisa dikatakan belum berhasil.

Model pembelajaran generatif merupakan model pembelajaran dengan melibatkan siswa secara aktif dalam pembangunan pengetahuan yang baru dengan menghubungkan pengetahuan (pengalaman) yang dimiliki sebelumnya dengan pengetahuan yang sedang dipelajari. Model pembelajaran generatif diharapkan mampu meningkatkan keterlibatan siswa dalam proses belajar mengajar, siswa diberi kebebasan dan keleluasaan untuk mengembangkan kemampuan pemahaman dan metakognitifnya serta potensi lainnya. Guru hanya sebagai fasilitator dan motivator untuk memacu motivasi dan tanggung jawab siswa dalam suasana yang menyenangkan sehingga materi pembelajaran akan mudah dipahami oleh siswa secara mandiri dan pembelajarannya menjadi pembelajaran yang bermakna.

Pembelajaran berbasis masalah merupakan salah satu variasi model pembelajaran matematika yang dapat mendukung proses pembelajaran matematika yang menyenangkan dan bukan menyeramkan sehingga dapat meningkatkan sikap positif sekaligus mempermudah pemahaman siswa dalam belajar matematika. Pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan sikap positif karena dalam PBM siswa dihadapkan kepada suatu permasalahan dalam kehidupan nyata yang akan lebih menarik siswa untuk mempelajari matematika sehingga siswa akan mengetahui bahwa matematika mempunyai banyak kegunaan.


(54)

39 D. Hipotesis

Hipotesis pada penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Model pembelajaran generatif efektif ditinjau dari prestasi belajar matematika siswa MTs PP Darul Qurro pada pembelajaran prisma dan limas.

2. Model pembelajaran berbasis masalah efektif ditinjau dari prestasi belajar matematika siswa MTs PP Darul Qurro pada pembelajaran prisma dan limas.

3. Model pembelajaran generatif lebih efektif daripada model pembelajaran berbasis masalah ditinjau dari prestasi belajar matematika siswa MTs PP Darul Qurro pada pembelajaran prisma dan limas.


(55)

40 BAB III

METODE PENELITIAN A. Jenis Penilitian

Dalam penelitian ini digunakan metode Pre eksperimental design. Menurut Suharsimi Arikunto (2013: 84), pre eksperimental design seringkali dipandang sebagai eksperimen tidak sebenarnya. Oleh karena itu sering disebut dengan “quasi experiment” atau eksperimen semu. Penelitian eksperimen semu dilakukan untuk menguji hipotesis tentang ada tidaknya pengaruh suatu tindakan bila dibandingkan dengan tindakan lain dengan pengontrolan variabelnya sesuai dengan kondisi yang ada (situational). Yang dilakukan pada penelitian ini adalah mendeskripsikan dan membandingkan prestasi belajar matematika siswa antara yang menerapkan model pembelajaran generatif dan yang menerapkan model pembelajaran berbasis masalah.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di MTs PP Darul Qurro pada bulan Mei - Juni 2014 tahun pelajaran 2013/2014 di kelas VIIIA dan VIIIB.

C. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi adalah subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditentukan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya. Sampel adalah sebagian dari populasi tersebut. Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas VIII MTs PP Darul Qurro yang terbagi dalam 3 kelas paralel yaitu VIIIA, VIIIB, VIIIC. Sampel yang dipilih dalam penelitian ini yaitu


(56)

41 kelas VIIIA sebagai kelas eksperimen pertama dan kelas VIIIB sebagai kelas eksperimen kedua.

D. Variabel Penelitian 1. Variabel bebas

Terdapat dua variabel bebas dalam penelitian ini, yaitu perlakuan yang diberikan kepada kelompok eksperimen pertama dengan menggunakan model pembelajaran generatif dan perlakuan yang diberikan pada kelompok eksperimen kedua yaitu model pembelajaran berbasis masalah.

2. Variabel terikat

Variabel terikat pada penelitian ini adalah prestasi belajar matematika siswa pada materi prisma dan limas. Data tentang prestasi belajar tersebut diperoleh dari hasil pretest dan posttest.

3. Variabel kontrol

Terdapat tiga variabel kontrol dalam penelelitian ini yaitu guru mata pelajaran, jumlah jam dalam pembelajaran, dan materi yang diajarkan. Untuk guru mata pelajaran, pengontrolan dilakukan dengan menugaskan guru yang sama kepada kelompok eksperimen pertama dan kelompok eksperimen kedua. Jumlah jam dalam pembelajaran dikontrol dengan cara melaksanakan pembelajaran pada kedua kelompok penelitian dengan jumlah pertemuan dan alokasi waktu yang sama. Materi yang diajarkan dikontrol dengan memberikan materi yang sama kepada kedua kelas tersebut sesuai kurikulum yang ada.


(57)

42 E. Definisi Operasional Variabel

Untuk menghindari kesalahpahaman variabel penelitian, penelitian ini memberi batasan definisi operasional sebagai berikut:

1. Model pembelajaran generatif adalah suatu model pembelajaran yang menekankan pada pengintegrasian secara aktif pengetahuan baru dengan menggunakan pengetahuan yang sudah dimiliki siswa sebelumnya. Pengetahuan baru itu akan diuji dengan cara menggunakannya dalam menjawab persoalan atau gejala yang terkait. Jika pengetahuan baru itu berhasil menjawab permasalahan yang dihadapi, maka pengetahuan baru itu akan disimpan dalam memori jangka panjang. Tahap-tahap model pembelajaran generatif yaitu: (1) tahap pendahuluan atau ekplorasi, (2) tahap pemfokusan, (3) tahap pengenalan konsep, (4) tahap aplikasi konsep.

2. Model pembelajaran berbasis masalah merupakan suatu model pembelajaran di mana siswa secara aktif memecahkan permasalahan yang kompleks dalam situasi yang nyata. Dalam implementasinya,pembelajaran berbasis masalah diawali dengan adanya masalah yang harus dipecahkan oleh siswa, melalui serangkaian percobaan. Model pembelajaran berbasis masalah tersebut mempunyai tahap-tahap sebagai berikut: (1) mengorientasikan siswa pada masalah, (2) mengorganisasikan siswa untuk belajar, (3) membimbing penyelidikan individual maupun kelompok, (4) mengembangkan dan menyajikan hasil karya, (5) menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.


(58)

43 3. Prestasi belajar siswa adalah hasil yang dicapai siswa dalam penguasaan

materi pelajaran matematika yang ditunjukkan oleh skor total yang diperoleh siswa pada posttest.

F. Desain Penelitian

Desain eksperimen dalam penelitian ini adalah pretest-posttest group control secara random (randomized control group pretest-posttest design), yaitu desain yang memberikan pretest sebelum perlakuan, dan posttest sesudahnya pada kelompok eksperimen pertama dan eksperimen kedua, model desainnya sebagai berikut:

Tabel 2. Metode Pretest-Posttest Control Group Design Kelompok Pre-test Treatment Post-test

E1 O1 A O2

E2 O1 B O2

Keterangan:

E1 = kelompok ekperimen pertama

E2 = kelompok eksperimen kedua

O1 = Pretest kelompok eksperimen pertama dan kedua

A = Model pembelajaran generatif

B = Model pembelajaran berbasis masalah

O2 = Posttest kelompok eksperimen pertama dan kedua

G. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini berupa tes. Tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes prestasi (achievement test) yaitu


(59)

44 tes yang dilaksanakan dengan tujuan mengungkapkan tingkat pencapaian terhadap tujuan pembelajaran atau prestasi belajar (Djaali & Pudji Muljono, 2008: 11).

Ada dua jenis tes yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu pretest yang dilakukan sebelum pelaksanaan pembelajaran yang bertujuan untuk mengetahui sejauh mana materi pelajaran yang akan diajarkan telah diketahui oleh siswa atau peserta didik, dan posttest yang dilakukan di akhir pembelajaran dan bertujuan untuk mengetahui apakah semua indikator pelajaran dikuasai dengan baik oleh peserta didik atau siswa. Hasil pretest dan posttest dari kelompok eksperimen pertama dan eksperimen kedua digunakan sebagai data untuk kemudian dianalisis. Langkah-langkah dalam penyusunan tes ini adalah sebagai berikut:

a. Melakukan pengkajian kurikulum matematika siswa SMP kelas VIII, yaitu kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP).

b. Menyusun kisi-kisi soal yang memuat indikator pembelajaran. c. Membuat butir-butir soal dan pedoman penskoran tes

d. Melakukan validasi berdasarkan telaah kisi-kisi tes dan proporsi butir soal dalam tes.

Tes dalam penelitian ini terdiri dari 15 butir soal pilihan ganda. Pilihan ganda dipilih sebagai bentuk soal karena dapat dipakai untuk menguji penguasaan kompetensi pada tingkat berpikir rendah seperti pengetahuan (recall) dan pemahaman, sampai pada tingkat berpikir tinggi seperti analisis, sintesis, dan evaluasi (Hamzah B. Uno, 2008: 133). Jawaban yang benar untuk setiap butir soal diberikan skor 1 dan jawaban yang salah diberikan skor 0.


(60)

45 H. Teknik Pengolahan Data

Di dalam penelitian, data mempunyai kedudukan yang paling tinggi, karena data merupakan penggambaran variabel yang diteliti dan berfungsi sebagai alat pembuktian hipotesis yang dapat dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu, benar tidaknya data tergantung dari baik tidaknya instrumen pengumpul data.

Instrumen penilian yang akan digunakan sebagai alat pengumpul data diujicobakan kepada kelas yang telah mempelajari materi tersebut. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan alat ukur yang valid dan reliabel, serta mengukur tingkat kesukaran dan daya pembedanya.

1. Validitas Tes

Instrumen yang baik harus memenuhi dua persyaratan penting, yaitu valid dan reliabel. Sebuah tes dikatakan valid apabila tes tersebut dapat mengukur apa yang hendak diukur (Arikunto, 2013:72). Dalam penelitian ini validitas yang dicari adalah validitas isi dan validitas konstruk. Validitas isi berkenaan dengan sejauh mana suatu tes mampu mengukur tingkat penguasaan terhadap suatu materi tertentu sesuai dengan tujuan pengajaran yang telah ditetapkan, dengan kata lain bahwa butir tes atau instrumen memiliki relevansi dengan materi pelajaran yang telah diajarkan.

Dalam ilmu pendidikan validitas isi dilakukan dengan mengkaji atau menelaah apakah butir-butir tes yang telah disusun tersebut mencerminkan keseluruhan dari pelajaran yang telah diajarkan, mencakup keseluruhan pokok bahasan dan sub-sub pokok bahasan. Apabila butir-butir tes diluar dari apa yang telah dipelajari dan tidak mencakup secara keseluruhan maka tes tersebut tidak


(61)

46 memiliki validitas isi. Penelaahan butir-butir instrumen dapat dibantu dengan menyusun kisi-kisi instrumen. Validitas konstruk mengandung pengertian sejauh mana suatu alat ukur mengungkap suatu konstruk teoritik yang hendak diukur. Dengan kata lain bahwa sebuah alat ukur dikatakan valid apabila butir-butirnya mengukur apa yang hendak diukur sesuai dengan konstruk yang telah ditetapkan. Adapun rumus yang digunakan untuk mencari validitas instrumen adalah rumus korelasi product moment, yaitu:

Keterangan:

: koefisien korelasi tiap item n : banyaknya subjek ujicoba : jumlah skor item

: jumlah kuadrat skor item : jumlah skor total

: jumlah kuadrat skor total

: jumlah perkalian skor item dan skor total

Setelah nilai koefisien korelasi diperoleh, maka dilakukan uji signifikansi untuk mengukur keberartian korelasi berdasarkan distribusi kurva normal dengan menggunakan statistik uji-t dengan rumus:


(62)

47 Keterangan:

= nilai hitung koefisien validitas = koefisien korelasi tiap butir soal

= jumlah responden

Kemudian hasil di atas dibandingkan dengan nilai t-tabel pada signifikansi 5% (α =0,05) dan derajat kebebasan (dk) =n-2. Kaidah keputusannya:

Jika berarti valid, sebaliknya; Jika berarti tidak valid.

Jika instrumen itu valid, maka dilihat kriteria penafsiran indeks korelasinya (r) sebagai berikut (Arikunto, 2013: 87):

Tabel 3. Kategori Validitas Soal

Interval Koefisien Tingkat Hubungan 0,0 < r ≤ 0,2 Sangat rendah 0,2 < r ≤ 0,4 Rendah 0,4 < r ≤ 0,6 Cukup 0,6 < r ≤ 0,8 Tinggi

0,8 < r ≤ 1,0 Sangat Tinggi

Setelah instrument prestasi belajar diujicobakan di kelas VIII MTs PP Darul Qurro, berdasarkan perhitungan validitas dengan menggunakan bantuan program SPSS didapati bahwasanya dari 15 soal pretest dan 15 soal posttests semuanya valid. Hasil uji dengan menggunakan program SPSS selengkapnya bisa dilihat pada lampiran halaman 268 dan 270.


(63)

48 2. Realibilitas Tes

Realibilitas instrumen adalah ketetapan suatu tes apabila diujicobakan kepada subyek yang sama (Arikunto, 2013:74). Suatu tes dikatakan reliabel jika dapat memberikan hasil yang tetap apabila diteskan berkali-kali, atau dengan kata lain dikatakan reliabel jika hasil-hasil tes tersebut menunjukkan ketetapan. Adapun rumus yang digunakan untuk menghitung realibilitas instrumen tes berbentuk tes objektif adalah rumus K-R.20, yaitu:

Keterangan:

: realibilitas yang dicari

p : proporsi subjek yang menjawab item dengan benar q : proporsi subjek yang menjawab item dengan salah n : banyak item

S : standar deviasi dari tes

(Arikunto, 2013: 115) Untuk mengetahui tinggi rendahnya realibilitas tes digunakan kategori sebagai berikut (Sutrisno Hadi, 1999: 216)

Tabel 4. Kategori Realibilitas Soal

Interval Koefisien Tingkat Hubungan

0,00 < r ≤ 0,20 realibiltas sangat rendah 0,20 < r ≤ 0,40 realibilitas rendah 0,40 < r ≤ 0,60 realibilitas sedang 0,60 < r ≤ 0,80 realibilitas tinggi 0,80 < r ≤ 1,00 realibilitas sangat tinggi


(64)

49 Berdasarkan perhitungan uji realibilitas pada soal pretest dan posttest didapatkan nilai r11 pretest sebesar 0,836 yang masuk kategori tinggi dan r11

posttest sebesar 0,926 yang masuk kategori sangat tinggi. Hasil uji dengan menggunakan program SPSS selengkapnya bisa dilihat pada lampiran halaman 268 dan 270.

3. Uji Tingkat Kesukaran

Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah dan atau tidak terlalu sulit. Bilangan yang menunjukkan mudah atau sulitnya suatu soal disebut indeks kesukaran (difficulty index). Untuk dapat mengukur kesukaran suatu soal digunakan rumus (Arikunto, 2013: 208):

Keterangan:

P = indeks kesukaran

B = banyaknya siswa yang menjawab dengan betul JS = jumlah seluruh siswa peserta tes

Adapun tolak ukur menginterpretasikan tingkat kesukaran butir soal, digunakan tabel sebagai berikut (Arikunto, 2013: 210):

Tabel 5. Kriteria Indeks Kesukaran

Indeks Tingkat Kesukaran Kriteria Tingkat Kesukaran

0,0 < r ≤ 0,3 Sukar

0,3 < r ≤ 0,7 Sedang


(65)

50 Dari hasil perhitungan tingkat kesukaran soal pretest, terdapat 5 butir soal termasuk kategori mudah, 9 butir soal termasuk kategori sedang, dan 1 butir soal termasuk kategori sukar, sedangkan dari perhitungan tingkat kesukaran soal posttest, terdapat 3 butir soal termasuk kategori mudah, 10 soal termasuk kategori sedang, dan 2 soal termasuk kategori sukar. Hasil perhitungan tingkat kesukaran tiap-tiap soal terdapat pada halaman 269 dan 271.

4. Daya Pembeda

Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara siswa yang pandai dengan siswa yang kurang pandai. Angka yang menunjukkan daya pembeda disebut indeks diskriminasi (D), untuk mengetahui indeks diskriminasi digunakan rumus (Arikunto, 2013: 213):

Keterangan:

D = daya pembeda (indeks diskriminasi)

BA = banyak peserta kelompok atas yang menjawab soal itu

dengan benar

BB = banyak peserta kelompok bawah yang menjawab soal itu

dengan benar

JA = banyak peserta kelompok atas

JB = banyak peserta kelompok bawah

PA = proporsi peserta kelompok atas yang menjawab dengan


(66)

51 PB = proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab dengan

benar (P sebagai taraf kesukaran).

Klasifikasi daya pembeda dapat dilihat pada Tabel 6 berikut ini (Arikunto, 2013: 218):

Tabel 6. Kriteria Indeks Daya Pembeda Indeks Daya

Pembeda Kriteria Daya Pembeda Negatif Sangat buruk, harus

dibuang 0,0 < r ≤ 0,2 Jelek (poor) 0,2 < r ≤ 0,4 Cukup (satisfactory) 0,4 < r ≤ 0,7 Baik (good) 0,7 < r ≤ 1,0 Baik sekali (excellent)

Berdasarkan perhitungan daya pembeda dengan bantuan software excel, dari 15 item soal pretest diperoleh 6 butir soal termasuk kategori cukup dan 9 butir soal masuk kategori sedang, sedangkan dari 15 item soal posttest diperoleh 1 butir soal termasuk kategori jelek, 4 butir soal masuk kategori cukup, dan 9 butir soal masuk kategori baik. Hasil perhitungan daya pembeda tiap-tiap soal terdapat pada lampiran halaman 269 dan 271.

I. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dibagi menjadi tiga tahap yaitu:

1. Tahap pertama adalah pengukuran kemampuan awal belajar matematika dengan pretest.


(67)

52 2. Tahap kedua adalah perlakuan dengan menerapakan model

pembelajaran generatif pada kelompok eksperimen pertama dan model berbasis masalah pada kelompok eksperimen kedua.

3. Tahap ketiga adalah pengukuran prestasi belajar (kemampuan akhir) dengan menggunakan posttest.

J. Teknik Analisis Data

1. Deskripsi Hasil Pelaksanaan Penelitian

Deskripsi hasil pelaksanaan penelitian merupakan uraian pelaksanaan penelitian yang dilakukan selama empat kali pertemuan di dua kelas eksperimen yang mendapatkan model pembelajaran generatif dan model pembelajaran berbasis masalah.

2. Deskripsi Data

Data yang dideskripsikan adalah data prestasi belajar. Data ini didapatkan dari nilai pretest dan posttest dari kedua kelas eksperimen yang berupa soal pilihan ganda. Model deskripsi data dalam penelitian ini dibagi menjadi dua tahap, yaitu deskripsi awal yang merupakan deskripsi untuk menyelidiki rata-ratahitung (mean), ragam/varians, keberlakuan asumsi yaitu uji normalitas dan uji homogenitas varians, dan deskripsi tahap akhir yang merupakan deskripsi untuk menguji hipotesis.

a. Deskripsi Tahap Awal 1) Rata-Rata Hitung (Mean)

Untuk menghitung rata-rata rumus yang dipakai adalah


(68)

53 Keterangan

= rata-rata (mean) = banyak siswa

= nilai siswa ke-i 2) Ragam/Varians

Untuk menghitung ragam/varians digunakan rumus

Keterangan: S2 = varians

= nilai siswa ke-i = banyak siswa

= rata-rata (mean) 3) Uji normalitas

Untuk mengetahui apakah suatu populasi berdistribusi normal atau tidak dapat digunakan uji statistik berikut ini (Sugiyono, 2005: 104-105)

Keterangan:

= frekuensi observasi = frekuensi pengamatan Hipotesis pada uji normalitas ini yaitu:

H0 : data berdistribusi normal


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

Dokumen yang terkait

ANALISIS KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN PBL DITINJAU DARI GAYA KOGNITIF PADA MATERI PRISMA DAN LIMAS KELAS VIII

7 60 285

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH (PROBLEM BASED LEARNING) DAN MODEL PEMBELAJARAN KONVENSIONAL TERHADAP PRESTASI BELAJAR AKUNTANSI DITINJAU DARI MOTIVASI BELAJAR SISWA

1 9 90

IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN PBL BERBASIS NHT DAN GI DITINJAU DARI Implementasi Pembelajaran Matematika Dengan Model Pembelajaran Pbl Berbasis Nht Dan Gi Ditinjau Dari Komunikasi Matematis.

0 2 16

PERBANDINGAN EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN Perbandingan Efektivitas Model Pembelajaran Crossword Puzzle Dan Topical Review Terhadap Prestasi Belajar Biologi Materi Pertumbuhan Dan Perkembangan Manusia Siswa Kelas Viii Smp Negeri 2 Andong Boyolali Tahun

0 0 14

KEEFEKTIFAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DAN MODEL PEMBELAJARAN SAINTIFIK DENGAN SETTING KOOPERATIF TIPE JIGSAW PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA DITINJAU DARI PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA DAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS PESERTA DIDIK.

0 0 337

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN TPSR TERHADAP PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA DITINJAU DARI GAYA BELAJAR

0 0 11

PERBANDINGAN HASIL BELAJAR IPA SISWA ANTARA MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING

0 0 11

PERBANDINGAN HASIL BELAJAR MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN MODEL PEMBELAJARAN STAD

0 1 8

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN TIPE TALKING STICK BERBANTUAN MODUL TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA KELAS VIII MATERI PRISMA DAN LIMAS

0 0 8

PERBANDINGAN MODEL PEMBELAJARAN JIGSAW DAN MODEL PEMBELAJARAN NUMBER HEAD TOGETHER TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS VIII MTS N 1 KOTA MAKASSAR

0 1 110