PENGARUH PENGETAHUAN MEREK INDUK, PERSEPSI KUALITAS, DAN INOVASI TERHADAP SIKAP BRAND EXTENSION DAN INTENSI MEMBELI SHAMPO DOVE HAIR THERAPY SYSTEM SERIES ( Studi Pada Konsumen Giant Hypermarket Margorejo di Surabaya ).

(1)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Jurusan Manajemen

Diajukan oleh :

0612010012 / FE / EM

Dion Neno Trihara

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR


(2)

SKRIPSI

Diajukan oleh :

0612010012 / FE / EM

Dion Neno Trihara

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR


(3)

i

hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Pengaruh Pengetahuan Merek Induk, Persepsi Kualitas, dan Inovasi Terhadap

Sikap Brand Extension dan Intensi Membeli Shampo Dove Hair Therapy System Series (Studi Pada Konsumen Giant Hypermarket Margorejo di Surabaya)”.

Untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

Atas bantuan dari berbagai pihak yang telah banyak berperan guna terselesaikannya penelitian ini, penulis menghaturkan rasa hormat dan terima kasih yang tulus kepada :

1. Bapak Dr. Ir. Teguh Soedarto, MP Selaku Rektor Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

2. Bapak Dr. Dhani Ichsanuddin Nur, SE, MM Selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

3. Bapak Drs. Ec. Gendut Sukarno, MS, Selaku Ketua Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

4. Ibu Dra. Ec. Tri Kartika P. Msi, Selaku Dosen Pembimbing yang dengan segala perhatian, bimbingan dan kesabarannya telah memberikan pengarahan hingga selesainya penulisan skripsi ini dengan baik.


(4)

ii bantuan dengan saran dan kritik.

7. Papa dan Mama tercinta, Darmadji dan Sri Enny. Penulis menyampaikan terima kasih atas do’a yang tulus, segala jerih payah serta pengorbanannya dalam mendidik penulis hingga saat ini, dan atas segala nasehat serta dukungan penuh, baik materiil maupun spiritual.

8. Semua pihak yang turut membantu dan menyediakan waktunya demi terselesainya skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih semuanya.

Semoga Allah Yang Maha Agung berkenan memberikan balasan, limpahan, berkah, rahmat, dan karunia-Nya, Amin.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan dalam isi maupun penulisannya. Oleh karena itu semua kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan untuk kesempurnaan penulisan selanjutnya. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca baik sebagai bahan kajian maupun sumber informasi, serta bermanfaat bagi semua pihak.

Surabaya, Juni 2010


(5)

iii

DAFTAR ISI... iii

DAFTAR TABEL... vii

DAFTAR GAMBAR... viii

DAFTAR LAMPIRAN... ix

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Rumusan Masalah... 6

1.3 Tujuan Penelitian... 6

1.4 Manfaat Penelitian... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hasil-hasil Penelitian Terdahulu... 8

2.2 Landasan teori... 11

2.2.1 Konsep Pemasaran………...……... 11

2.2.2 Merek... 11

2.2.2.1 Strategi Merek…... 15

2.2.3 Pengetahuan Merek Induk... 17

2.2.4 Perluasan Merek ... 18


(6)

iv

2.2.8 Pengaruh Pengetahuan Merek Induk terhadap Sikap Brand

Extension... 26

2.2.9 Pengaruh Persepsi Kualitas terhadap Sikap Brand Extension... 26

2.2.10 Pengaruh Inovasi terhadap Sikap Brand Extension... 27

2.2.11 Pengaruh Sikap Brand Extension terhadp Intensi Membeli... 28

2.3 Kerangka Konseptual... 29

2.4 Hipotesis………... 30

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Definisi Operasional dari Pengukuran Variabel... 31

3.1.1 Definisi Operasional Variabel... 31

3.1.2 Pengukuran Variabel... 34

3.2 Teknik Penentuan Sampel... 35

3.2.1 Populasi... 35

3.2.2 Sampel... 36

3.3 Teknik Pengumpulan Data………....……...……... 36

3.3.1 Jenis Data…………...………...……...……... 36

3.3.2 Sumber Data………...………...…... 37


(7)

v

3.4.2.1 Model (Structual Equation Modelling)... 39

3.4.3 Pengujian Hipotesis dan Hubungan Kausal………. 42

3.4.4 Pengujian Model dengan One – Step Approach... 42

3.4.5 Evaluasi Model... 43

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Obyek Penelitian………….……….... 48

4.1.1 Sejarah Singkat Perusahaan... 48

4.1.2 Lokasi Perusahaan... 49

4.1.3 Struktur Organisasi... 49

4.2 Deskripsi Hasil Penelitian……….……….. 52

4.2.1 Penyebaran Responden...………... 52

4.2.2 Keadaan Responden...………... 52

4.2.2.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia...…... 53

4.2.3 Deskripsi Variabel Pengetahuan Merek Induk…………..…... 53

4.2.4 Deskripsi Variabel Persepsi Kualitas...……… 55

4.2.5 Deskripsi Variabel Inovasi...……… 57

4.2.6 Deskripsi Variabel Sikap Brand Extension... 59


(8)

vi

4.3.3 Evaluasi Validitas………... 65

4.3.4 Evaluasi Construct Reliability dan Variance Extracted………... 66

4.3.5 Evaluasi Normalitas………...……….………... 67

4.3.6. Analisis Model One – Step Approach to SEM………..……... 69

4.3.7. Uji Kausalitas………..………… 71

4.3.8. Analisis Unidimensi First Order………...……… 73

4.3.9. Analisis Unidimensi Second Order………. 73

4.4. Pembahasan……….……...……... 74

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ……….………... 79

5.2 Saran……….………... 79

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(9)

vii

3.1 Goodness of Fit Indices... 44

4.1 Jumlah Responden berdasarkan jenis kelamin... 52

4.2 Jumlah Responden berdasarkan usia... 53

4.3 Hasil Jawaban Responden Pertanyaan Variabel Pengetahuan Merek Induk.. 54

4.4 Hasil Jawaban Responden Pertanyaan Variabel Persepsi Kualitas... 56

4.5 Hasil Jawaban Responden Pertanyaan Variabel Inovasi... ... 57

4.6 Hasil Jawaban Responden Pertanyaan Variabel Sikap Brand Extension... 60

4.7 Hasil Jawaban Responden Pertanyaan Variabel Intensi Membeli... ... 62

4.8 Outlier Data... 64

4.9 Realibilitas Data... ... 65

5.1 Validitas Data... ... 66

5.2 Construct Realibility dan Variance Extracted... ... 67

5.3 Hasil Pengujian Normalitas... ... 68

5.4 Model One-Step Approach – Base Model... 70

5.5 Model One-Step Approach – Modifikasi... 71

5.6 Hasil Uji Kausalitas... 72

5.7 Unidimensi First Order... 73

5.8 Unidimensi Second Order... 73


(10)

viii

2. Contoh Model Pengukuran Faktor Pengetahuan Merek Induk... 39

3. Struktur Organisasi PT. Unilever Indonesia, Surabaya...50

4. Model Specification One Step Approach - Base Model... 69


(11)

ix 2. Hasil Data Uji Outlier

3. Hasil Data Uji Realibilitas 4. Hasil Data Uji Normalitas 5. Hasil Data Uji Hipotesis Kausal


(12)

Oleh :

Dion Neno Trihara

ABSTRAKSI

Sikap Brand Extension didefinisikan sebagai suatu kecenderungan pembelajaran untuk berperilaku secara konsisten untuk menyukai atau tidak menyukai sebuah obyek baru dalam kategori perluasan merek. Untuk itu pengetahuan merek induk perlu diberikan kepada konsumen agar mampu menciptakan persepsi kualitas yang baik didukung dengan diberikannya inovasi pada produk brand extension tersebut, sehingga diharapkan mampu meningkatkan intensi membeli.

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh pengetahuan merek induk, persepsi kualitas, dan inovasi terhadap sikap brand extension dan intensi membeli. Penelitian ini dilakukan di Surabaya, dengan pengambilan sampel yang dilakukan secara accidental sampling dengan sampel konsumen yang membeli dan menggunakan shampo merek Dove Hair Therapy System di Giant Hypermarket Margorejo. Dan data dikumpulkan melalui kuesioner pada 130 responden. Kuesioner disusun dalam bentuk Semantic Defferential Scale. Teknik analisis yang digunakan SEM (Structural Equation Modelling) dengan AMOS 4,0 Program.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh hasil bahwa pengetahuan merek induk dan persepsi kualitas berpengaruh tidak signifikan terhadap sikap brand extension, sedangkan inovasi berpengaruh positif signifikan terhadap sikap brand extension, serta sikap brand extension berpengaruh positif signifikan terhadap intensi membeli.

Kata kunci : brand, brand extension, persepsi kualitas, inovasi dan intensi membeli


(13)

1 1.1 Latar Belakang

Kondisi pemasaran produk yang sangat dinamis, membuat para pelaku pasar dan produsen berlomba untuk memenangkan kompetisi yang sangat ketat ini. Setiap saat baik melalui media televisi, radio, koran, majalah ataupun internet kita melihat peluncuran produk baru yang seolah tidak pernah berhenti. Produk-produk yang ditawarkan begitu beragam dengan merek yang juga sangat bervariasi. Begitu banyak hal yang ditawarkan pada konsumen. Hal ini tentu membuat para konsumen menjadi lebih leluasa dalam menentukan pilihannya. Sementara dampaknya bagi produsen, hal ini menjadi tantangan yang membuat mereka harus bekerja lebih keras untuk meningkatkan intensi membeli konsumennya.

Dalam dunia industri, istilah merek menjadi salah satu kata yang popular dalam kehidupan sehari-hari. Merek sekarang tidak hanya dikaitkan oleh produk tetapi juga dengan berbagai strategi yang dilakukan oleh perusahaan.

Merek merupakan komponen yang penting karena merek merupakan sumber informasi bagi konsumen dalam mengidentifikasi suatu produk sekaligus membedakannya dengan produk pesaing. Merek


(14)

memberi sejumlah keuntungan pada produsen maupun konsumen. Simamora (2002) menyebutkan dengan adanya merek, masyarakat mendapat jaminan tentang mutu suatu produk yaitu dengan memperoleh informasi yang berkaitan dengan merek tersebut. Dikenalnya merek oleh masyarakat membuat pihak perusahaan meningkatkan inovasi produk untuk menghadapi persaingan. Sedangkan bagi produsen merek tentunya bermanfaat untuk melakukan segmentasi pasar, menarik konsumen untuk membeli produk dari merek tersebut serta memberikan perlindungan terhadap produk yang dihasilkan.

Strategi perluasan merek (brand extension) ini, menurut

Kapferer (1994), bermanfaat menekankan biaya untuk memperkenalkan produk pada konsumen sekaligus meningkatkan kemungkinan keberhasilan produk si pasar. Pendapat tersebut dapat dipahami karena konsumen akan lebih mudah mempercayai produk dengan merek yang telah dikenal sebelumnya.

Dove merupakan salah satu perusahaan kecantikan dan kebutuhan perlengkapan mandi yang ada di Indonesia yang memproduksi pada awalnya sabun mandi batangan dan sekarang memperluas produksi menjadi sabun mandi cair, facial wash serta

shampoo. Dove melakukan banyak sekali brand extension untuk

memperluas pemasarannya serta agar merek Dove dapat dikenal oleh masyarakat karena merek Dove khususnya pada produk shampo belum


(15)

bisa menjadi market leader. Strategi brand extension yang dilakukan oleh Dove diharapkan mampu menarik konsumen untuk lebih mengenal produk Dove khususnya shampo Dove. Selain melakukan strategi

brand extension, Dove juga melakukan perbaikan kualitas dengan cara

mengembangkan inovasi pada produk-produknya.

(http://www.indo-market.com).

Dalam penelitian ini, peneliti melihat adanya brand extension,

perbaikan kualitas dan inovasi pada produk shampo Dove. Dove

melaukan brand extension pada shampo dengan menciptakan shampo

Dove Hair Therapy System Series, yaitu Dry Therapy, Intense Damage

Therapy, Hairfall Therapy, Daily Therapy, memperbaiki kualitas

shampo dengan menggunakan inovasi produk yaitu shampo yang ¼ nya mengandung moisturizer dan inovasi terbarunya adalah menggunakan serum di dalam shamponya diharapkan mampu meningkatkan persepsi

kualitas dari shampo Dove Hair Terapy System Series, sehingga

mampu mempengaruhi sikap brand extension.

Sedangkan strategi memperbaiki persepsi kualitas dengan menggunakan inovasi tersebut di atas diharapkan mampu

mempengaruhi sikap brand extension yang nantinya dapat berpengaruh

pula terhadap intensi membeli shampo Dove Hair Therapy System


(16)

Berikut ini adalah data Top Brand Index dan Index Customer Satisfaction Award selama tahun 2008 – 2009.

Tabel 1.1 : Data TBI (Top Brand Index) & ICSA (Index Customer Satisfaction Award)

Merek Shampo

Tahun 2008 Tahun 2009

TBI ICSA (TSS) TBI ICSA (TSS)

Dove 7,60% 3,887 5,30% 3,799

Sumber :

Majalah SWA Edisi 19/XXV/3-13 September 2009 Keterangan :

ICSA : Index Customer Satisfaction Score TSS : Total Satisfaction Score

TBI : Top Brand Index

Dalam tabel TBI dan ICSA di atas shampo Dove mengalami penurunan dengan nilai TBI pada tahun 2008 sebesar 7,60% dan ICSA (TSS) sebesar 3,887. Sedangkan pada tahun 2009, TBI Shampo Dove turun menjadi sebesar 5,30% dengan ICSA (TSS) sebesar 3,799.

Menurut Magdalena (2004:244), salah satu faktor penentu keberhasilan suatu perluasan merek adalah kekuatan (ekuitas) merek induknya.

Menurut Barata (2007:65), persepsi kecocokan yang tepat antara merek induk dengan extension nya, diharapkan konsumen juga mengevaluasi dan membentuk penilaian yang positif, yang berkaitan dengan kualitas produk, dari brand extension tersebut.

Seorang konsumen yang menyatakan kesediaan untuk mengadopsi produk baru juga harus menyatakan keinginan untuk pengalaman baru, yang memanifestasikan dirinya dalam bentuk


(17)

penerimaan ide-ide baru, mengambil bagian dari layanan baru, dan mendapatkan barang berwujud yang baru (Hirschman, 1980 ; Ruvio, 2008).

Menurut Barata (2007:69), dengan sikap yang lebih positif dari konsumen terhadap brand extension maka kemungkinan konsumen untuk berniat membeli produk dengan merek itu akan semakin tinggi

Dengan fenomena tersebut menyadarkan perusahaan Dove perlu menciptakan strategi yang lebih baik, sehingga memberikan manfaat yang besar bagi konsumen melalui merek yang telah ditanamkan dan tidak beralih ke merek lain sehingga konsumen bersedia melakukan

pembelian secara intens (terus-menerus) shampo Dove Hair Therapy

System Series.

Berdasarkan hal tersebut diatas maka peneliti ingin mengetahui

“Pengaruh Pengetahuan Merek Induk, Persepsi Kualitas, Dan Inovasi Terhadap Sikap Brand Extension Dan Intensi Membeli Shampo Dove Hair Therapy System Series” (Studi Pada Konsumen Giant Hypermarket Margorejo di Surabaya).


(18)

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan dari latar belakang diatas perumusan masalah yang dapat diambil adalah sebagai berikut :

1. Apakah terdapat pengaruh antara pengetahuan merek induk

terhadap sikap brand extension?

2. Apakah terdapat pengaruh antara persepsi kualitas (perceived

quality) terhadap sikap brand extension?

3. Apakah terdapat pengaruh antara inovasi (innovativeness)

terhadap sikap brand extension?

4. Apakah terdapat pengaruh antara sikap brand extension

terhadap intensi membeli shampo Dove?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan peneliti ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui pengaruh pengetahuan merek induk terhadap

sikap brand extension.

2. Untuk mengetahui pengaruh persepsi kualitas (perceived

quality) terhadap sikap brand extension.

3. Untuk mengetahui pengaruh inovasi (innovativeness) terhadap

sikap brand extension.

4. Untuk mengetahui pengaruh sikap brand extension terhadap


(19)

1.4 Manfaat Penelitian

Dengan memperhatikan tujuan penelitian yang hendak dicapai, maka penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat sebagai berikut :

1. Memberikan informasi bagi perusahaan yang diamati, yaitu

dapat mengetahui seberapa besar kekuatan perluasan merek

(brand extension) suatu produk, sehingga nantinya sebagai dasar

membuat strategi pemasaran yang lebih baik dan dapat lebih meningkatkan perluasan mereknya sehingga mampu menghadapi persaingan global.

2. Bagi peneliti lain, yaitu sebagai tambahan bahan referensi guna

meningkatkan kualitas peneliti yang terbaru sesuai dengan kebutuhan peneliti tersebut.

3. Sebagai bahan informasi bagi pihak lain yang berkepentingan serta menambah literatur perpustakaan sehingga memberikan manfaat bagi semua pihak.


(20)

8

2.1 Penelitian Terdahulu

1. Penelitian ini berdasarkan pada hasil penelitian yang dilakukan oleh Barata (2007) dengan judul “Pengaruh Penggunaan Strategi Brand Extension Pada Intensi Membeli Konsumen”. Penelitian tersebut menganalisis pengaruh pengetahuan merek induk, persepsi kualitas, inovasi, dan konsistensi konsep merek terhadap sikap brand extension pada intensi membeli secara menyeluruh (global). Menggunakan 172 responden dengan respond rate 93, serta metode yang digunakan adalah non probability sampling dan teknik pengolahan analisis data menggunakan Structural Equation Modelling (SEM). Hasil penelitian ini menunjukkan pengetahuan merek induk, persepsi kualitas, inovasi, dan konsistensi konsep merek berpengaruh positif terhadap sikap brand extension pada intensi membeli.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Xie (2007) dengan judul “Consumer Innovativeness and Acceptance of Brand Extensions”. Penelitian ini menganalisis hubungan antara Inovasi konsumen dengan penerimaan perluasan merek. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya hubungan positif antara inovasi konsumen dengan penerimaan perluasan merek (brand extensions).


(21)

3. Penelitian sebelumnya juga dilakukan oleh Setyawati (2008) dengan judul “Pengaruh Pengetahuan Merek Induk dan Persepsi Kualitas terhadap Sikap Brand Extension pada Intensi Membeli Kecap Sedaap di Sidoarjo”. Penelitian ini meneliti adanya pengaruh pengetahuan merek induk dan persepsi kualitas terhadap sikap brand extension pada intensi membeli kecap Sedaap di Sidoarjo. Populasi dalam penelitian ini adalah ibu rumah tangga yang menggunakan kecap Sedaap di Sidoarjo, serta menggunakan teknik purposive sampling dalam pengambilan sampelnya. Hasil dari penelitian ini menunjukkan adanya hubungan pengetahuan merek induk dan persepsi kualitas terhadap sikap brand extension pada intensi membeli yang signifikan.

Dari beberapa penelitian diatas tentunya memiliki perbedaan dengan penelitian yang dibahas berikut ini, diantaranya

a) Variabel-variabel yang digunakan :

Penelitian oleh Barata (2007) menggunakan variabel independen yaitu, pengetahuan merek induk, persepsi kualitas, inovasi dan konsistensi konsep merek, sedangkan untuk variabel dependen adalah pengetahuan merek induk, persepsi kualitas, dan inovasi, sedangkan untuk variabel dependen menggunakan sikap brand extensions dan intensi membeli.

Penelitian oleh Xie (2007) hanya menggunakan variabel independen consumer innovativeness dan variabel dependen brand extensions.


(22)

Untuk penelitian yang dilakukan oleh Setyawati, variabel-variabel yang digunakan hampir sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Barata (2007), namun perbedaannya terletak pada variabel independen yaitu, pengetahuan merek induk dan persepsi kualitas, untuk variabel dependen menggunakan sikap brand extension dan intensi membeli.

Penelitian yang dibahas berikut ini juga menggunakan variabel independen (pengetahuan merek induk, persepsi kualitas, inovasi) dan variabel dependen (sikap brand extension dan intensi membeli), dalam penelitian ini variabel konsistensi konsep merek tidak digunakan karena peneliti melihat ketiga variabel independen lebih sesuai dengan fakta dan objek penelitian.

b) Objek yang digunakan untuk penelitian :

Untuk penelitian yang dilakukan oleh Barata (2007) dan Xie (2007), menggunakan objek secara global (menyeluruh).

Setyawati (2008), menggunakan kecap Sedaap sebagai objek dalam penelitiannya.

Penelitian yang dibahas berikut menggunakan shampo Dove sebagai objek dalam penelitian.

c) Hasil penelitian :

Dari beberapa penelitian yang dijelaskan diatas, hasil yang didapat adalah berhubungan signifikan positif, antara variabel independen dan variabel dependen.


(23)

2.2 Landasan Teori 2.2.1 Konsep Pemasaran

Konsep pemasaran menegaskan bahwa kunci untuk mencapai tujuan organisasional yang ditetapkan adalah perusahaan tersebut harus menjadi lebih efektif dibandingkan para pesaing dalam menciptakan, menyerahkan, dan mengkomunikasikan nilai pelanggan kepada pasar sasaran yang terpilih (Kotler, 2004:9).

Menurut Kotler & Amstrong (1997:15) konsep pemasaran adalah manajemen pemasaran yang berkeyakinan bahwa pencapaian sasaran organisasi tergantung pada penentuan kebutuhan dan keinginan pasar sasaran dan penyampaian kepuasan yang didambakan itu lebih efektif dan efisien daripada pesaing.

Menurut Swastha (1996:17) konsep pemasaran adalah sebuah falsafah bisnis yang menyatakan bahwa pemuasan kebutuhan konsumen merupakan syarat ekonomi dan sosial bagi kelangsungan hidup perusahaan.

Cravens, (1996:10) menyatakan pada dasarnya konsep pemasaran adalah sederhana, jika orang-orang tidak ingin atau tidak butuh terhadap produk yang perusahaan pasarkan, maka mereka tidak akan membelinya.

2.2.2 Merek

Merek adalah nama, istilah, tanda, symbol, rancangan, desain atau kombinasi keseluruhannya, yang ditujukan untuk mengidentifikasikan barang atau jasa yang ditawarkan perusahaan sekaligus sebagai


(24)

diferensiasi produk (Kotler dan Amstrong 1999:244 dan Keller 2001 dalam Erna Ferrinadewi, 2008:137).

Menurut Tjiptono (1997:104) merek merupakan nama, istilah, tanda, simbol / lambang, desain, warna, gerak atau kombinasi atribut-atribut produk lainnya yang diharapkan dapat memberi identitas dan diferensiasi terhadap produk pesaing.

Menurut Aaker (1997:9) mendefinisikan merek adalah nama atau symbol yang bersifat membedakan (seperti sebuah logo, cap, atau kemasan) dengan maksud mengidentifikasi barang atau jasa dari seorang penjual atau kelompok penjual.

Kotler (2002:460) menyatakan merek sebenarnya merupakan janji penjual untuk secara konsisten memberikan keistimewaan, manfaat, dan jasa tertentu kepada pembeli. Merek-merek terbaik memberikan jaminan mutu. Akan tetapi, merek lebih dari sekedar symbol. Menurut Freddy Rangkuti (2002:119), terdapat 6 tingkatan merek :

1. Atribut

Sebuah merek diharapkan mengingatkan suatu atribut atau sifat-sifat tertentu. Misalnya, BMW memberikan kesan mahal, diciptakan dengan baik, direncanakan dengan baik, tahan lama, prestise tinggi, dan sebagainya. Perusahaan menggunakan satu atau lebih dari atribut-atribut ini untuk mempromosikan mobil tersebut.


(25)

2. Manfaat

Satu merek lebih dari seperangkat atribut. Pelanggan tidak membeli atribut, tetapi mereka membeli manfaat. Atribut perlu untuk diwujudkan dalam manfaat fungsional atau emosional. Atribut tahan lama dapat diwujudkan dalam manfaat fungsional.

Contoh : Atribut tahan lama diwujudkan dalam manfaat fungsional : “Saya tidak harus membeli mobil baru yang baru setiap beberapa tahun”. Atribut mahal dapat diwujudkan dalam manfaat emosional, yaitu : “Mobil ini membuat saya merasa penting dan dikagumi.” 3. Nilai

Merek juga menciptakan nilai bagi produsen. BMW berarti penampilan keselamatan dan prestise yang tinggi. Para pemasar merek mencari kelompok tertentu atau pembeli mobil mencari nilai-nilai tersebut.

4. Budaya

Merek juga mewakili budaya tertentu. Misalnya : mobil Mercedes yang mewakili budaya Jerman, efisien, dan berkualitas tinggi. 5. Kepribadian

Merek juga merancang kepribadian tertentu. Jika merek adalah seseorang, seekor hewan atau sebuah benda, misalnya : apakah yang muncul dalam pikiran kita. Mercedes akan memberi kesan keamanan dan kemewahan.


(26)

6. Pemakai

Merek memberi kesan kepada pemakai atau user (pengguna merek tersebut).

Manfaat merek bagi perusahaan menurut Rangkuti (2002:139) adalah sebagai berikut:

a. Nama merek memudahkan penjual untuk mengolah pesanan-pesanan dan memperkecil timbulnya permasalahan.

b. Nama merek dan tanda dagang secara hukum melindungi penjualan dan pemalsuan ciri-ciri produk, karena bila tidak setiap pesaing akan meniru produk yang telah berhasil di pasaran.

c. Merek dapat membantu penjual dalam mengelompokkan pasar ke dalam segmen-segmen tertentu.

d. Merek memberikan peluang bagi penjual untuk mempertahankan kesetiaan konsumen terhadap produknya.

e. Citra perusahaan dapat dibina dengan adanya nama merek yang baik. Dengan membawa nama perusahaan, merek ini sekaligus mengiklankan kualitas dan besarnya perusahaan.

Manfaat merek bagi para distributor adalah: a. Memudahkan penanganan produk.

b. Mengidentifikasi pendistribusian produk.

c. Meminta produksi agar berada pada standart mutu tertentu. d. Meningkatkan pilihan para pembeli.


(27)

Sedangkan manfaat merek bagi konsumen adalah: a. Memudahkan untuk mengenali mutu suatu produk.

b. Dapat berjalan dengan mudah dan efisien terutama ketika membeli kembali produk yang sama.

c. Dengan adanya merek tertentu, konsumen dapat mengkaitkan status dan prestisenya.

Tujuan digunakannya merek menurut Tjiptono (1997:104) adalah: 1. Untuk membina citra, yaitu dengan memberikan keyakinan,

jaminan kualitas, serta prestise tertentu kepada konsumen. 2. Sebagai identitas, yang bermanfaat dalam diferensiasi atau

membedakan produk suatu perusahaan dengan produk pesaingnya. Ini akan memudahkan pelanggan untuk mengenalinya saat berbelanja dan saat melakukan pembeli ulang.

3. Alat promosi, yaitu sebagai daya tarik produk. 4. Untuk mengendalikan pasar.

2.2.2.1 Strategi Merek

Menurut Kotler, (1997:71) perusahaan memiliki lima pilihan strategimerek yaitu :

a) Perluasan lini

Terjadi jika perusahaan memperkenalkan unit produk tambahan dalam kategori produk yang sama dengan merek yang sama,


(28)

biasanya dengan tampilan baru seperti rasa, bentuk, warna baru, tambahan, ukuran kemasan dan lainnya.

b) Perluasan merek

Terjadi jika perusahaan memutuskan untuk menggunakan merek yang sudah ada pada produknya dalam satu kategori baru. Perluasan merek memberikan keuntungan karena merek baru tersebut umumnya lebih cepat diterima. Hal ini memudahkan perusahaan memasuki pasar dengan kategori produk baru. Perluasan merek dapat menghemat banyak biaya iklan yang biasanya diperlukan untuk membiasakan konsumen dengan merek baru.

c) Multi merek

Terjadi bila perusahaan memperkenalkan beberapa merek tambahan dalam kategori produk yang sama. Tujuannya adalah untuk membuat kesan, feature serta daya tarik yang lain kepada konsumen sehingga lebih banyak pilihan.

d) Merek baru

Dapat dilakukan bila perusahaan tidak memiliki satu pun merek yang sesuai dengan produk yang akan dihasilkan atau citra merek tersebut tidak dapat membantu untuk produk baru tersebut.

e) Merek bersama

Kecenderungan yang terjadi saat ini adalah meningkatkan strategi Co-Branding dan hal ini terjadi apabila merek ini terkenal atau


(29)

lebih digabung dalam satu penawaran dengan tujuan agar merek yang satu dapat memperkuat merek yang lain sehingga dapat menarik minat konsumen.

2.2.3 Pengetahuan Merek Induk

Menurut Keller (2003) dalam Barata (2007:65), pengetahuan merek didefinisikan sebagai adanya informasi tentang merek dalam ingatan (memory) konsumen, beserta dengan asosiasi-asosiasi yang berkaitan dengan merek tersebut. Informasi yang direkam dalam ingatan konsumen itu dapat berbentuk informasi verbal, visual, abstrak, atau contextual. Magdalena (2004:245) menyatakan bahwa sebuah merek yang telah ada melahirkan suatu brand extension yang disebut dengan merek induk. Keller (2003) dalam Barata (2007:65) juga mengatakan bahwa pengetahuan merek dapat terbagi menjadi dua komponen yaitu brand awareness dan brand images.

Indikator dari pengetahuan merek induk di dalam jurnal Barata (2007:69), yaitu :

a) Brand Awareness (kesadaran merek) : kesanggupan seorang konsumen untuk mengenali atau mengingat kembali bahwa suatu merek merupakan bagian dari kategori merek tertentu.

b) Brand Image (citra merek) : bagaimana suatu merek dipersepsikan oleh konsumen.


(30)

c) Brand Attitude (sikap merek) : sikap positif atau negatif dari konsumen terhadap suatu merek.

2.2.4 Perluasan Merek (Brand Extension)

Menurut Aaker (1991:208), perluasan merek adalah

Menurut Rangkuti (2002:113), perluasan merek adalah dimana perusahaan menggunakan merek yang sudah ada kepada produk baru yang akan diluncurkan.

penggunaan nama merek mapan dalam satu kelas produk untuk memasuki kelas produk lain.

Perluasan merek secara umum dapat dibedakan berdasarkan :

a) Perluasan lini (line extension). Artinya perusahaan membuat produk baru dengan menggunakan merek lama yang terdapat pada merek induk. Meskipun target market produk yang baru tersebut berbeda, tetapi kategori produknya sudah dilayani oleh merek induk (atau merek yang lama). Contohnya : Sunsilk, Head & Shoulder shampo mengeluarkan produk baru tetapi dengan flavor berbeda, ukuran, dan campuran bahan kimia yang berbeda untuk melayani pasar sasaran yang berbeda. Semua produk shampo tersebut tetap menggunakan satu merek asalnya (merek induk). b) Perluasan kategori (category extension). Artinya, perusahaan tetap

menggunakan merek induk yang lama untuk memasuki produk yang sama sekali berbeda dari yang dilayani oleh merek induk


(31)

sekarang. Contohnya, Astra Motor, Astra Kartu Credit, Astra Plantation, dan sebagainya.

Menurut Buell (1985:172), perluasan merek terjadi apabila :

1. Merek individual dikembangkan untuk menciptakan suatu merek kelompok.

2. Produk yang memiliki hubungan ditambahkan pada suatu merek kelompok yang ada.

3. Suatu merek individual atau kelompok, dikembangkan ke produk-produk yang tidak memiliki hubungan.

Menurut Aaker (1997:340), strategi perluasan merek membutuhkan tiga tahap, yaitu :

a) Mengidentifikasi asosiasi-asosiasi merek.

b) Mengidentifikasi produk-produk yang berkaitan dengan asosiasi-asosiasi tersebut.

c) Memiliki calon yang terbaik dan daftar produk tersebut untuk dilakukan uji konsep dan pengembangan produk baru.

Keunggulan & kelemahan perluasan merek menurut Rangkuti (2002:121). Keunggulan :

1. Mengurangi persepsi resiko ditolaknya produk tersebut oleh pelanggan.


(32)

3. Mengurangi biaya perkenalan produk baru serta program tindak lanjut pemasaran.

4. Mengurangi biaya pengembangan produk baru. 5. Meningkatkan efisiensi desain logo dan kemasan. 6. Menyediakan variasi pilihan produk kepada pelanggan. Kelemahan :

1. Dapat membingungkan pelanggan dalam memilih produk mana yang paling baik.

2. Jika perluasan merek dilakukan secara massal, merek tersebut menjadi tidak terkontrol dan mudah dipalsukan.

3. Menurunnya kekuatan merek, dikarenakan adanya kategori produk yang bermacam-macam, sehingga tidak memiliki identitas yang jelas.

4. Dapat merusak merek induk yang sudah ada.

2.2.4.1 Sikap Brand Extension

Menurut Allport (1956), sikap brand extension adalah suatu predisposisi yang dipelajari untuk merespon terhadap suatu obyek dalam rasa suka atau tidak suka.

Schifman dan Kanuk (2004) dalam Barata (2007:66), menyatakan bahwa dalam konteks perilaku konsumen, sikap adalah suatu kecenderungan pembelajaran untuk berperilaku secara konsisten untuk menyukai atau tidak menyukai sebuah obyek. Obyek dari sikap yang


(33)

berhubungan dengan konsep pemasaran antara lain adalah : produk, merek, kategori produk, posisi produk, jasa, iklan, dan harga.

Indikator – indikator yang digunakan untuk mengukur sikap brand extension (Barata, 2007:69) :

1) Kesukaan terhadap merek (Y1.1

Seberapa suka konsumen suka pada merek produk setelah adanya perluasan merek, yaitu merek tersebut mudah disukai, diminati dan menjadi merek favorit.

) :

2) Tanggapan terhadap merek (Y1.2

Tanggapan konsumen dalam membeli dan memakai produk dari suatu merek

) :

3) Keyakinan terhadap merek (Y1.3

Merupakan tingkat kepercayaan pada suatu merek ) :

2.2.5 Persepsi Kualitas (Perceived Quality)

Menurut Kotler (2000), kualitas adalah totalitas fitur dan karakteristik yang memampukan produk memuaskan kebutuhan yang dinyatakan maupun tidak dinyatakan.

Menurut Atma Jaya (2004:52), persepsi merupakan proses pengenalan, pemilihan, pengorganisasian, dan menginterpretasikan stimuli menjadi sesuatu yang bermakna.

Menurut Zeithaml (1998), mendefinisikan perceived quality sebagai gambaran umum dari penilaian konsumen tentang keunggulan


(34)

atau kesempurnaan dari suatu produk, dan dalam level tertentu dapat dibandingkan dengan atribut tertentu dari produk.

Cleand dan Bruno (1996) dalam Simamora (2002), memberikan tiga prinsip tentang perceived quality, yaitu :

1) Kualitas bersumber pada aspek produk dan bukan produk atau seluruh kebutuhan bukan harga (nonprice needs) yang dicari konsumen untuk memuaskan kebutuhannya.

2) Kualitas ada, kalau bisa masuk dalam persepsi konsumen. 3) Perceived Quality diukur secara relatif terhadap pesaing. Indikator dari persepsi kualitas, menurut Husein Umar (2002:37) dan Barata (2007:69) :

a. Performance : Berkaitan dengan aspek fungsional suatu barang dan merupakan karakteristik utama yang dipertimbangkan pelanggan dalam membeli barang tersebut.

b. Feature : Performansi yang berguna untuk menambah fungsi dasar, berkaitan dengan pilihan-pilihan produk dan pengembangannya.

c. Appearance : Menunjukkan desain, ukuran, kemasan pada suatu produk.


(35)

2.2.6 Inovasi (Innovativeness)

Menurut Engel, Blackwell, Miniard (2000:374), inovasi adalah ide atau produk apapun yang dirasakan oleh calon adopter sebagai sesuatu yang baru.

Menurut Assael (1995:673), suatu inovasi dapat berupa pengembangan teknologi pada produk baru atau modifikasi pada produk lama. Inovasi didefinisikan sebagai segala sesuatu produk, jasa, ide yang diterima oleh persepsi seseorang sebagai sesuatu yang baru (Setiadi, 2003:409).

Menurut Keller (2003) dalam Barata (2007:65), inovasi adalah produk atau merek baru yang dipersepsikan oleh konsumen sebagai produk atau merek yang modern atau up to date.

Jenis-jenis inovasi :

a) Inovasi terus menerus : modifikasi dari produk yang sudah ada dan bukan pembuatan produk yang baru sepenuhnya. Inovasi ini menimbulkan pengaruh yang paling tidak mengacaukan pola perilaku yang sudah mapan.

b) Inovasi terus menerus secara dinamis : melibatkan penciptaan produk baru atau perubahan produk yang sudah ada,

tetapi umumnya tidak mengubah pola yang sudah mapan dari kebiasaan belanja pelanggan dan pemakaian produk.


(36)

c) Inovasi terputus : Melibatkan pengenalan sebuah produk yang sepenuhnya baru yang menyebabkan pembeli mengubah secara signifikan pola perilaku.

Menurut Setiadi (2003:409), pada umumnya inovasi yang dilakukan perusahaan dapat berupa :

1. Inovasi kemasan : melakukan pembaharuan pada kemasan, namun isi tetap sama.

2. Inovasi produk : melakukan pengembangan produk baru, atas dasar produk yang sudah ada.

3. Inovasi tempat : melakukan pembaharuan tempat menjual produk atau memberikan layanan jasa agar lebih menarik.

Menurut Barata (2007:69), Inovasi (innovativeness) dapat diukur dengan menggunakan 3 indikator, yaitu :

a) Modern : Menghasilkan produk secara massal yang mengikuti kebutuhan konsumen.

b) Investasi Pengembangan : Ide atau kreatifitas dalam menciptakan dan mengembangkan macam (varian) produk yang lebih baik.

c) Uniqueness : Sisi keunikan yang dimiliki oleh suatu produk.

2.2.7 Intensi Membeli (Purchase Intention)

Menurut tricomponent attitude model (schiffman dan kanuk, 1994 ; dan Engel, Blackwell, Miniard, 1993), sikap terdiri atas tiga komponen :


(37)

kognitif (pengetahuan dan persepsi konsumen), afektif (emosi dan perasaan konsumen), dan konatif (tindakan atau perilaku konsumen). Dalam bidang pemasaran berkaitan dengan konsumen, conative biasanya diungkapkan dengan keinginan untuk membeli oleh konsumen.

Intensi membeli adalah tahap terakhir dari rangkaian proses keputusan pembelian konsumen, yang dimulai dari munculnya kebutuhan akan suatu produk atau merek (need arousal), dilanjutkan dengan pemrosesan informasi oleh konsumen (consumer information processing), selanjutnya konsumen akan mengevaluasi produk atau merek tersebut. Hasil evaluasi ini yang akhirnya memunculkan intensi untuk membeli, sebelum akhirnya konsumen benar-benar melakukan pembelian (Assael, 1992:61).

Pengetahuan akan intensi membeli dibutuhkan perusahaan untuk mengetahui intensi konsumen terhadap suatu produk maupun dalam memprediksi perilaku konsumen di masa mendatang.

Indikator – indikator dari intensi membeli menurut jurnal Barata (2007:69) :

a) Konsiderasi untuk membeli : Pertimbangan konsumen untuk melakukan pembelian.

b) Kemungkinan untuk membeli : Kemungkinan konsumen untuk membeli kembali dan memakai produk tersebut.


(38)

2.2.8 Pengaruh Pengetahuan Merek Induk terhadap Sikap Brand Extension

Logika yang mendasari adalah penularan kekuatan merek induk ke dalam produk baru yang akan diluncurkan. Karena merek induk sudah memiliki ekuitas dan mempunyai komunitas konsumen, pasar lebih siap untuk menerima produk baru dengan merek induk muncul di pasar, merek tersebut akan memicu jaringan memori untuk mengenalinya.

Menurut Magdalena (2004:244), salah satu faktor penentu keberhasilan suatu perluasan merek adalah kekuatan (ekuitas) merek induknya.

Untuk menentukan gambaran kualitas dari suatu brand extension secara umum, maka pengetahuan konsumen tentang darimana brand itu berasal dibutuhkan. Dalam kaitan ini apabila konsumen diminta untuk menentukan sikap terhadap brand extension maka dibutuhkan pengetahuan tentang merek induk (Broniarczyk dan Alba 1994, dalam Phang, 2004 dalam Barata, 2007: 68).

Menurut Aaker (1991) di dalam Durianto (2004:148) merek inti membantu perluasan, dimana merek inti mendukung merek-merek yang mengalami perluasan.

2.2.9 Pengaruh Persepsi Kualitas terhadap Sikap Brand Extension

Pada produk baru yang dikenalkan dengan menggunakan brand extension dari merek induk yang sebelumnya telah dikenal, perusahaan ingin mendapatkan persepsi kualitas yang baik dari konsumen. Hal ini


(39)

dapat dicapai karena konsumen diasumsikan telah mengetahui dengan baik dan memiliki informasi yang cukup tentang kualitas merek induk. Menurut Barata (2007:65) dan persepsi kecocokan yang tepat antara merek induk dengan extension nya, diharapkan konsumen juga mengevaluasi dan membentuk penilaian yang positif, yang berkaitan dengan kualitas produk, dari brand extension tersebut.

Menurut Durianto (2004:103), dalam hal ini perceived quality merupakan jaminan yang signifikan atas perluasan-perluasan merek tersebut.

Sedangkan menurut Zeithaml (1998) di dalam Barata (2007:68), persepsi kualitas adalah gambaran umum dari penilaian konsumen tentang keunggulan atau kesempurnaan dari suatu produk, penilaian konsumen tentang kualitas merek induk ini sendiri dapat mempengaruhi pandangannya terhadap brand extension nya.

2.2.10 Pengaruh Inovasi terhadap Sikap Brand Extension

Menurut Keller & Aaker (1997), menyatakan bahwa kampanye pemasaran yang difokuskan pada informasi tentang kemampuan inovasi dari suatu merek, akan berpengaruh pada persepsi konsumen, khususnya yang berkaitan dengan keahlian unik dari perusahaan (corporate expertise). Dan hal tersebut juga mempengaruhi evaluasi konsumen terhadap brand extension nya.


(40)

Karakteristik konsumen dalam bentuk sosialisasi dan komunikasi memoderasi hubungan inovasi konsumen dan penerimaan perluasan merek (Xie, 2007).

Seorang konsumen yang menyatakan kesediaan untuk mengadopsi produk baru juga harus menyatakan keinginan untuk pengalaman baru, yang memanifestasikan dirinya dalam bentuk penerimaan ide-ide baru, mengambil bagian dari layanan baru, dan mendapatkan barang berwujud yang baru (Hirschman, 1980 ; Ruvio, 2008).

2.2.11 Pengaruh Sikap Brand Extension terhadap Intensi Membeli

Setelah seorang konsumen melakukan evaluasi terhadap suatu merek atau produk maka selanjutnya konsumen akan memasuki tahap niat membeli. Menurut Barata (2007:69), dengan sikap yang lebih positif dari konsumen terhadap brand extension maka kemungkinan konsumen untuk berniat membeliproduk dengan merek itu akan semakin tinggi.

Dalam perluasan merek, apabila calon pembeli sudah mempunyai cukup informasi mengenai merek induk dan sudah membentuk persepsi mereka dan apabila persepsi tersebut, biasanya akan tertarik untuk membeli produk perluasan yang ditawarkan (Magdalena, 2004:253).


(41)

2.3 Kerangka Konseptual

Pengetahuan Merek Induk

(X1)

Persepsi Kualitas

(X2)

Inovasi (X3)

Sikap Brand Extension

(Y1)

Intensi Membeli


(42)

2.4 Hipotesis

Berdasarkan permasalahan yang dihadapi dan landasan teori yang telah diuraikan diatas, maka dapat dikemukakan hipotesis sebagai berikut :

a. Diduga pengetahuan merek induk berpengaruh signifikan positif terhadap sikap brand extension.

b. Diduga persepsi kualitas berpengaruh signifikan positif terhadap sikap brand extension.

c. Diduga inovasi berpengaruh signifikan positif terhadap sikap brand extension.

d. Diduga sikap brand extension berpengaruh signifikan positif terhadap intensi membeli.


(43)

31

3.1 Definisi Operasional dari Pengukuran Variabel 3.1.1 Definisi Operasional Variabel

Definisi pengukuran variabel penelitian adalah untuk memberikan petunjuk tentang bagaimana suatu variabel-variabel penelitian diukur. Variabel beserta definisi operasional yang digunakan dalam pembahasan penelitian ini adalah sebagai berikut :

A. Pengetahuan Merek Induk (X1

Pengetahuan merek induk adalah adanya informasi tentang produk merek Dove dalam ingatan konsumen.

Adapun indikator – indikator dari pengetahuan merek induk (Barata, 2007:69) :

)

1. Brand Awareness (X1.1

Dimana seorang konsumen sanggup mengenali atau mengingat produk merek Dove.

) :

2. Brand Image (X1.2

Persepsi atau keyakinan konsumen terhadap produk merek Dove.

) :

3. Brand Attitude (X1.3

Sikap positif atau negatif dari konsumen terhadap produk merek Dove.


(44)

B. Persepsi Kualitas (X2

Persepsi kualitas yaitu penilaian konsumen tentang keunggulan produk shampo Dove. Menurut Husein Umar (2002:37) dan Barata (2007:69), variabel persepsi kualitas dapat diukur dengan menggunakan indikator sebagai berikut :

)

1. Performance (X2.1

2. Features (X

) : Kinerja yang dihasilkan dari satu pembelian ke pembelian berikutnya.

2.2

3. Appearance (X

) : Keunggulan yang dimiliki oleh shampo merek Dove.

2.3

C. Inovasi (X

) : Menunjukkan desain, ukuran, kemasan pada produk shampo Dove.

3

Inovasi didefinisikan sebagai suatu ide baru yang diciptakan oleh Dove dalam bentuk produk shampo.

)

Menurut Barata (2007:69), inovasi (innovativeness) dapat diukur dengan menggunakan indikator sebagai berikut:

1. Modern (X3.1

2. Investasi Pengembangan (X

) : Produk shampo Dove yang dihasilkan secara massal mampu mengikuti kebutuhan konsumen.

3.2) : Ide atau kreatifitas

dalam menciptakan dan mengembangkan macam (varian) produk shampo Dove yang lebih baik.


(45)

3. Uniqueness (X3.3

D. Sikap Brand Extension (Y

) : Sisi keunikan yang dimiliki oleh shampo merek Dove.

1

Sikap brand extension adalah tanggapan atau respon konsumen terhadap produk perluasan merek yang dilakukan Dove.

)

Adapun indikator dari sikap brand extension menurut Barata (2007:69) adalah :

1. Kesukaan terhadap merek (Y1.1

Seberapa suka konsumen pada produk merek Dove setelah adanya perluasan merek, yaitu merek tersebut mudah disukai, diminati dan menjadi merek favorit.

) :

2. Tanggapan terhadap merek (Y1.2

Tanggapan konsumen dalam membeli dan memakai produk perluasan merek dari merek Dove.

) :

3. Keyakinan terhadap merek (Y1.3

Merupakan tingkat kepercayaan konsumen pada produk perluasan merek Dove.

) :

E. Intensi Membeli (Y2

Intensi membeli adalah tahap terakhir dari proses keputusan pembelian, sebelum akhirnya konsumen benar-benar melakukan pembelian shampo Dove.

)


(46)

1. Konsiderasi untuk membeli (Y2.1

Pertimbangan konsumen dalam melakukan pembelian shampo Dove.

) :

2. Kemungkinan untuk membeli (Y2.2

Kemungkinan konsumen untuk membeli kembali dan memakai produk shampo Dove tersebut.

) :

3.1.2 Pengukuran Variabel

Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala interval, dengan ukuran nilai 1-7. Nilai 1 menyatakan buruk dan nilai 7 menyatakan baik. Penggunaan skala interval dikarenakan skala interval tidak hanya mengelompokkan individu menurut kategori tertentu dan menentukan urutan kelompok, namun juga mengukur besaran (magnitude) perbedaan preferensi antar individu (Sekaran, 2006 : 18).

Sedangkan teknik pengukuran skala yang digunakan dalam penelitian ini untuk mengukur variabel adalah skala diferensial semantik (semantic differential scale). Penggunaan skala differensial semantik (semantic differential scale) karena skala ini dipakai untuk menilai sikap responden terhadap merek, iklan, objek, atau orang tertentu (Sekaran, 2006:32). Ketujuh skala yang dipakai dalam penelitian ini mengikuti pola sebagai berikut :

1 7

Sangat Sangat setuju


(47)

3.2 Teknik Penentuan Sampel 3.2.1 Populasi

Populasi mengacu pada keseluruhan kelompok orang, kejadian, atau hal minat yang ingin peneliti investigasi. Populasi dalam penelitian ini adalah konsumen yang membeli dan menggunakan shampo Dove di Giant Hypermarket Margorejo di Surabaya.

3.2.2 Sampel

Penelitian ini menggunakan teknik accidental sampling yaitu sebuah sampel non probabilitas yang secara tidak sengaja bertemu dengan peneliti dan sesuai dengan kriteria atau ciri-ciri karakteristik, dengan kriteria yaitu : konsumen perempuan Giant Hypermarket Margorejo di Surabaya dimana konsumen tersebut membeli dan menggunakan shampo merek Dove yang berusia diatas 17 tahun.

Penentuan sampel menggunakan pedoman Ferdinand (2002:48), yaitu : a) 100-200 sampel untuk teknik maximum Likelihood Estimation. b) Tergantung pada jumlah parameter yang diestimasi.

Pedomannya adalah 5-10 kali jumlah parameter yang diestimasi.

c) Tergantung pada jumlah indikator yang digunakan dalam seluruh variabel laten. Jumlah sampel adalah jumlah indikator dikali 5-10.


(48)

d) Bila sampelnya sangat besar maka peneliti dapat memilih teknik estimasi, misal bila sampel diatas 2500 teknik estimasi APF (Asymtotikally Distribution FresEstimation).

Bila terdapat 20 indikator, besarnya sampel adalah 100-200. Sedangkan jenis pengambilan sampel didasari oleh analisis SEM bahwa besarnya sampel yaitu 5-10 kali parameter yang diestimasi. Pada penelitian ini sebanyak 14 parameter yang diperoleh dari indikator - indikator penelitian yang diestimasi, sehingga besarnya sampel yang harus diperoleh adalah 130 responden (yang didapati dari 14 indikator x 9 parameter = 126 responden dibulatkan menjadi 130).

3.3 Teknik Pengumpulan Data 3.3.1 Jenis Data

a) Data Primer

Dalam penelitian ini data yang dipakai berupa data primer, yaitu data berupa kuesioner yang diberikan langsung kepada konsumen perempuan Giant Hypermarket Margorejo di Surabaya yang membeli dan menggunakan shampo merek Dove yang berusia diatas 17 tahun.

b) Data Sekunder

Data sekunder yaitu data yang diperoleh atau dikumpulkan dari sumber yang telah ada misalnya catatan atau dokumentasi perusahaan, publikasi, analisis industri oleh media, situs Web, Internet, dan sebagainya.


(49)

3.3.2 Sumber Data

a) Data penelitian ini diperoleh melalui jawaban responden melalui kuesioner (konsumen perempuan Giant Hypermarket Margorejo di Surabaya yang membeli dan menggunakan shampo Dove yang berusia diatas 17 tahun), yang merupakan jawaban atas permasalahan yang diteliti.

b) Diperoleh dari internet dan majalah yang ada hubungannya dengan merek Dove.

3.3.3 Pengumpulan Data a) Kuesioner

Merupakan daftar pertanyaan untuk memperoleh data berupa jawaban dan responden yang diberikan secara langsung kepada konsumen perempuan Giant Hypermarket Margorejo di Surabaya yang membeli dan menggunakan shampo merek Dove yang berusia diatas 17 tahun.

b) Wawancara

Metode dilakukan dengan mengadakan pengamatan langsung terhadap konsumen perempuan Giant Hypermarket Margorejo di Surabaya yang membeli dan menggunakan shampo merek Dove yang berusia diatas 17 tahun.

c) Dokumentasi


(50)

3.4 Teknik Analisis dan Pengujian Hipotesis 3.4.1 Teknik Analisis

Model yang digunakan untuk menganalisis data dalam penelitian ini adalah Structural Equation Model (SEM). Model pengukuran faktor sikap minat dan perilaku konsumen menggunakan Confirmatory Factor Analysis. Penaksiran pengaruh masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikatnya menggunakan koefisien jalur. Langkah-langkah dalam analisis SEM model pengukuran dengan contoh dimensi faktor pengetahuan merek induk dilakukan sebagai berikut :

X1.1

X

= λ1 Pengetahuan merek induk + er_1 1.2

X

= λ2 Pengetahuan merek induk + er_2

1.3

Bila persamaan dinyatakan dalam sebuah pengukuran model untuk diuji undimensionalitasnya melalui Confirmatory Factor Analysis. Maka model pengukuran dengan contoh faktor pengetahuan merek akan nampak sebagai berikut :

= λ3 Pengetahuan merek induk + er_3

Gambar 2 : Contoh Model Pengukuran Faktor Pengetahuan Merek Induk

Pengetahuan Merek Induk

(X1)

X1.1

X1.2

X1.3

Er_1

Er_2


(51)

Keterangan :

X1-1 Brand Awareness ( Kesadaran Merek ) :

Kemampuan konsumen mengingat salah satu iklan produk Dove yang ditayangkan di televisi.

X1-2 Brand Image ( Citra Merek ) :

Familiar / sering mendengar, melihat produk merek Dove. X1-3 Brand Attitude ( Sikap Merek ) :

Merupakan perilaku yang mencerminkan pengguna produk merek Dove.

Er_j error term X1j

3.4.2 Pengujian Hipotesis Asumsi

3.4.2.1Model (Structural Equation Modelling) a. Uji Normalitas Sebaran dan Linieritas

1. Normalitas dapat diuji dengan melihat gambar histogram data atau dapat diuji dengan metode-metode statistic.

2. Menggunakan Critical Ratio yang diperoleh dengan membagi koefisien samprl dengan standard errornya dan Skweness value yang biasanya disajikan dalam statistic deskriptif dimana nilai statistic untuk menguji normalitas itu disebut sebagai Z-value. Pada tingkat signifikan 1% jika nilai Z lebih besar dari nilai kritis, maka dapat diduga bahwa distribusi data adalah tidak normal.


(52)

4. Linieritas dengan mengamati scatterplots dari data yaitu dengan memilih pasangan data dan dilihat pola penyebarannya untuk menduga ada tidaknya linieritas.

b. Evaluasi atas Outlier

1. Mengamati nilai Z-score : ketentuannya diantara ± 3.0 non outlier.

2. Multivariate Outlier diuij dengan criteria jarak Mahalonobis

pada tingkat ρ < 0.001. Jarak diuji dengan Chi-Square (X²) pada df sebesar jumlah variabel bebasnya. Ketentuan : bila Mahalonobis > dari nilai X² adalah multivariate outlier.Outlier adalah observasi atau data yang memiliki karakteristik unik yang terlihat sangat berbeda jauh dari observasi-observasi lainnya dan muncul dalam bentuk nilai ekstrim untuk sebuah variabel tunggal atau variabel kombinasi (Hair, 1998).

c. Deteksi Multicollinierity dan Singularity

Deteksi dengan mengamati determinant matriks covarians. Dengan ketentuan apabila determinant sample matrix mendekati angka 0 (kecil), maka terjadi multikolinieriti dari singularitas (Tabachnick dan Fidell, 1998).

d. Uji Validitas dan Reliabilitas

Dimensi yang diukur melalui indicator-indikator dalam daftar pertanyaan perlu dilihat reliabilitasnya dan validitas, dalam hal ini dijelaskan sebagai berikut:


(53)

1) Uji Validitas

Validitas menyangkut tingkat akurasi yang dicapai oleh sebuah indicator dalam menilai sesuatu atau akuratnya pengukuran atas apa yang seharusnya diukur. Karena indikator multidimensi, maka uji validitas dari setiap latent variable / construct akan diuji dengan melihat loading factor dari hubungan antara setiap observed variable dan latent variabel.

2) Uji Realibilitas

Adalah ukuran mengenai konsistensi internal dari indikator-indikator sebuah konstruk yang menunjukkan derajat sampai dimana masing-masing indikator itu mengindikasikan sebuah konstruk yang umum. Sedangkan reliabilitas diuji dengan construct reliability dan variance extracted. Construct reliability dan Variance extracted dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Construct reliability = [ ∑ Standardize Loading]²

[ ∑ Standardize Loading]² + ∑ εj ] Variance Extracted = ∑ Standardize Loading²

∑ Standardize Loading² + εj

Sementara εj dapat dihitung dengan formula εj = 1 – [Standardize Loading]. Secara umum, nilai construct reliability yang dapat diterima adalah ≥ 0,7 dan variance extracted ≥ 0,5 (Hair et al,1998). Standardize Loading dapat diperoleh dari output AMOS


(54)

4,01, dengan melihat nilai estimasi setiap construct standardize regression weights terhadap setiap butir sebagai indikatornya.

3.4.3 Pengujian Hipotesis dan Hubungan Kausal

Pengaruh langsung (koefisien jalur) diamati dari bobot regresi terstandar, dengan pengujian signifikan pembanding nilai CR (Critical

Ratio) atau ρ (probability) yang sama dengan nilai t hitung. Apabila t

hitung lebih besar dari pada t tabel berarti signifikan.

3.4.4 Pengujian model dengan One-Step Approach

One-Step Approach to Structural Equation Modeling (SEM) digunakan untuk menguji model yang diajukan pada gambar 3.2. One-Step Approach digunakan untuk mengatasi masalah sampel data yang kecil jika dibandingkan dengan jumlah butir instrumentasi yang digunakan (Hartline & Ferrell, 1996) dan keakuratan realibilitas indikator-indikator terbaik dapat dicapai dalam One-Step Approach ini. One-Step Approach bertujuan untuk menghindari interaksi antara model pengukuran dan model structural pada Two-Step Approach (Hair et al, 1998). Sampel data dalam penelitian ini berjumlah 120, dan jumlah butir instrumentasi penelitian berjumlah 12 butir pertanyaan.

Yang dilakukan dalam One-Step Approach to SEM adalah estimasi terhadap measurement model dan estimasi terhadap structural model


(55)

(Anderson dan Gerbing, 1998). Cara yang dilakukan dalam menganalisis SEM dengan One-Step Approach adalah sebagai berikut:

1. Menjumlahkan skala butir-butir setiap konstruk menjadi indikator summed-scale bagi setiap kontrak. Jika terdapat skala berbeda setiap indikator tersebut distandardisasi [Z-scores] dengan mean = 0, deviasi standar = 1, yang bertujuan adalah untuk mengeliminasi pengaruh-pengaruh skala yang berbeda-beda tersebut (Hair et at, 1998).

2. Menetapkan error [ε] dan lamda [λ] terms, error terms dapat dihitung

dengan rumus 0,1 kali σ² dan lamda terms dengan rumus 0,95 kali σ (Anderson dan Gerbing, 1998). Perhitungan construct reliability [α]

telah dijelaskan pada bagian sebelumnya dan dviasi standar [σ] dapat dihitung dengan bantuan program aplikasi statistik SPSS. Setelah error

[ε] dan lamda [λ] terms diketahui skor-skor tersebut dimasukkan sebagai parameter fix pada analisis model pengukuran SEM.

3.4.5 Evaluasi Model

Hair et al, 1998 menjelaskan bahwa pola “confirmatiry” menunjukan prosedur yang dirancang untuk mengevaluasi utilitas hipotesis-hipotesis dengan pengujian fit antara model teoritis menggambarkan “good fit” dengan kata, maka model dianggap sebagai yang diperkuat. Sebaliknya suatu model toeritis tidak diperkuat jika teori tersebut mempunyai suatu “poor fit” dengan data. Amos dapat menguji apakah model “good fit” atau “poor fit”. Jadi “good fit” model yang diuji sangat penting dalam penggunaan structural equation modeling.


(56)

Pengujian terhadap model yang dikembangkan dengan berbagai criteria Goodness of Fit, yakni Chi-square, probability, RMSEA, GFI, TLI, AGFI, CMIN/DF. Apabila model awal tidak good fit dengan data maka model dikembangkan dengan pendekatan Two-Step Approach to SEM.

Tabel 3.1 Goodness of Fit Indices

Godness of Fit Index Keterangan Cut-Off Value

X²- Chi-square Menguji apakah covariance populasi yang di estimas sama dengan covariance sample (apakah model sesuai dengan data)

Diharapkan kecil 1 s.d 5 atau paling baik diantara 1dan 2

Probality Uji signifikan terhadap perbedaan matriks covariance dta dan matriks covariance yang diestimasi

Minimum 0,1 atau 0,2 atau ≥ 0,05

RMSEA Mengkompensasi kelemahan Chi-Square pada sampel besar

≤ 0,08

GFI Menghitung proporsi tertimbang varians dalam matriks sampel yang dijelaskan oleh matriks covarians populasi yang diestimasi (analog) dengan R² dalam regresi berganda

≥ 0,90

AGFI GFI yang disesuaikan terhadap DF

≥ 0.90

CMIN / DF Kesesuaian antara data dan model

≤ 2,00

TLI Pembandingan antara model yang diuji terhadap baseline model

≥ 0,95

CFI Uji kelayakan model yang tidak ensitive terhadap besarnya sampel dan kerumitan model

≥ 0,94

Sumber: Hair et al (1998) Keterangan:

1. X² CHI SQUARE STATISTIK

Alat uji paling fundamental untuk mengukur overall fit adalah likehood ratio chi-square ini bersifat sangat sensitive terhadap besarnya sampel


(57)

yang digunakan. Karenanya bila jumlah sampel cukup besar (lebih dari 200). Statistik chi-square ini harus didampingi oleh alat uji lain. Model yang diuji akan dipandang baik atau memuaskan bila nilai chi-squarenya rendah. Semakin kecil X² semakin baik model itu. Karena tujuan analisis adalah mengembangkan dan menguji sebuah model yang sesuai dengan data atau yang fit terhadap data, maka yang dibutuhkan justru sebuah nilai X² yang kecil dan signifikan.

X² bersifat sangat sensitive terhadap besarnya sampel yaitu terhadap sampel yang teralalu kecil maupun yang terlalu besar. Penggunaan chi-square hanya sesuai bila ukuran sampel antara 100-200, bila ukuran luar tentang itu, uji signifikan akan menjadi kurang reliable oleh karena itu pengujian ini perlu dilengkapi dengan uji yang lain.

2. RMSEA-THE ROOT MEAN SQUARE ERROR OF APPROXIMATION RMSEA adalah sebuah indeks yang dapat digunakan mengkompensasi chi-square statistik dalam sampel yang besar. Nilai RMSEA menunjukkan goodness-of-fit yang dapat diharapkan bila mode diestimasi alam populasi. Nilai RMSEA yang lebih kecil atau sama dengan 0,08 merupakan indeks untuk dapat diterimanya degress of freedom.

3. GFI = GOODNESS of FIT INDEKS

GFI adalah analog dari R dalam regresi berganda. Indeks kesesuaian ini akan menghitung proporsi terimbang dari varians dalam matriks covariance sampel yang dijelaskan oleh covariance matriks populasi yang terestimasi. GFI adalah sebuah ukuran non-statistika yang mempunyai


(58)

rentang nilai antara 0 (poor fit) sampai dengan 1,0 (perfect fit). Nilai yang tinggi dalam indeks ini menunjukkan sebuah “better fit”.

4. AGFI = ADJUST GOODNESS of FIT INDEX

AGFI = GFI/df tingkat penerimaan yang direkomendasikan adalah bila AGFI mempunyai nilai yang sama dengan atau lebih besar dari 0,09. GFI maupun AGFI adalah kriteria yang memperhitungkan proporsi tertimbang dari varians dalam sebuah matriks covariance sampel. Nilai sebesar 0,95 dapat diinterpretasikan sebagai tingkatan yang baik (good overall model fit) sedangkan besarnya nilai antara 0,09-0,95 menunjukkan tingkatan cukup (adequate fit).

5. CMIN / DF

Sebagai salah satu indikator untuk mengukur tingkat fitnya sebuah model. Dalam hal ini CMIN/DF tidak lain adalah statistik chi-square, X² dibagi Df-nya sehingga disebut X² relative. Nilai X² relative ≤ 2,0 atau bahkan ≤ 3,0 adalah indikasi dari acceptable fit antara model dan data. Nilai X² relative yang tinggi menandakan adanya perbedaan yang signifikan antara matriks covariance yang diobservasikan dan diestimasi.

6. TLI = TUCKER LEWIS INDEX

TLI adalah sebuah model yang diuji terhadap sebuah baseline model. Nilai yang direkomendasikan sebagai acuan untuk diterimanya sebuah model adalah penerimaan ≥ 0,95 dan nilai yang sangat mendekati 1 menunjukkan A Very Good Fit.


(59)

7. CFI = COMPERATIF FIT INDEX

Besaran indeks ini adalah pada rentang nilai sebesar 0-1, dimana semakin mendekati 1, mengidentifikasikan tingkat fit yang paling tinggi (A Very Good Fit). Nilai yang direkomendasikan adalah CFI > 0,95. Keunggulan dari indeks ini besarnya tidak dipengaruhi oleh ukuran sampel karena itu sangat baik untuk mengukur tingkat penerimaan sebuah model. Indeks CFI adalah identik dengan Relatif Non Indeks (RNI).


(60)

48 4.1 Deskripsi Obyek Penelitian 4.1.1 Sejarah Singkat Perusahaan

Bisnis pasar modern sudah cukup lama memasuki industri retail

Indonesia dan dengan cepat memperluas wilayahnya sampai ke pelosok daerah. Keberadaan mereka banyak menimbulkan pendapat pro dan kontra. Bagi sebagian konsumen pasar modern, keberadaan hypermarket, supermarket, dan mini market, memang memberikan alternatif belanja yang menarik. Selain menawarkan kenyamanan dan kualitas produk, harga yang mereka pasang juga cukup bersaing bahkan lebih murah dibanding pasar tradisional. Sebaliknya, keadaan semacam ini jelas membuat risau para retailer kecil.

PT Unilever Indonesia Tbk (perusahaan) didirikan pada 5 Desember 1933 sebagai Zeepkabrieken N.V. Lever dengan akta no. 33 yang dibuat oleh Tn A.H. Van Ophuijsen, notaris di Batavia. Akta ini disetujui oleh Gubernur Jenderal Van Negerlandsch-Indie dengan surat No. 14 pada tanggal 16 Desember 1933, terdaftar si Raad van Justitie di Batavia dengan No.302 pada tanggal 22 Desember 1933 dan diumukan dalam Javasche Courant pada tanggal 9 Januari 1934.

Dengan akta No. 171 yang dibuat oleh Notaris Ny. Kartini Mulyadi tertanggal 22 Juli 1980, nama perusahaan diubah menjadi PT Unilever


(61)

Indonesia. Dengan Akta no. 92 yang dibuat oleh notaris Tn. Mudofir Hadi, S.H. tertanggal 30 Juni 1997, nama perusahaan diubah menjadi PT Unilever Indonesia Tbk. Akta ini disetujui oleh Menteri Kehakiman dengan keputusan No. C2-1.049HT.01.04TH.98 tertanggal 23 Februari 1998 dan diumumkan di Berita Negara No. 2620 tanggal 15 Mei 1998.

Perusahaan mendaftarkan 15% dari sahamnya di Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya setelah memperoleh persetujuan dari Ketua Badan Pelaksana Pasar Modal (Bapepam) No. S1-009/PM/E1981 pada tanggal 16 November 1981.

Perusahaan ini bergerak dalam bidang produksi sabun, deterjen, margarin, minyak sayur, dan makanan yang terbuat dari susu, es krim, makanan dan minuman dari teh dan produk-produk kosmetik.

4.1.2 Lokasi Perusahaan

PT Unilever Indonesia mempunyai kantor pusat di Jakarta, tepatnya di Graha Unilever Jl. Gatot Subroto Kav. 15 No. 170 Jakarta. Selain itu PT. Unilever Indonesia juga mempunyai kantor cabang di Surabaya, tepatnya di Jl. Rungkut Industri IV no. 5-11 Surabaya, serta di Jl. Kawasan Industri Jaba Beka IX Kav. 01-29 Cikarang, Jawa Barat.

4.1.3. Struktur Organisasi

Sistem organisasi dalam Unilever adalah sistem organisasi tunggal karena hanya ada satu pucuk pimpinan tertinggi yaitu President Director (Pimpinan) di Jakarta. Dalam menjalankan perusahaan dibantu oleh


(62)

beberapa staff yang bertanggung jawab langsung ke Head Office yang berkedudukan di Jakarta. Fungsi-fungsi pokok dari tiap jabatan tersebut adalah sebagai berikut:

Gambar 3 : Struktur Organisasi PT. Unilever Indonesia Surabaya

• President Director (Pimpinan)

President Director berfungsi sebagai pimpinan tertinggi, penanggung jawab, mengawasi, membina hubungan dengan pegawai, menetapkan policy perusahaan dan mengkoordinir semua kegiatan di wilayah yang sudah ditetapkan. Tugasnya :

1. Menentukan kebijakan perusahaan ditingkat wilayah sebagai tindak lanjut dari kebijakan pusat.

2. Mengevaluasi hasil kerja perusahaan di wilayah Surabaya. • Head of Branch, Tugasnya:

1. Membantu pimpinan dalam melaksanakan fungsi pengawasan dan tugas lain yang diperlukan.

President Director Head of Branch Sales Administration

Marketing Communication

Direct Sales


(63)

2. Mewakili pimpinan dalam menjalankan tugas-tugas rutin perusahaan.

• Sales Administration

Bagian ini adalah bagian yang melaksanakan segala aktivitas yang berkenaan dengan administrasi penjualan, Tugasnya:

1. Menyimpan arsip yang berkaitan dengan direct sales. 2. Melayani semua kegiatan surat-menyurat.

3. Menindak lanjuti calon pelanggan yang perlu di prospek.

4. Memberikan informasi kepada direct sales calon-calon yang telah di approve menjadi pelanggan.

• Marketing Communication, Tugasnya:

1. Melakukan promosi produk melalui media baik media cetak maupun elektronik.

2. Membuat event-event promosi ditempat-tempat strategis. • Direct Sales

Pada bagian ini menangani semua aktivitas penjualan atau penyaluran barang dari perusahaan ke pelanggan korporas, Tugasnya:

1. Mencari dan memperluas daerah peamasaran atau penjualan produk. 2. Memelihara hubungan dengan pelanggan.

3. Mengirimkan produk sesuai pesanan pelanggan. 4. Memonitor pertumbuhan pelanggan.


(64)

• Customer Service

1. Memberikan pelayanan kepada pelanggan baik mengenai informasi-informasi produk, handling complain, menerima calon pelanggan, maupun melakukan penjualan produk.

2. Support galeri untuk kebutuhan produk, alat-alat pendukung kelancaran operasional galeri, dan solusi untuk complain yang tidak selesai ditempat.

3. Membantu kelancaran kinerja Marketing Communication dan Direct Sales dalam pemberian informasi proram-program perusahaan.

4.2 Deskripsi Hasil Penelitian 4.2.1 Penyebaran Responden

Kuesioner disebarkan untuk mendapatkan sampel dengan menggunakan accidental sampling yaitu sebuah sampel non probabilitas

yang secara tidak sengaja bertemu dengan peneliti berdasarkan ciri-ciri atau karakteristik yang sudah ditetapkan untuk mencapai tujuan atau maksud tertentu. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah konsumen perempuan Giant Hypermarket Margorejo di Surabaya yang membeli dan menggunakan shampo Dove yang berusia diatas 17 tahun. 4.2.2 Keadaan Responden

Data mengenai keadaan responden dapat diketahui melalui jawaban responden dari pertanyaan-pertanyaan yang diajukan di dalam


(65)

pertanyaan umum kuesioner yang telah diberikan. Dari jawaban-jawaban tersebut diketahui hal-hal sebagai berikut :

4.2.2.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia

Berdasarkan hasil penyebaran kuesioner kepada 130 orang responden diperoleh gambaran responden berdasarkan usia adalah sebagai berikut :

Tabel 4.2 : Jumlah Responden berdasarkan usia

Usia Jumlah Prosentase (%)

17-25 tahun 36 27,70

26-30 tahun 43 33,07

31-35 tahun 28 21,53

35 tahun keatas 23 17,70

Total 130 100

Sumber : Penyebaran Kuesioner

Dari tabel diatas dapat diketahui dari 130 responden, responden yang berusia 17-25 tahun sebanyak 36 responden (27,70%), usia 26-30 tahun sebanyak 43 responden (33,07%), usia 31-35 tahun sebanyak 28 responden (21.53%), dan usia 35 tahun keatas sebanyak 23 responden (17,70%).

4.2.3 Deskripsi Variabel Pengetahuan Merek Induk

Pengetahuan merek induk didefinisikan sebagai adanya informasi tentang merek dalam ingatan (memory) konsumen, beserta dengan asosiasi-asosiasi yang berkaitan dengan merek tersebut.

Berdasarkan hasil penyebaran kuesioner yang dilakukan kepada para responden yang berjumlah 130 orang, diperoleh jawaban dari kuesioner yang memenuhi persyaratan sebagai berikut :


(66)

Tabel 4.3 : Hasil Jawaban Responden Pertanyaan Variabel Pengetahuan Merek Induk (X1)

No Pertanyaan Skor Jawaban

Total

1 2 3 4 5 6 7

1 Produk dari merek Dove mudah diingat dan dikenali oleh konsumen

0 0 0 24 57 45 4 130

Persentase % 0 0 0 18,46 43,85 34,62 3,08 100% 2 Produk dari merek

Dove memiliki citra yang berbeda

dibandingkan dengan merek lainnya

0 0 0 18 37 59 16 130

Persentase % 0 0 0 13,85 28,46 45,38 12,31 100% 3 Produk dari merek

Dove sesuai dengan selera anda sehingga anda berkeinginan untuk membeli dan menggunakannya

0 0 0 9 48 48 25 130

Persentase % 0 0 0 6,92 36,92 36,92 19,23 100% Sumber : Hasil Penyebaran Kuesioner

Berdasarkan tabel di atas diketahui sebagai berikut:

1. Indikator pertama dari pengetahuan merek induk, yaitu produk dari merek Dove mudah diingat dan dikenali oleh konsumen, mendapatkan respon terbanyak pada skor 5 dengan jumlah responden 57 atau 43,85%, kemudian terbanyak kedua terdapat pada skor 6 dengan jumlah responden 45 atau 34,62%. Artinya, sebagian besar responden yang menjawab mendekati setuju sebanyak 57 responden atau 43,85%, kemudian yang menjawab setuju sebanyak 45 atau sebanyak 34,62%.

2. Indikator kedua dari pengetahuan merek induk, yaitu produk dari merek Dove memiliki citra yang berbeda dibandingkan dengan merek lainnya,


(67)

mendapatkan respon terbanyak pada skor 6 dengan jumlah responden 48 atau 36,92%, kemudian terbanyak kedua terdapat pada skor 5 dengan jumlah responden 37 atau 28,46%. Artinya, sebagian besar responden yang menjawab setuju sebanyak 48 responden atau 36,92%, kemudian yang menjawab mendekati setuju sebanyak 37 responden atau sebanyak 28,46%.

3. Indikator ketiga dari pengetahuan merek induk, yaitu produk dari merek Dove sesuai dengan selera anda sehingga anda berkeinginan untuk membeli dan menggunakannya, mendapatkan respon terbanyak pada skor 6 dengan jumlah responden 59 atau 45,38%, kemudian terbanyak kedua terdapat pada skor 7 dengan jumlah responden 25 atau 19,23%. Artinya, sebagian besar responden yang menjawab setuju sebanyak 59 responden atau 45,38%, kemudian yang menjawab sangat setuju sebanyak 25 atau sebanyak 19,23%.

4.2.4 Deskripsi Variabel Persepsi Kualitas

Persepsi kualitas didefinisikan sebagai gambaran umum dari penilaian konsumen tentang keunggulan atau kesempurnaan dari suatu produk, dan dalam level tertentu dapat dibandingkan dengan atribut tertentu dari produk.

Berdasarkan hasil penyebaran kuesioner yang dilakukan kepada para responden yang berjumlah 130 orang, diperoleh jawaban dari kuesioner yang memenuhi persyaratan sebagai berikut :


(68)

Tabel 4.4 : Hasil Jawaban Responden Pertanyaan Variabel Persepsi Kualitas (X2)

No Pertanyaan Skor Jawaban

Total

1 2 3 4 5 6 7

1 Shampo Dove mempunyai keistimewaan

dibandingkan dengan shampo merek lain.

0 0 0 26 45 47 12 130

Persentase % 0 0 0 20 34,62 36,15 9,23 100% 2 Varian atau jenis

produk shampo Dove memenuhi kebutuhan konsumen.

0 0 0 10 43 64 13 130

Persentase % 0 0 0 7,69 33,08 49,23 10 100% 3 Logo (kemasan)

produk dari shampo Dove mudah diingat

0 0 0 12 41 62 15 130

Persentase % 0 0 0 9,23 31,54 47,69 11,54 100% Sumber : Hasil Penyebaran Kuesioner

Berdasarkan tabel di atas diketahui sebagai berikut:

1. Indikator pertama dari persepsi kualitas, yaitu shampo Dove mempunyai keistimewaan dibandingkan dengan shampo merek lain, mendapatkan respon terbanyak pada skor 6 dengan jumlah responden 47 atau 36,15%, kemudian terbanyak kedua terdapat pada skor 5 dengan jumlah responden 45 atau 34,623%. Artinya, sebagian besar responden yang menjawab setuju sebanyak 47 responden atau 36,15%, kemudian yang menjawab ragu-ragu dengan skor 4 sebanyak 26 atau sebanyak 20%.

2. Indikator kedua dari persepsi kualitas, yaitu varian atau jenis produk shampo Dove memenuhi kebutuhan konsumen, mendapatkan respon terbanyak pada skor 6 dengan jumlah responden 64 atau 49,23%,


(69)

kemudian terbanyak kedua terdapat pada skor 5 dengan jumlah responden 43 atau 33,08%. Artinya, sebagian besar responden yang menjawab setuju sebanyak 64 responden atau 49,23%, kemudian yang menjawab sangat setuju sebanyak 13 atau sebanyak 10%.

3. Indikator ketiga dari persepsi kualitas, yaitu logo (kemasan) produk dari shampo Dove mudah diingat, mendapatkan respon terbanyak pada skor 6 dengan jumlah responden 62 atau 47,69%, kemudian terbanyak kedua terdapat pada skor 5 dengan jumlah responden 41 atau 31,54%. Artinya, seb agian besar responden yang menjawab setuju sebanyak 62 responden atau 47,69%.

4.2.5 Deskripsi Variabel Inovasi

Inovasi didefinisikan sebagai suatu gagasan baru yang diterapkan untuk memprakarsai atau memperbaiki suatu produk, proses atau jasa.

Berdasarkan hasil penyebaran kuesioner yang dilakukan kepada para responden yang berjumlah 130 orang, diperoleh jawaban dari kuesioner yang memenuhi persyaratan sebagai berikut :


(70)

Tabel 4.5 : Hasil Jawaban Responden Pertanyaan Variabel Inovasi (X3)

No Pertanyaan Skor Jawaban

Total

1 2 3 4 5 6 7

1 Produk shampo Dove yang dihasilkan secara massal dengan

teknologi yang canggih dan modern mengikuti kebutuhan konsumen saat ini

0 0 0 7 42 62 19 130

Persentase % 0 0 0 5,38 32,31 47,69 14,62 100% 2 Ide dalam

menciptakan dan mengembangkan macam (varian), membuat shampo Dove menjadi lebih baik untuk dikonsumsi

0 0 0 12 38 56 24 130

Persentase % 0 0 0 9,23 29,23 43,08 18,46 100% 3 Shampo merek Dove

adalah shampo yang memiliki keunikan karena merupakan shampo yang pertama kali mengandung ¼ moisturizer.

0 0 0 6 36 60 28 130

Persentase % 0 0 0 4,62 27,69 46,15 21,54 100% Sumber : Hasil Penyebaran Kuesioner

Berdasarkan tabel di atas diketahui sebagai berikut:

1. Indikator pertama dari inovasi, yaitu produk shampo Dove yang dihasilkan secara massal dengan teknologi yang canggih dan modern mengikuti kebutuhan konsumen saat ini, mendapatkan respon terbanyak pada skor 6 dengan jumlah responden 62 atau 47,69%, kemudian terbanyak kedua terdapat pada skor 5 dengan jumlah responden 42 atau 32,31%. Artinya,


(71)

sebagian besar responden yang menjawab setuju sebanyak 62 responden atau 47,69%.

2. Indikator kedua dari inovasi, yaitu ide dalam menciptakan dan mengembangkan macam (varian), membuat shampo Dove menjadi lebih baik untuk dikonsumsi, mendapatkan respon terbanyak pada skor 6 dengan jumlah responden 56 atau 43,08%, kemudian terbanyak kedua terdapat pada skor 5 dengan jumlah responden 38 atau 29,23%. Artinya, sebagian besar responden yang menjawab setuju sebanyak 56 responden atau 43,08%. Kemudian yang menjawab sangat setuju dengan skor 7 sebanyak 24 responden atau 18,46%.

3. Indikator ketiga dari inovasi, yaitu shampo merek Dove adalah shampo yang memiliki keunikan karena merupakan shampo yang pertama kali mengandung ¼ moisturizer, mendapatkan respon terbanyak pada skor 6 dengan jumlah responden 60 atau 46,15%, kemudian terbanyak kedua terdapat pada skor 5 dengan jumlah responden 36 atau 27,69%. Artinya, sebagian besar responden yang menjawab setuju sebanyak 60 responden atau 46,15%. Kemudian yang menjawab sangat setuju sebanyak 28 responden atau 21,54%.

4.2.6 Deskripsi Variabel Sikap Brand Extension

Sikap Brand Extension didefinisikan sebagai suatu kecenderungan pembelajaran untuk berperilaku secara konsisten untuk menyukai atau tidak menyukai sebuah obyek baru dalam kategori perluasan merek.


(72)

Berdasarkan hasil penyebaran kuesioner yang dilakukan kepada para responden yang berjumlah 130 orang, diperoleh jawaban dari kuesioner yang memenuhi persyaratan sebagai berikut :

Tabel 4.6 : Hasil Jawaban Responden Pertanyaan Variabel Sikap Brand Extension (Y1)

No Pertanyaan Skor Jawaban

Total

1 2 3 4 5 6 7

1 Anda menyukai produk dari shampo Dove

0 0 0 9 37 52 32 130

Persentase % 0 0 0 6,92 28,46 40 24,62 100% 2 Produk dari

shampo Dove yang mengandung ¼ mosturizer mempunyai ciri khas tersendiri.

0 0 0 6 33 64 27 130

Persentase % 0 0 0 4,62 25,38 49,23 20,77 100% 3 Shampo Dove

mampu memberikan keyakinan bahwa produk shampo Dove lebih baik daripada merek lain

0 0 0 4 38 64 24 130

Persentase % 0 0 0 3,08 29,23 49,23 18,46 100% Sumber : Hasil Penyebaran Kuesioner

Berdasarkan tabel di atas diketahui sebagai berikut:

1. Indikator pertama dari sikap brand extension yaitu anda menyukai produk dari shampo Dove, mendapatkan respon terbanyak pada skor 6 dengan jumlah responden 52 atau 40%, kemudian terbanyak kedua terdapat pada skor 5 dengan jumlah responden 37 atau 28,46%. Artinya, sebagian besar responden yang menjawab setuju sebanyak 52 responden atau 47,69%.


(1)

78

dari konsumen terhadap brand extension maka kemungkinan konsumen untuk berniat membeli produk dengan merek itu akan semakin tinggi.

Hal ini sesuai dengan pernyataan yang dikemukakan oleh

Dalam perluasan merek, apabila calon pembeli sudah mempunyai cukup informasi mengenai merek induk dan sudah membentuk persepsi mereka dan apabila persepsi tersebut, biasanya akan tertarik untuk membeli produk perluasan yang ditawarkan (Magdalena, 2004:253).

Barata (2007:69), dengan sikap yang lebih positif dari konsumen terhadap brand extension maka kemungkinan konsumen untuk berniat membeli produk dengan merek itu akan semakin tinggi.

Apabila tercipta pengetahuan merek induk, persepsi kualitas dan inovasi terhadap sikap brand extension yang positif maka hal tersebut akan dapat memberikan keuntungan bagi produk Dove. Ketika konsumen merasa bahwa pengetahuan merek induk, persepsi kualitas dan inovasi yang diberikan produk shampo Dove adalah bagus sehingga konsumen dari produk shampo Dove Hair Teraphy System tersebut dapat memberikan respon yang positif, maka konsumen akan bersedia untuk semakin loyal. Konsumen akan cenderung meningkatkan intensi membeli produk shampo Dove untuk memenuhi kebutuhan dan keinginannya.


(2)

79 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengujian dengan menggunakan analisis SEM maka kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan hasil penelitian ini adalah :

1. Pengetahuan merek induk berpengaruh positif tidak signifikan terhadap sikap brand extension.

2. Persepsi Kualitas berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap sikap brand extension.

3. Inovasi berpengaruh positif signifikan terhadap sikap brand extension.

4. Sikap brand extension berpengaruh positif signifikan terhadap intensi membeli.

5.2. Saran

Sebagai implikasi dari hasil penelitian ini dapat dikemukakan beberapa saran yang dapat dipertimbangkan atau dimanfaatkan sebagai bahan dalam pengambilan keputusan, antara lain sebagai berikut :

1. Bagi pihak perusahaan

Diharapkan perusahaan hendaknya, lebih meningkatkan inovasi dan brand extension produk shampo Dove sehingga mampu memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen dan mampu menghadapi persaingan global.


(3)

80

2. Bagi peneliti selanjutnya

Penelitian yang dilakukan saat ini, hanya menganalisis pengaruh pengetahuan merek induk, persepsi kualitas, dan inovasi terhadap sikap brand extension dan intensi membeli. Peneliti mengharapkan agar, di masa yang akan datang, untuk penelitian selanjutnya menambah variabel yang ada hubungannya dengan brand extension dan intensi membeli.


(4)

Daftar Pustaka

Aaker, David A. 1991, Building Strong Brands. Penerbit The Free Press, New York.

Aaker, David A. 1996, Managing Brand Equity : Capitalizing on the Value of a Brand Name. Penerbit The Free Press, New York.

Aaker, Jennifer L, 1997, “Dimensions of Brand Personality”, Journal of Marketing Research, Aug 2007, ABI/INFORM Global, page 347.

Anderson, J.C. and D.W. Gerbing, 1988. Structural Equation Modeling in Practice : A Review and Recommended Two-Step Approach, Psycological Bulletin. 103 (3) : 411-23

Assael, Henry, 1992, Consumer Behaviour and Marketing Action. Penerbit PWS-KENT Publishing Company, Boston.

Barata, Dion Dewa, 2007, “Pengaruh Penggunaan Brand Extension pada Intensi Membeli”, Derema Jurnal Manajemen. Vol.2 No.1, hal 63-77.

Bentler, P.M. and C.P. Chou, 1987. Practical Issue in Structural Modeling, Sociological Methods and Research. 16 (1) : 78-117

Bottomley, Paul A, dan Holden, Stephen J.S, 2001, “Do We Really Know How Consumers Evaluate Brand Extensions? Empirical Generalizations Based on Secondary Analysis of Eight Studies”, Journal of Marketing Research, Vol. XXXVIII, 494-500.

Cowart, Fox, Wilson, 2008, “A Structural Look at Consumer Innovativeness and Self-Congruence in New Product Purchase”, Journal Psychology and Marketing, Vol. 25, 1111-1130.

East, Robert, 1997, Consumer Behaviour : Advance and Applications in Marketing. Penerbit Prentice Hall, London.

Engel, Blackwell, Miniard, 1990, Perilaku Konsumen. Edisi Keenam. Penerbit The Dryden Press Hardcourt Brace College Publisher, Fourth Worth.


(5)

Engel, Blackwell, Miniard, 1995, Consumer Behaviour. Eight Edition. Penerbit The Dryden Press Hardcourt Brace College Publisher, Fourth Worth.

Ferdinand, Augusty [2002], Structural Equation Modeling Dalam Penelitian Manajemen, Penerbit BP Undip, Semarang.

Ferrinadewi & Dermawan, 2004, Perilaku Konsumen : Analisis Model Keputusan. Universitas Atma Jaya, Jogjakarta.

Hair, J.F. et. al. [1998], Multivariate Data Analysis, Fifth Edition, Prentice-Hall International, Inc., New Jersey.

Hartline, Michael D. and O.C. Ferrell [1996], “The Management of Customer-Contact Service Employees : An Empirical Investigation”, Journal of Marketing. 60 (4) : 52-70.

Umar, Husein, 2000, Riset Pemasaran & Perilaku Konsumen. Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Keller, Kevin Lane, dan Aaker, David A, 1992, “The Effects of Sequential Introduction of Brand Extensions”, Journal of Marketing Research, Vol.XXIX, 35-50.

Keller, Kevin Lane, 2003, Strategic Brand Management : Building, Measuring, and Managing Brand Equity. Prentice Hall Pearson Education International.

Magdalena, Sutanto, 2004, “Studi Mengenai Pengembangan Merek Ekstensi (Studi Kasus Produk Merek Sharp di Surabaya)”, Jurnal Sains Pemasaran Indonesia.

Purwanto, BM, 2003. Does Gender Moderate the Effect of Role Stress on Salesperson's Internal States and Performance ? An Application of Multigroup Structural Equation Modeling [MSEM], Jurnal Manajemen, Akuntansi dan Ekonomi Pembangunan, Bulletin Ekonomi FE UPN "Veteran" Yogyakarta. 6 (8) : 1-20

Rangkuti, Freddy, 2002, The Power of Brands : Teknik Mengelola Brand Equity dan Strategi Pengembangan Merek + Analisis Kasus dengan SPSS. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Riduwan, 2004, Metode & Teknik Menyusun Tesis. Alfabeta, Bandung.

Santosa, Eric, 2004, “Difusi Produk Baru : Hubungan Antara Kemampuan Berinovasi (Innovativeness), Kepemimpinan Opini (Opinion Leader), Mencari


(6)

Tahu/Belajar, dan Resiko Teramati (Perceived Risk)”, Jurnal Bisnis & Ekonomi, Vol.11, No.1, Hal 95-100.

Schiffman & Kanuk, 2005, Consumer Behaviour. Edition 3. Penerbit Pearson Education, Australia.

Setiadi, Nugroho J., 2003, Perilaku Konsumen : Konsep dan Implikasi untuk Strategi dan Penelitian Pemasaran. Penerbit Prenada Media, Jakarta.

Simamora, Bilson, 2002, Consumer Behaviour. Edition 3. Penerbit Pearson Education, Australia.

Tabachnick B.G. and Fidel, L.S., 1996, Using Multivariate Statistics, Third Edition, Harper Collins College Publisher, New York.

Xie, Yu Henry, 2007, “Consumer Innovativeness and Acceptance Brand Extensions”, Journal American Marketing Association.


Dokumen yang terkait

Pengaruh strategi brand extension terhadap intensi membeli konsumen: studi kasus pemakaian brand extension Lifebuoy untuk sampul

1 81 146

PENGARUH FREQUENCY CONTINUITY PROGRAMS TERHADAP KEPUASAN PELANGGAN PADA PRODUK KOPI ABC : Survei pada Konsumen Kopi ABC di Giant Hypermarket Jalan Dr. Djunjunan Bandung.

0 0 67

Pengaruh Faktor-faktor Kesuksesan Brand Extension terhadap Intensi Membeli Konsumen pada Sampo Lifebuoy.

1 3 27

PENGARUH PESAN IKLAN MELALUI SIKAP KONSUMEN DAN DAMPAKNYA PADA MINAT BELI KONSUMEN MINUMAN ISOTONIK MIZONE (Studi Pada Giant Hypermarket Diponegoro Surabaya).

0 0 80

ANALISIS PENGETAHUAN MEREK INDUK DAN PERSEPSI KUALITAS TERHADAP SIKAP BRAND EXTENSION PADA MINAT BELI SHAMPOO DOVE DI GADING INDAH SWALAYAN MOJOKERTO.

0 1 97

PENGARUH PENGETAHUAN MEREK INDUK DAN PERSEPSI KUALITAS TERHADAP SIKAP BRAND EXTENSION DAN DAMPAKNYA PADA INTENSI MEMBELI PRODUK KECAP SEDAAP DI SURABAYA.

0 5 82

PENGARUH PERSEPSI KONSUMEN ATAS PERLUASAN MEREK TERHADAP CITRA MEREK INDUK (Pada Konsumen Merek Dove Di Surabaya) Repository - UNAIR REPOSITORY

0 0 132

PENGARUH PENGETAHUAN MEREK INDUK DAN PERSEPSI KUALITAS TERHADAP SIKAP BRAND EXTENSION DAN DAMPAKNYA PADA INTENSI MEMBELI PRODUK KECAP SEDAAP DI SURABAYA SKRIPSI

0 0 24

PENGARUH PENGETAHUAN MEREK INDUK, PERSEPSI KUALITAS, DAN INOVASI TERHADAP SIKAP BRAND EXTENSION DAN INTENSI MEMBELI SHAMPO DOVE HAIR THERAPY SYSTEM SERIES ( Studi Pada Konsumen Giant Hypermarket Margorejo di Surabaya )

0 0 19

SKRIPSI ANALISIS PENGETAHUAN MEREK INDUK DAN PERSEPSI KUALITAS TERHADAP SIKAP BRAND EXTENSION PADA MINAT BELI SHAMPOO DOVE DI GADING INDAH SWALAYAN MOJOKERTO

0 0 24