Kalimat dalam karangan narasi guru Sekolah Dasar (SD) di Lingkungan YPPK Maybrat Keuskupan Manokwari, Papua, tahun 2014.

(1)

ABSTRAK

Marwati, Cicilia Ariza Ratna. 2015. Kalimat dalam Karangan Narasi Guru

Sekolah Dasar (SD) di Lingkungan YPPK Maybrat Keuskupan Manokwari, Papua. Skripsi. PBSI.Yogyakarta : USD

Penelitian ini membahas mengenai jenis kalimat yang digunakan guru SD di lingkuangan YPPK Maybrat Keuskupan Manokwari, Papua. Tujuan dari penelitian ini adalah mendeskripsikan jenis kalimat yang digunakan guru SD di Lingkungan YPPK Maybrat, Keuskupan Manokwari, Papua dalam membuat karangan narasi, jika ditinjau berdasarkan (1) bentuk, (2) makna, dan (3) sudut pandang „sumber‟ atau „sasaran‟.

Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Subjek penelitian ini adalah guru SD di lingkungan YPPK Maybrat Keuskupan Manokwari, Papua yang berjumlah sembilanbelas orang. Kesembilanbelas guru tersebut diminta untuk membuat karangan narasi sederhana berdasarkan gambar seri yang bertema aktivitas sehari-hari. Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan membaca dan mengamati secara teliti karangan guru yang terkumpul. Analisis data dilakukan dengan beberapa langkah yaitu, (1) mengelompokan jenis kalimat yang ditinjau dari tiga sudut yaitu bentuk, makna dan sudut pandang „sumber‟ atau „sasaran‟. (2) menghitung jumlah kalimat yang ada dalam seluruh karangan guru (3) menghitung jumlah kalimat yang telah dikategorikan berdasarkan bentuk makna, dan sudut pandang „sumber‟ atau „sasaran‟ (4) mengintepretasikan data yang telah dihitung untuk memperolah deskripsi penggunaan kalimat.

Hasil penelitian yaitu, (1) Berdasarkan Bentuk, guru SD di lingkungan YPPK Maybrat Keuskupan Manokwari,Papua menggunakan kalimat majemuk dan kalimat tunggal. Kalimat tunggal yang digunakan ada tiga jenis yaitu kalimat tunggal dengan predikat frasa nominal, kalimat tunggal dengan predikat frasa verbal, dan kalimat tunggal dengan predikat frasa depan. Sementara itu, kalimat mejemuk yang digunakan ada tiga yaitu majemuk setara, kalimat majemuk bertingkat, dan majemuk campuran. (2) Jenis kalimat yang digunakan berdasakan makna adalah kalimat berita, kalimat tanya, dan kalimat emfatik. (3) Kalimat yang digunakan berdasarkan sudut pendang „sumber‟ atau „sasaran‟ adalah kalimat aktif dan kalimat pasif. Jenis kalimat aktif yang diguanakan adalah kalimat aktif intransitif, kalimat aktif semitranstif, dan kalimat aktif ekatransitif.Sementara itu, kalimat pasif yang diguakan adalah jenis kalimat pasif Tipe 1 (Kalimat dengan verba berimbuhan di-) dan kalimat pasif Tipe 3 (Kalimat pasif dengan verba berimbuhan ter-, ke-an, dan barawalan kata kena).

Kata Kunci: guru SD Di lingkungan YPPK Maybrat Keuskupan Manokwari, Papua, jenis kalimat berdasarkan bentuk, Jenis Kalimat berdasarkan makna, Jenis Kalimat berdasarkan sudut pandang „sumber‟ atau „sasaran‟.


(2)

ABSTRACT

Marwati, Cicilia Ariza Ratna. 2015. The Sentence in Narrative Essay of

Elementary School Teacher of YPPK Maybrat, Manokwari Diocese, Papua. Thesis. PBSI. Yogyakarta: Sanata Dharma University

This research discussed about type of sentences uttered by elementary school teacher of YPPK Maybrat, Manokwari diocese, Papua. It aimed to describe type of sentences uttered by elementary school teacher of YPPK Maybrat, Manokwari diocese, Papua in arranging narrative essay based on the (1) form, (2) meaning, and (3) subjects‟ point of view.

This research was classified as descriptive-qualitative research. The subjects of this research were nineteen elementary school teachers of YPPK Maybrat, Manokwari diocese, Papua. Those teachers were asked to arrange simple narrative essay based on serial pictures themed “daily activities”. This would have been the data of this research. The researcher gathered all nineteen data by reading and observing all arranged essay thoroughly. The data then was analyzed by doing some steps: (1) classifying sentences observed from three groups (forms, meaning, and subjects‟ point of view), (2) counting sentences‟ amount in every essay, (3) counting sentences‟ amount which had been classified into three groups (forms, meaning, and subjects‟ point of view), (4) interpreting the counted data to obtain description of uttered sentence.

From the result, the researcher established the conclusion in three statements. (1) Based on the form, the elementary school teachers of YPPK Maybrat, Manokwari diocese, Papua used simple and compound sentences. The used simple sentences contained simple sentence with nominal phrase verb, verbal phrase verb, and front phrase verb. Besides, the used compound sentences consisted of simple compound sentence, complex compound sentence, and blended compound sentence. (2) Based on the meaning, the used sentences types were statements, interrogative, and emphatic sentences. (3) Based on the subjects‟ point of view, there were active and passive sentence. In active sentences, they were classified into active-intransitive, active-semi-transitive, and single-object-transitive. Meanwhile, in passive one, the used sentence was passive sentence type one (verb is added by di- prefix) and passive sentence type three (verb is added by several type of suffixes such as ter-, ke-an, and with kena word preceding the verb).

Keyword: sentence based on form, sentence based on meaning, sentence based on subject‟s point of view, the elementary school teachers of YPPK Maybrat, Manokwari diocese, Papua.


(3)

KALIMAT DALAM KARANGAN NARASI

GURU SEKOLAH DASAR (SD) DI LINGKUNGAN YPPK MAYBRAT KEUSKUPAN MANOKWARI, PAPUA, TAHUN 2014

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia

Oleh:

CICILIA ARIZA RATNA MARWATI NIM: 111224019

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2015


(4)

i

KALIMAT DALAM KARANGAN NARASI

GURU SEKOLAH DASAR (SD) DI LINGKUNGAN YPPK MAYBRAT KEUSKUPAN MANOKWARI, PAPUA, TAHUN 2014

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia

Oleh:

CICILIA ARIZA RATNA MARWATI NIM: 111224019

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2015


(5)

(6)

(7)

iv

PERSEMBAHAN

Karya ini kupersembahkan untuk:

1. Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria yang selalu menyertai dalam perjalanan hidupku.

2. Kedua orangtuaku, Chritiana Tukilah dan F.X Mursidi yang senantiasa mendoakan dan mendampingiku.

3. Adikku Yohanes Agung Wahyu Nugroho yang selalu mendukungku. 4. Prodi PBSI Universitas Sanata Dharma sebagi tempat untuk menuntut

ilmu.

5. Teman-temanku terkasih Caecilia Nurista Syahdu Hening, Priska Nawangwulan, Saferine Yunanda, dan Gabriele Rini Dwisulandi, Cicilia Kristiani, Erlin Advarovi, Fitriana Rahmawati dan Mikael Elang Parikesit, S.T yang selalu mengingatkan dan mendukungku.


(8)

v

MOTO

1. Impian tidak akan terwujud dengan sendirinya. Harus segera bangun dan mewujudkannya. Hidup adalah belajar. Belajar bersyukur meski tak cukup.

2. Kau membutuhkan kekuatan, hanya saat kau ingin melakukan sesuatu yang berat. Selain itu, cinta sudah cukup untuk

melakukan semuanya. - Charlie Chaplin-

3. Kesalahan terburuk adalah ketika tidak percaya dengan kemampuan diri anda sendiri.


(9)

(10)

(11)

viii ABSTRAK

Marwati, Cicilia Ariza Ratna. 2015. Kalimat dalam Karangan Narasi Guru

Sekolah Dasar (SD) di Lingkungan YPPK Maybrat Keuskupan Manokwari, Papua. Skripsi. PBSI.Yogyakarta : USD

Penelitian ini membahas mengenai jenis kalimat yang digunakan guru SD di lingkuangan YPPK Maybrat Keuskupan Manokwari, Papua. Tujuan dari penelitian ini adalah mendeskripsikan jenis kalimat yang digunakan guru SD di Lingkungan YPPK Maybrat, Keuskupan Manokwari, Papua dalam membuat karangan narasi, jika ditinjau berdasarkan (1) bentuk, (2) makna, dan (3) sudut pandang „sumber‟ atau „sasaran‟.

Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Subjek penelitian ini adalah guru SD di lingkungan YPPK Maybrat Keuskupan Manokwari, Papua yang berjumlah sembilanbelas orang. Kesembilanbelas guru tersebut diminta untuk membuat karangan narasi sederhana berdasarkan gambar seri yang bertema aktivitas sehari-hari. Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan membaca dan mengamati secara teliti karangan guru yang terkumpul. Analisis data dilakukan dengan beberapa langkah yaitu, (1) mengelompokan jenis kalimat yang ditinjau dari tiga sudut yaitu bentuk, makna dan sudut pandang „sumber‟ atau „sasaran‟. (2) menghitung jumlah kalimat yang ada dalam seluruh karangan guru (3) menghitung jumlah kalimat yang telah dikategorikan berdasarkan bentuk makna, dan sudut pandang „sumber‟ atau „sasaran‟ (4) mengintepretasikan data yang telah dihitung untuk memperolah deskripsi penggunaan kalimat.

Hasil penelitian yaitu, (1) Berdasarkan Bentuk, guru SD di lingkungan YPPK Maybrat Keuskupan Manokwari,Papua menggunakan kalimat majemuk dan kalimat tunggal. Kalimat tunggal yang digunakan ada tiga jenis yaitu kalimat tunggal dengan predikat frasa nominal, kalimat tunggal dengan predikat frasa verbal, dan kalimat tunggal dengan predikat frasa depan. Sementara itu, kalimat mejemuk yang digunakan ada tiga yaitu majemuk setara, kalimat majemuk bertingkat, dan majemuk campuran. (2) Jenis kalimat yang digunakan berdasakan makna adalah kalimat berita, kalimat tanya, dan kalimat emfatik. (3) Kalimat yang digunakan berdasarkan sudut pendang „sumber‟ atau „sasaran‟ adalah kalimat aktif dan kalimat pasif. Jenis kalimat aktif yang diguanakan adalah kalimat aktif intransitif, kalimat aktif semitranstif, dan kalimat aktif ekatransitif.Sementara itu, kalimat pasif yang diguakan adalah jenis kalimat pasif Tipe 1 (Kalimat dengan verba berimbuhan di-) dan kalimat pasif Tipe 3 (Kalimat pasif dengan verba berimbuhan ter-, ke-an, dan barawalan kata kena).

Kata Kunci: guru SD Di lingkungan YPPK Maybrat Keuskupan Manokwari, Papua, jenis kalimat berdasarkan bentuk, Jenis Kalimat berdasarkan makna, Jenis Kalimat berdasarkan sudut pandang „sumber‟ atau „sasaran‟.


(12)

ix

ABSTRACT

Marwati, Cicilia Ariza Ratna. 2015. The Sentence in Narrative Essay of

Elementary School Teacher of YPPK Maybrat, Manokwari Diocese, Papua. Thesis. PBSI. Yogyakarta: Sanata Dharma University

This research discussed about type of sentences uttered by elementary school teacher of YPPK Maybrat, Manokwari diocese, Papua. It aimed to describe type of sentences uttered by elementary school teacher of YPPK Maybrat, Manokwari diocese, Papua in arranging narrative essay based on the (1) form, (2) meaning, and (3) subjects‟ point of view.

This research was classified as descriptive-qualitative research. The subjects of this research were nineteen elementary school teachers of YPPK Maybrat, Manokwari diocese, Papua. Those teachers were asked to arrange simple narrative essay based on serial pictures themed “daily activities”. This would have been the data of this research. The researcher gathered all nineteen data by reading and observing all arranged essay thoroughly. The data then was analyzed by doing some steps: (1) classifying sentences observed from three groups (forms, meaning, and subjects‟ point of view), (2) counting sentences‟ amount in every essay, (3) counting sentences‟ amount which had been classified into three groups (forms, meaning, and subjects‟ point of view), (4) interpreting the counted data to obtain description of uttered sentence.

From the result, the researcher established the conclusion in three statements. (1) Based on the form, the elementary school teachers of YPPK Maybrat, Manokwari diocese, Papua used simple and compound sentences. The used simple sentences contained simple sentence with nominal phrase verb, verbal phrase verb, and front phrase verb. Besides, the used compound sentences consisted of simple compound sentence, complex compound sentence, and blended compound sentence. (2) Based on the meaning, the used sentences types were statements, interrogative, and emphatic sentences. (3) Based on the subjects‟ point of view, there were active and passive sentence. In active sentences, they were classified into active-intransitive, active-semi-transitive, and single-object-transitive. Meanwhile, in passive one, the used sentence was passive sentence type one (verb is added by di- prefix) and passive sentence type three (verb is added by several type of suffixes such as ter-, ke-an, and with kena word preceding the verb).

Keyword: sentence based on form, sentence based on meaning, sentence based on subject‟s point of view, the elementary school teachers of YPPK Maybrat, Manokwari diocese, Papua.


(13)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan YME yang telah memberikan Rahmat-Nya kepada penulis sehingga skripsi dengan judul “Kalimat dalam Karangan Narasi Guru Sekolah Dasar (SD) di Lingkungan YPPK Maybrat Keuskupan Manokwari, Papua, Tahun 2014” dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Keberhasilan dan kelancaran penulis selama menyelesaikan skripsi ini tidak lepas dari bimbingan, bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Penulis mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yanga telah membantu penulis selama menyelesaikan skripsi ini, yaitu kepada:

1. Rohandi, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Dr. Yuliana Setiyaningsih, selaku Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

3. Dr. B. Widharyanto, M.Pd., selaku dosen pembimbing I yang selalu memberikan koreksi dengan penuh ketelitian dan kesabaran dalam membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Dr. Y. Karmin, M.Pd., selaku triangulator yang telah memberikan masukan dan meneliti hasil analisis dengan penuh ketelitian.

5. Bapak R. Marsidik selaku karyawan PBSI yang memberikan pelayanan kesekretariatan kepada penulis.

6. Bapak FX. Mursidi dan Ibu Ch. Tukilah yang telah memberikan dukungan, doa, cinta, dan materi kepada penulis.

7. Adikku Yohanes Agung Wahyu Nugroho yang selalu memberikan dukungan kepada penulis.

8. Sahabat-sahabatku Caecilia Nurista, Priska Nawang Wulan, Saferine Yunanda, dan Gabriele Rini, Cicilia Kristiani, Erlin Advarovi, Fitriana


(14)

(15)

xii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ...ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN MOTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vii

ABSTRAK. ...viii

ABSTRCT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... .... xii

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR BAGAN ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

1.5 Batasan Istilah ... 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 9

2.2 Kerangka Teori ... 11

2.2.1 Kalimat ... 11


(16)

xiii

2.2.3 Pembagian Kalimat ... 17

2.2.3.1 Kalimat Berdasarkan Bentuk ... 19

2.2.3.1.1 Kalimat Tunggal ... 19

2.2.3.1.2 Kalimat Majemuk ... 22

2.2.3.2 Kalimat Berdasarkan Makna ... 29

2.2.3.2.1 Berita ... 29

2.2.3.2.2 Perintah ... 30

2.2.3.2.3 Tanya ... 31

2.2.3.2.4 Seru .. ... 31

2.2.3.2.5 Emfatik ... 31

2.2.4 Jenis Kalimat Berdasarkan Sudut Pandang ‘Sumber’ atau ‘Sasaran” ... 32

2.2.4.1 Kalimat Aktif ... 34

2.2.4.1.1 Kalimat Aktif Transitif ... 35

2.2.4.1.2 Kalimat Aktif Intransitif ... 37

2.2.4.1.3 Kalimat Aktif Semitransitif... 38

2.2.4.2 Kalimat Pasif ... 39

2.2.4.2.1 Kalimat Pasif Berawalan di-(Tipe 1) ... 40

2.2.4.2.2 Kaliamat Pasif dengan Unsur Pelaku Preposisional (Tipe 2) ... 41 2.2.4.2.3 Kalimat Pasif yang Verba


(17)

xiv

Pasifnya Berimbuhan ke-an dan ter- (Tipe 3) ... 41

2.2.4 Kalimat Efektif... 42

2.2.5 Karangan ... 46

2.2.6 Narasi... 48

2.2.6.1 Jenis-jenis Narasi ... 49

2.3 Kerangka Berpikir ... 51

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 52

3.1 Jenis Penelitian ... 52

3.2 Subjek Penelitian ... 52

3.3 Instrumen Penelitian ... 53

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 58

3.5 Teknik Analisis Data ... 58

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 60

4.1 Deskripsi Data... 60

4.1.1 Kuantitas dan Jenis Kalimat Berdasarkan Bentuk ... 60

4.1.2 Kuantitas dan Jenis Kalimat Berdasarkan Makna... 62

4.1.3 Kuantitas dan Jenis Kalimat Berdasarkan Sudut Pandang ‘Sumber’ atau ‘Sasaran’ ... 64


(18)

xv

4.2.1 Analisis Kalimat Ditinjau Berdasarkan Bentuk ... 67

4.2.2 Analisis Kalimat Ditinjau Berdasarkan Makna ... 74

4.2.3 Analisis Kalimat Ditinjau Berdasarkan Sudut Pandang ‘Sumber’ atau ‘Sasaran’ ... 77

4.3 Pembahasan Hasil ... 82

4.3.1 Jenis Kalimat Ditinjau Berdasarkan Bentuk ... 82

4.3.2 Jenis Kalimat Ditnjau Berdasarkan Makna ... 86

4.3.3 Jenis Kalimat Berdasarkan Sudut Pandang ‘Sumber’ atau ‘Sasaran’ ... 89

4.4 Triangulasi ... 93

BAB V PENUTUP ... 95

5.1 Kesimpulan ... 95

5.2 Implikasi ... 96

5.3 Saran ... 97

DAFTAR PUSTAKA ... 99


(19)

xvi

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Perbedaan Objek dan Pelengkap ... 16

Tabel 2 Data Jenis Kalimat Berdasarkan Bentuk ... 61

Tabel 3 Data Jenis Kalimat Berdasarkan Makna... 63

Tabel 4 Data Jenis Kalimat Berdasarkan ‘Sumber’ atau ‘Sasaran’ ... 65

DAFTAR BAGAN Bagan 1 Pembagian Jenis Kalimat ... 18

Bagan 2 Koordinasi Kalimat Majemuk Setara ... 23

Bagan 3 Contoh Koordinasi Kalimat Majemuk Setara... 24

Bagan 4 Subordinasi Kalimat Majemuk Bertingkat ... 25

Bagan 5 Contoh Suborsinasi Kalimat Majemuk Bertingkat ... 26

Bagan 6 Contoh Subordinasi Kalimat Majemuk Campuran ... 28


(20)

xvii

DAFTAR LAMIRAN

Lampiran 1 Gambar seri ... 101

Lampiran 2 Karangan Guru ... 102

Lampiran 3 Hasil Pengolahan Data ... 121

Lampiran 4 Analisis Data Berdasarkan Bentuk ... 124

Lampiran 5 Analisis Data Berdasarkan Makna ... 177

Lampiran 6 Analisis Data Berdasarkan Sudut Pandang ‘Sumber’ atau ‘Sasaran’ ... 211


(21)

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Pendidikan merupakan salah satu aspek penting yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Proses pendidikan sangat diperlukan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan nilai-nilai sosial budaya dalam masyarakat. Di Indonesia, pendidikan menjadi hak dan kewajiban bagi setiap warga negara.

Meskipun hak dan kewajiban tersebut diberlakukan untuk setiap warga negara, kenyataanya masih ada warga negara di daerah terpencil yang belum mendapatkan akses pendidikan secara layak. Salah satu daerah terpencil tersebut adalah Kabupaten Maybrat, Propinsi Papua Barat. Di daerah terpencil itu tergambar situasi pendidikan yang masih memprihatinkan. Sebagian besar siswa kelas 5 SD di wilayah belum dapat membaca dan menulis dengan baik (Lihat dalam http://bintangpapua.com). Dalam situs http://www.tnp2k.go.id juga, mengungkapkan bahwa kemampuan membaca siswa kelas 4 bahkan kelas 6 rata-rata masih rendah. Kemampuan membaca dan menulis umumnya sudah dikuasai saat anak duduk di kelas 3 SD.

Empat keterampilan berbahasa (menyimak, berbicara, membaca, dan menulis) merupakan hal yang penting wajib dipelajari untuk mencapai proses komunikasi yang baik. Keterampilan menyimak dan berbicara umumnya sudah dipelajari sebelum menginjak pendidikan formal. Sementara itu, keterampilan


(22)

membaca dan menulis umumnya dipelajari pada saat anak memaski pendidikan formal.

Keterampilan menulis didapat pada saat anak memasuki pendidikan formal, maka peran guru menjadi sangat penting dalam mengajarkan keterampilan ini. Guru menjadi faktor penentu keberhasilan siswa dalam menguasai keterampilan tersebut. Hal ini seperti pendapat Chetty, dkk (2013) yang mengungkapkan bahwa kemampuan guru sangat mempengaruhi prestasi siwa.

“Research has shown that the most important factor in terms of students achievment is the teacher; there is a clear relationship between student‟s learning and the quality of their teacher, and weak teacher can actually have a deleterous impact on learners”

Dengan demikian, kemampuan guru dalam menulis menjadi hal penting yang harus dikuasai guru. Meskipun demikian, selama ini belum banyak penelitian yang meneliti mengenai kemampuan guru. Untuk itu, peneliti tertarik untuk meneliti mengenai kemampuan guru dalam hal menulis.

Dari data yang diperoleh, Guru di Kabupaten Maybrat, Papua belum memiliki kompetensi yang diharapkan seperti yang telah dipaparkan pada bagian sebelumnya. Peneliti juga menemukan fakta bahwa kemampuan menulis guru di Maybrat masih sangat kurang. Hal ini terlihat dari data berupa 19 karangan narasi sederhana yang dibuat oleh guru yang terlibat dalam kelompok kerja guru di lingkungan YPPK Keruskupan Manokwari Maybrat, Papua. Ketika membaca karangan narasi tersebut, peneliti tidak dapat menerima pesan yang disampaikan oleh penulis dengan baik. Untuk itu, peneliti ingin mengetahui kemampuan menulis para guru untuk mencari keterkaitan dengan kemampuan menulis siswa di sana.


(23)

Menurut Razak (1990:2), penggunaan kalimat yang baik bisa dengan mudah menghantarkan pembaca pada maksud yang dipaparkan oleh penulis. Jika maksud disampaikan dengan baik, tentu pembaca akan tertarik membacanya. Supaya pembaca tidak bosan, diperlukan kalimat yang bervariasi. Penggunaan kalimat yang bervariasi akan membuat tulisan menjadi lebih menyenangkan. Paragraf yang terbentuk menjadi lebih hidup apabila kalimat-kalimatnya bervariasi berdasarkan panjang-pendeknya, jenisnya, aktif-pasifnya, polanya, atau gayanya (Widyamartaya, 1990:33). Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kalimat merupakan faktor penting yang mempengaruhi penyampaian pesan kepada pembaca.

Fungsi kalimat tidak hanya memberitahukan atau menanyakan sesuatu, tetapi mencakup semua ekspresi kejiwaan manusia yang amat majemuk (Razak, 1990). Ekspresi kejiwaan manusia sangat beragam. Di dalam karya tulis, ekspresi kejiwaan tersebut dapat diungkapkan melalui sebuah kalimat. Berdasarkan uraian tersebut, peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana penggunaan ragam kalimat yang ditinjau dari tiga sudut yaitu berdasarkan bentuk, berdasarkan makna, dan berdasarkan sudut pandang „sumber‟ atau „sasaran‟.

Berdasarkan bentuknya, kalimat dapat dibedakan menjadi dua yaitu kalimat tunggal dan kalimat kalimat majemuk (TBBBI, 1988). Kalimat tunggal merupakan kalimat yang terdiri dari satu klausa sehingga hanya memuat satu informasi saja. Kalimat majemuk merupakan kalimat yang terdiri lebih dari satu klausa, sehingga dapat memuat lebih dari satu informasi. Menurut Razak (1990),


(24)

penggunaan kalimat majemuk yang terlalu luas atau terdiri dari banyak informasi, bisa membuat pembaca kesulitan dalam menangkap maksudnya.

Menurut TBBBI (1988), jika dilihat dari makna (fungsi komunikatif) kalimat dapat dibedakan menjadi kalimat berita, kalimat perintah, kalimat tanya, kalimat seru, dan kalimat emfatik. Masing-masing kalimat tersebut memiliki fungsi komunikasi. Dengan mengetahui makna dari sebuah kalimat, pembaca dapat mengetahui tujuan penulis. Selain dapat mengetahui tujuan penulis, penggunaan kalimat berdasarkan fungsi komunikatif juga mempengaruhi keefektifan kalimat. Razak (1990:144) menyatakan bahwa sebuah karangan mungkin tidak begitu menarik apabila didalamnya hanya terdapat kalimat berita. Dengan demikian, variasi diperlukan supaya kalimat menjadi menjadi lebih efektif dan menarik bagi pembaca.

Kalimat juga dapat ditinjau dari sudut pandang „sumber‟ peristiwa dan „sasaran‟ peristiwa. Penonjolan sumber atau sasaran dapat mempengaruhi kesan terhadap pembaca. Sebuah kalimat yang memiliki struktur aktif akan menonjolkan siapa atau apa sumber dan siapa sasarannya. Pola kalimat aktif atau pasif tersebut dapat sesungguhnya dapat menggambarkan cara berpikir masyarakatnya. Rahardi (2003:7) menyatakan, kalimat pasif secara kultural mencerminkan sikap hidup dan cara berpikir masyarakat Indonesia. Dengan menggunakan kalimat pasif, sumber atau pelaku perbuatan tidak disampaikan secara langsung. Berdasarkan uraian tersebut, maka penliti menggambil topik penelitian dengan judul “Kalimat Dalam Karangan Narasi Guru Sekolah Dasar (SD) di Lingkungan YPPK Maybat Keuskupan Manokwari, Papua Tahun 2014”.


(25)

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang, rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu: 1. Berdasarkan bentuk, jenis kalimat apa sajakah yang digunakan guru SD di

lingkungan YPPK Maybrat Keuskupan Manokwari, Papua dalam membuat karangan narasi?

2. Berdasarkan makna, jenis kalimat apa sajakah yang digunakan guru SD di lingkungan YPPK Maybrat Keuskupan Manokwari, Papua dalam membuat karangan narasi?

3. Berdasarkan sudut pandang, jenis kalimat apa sajakah yang digunakan SD YPPK Maybrat Keuskupan Manokwari, Papua dalam membuat karangan narasi?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, tujuan dari penelitian ini yaitu:

1. Mendeskripsikan jenis kalimat yang digunakan guru SD di lingkungan YPPK Maybrat, Keuskupan Manokwari, Papua dalam membuat karangan narasi, jika ditinjau berdasarkan bentuk.

2. Mendeskripsikan jenis kalimat yang digunakan guru SD di lingkungan YPPK Maybrat Keuskupan Manokwari, Papua dalam membuat karangan narasi, jika ditinjau berdasarkan makna.

3. Mendeskripsikan jenis kalimat yang digunakan SD YPPK Maybrat Keuskupan Manokwari, Papua dalam membuat karangan narasi, jika ditinjau berdasarkan sudut pandang „sumber‟ atau „sasaran‟.


(26)

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi banyak pihak, yaitu:

1. Bagi Guru-guru SD di Lingkungan YPPK Maybrat Keuskupan Manokwari, Papua

Penelitian ini dapat menambah pengetahuan bagi guru SD di lingkungan YPPK Maybrat Keuskupan Manokwari, Papua mengenai variasi kalimat jika ditinjau berdasarkan bentuk, makna, dan sudut pandang dalam menyusun kalimat pada karangan narasi.

2. Bagi Kalangan Pendidik

a. Penelitian ini dapat dijadikan sebagai refleksi supaya para pendidik memahami pentingnya guru dalam menentukan keberhasilan siswa. b. Penelitian ini juga dapat menambah pengetahuan bagi kalangan pendidik

mengenai variasi kalimat jika ditinjau berdasarkan bentuk, makna, dan sudut pandang „sumber‟ atau „sasaran‟.

3. Bagi calon pendidik

a. Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan refleksi bagi calon pendidik, supaya menyadari bahwa seorang guru harus terus mengasah kompetensi. b. Penelitian ini juga dapat menambah pengetahuan calon pendidik mengenai

variasi kalimat jika ditinjau berdasarkan bentuk, makna, dan sudut pandang „sumber‟ atau „sasaran‟.


(27)

4. Bagi Yayasan YPPK Maybrat Keuskupan Manokwari, Papua dan Pemerintah Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi Yayasan YPPK Maybrat Keuskupan Manokwari, Papua dan pemerintah dalam memberikan gambaran mengenai kompetensi guru sehingga dapat memberikan pelatihan yang lebih tepat.

5. Bagi Penelitian Selanjutnya

Hasil penelitian ini memberikan manfaat agar membantu penelitian selanjutnya dan dapat dikembangkan peneliti lain yang berkaitan dengan jenis kalimat yang ditinjau berdasarkan bentuk, makna, dan sudut pandang „sumber‟ atau „sasaran‟.

1.5. Batasan Istilah 1. Kalimat

Kalimat merupakan satuan bahasa terkecil, dalam wujud lisan atau tulisan, yang mengungkapkan pikiran yang utuh (Alwi,dkk, 2003 )

2. Struktur Kalimat

Menurut Ramlam (2001:79) kalimat ada yang terdiri dari unsur bukan klausa, dan ada pula yang terdiri dari unsur klausa. Kalimat yang terdiri dari unsur klausa, minimal di dalamnya terdapat unsur S dan P, sedangkan unsur lainnya seperti O, PEL, KET hanya bersifat manasuka.

3. Jenis-Jenis Kalimat

Kalimat dapat dibagi menurut (a) bentuk, dan (b) maknanya (nilai komunikatifnya). Berdasarkan bentuknya kalimat dibedakan berdasarkan bentuknya kalimat ada yang tunggal dan ada yang majemuk. Dari segi


(28)

maknanya (nilai komunikatifnya) kalimat terbagi menjadi (1) berita, (2) perintah, (3) tanya, (4) seru, (5) emfatik (TBBBI, 1988:167).

4. Kalimat Berdasarkan Sudut Pandang „Sumber‟ atau „Sasaran‟.

Peristiwa tersebut dapat diperikan dari sudut „sumbernya‟ atau dari sudut

„sasarannya‟. Kedua sudut pandangan itu memerlukan bentuk verba

tersendiri yaitu bantuk aktif dan bentuk pasif. Titik tolak pemerian peristiwa menempati gatra (posisi fungsional) subjek dalam kalimat. Subjek dalam bentuk aktif adalah pelakunya atau sumbernya, sedangkan subjek dalam bentuk pasif adalah sasaran atau tujuannya (TBBBI:1988).

5. Kalimat Efektif

Kalimat efektif adalah kalimat yang mampu membuat proses penyampaian dan penerimaan berlangsung dengan sempurna (Razak, 1990:2)

6. Karang-mengarang

Karang-mengarang adalah segenap rangkaian kegiatan seseorang mengungkapkan buah pikirannya melalui bahasa tulis untuk dibaca dan dimengerti oleh orang lain (Gie, 1995:7).

7. Narasi

Narasi merupakan suatu bentuk wacana yang berusaha menggambarkan dengan sejelas-jelasnya kepada pembaca suatu peristiwa yang terjadi (Keraf, 2007:138).


(29)

9 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu yang Relevan

Peneliti menemukan empat penelitian yang relevan dengan penelitian ini. keempat penelitian tersebut masing-masing dilakukan oleh Susana Ekawati (2006), Yunita Utami (2012), dan Dita Listy Sumasto (2012) dan M. Ramlan (1977). Penelitian yang dilakukan oleh Susana Ekawati (2006) berjudul

“Penggunaan Kalimat Majemuk Bahasa Indonesia dalam Karangan Narasi Siswa

Kelas IV SD Demak Ijo 2 Yogyakarta Tahun Ajaran 2004/2005”. Tujuan dari penelitian ini adalah mendeskripsikan banyaknya siswa kelas IV yang menggunakan kalimat majemuk yang digunakan oleh siswa dan jenis kalimat majemuk yang terdapat dalam karangan narasi kelas IV SD Demak Ijo Yogyakarta. Persamaanya, objek penelitian Susana Ekawati adalah kalimat berdasarkan bentuknya. Perbedaanya, penelitian ini meneliti jenis kalimat berdasarkan bentuk pada karangan narasi guru SD.

Penelitian yang dilakukan oleh Yunita Utami (2012) berjudul “Analisis

Variasi Kalimat Tunggal dan Kalimat Majemuk dalam Wacana Iklan Bank Pada

Surat Kabar”. Tujuan dari penelitian ini adalah mendeskripsikan satu demi satu

jenis kalimat tunggal dan kalimat majemuk. Pada penelitian tersebut kalimat tunggal digolongkan berdasarkan kategorinya, sedangkan kalimat majemuk


(30)

digolongkan berdasarkan struktur fungsionalnya. Penelitian ini relevan karena sama-sama melakukan penelitian kalimat yang ditinjau berdasarkan bentuknya. Perbedaanya, variasi pada kalimat majemuk dianalisis berdasarkan pola fungsionalnya.

Penelitian yang sejenis yang ditulis oleh Dita Lesty Sumasto (2012)

berjudul “Analisis Ragam Kalimat pada Wacana Konsultasi Majalah Paras Edisi

Januari-Desember 2012”. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan ragam kalimat berita, tanya dan perintah yang terdapat pada wacana dan mengetahui frekuensi pemunculan ragam kalimat berita, tanya dan perintah pada wacana konsultasi majalah Paras edisi Januari-Desember 2012. Hasil penelitian ini menyimpulkan wacana konsultasi menggunakan tiga ragam kalimat, yaitu kalimat berita, kalimat tanya, dan kalimat perintah. Penelitian Dita Lesti Sumasto sama-sama meneliti kalimat berdasarkan makna. Perbedaannya, peneliti lebih tertarik untuk meneliti objek lain yaitu karangan narasi berdasarkan gambar seri yang dibuat oleh guru SD.

Selain tiga penelitian tersebut, peneliti juga menggunakan penelitian yang

ditulis oleh M. Ramlan (1977) yang berjudul “Masalah Aktif-Pasif dalam bahasa

Indonesia”. Penelitian ini bertujuan membuktikan hipotesis bahwa dalam bahasa Indonesia terdapat bentuk aktif dan bentuk pasif. Bentuk aktif dibentuk dengan kata kerja meN- yang transitif maksudnya memiliki objek, sedangkan bentuk pasif dibentuk dengan kata kerja di-, bentuk diri, bentuk ter-, dan ke-an. Hasil dari penelitian ini adalah kalimat dalam bahasa Indonesia terdapat kalimat dalam bentuk aktif dan bentuk pasif. Kalimat bentuk aktif adalah kalimat yang


(31)

predikatnya terdiri atas kata kerja bentuk aktif, yaitu kata kerja bentuk men- yang transitif. Kalimat bentuk pasif adalah kalimat yang predikatnya terbentuk dari kata kerja bentuk pasif, yaitu di-, diri-, ter-, dan ke-an, yang pada paradigma terdapat jajarannya kata kerja meN- yang transitif. Kalimat yang berbentuk aktif mengedepankan pelaku tindakan dari penderita, sedangkan kalimat bentuk pasif lebih mengedepankan pelaku tindakan. Penelitian Ramlan memiliki kesamaan dengan penelitian yang hendak dilakukan, yaitu membahas perihal aktif dan pasif. Perbedaanya, penelitian Ramlan membahas mengenai masalah aktif-pasif di dalam buku-buku, majalah-majalah serta harian-harian yang terkait sekitar tahun 1975, sedangkan penelitian ini menganalisis penggunaan kalimat aktif dan kalimat pasif pada karangan narasi guru SD.

2.2Kerangka Teori 2.2.1 Kalimat

Menurut Alwi, dkk (2003) kalimat merupakan satuan bahasa terkecil, dalam wujud lisan atau tulisan, yang mengungkapkan pikiran yang utuh. Sementara itu, Dardjowidojo (1988:254) menyatakan bahwa kalimat ialah bagian terkecil dari suatu ujaran atau teks (wacana) yang mengungkapkan pikiran yang utuh secara ketatabahasaan. Kridalaksana (2001:92) juga mengungkapkan kalimat sebagai satuan bahasa yang secara relatif berdiri sendiri, mempunyai pola intonasi final, dan secara aktual maupun potensial terdiri dari klausa; klausa bebas yang menjadi bagian kognitif percakapan;


(32)

satuan proposisi yang merupakan gabungan klausa atau merupakan satu klausa, yang membentuk satuan bebas; jawaban minimal, seruan, salam, dan sebagainya. Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli, dapat disimpulkan bahwa kalimat merupakan satuan bahasa terkecil yang mengungkapkan pikiran secara utuh dan mempunyai intonasi final.

Dalam bahasa lisan, keberadaan sebuah kalimat ditandai dengan pengucapan dengan nada naik-turun dan keras lembut, disela oleh jeda, serta diakhiri dengan kesenyapan atau diam yang mencegah terjadinya perpaduan atau asimilasi dengan proses morfologis lainnya. Sedangakan dalam bahasa tulis, kalimat dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik (.), tanda seru (!), atau tanda tanya (?). Di dalam sebuah kalimat dapat disertakan pula berbagai tanda baca seperti koma (,), titik dua (:), pisah (-), dan spasi.

Berdasarkan penjelasan di atas, kalimat bisa terdiri dari satu atau dua kata saja. Misalnya : Aduh!; Ah!; Iya kah?;Begitu ya?. Dengan kata lain, sebuah kalimat tidak ditentukan oleh berapa banyak kata yang membentuk, tetapi dirtentukan oleh intonasinya. Setiap satuan kalimat dibatasi dengan jeda panjang dengan nada akhir naik atau turun. Sedangakan dalam bahasa tulis, kalimat dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik (.), tanda seru (!), atau tanda tanya (?).


(33)

2.2.2 Struktur Kalimat

Menurut Ramlan (2001:79) kalimat ada yang terdiri dari unsur bukan klausa, dan ada pula yang terdiri dari unsur klausa. Kalimat yang terdiri dari unsure bukan klausa telah diungkapkan diatas, misalnya pada kalimat Aduh! ; Ah!

; Apa?. Sedangkan kalimat yang terdiri dari satuan yang berupa satuan klausa.

Pada pembahasan ini akan dibahas mengenai kalimat berklausa.

Klausa adalah satuan gramatik terkecil yang terdiri dari subjek, predikat, disertai dengan objek, pelengkap dan keterangan atau tidak (Ramlan, 2005:23). Kalimat yang terdiri dari unsur klausa, minimal di dalamnya terdapat unsur S dan P, sedangkan unsur lainnya seperti O, PEL, KET hanya bersifat manasuka. Berikut contoh kalimat berklausa.

(1) Aku mengagumi sosok itu. S P O

(2) Bunga-bunga itu berguguran. S P

Berdasarkan TBBBI (2003) setiap unsur-unsur klausa memiliki fungsi sendiri-sendiri. Berikut akan di bahas fungsi dari subjek, predikat, objek, pelengkap dan keterangan.

1. Fungsi Predikat

Predikat merupakan konstituen pokok yang disertai konstituen subjek dan di sebelah kiri, dan jika ada konstituen objek pelengkap dan/atau keterangan wajib di sebelah kanan (TBBBI, 2003:326).


(34)

Pada kalimat yang berpola S-P, perdikat dapat pula berupa frasa nominal, frasa numeral, atau frasa preposisional di samping frasa verbal dan frasa ajektival (TBBI, 2003:326). Sementara itu, Ramlan (2005:82) menjelaskan bahwa berdasarkan strukturnya, S dan P dapat dipertukarkan tempetnya, maksudnya S mungkin terletak di muka P atau sebaliknya P mungkin terletak di muka S. Predikat dapat berupa nomina, verba, Bilangan, dan frasa depan.

Dari pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa predikat merupakan konstiuen pokok yang disertai konstituen subjek. Letak kedua konstituen ini dapat dipertukarkan. Predikat dapat berupa nomina, bilangan/numeral, verba, dan frasa depan.

2. Fungsi Subjek

Subjek menempati fungsi sintaksis terpenting kedua setelah presikat. Pada umumnya subjek berupa frasa nomina, frasa nominal atau klausa. Subjek juga dapat berupa frasa verbal. Pada umumnya subjek terletak di sebelah kiri predikat, subjek sering juga diletakkan di akhir kalimat. Pada kalimat imperatif adalah orang kedua atau orang pertama jamak dan biasanya tidak hadir. Subjek pada kalimat aktif transitif akan menjadi pelengkap bila kalimat itu dipasifkan (TBBBI, 2003:327). Sementara itu, Ramlan (2005:82) menjelaskan bahwa berdasarkan strukturnya, S dan P dapat dipertukarkan tempatnya. Maksudnya S mungkin terletak di muka P atau sebaliknya P mungkin terletak di muka S. S dapat terdiri dari nomina.


(35)

Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa subjek merupakan unsur terpenting kedua setelah predikat. Subjek biasanya terletak di sebelah kiri predikat, namun pada kenyataannya pennggunaan subjek dapat dipertukarkan posisinya. Subjek biasanya berupa nomina atau frasa verbal.

3. Fungsi Objek

Objek adalah konstituen yang kehadirannya dituntut oleh predikat yang berupa verba transitif pada kalimat aktif. Letaknya selalu selalu langsung predikatnya. Dengan demikian, objek dapat dikenali dengan memperhatikan (1) jenis predikat yang melangkapinya (2) ciri khas objek itu sendiri. Objek biasanya berupa nomina atau frasa nomina. Objek pada kalimat aktif transitif akan menjadi subjek apabila kalimat itu dipasifkan (TBBBI 2003:328).

Predikat mungkin terdiri dari golongan verbal transitif, mungkin terdiri dari golongan verbal intransitif, atau golongan-golongan kata yang lain. Apabila terdiri dari golongan verba transitif, diperlukan adanya O (Ramlan, 2005:82). Berdasarkan pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa objek merupakan konstiuen yang keberadaanya dituntut oleh predikat dengan verba transitif. Objek dapat berubah menjadi subjek apabila kalimat tersebut dipasifkan. Objek terdiri dari nomina.

4. Fungsi Pelengkap

Pelengkap hampir mirip dengan objek, karena berdiri di belakang predikat dan biasanya berupa nomina, tetapi keduanya berbeda. Berikut perbedaan dari objek dan pelengkap.


(36)

Tabel 1

Perbedaan Objek dan Pelengkap TBBBI (2003:329)

Objek Pelengkap

berwujud frasa nominal atau klausa berwujud frasa nominal, frasa verbal, frasa ajektival, frasa preposisional, atau klausa. berada langsung di belakang

presikat.

berada langsung di belakang predikat jika tak ada objek dan hadir di belakang objek atau kalau unsur ini hadir. Menjadi subjek akibat penafsiran

kalimat.

tak dapat menjadi subjek akibat penafsiran kalimat.

dapat diganti dengan pronominal

-nya.

tidak dapat diganti dengan –

nya kecuali dalam kombinsi ,

ke preposisi selain di, ke, dari, dan akan.

Ramlan (2005:84) menyatakan bahwa PEL mempunyai persamaan dan perbedaan denga O1 maupun O2, yaitu terletak dibelakang P. Perbedaannya ialah O selalu terdapat dalam klausa yang dipasifkan, sedangkan PEL terdapat dalam klausa yang tidak dapat diubah dalam bentuk pasif.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa PEL memiiki kesamaan dengan O yaitu berada di belakang P. Perbedaannya, PEL tidak dapat menjadi subjek akibat pemasifan, dan terletak di belakang predikat yang dengan


(37)

verba intransitif atau predikat dengan frasa lain.PEL berupa frase nominal atau klausa.

5. Fungsi Keterangan

Kehadiran keteranngan bersifat manasuka dan dapat diletakkan di awal, di akhir, bahkan ditengah-tengah kalimat (TBBBI, 2003:330). Keterangan biasanya berupa nomina, frasa adverbial, dan frasa depan. Klausa pada umumnya memiliki letak yang bebas, artinya dapat terletak di depan S-P, dapat terletek diantara S dan P, dan dapat juga terletak di belakang sekali. Hanya sudah tertu tidak mungkin terletak diantara P dan O dan diantara P dan PEL karena O dan PEL boleh dikatakan selalu menduduki tempat langsung di belakang P (Ramlan, 2005:86).

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dalam suatu klausa KET bersifat manasuka. KET dapat diletakan dimana saja kecuali di antara P dan O serta di antara P dan PEL, karena O dan PEL boleh dikatakan selalu menduduki tempat langsung di belakang P.

2.2.3 Pembagian Kalimat

Secara diagramatik pembagian kalimat dapat dilihat sebagai berikut.


(38)

Bagan 1

Pembagian Jenis Kalimat TBBBI (1988:267)

Berdasarkan diagram tersebut dapat dijelaskan bahwa kalimat dapat dibagi menurut (a) bentuk, dan (b) maknanya (nilai komunikatifnya). Berdasarkan bentuknya kalimat dibedakan berdasarkan bentuknya kalimat ada yang tunggal dan ada yang majemuk. Dari segi maknanya (nilai komunikatifnya) kalimat terbagi menjadi (1) berita, (2) perintah, (3) tanya, (4) seru, (5) emfamik (TBBBI, 1988 : 167).

Berbeda dengan TBBBI, Ramlan (2005) membagi kalimat berdasarkan lengkap tidaknya suatu klausa, berdasarkan fungsi dan kaitannya dalam situasi, serta berdasarkan jumlah klausanya. Berdasarkan lengkap tidaknya suatu klausa, kalimat dibagi menjadi kalimat berklausa dan kalimat tak berklausa. Berdasarkan


(39)

fungsi dan kaitannya dalam situasi, kalimat dibagi menjadi kalimat berita, kalimat tanya, dan kalimat suruh. Sedangkan berdasarkan jumlah klausanya, kalimat dapat dibedakan menjadi kalimat sederhana dan kalimat luas. Maka dapat disimpulkan bahwa kalimat dapat dibagi berdasarkan bentuknya, kalimat dapat dibagi menjadi kalimat tunggal dan kalimat majemuk. Sedangkan berdasarkan maknanya, kalimat dibedakan menjadi kalimat berita, perintah, tanya, seru, dan emfatik.

Penelitian ini menggunakan pembagian kalimat berdasarkan TBBBI (1988). Namun, penggolongan kalimat bedasarkan Ramlan (2005) digunakan sebagai pelangkap teori.

2.2.3.1 Kalimat Berdasarkan Bentuk

Berdasarakan bentuk, kalimat dapat dibedakan menjadi dua, yaitu kelimat tunggal dan kalimat majemuk. Berikut uraian mengenai pembagian kalimat berdasarkan bentuk.

2.2.3.1.1 Kalimat Tunggal

Menurut TBBBI (1988) kalimat tunggal merupakan kalimat yang terdiri dari satu klausa. Sedangkan menurut Ramlan (2003:43) kalimat yang hanya terdiri dari satu klausa disebut kalimat sederhana. Berdasarkan pendapat tersebut kalimat tunggal atau kalimat sederhana adalah kalimat yang hanya terdiri dari satu klausa saja. Berdasarkan uraian sebelumnya, kalimat tunggal dibagi sebagai berikut.


(40)

a. Kalimat Tunggal Berpredikat Nomina

Berdasarkan TBBBI (1988:268) dalam bahasa Indonesia ada dua macam kalimat yang predikatnya terdiri atas nomina. Dengan demikian, terdapat dua nomina yang dijejerkan dapat membatuk kalimat. Kata itu dapat pula digunakan untuk memaisahkan kalimat menjadi dua frasa nominal. Kalimat yang predikatnya nominal sering juga dinamakan kalimat persamaan atau kalimat ekuatif. Pada umumnya, frasa pertama merupakan subjek, sedangkan frasa kedua adalah predikat. Namun, apabila frasa nominal pertama dibubuhi partikel –lah maka frasa

itu yang menjadi predikat. Terdapat pula verba adalah yang dipakai dalam kalimat. Jika suatu kalimat diselipi verba adalah, maka verba itu berfungsi sebagai predikat.

b. Kalimat Tunggal Berpredikat Ajektiva

Menurut TBBBI (1988:270) kalimat yang predikatnya adjektiva dinamakan kalimat statif. Seperti kalimat ekuatif, kalimat statif juga terkadang memanfaatkan adalah atau ialah untuk memisahkan subjek dari predikatnya. Hal ini dilakukan apabila subjek, prsdikat atau kedianya panjang.

c. Kalimat Tunggal Berpredikat Verba

Berdasarkan TBBBI (1988) terdapat verba tak transitif, verba semitransitif, dan verba intransitif ; verba transitif terbagi lagi menjadi verba ekatransitif dan dan dwitransitif. Berdasarkan verba tersebut kalimat berpredikat


(41)

verba terbagi menjadi empat macam : (1) kalimat taktransitif, (2) kalimat ekatransitif, (3) kalimat dwitransitif, (4) kalimat semitransitif. Di samping itu terdapat pula kalimat dengan verba pasif.

d. Kalimat tunggal Berpredikat Frasa Preposisional

Predikat kalimat dalam bahasa Indonesia dapat pula berupa frasa preposisional (TBBBI, 2003:352). Berikut contoh kalimat tunggal berpredikat frasa preposisional.

(3) Tinggalnya di Ujungpandang. (4) Foto itu dari kakaknya

(5) Ibu ke pasar.

Kalimat diatas unsur pengisi predikatnya berupa frasa depan di, dari, dan ke. e. Kalimat Tunggal Berpredikat Frasa Lain.

Berdasarkan TBBBI (1988:284) di samping macam-macam kalimat yang predikatnya dibentuk dengan frasan nominal, ajektival, dan verbal seperti yang telah digambarkan pada bagian sebeumnya, ada pula kalimat yang menyimpang dari pola-pola tersebut. Terdapat banyak macam predikat yang terdapat dalam kalimat, seperti kata bilangan, frasa nominal dengan penanda waktu, nomina, dan lain-lain. Ciri khas dari tipe ini adalah kalimatnya bukan kalimat ekuatif seperti halnya kalimat lain. Ada yang berupa kata khusus yang mengacu ke cuaca.


(42)

2.2.3.1.2 Kalimat Majemuk

Ramlan (2005: 43) mengatakan bahwa kalimat yang terdiri dari dari dua klausa atau lebih disebut dengan kalimat luas. TBBBI (1988:258 ) memaparkan bahwa kalimat dapat pula terdiri dari lebih dari satu bagian inti, baik dengan atau tanpa bagian inti. Sementara itu, Chaer (1988:386) memaparkan bahwa kalimat majemuk setara dibentuk dari dua klausa atau lebih yang digabungkan menjadi sebuah kalimat, baik dengan penghubung atau tidak.Berdasarkan kedua sumber tersebut, dapat dikatakan bahwa kalimat luas dan kalimat majemuk pada intinya adalah sama. Kalimat majemuk merupakan kalimat yang terdiri dari dua klausa atau lebih, dan di dalamnya terdiri dari satu bagian inti, baik dengan maupun tanpa bagian inti.

Berdasarkan Tabel 1, Kalimat majemuk dapat dibagi 2 yaitu kalimat majemuk setara dan kalimat majemuk bertingkat. Namun, pada kenyataannya seringkali ditemukan kalimat yang dapat disebut kalimat majemuk setara dan kalimat majemuk bertingkat. Kalimat tersebut disebut kalimat majemuk campuran. Berikut penjelasan mengenai jenis-jenis kalimat majemuk.

1. Kalimat Majemuk Setara

Kalimat luas yang setara klausa yang satu tidak merupakan bagian dari klausa lainnya; masing-masing berdiri sendiri sebagai klausa yang setara yaitu sebagai klausa inti semua (Ramlan, 2005:46). Sementara itu, Chaer (1988:386) memaparkan bahwa kalimat majemuk setara dibentuk dari dua buah klausa atau


(43)

lebih yang digabungkan menjadi sebuah kalimat, baik dengan bantuan penghubung atau tidak. Dari kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa kalimat majemuk setara merupakan kalimat yang terdiri dari dua klausa atau lebih yang digabugkan menjadi satu baik dengan bantuan penghubung maupun tidak, dan memiliki kedudukan yang sama.

Berdasarkan TBBBI (2003) koordinasi menggabungkan dua klausa atau lebih yang masing-masing mempunyai kedudukan setara dalam struktur konstituen kalimat. Dengan kata lain, kalimat majemuk setara menggunakan cara koordinasi untuk merangkai setiap klausa menjadi sebuah kalimat. Cara merangkau klausa dapat dilihat pada bagan berikut.

Bagan 2 Bagan Koordinasi TBBBI (2003: 387)

Dari bagan diatas, terlihat bahwa klausa 1 dan klausa 2 berkoordinasi menjadi satu kalimat meskipun masing-masing klausa dapat berdiri sendiri. Berikut contoh kalimat majemuk setara.

(6) Saya memotong ayam, adik mengupas bawang.


(44)

Bagan 3

Contoh Koordinasi Kalimat Majemuk Setara

Dari bagan tersebut dapat dijelaskan bahwa, kedua klausa kalimat (3) adalah setara. Kedua klausanya dihubungkan dengan tanda baca koma. Hubungan semantik antarklausa dalam kalimat mejemuk setara ditentukan oleh dua hal yaitu arti koordinator dan arti klausa-klausa yang dihubungkan. Untuk menghubungkan klausa satu dengan klausa yang lain, dibutuhkan konjungsi yang sesuai. Penghub ung tersebut disebut penghubung setara. Penghubung yang setara itu ialah dan,

dan lagi, lagipula, serta, lalu, kemudian, atau, tetapi, tapi, akan tetapi, sedang,

sedangkan, namun, melainkan, sebaliknya, bahkan, malah, dan malahan (Ramlan

2003:46).

2. Kalimat Majemuk Bertingkat

Ramlan (2003: 47) menggunakan istilah kalimat luas tidak setara untuk menyebut kalimat majemuk. Dalam kalimat luas yang tidak setara, klausa satu merupakan bagian dari klausa lainya. Sedangkan menurut Keraf (1980:168), kalimat majemuk bertingkat kalimat-kalimatnya mengandung hubungan pola-pola


(45)

yang tidak sedrajat. Dari kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa kalimat majemuk bertingkat adalah kalimat majemuk yang hubungan antarklausanya memiliki hubungan tidak sedrajat, terdapat satu klausa yang menjadi bagian dari klausa lainnya.

Klausa yang kedudukannya lebih tinggi memiliki kedudukan yang bebas, sehingga dapat berdiri sendiri. Dalam hal ini disebut dengan klausa Induk. Sedangkan klausa yang kedudukannya lebih rendah dan tidak dapat berdiri sendiri disabut dengan klausa anak.

Subordinasi merupakan cara untuk menggabungkan menggabungkan kalimat majemuk bertingkat. Berdasarkan TBBBI (2003:388) subordinasi menggabungkan dua klausa atau lebih sehingga terbukti kalimat majemuk yang salah satu klausanya menjadi bagian dari kalimat lain. Dengan kata lain, pada kalimat majemuk bertingkat terlihat bahwa terdapat satu klausa yang menjadi bagian dari klausa lain seperti terlihat pada bagan berikut.

Bagan 4


(46)

Dari bagan tersebut dapat dilihat bahwa klausa 2 berkedudukan sebagai konstituen dari klausa 1. Klausa 2 disebut klausa subordinatif, sedangkan klausa 1 tempat diletakkanya klausa 2 disebut klausa utama (TBBB, 2003:389)

Supaya lebih jelas, berikut contohnya :

(7) Ayah memberitahu bahwa beliau harus pergi ke Bandung. Kalimat (7) dapat dijelaskan melaui bagan berikut ini.

Bagan 5

Contoh Subordiansi Kalimat Majemuk

Contoh (4) terdiri dari dua klausa yaitu (a) ayah memberitahu, yang merupakan klausa induk dan (b) beliau harus pergi ke bandung yang merupakan klausa anak yang merupakan bagian dari klausa induk. Kalimat tersebut juga ditentukan oleh penghubung yaitu bahwa.

Seperti halnya dengan kalimat majemuk setara, kalimat majemuk bertingkat juga mempunyai konjungtor untuk menghubungkan klausa anak


(47)

dengan klausa induk. Berikut konjungsi yang dapat digunakan untuk menghubungkan klausa adverbial dengan klausa induk berdasarkan TBBBI (2003:390)

a. Konjungtor waktu : setelah, sesudah, sebelum, sehabis, sejak, selasai, katika,

tatkala, sewaktu, sementara, sambil, seraya, selagi, selama, sehingga, dan

sampai.

b. Konjungtor Syarat : jika, kalau, jikalau, asal(kan), bila, dan manakala. c. Konjungtor Pengandaian : andaikan, seandainya, andaikata, dan sekiranya. d. Konjungtor Tujuan : agar, supaya, dan biar.

e. Konjungtor Konsesif : biarpun, meski(pun), sungguh(pun), sekali(pun),

walau (pun), dan kendati (pun).

f. Konjungtor Perbandingan atau Kemiripan : seakan-akan, seolah-olah,

sebagaimana, seperti, sebagai, bagaikan, laksana, daripada, alih-alih, dan

ibarat.

g. Konjungtor Sebab atau Alasan ; sebab, karena, dan oleh karena. h. Konjungtor Hasil atau Akibat : Sehingga, dan sampai(-sampai). i. Konjungtor Cara : dengan, dan tanpa.

j. Konjungtor alat : dengan, dan tanpa. 3. Kalimat Majemuk Campuran.

Berdasarkan klasifikasi berdasarkan TBBBI (1988) kalimat majemuk digolongkan menjadi kalimat majemuk setara dan kalimat mejemuk bertinggkat. Namun, adakalanya kalimat yang digunakan tidak dapat disebut kalimat majemuk


(48)

setara dan tidak dapat pula disebut kalimat majemuk bertingkat. Kalimat yang digunakan ternyata kalimat majemuk setara dan kalimat mejemuk campuran (Sugono, 2009:195). Berdasarkan pendapat Sugono penelitian ini menampahkan kalimat majemuk campuran untuk melengkapi teori TBBBI (1988). Berikut merupakan contoh kalimat majemuk campuran.

(8) Ayah mengatakan bahwa Ani akan menempati rumah barunya, dan ibu merasa senang.

Bagan 6

Contoh Subordinasi Kalimat Majemuk Campuran

Berdasarkan gambar tersebut, terlihat bahwa kalimat mejemuk campuran merupakan gabungan dari kalimat majemuk setara dan kalimat majemuk bertingkat. Klausa 1 dapat di bagi lagi menjadi anak kalimat dan induk kalimat. Sementara itu klausa dua kedudukannya setara dengan klausa 1.


(49)

2.2.3.2 Kalimat Berdasarkan Makna

Berdasarakan maknanya, kalimat dapat dibedakan menjadi lima jenis yaitu kaimat berita, kalimat perintah, kalimat tanya, kalimat seru, dan kalimat emfatik. Berikut ini penjelasan mengenai jenis jenis kalimat baerdasarkan makna. 2.2.3.2.1 Berita

Kalimat berita yang sering dinamakan deklaratif, adalah kalimat yang isinya memberitakan sesuatu kepada pembaca. Kalimat berita dapat berupa bentuk apa saja, asalkan isinya berupa pemberitaan. Dalam bentuk tulisannya, kalimat berita diakhiri tanda titik. Dalam bentuk lisan, nada suara berakhir dalam bentuk turun. (TBBBI, 1988:284).

Ramlan (2005:27) juga menyatakan bahwa kalimat berita berdasarkan fungsinya dalam hubungan situasi, kalimat berita berfunngsi memberitahukan sesuatu kepada orang lain sehingga tanggapan yang diharapkan berupa perhatian seberti tercermin pada mata yang menunjukan adanya perhatian. Kalimat berita memiliki pola intonasi yang disebut pola intonasi berita [2] 3 // [2] 3 1 #↓ dan [2] 3 // [2] 3 #↓.

Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa kalimat berita adalah kalimat yang berfungsi memberitahukan sesuatu kepada pembaca, sehingga tanggapan yang diharapkan berupa perhatian. Dalam bentuk tulisan, kalimat berita ditandai dengan tanda titik, sedangkan dalam bentuk lisan nada berakhir dengan nada turun.


(50)

2.2.3.2.2 Perintah

Berdasarkan TBBBI (1988:285) kalimat perintah atau kalimat imperative adalah kalimat yang maknanya memberikan perintah melakukan sesuatu. Kalimat yang memiliki bentuk perintah pada umumnya adalah kalimat trk transitif, transitif, dan kalimat yang predikatnya adjektiva. Kalimat yang bukan verbal atau ajdektiva tidak mempunyai bentuk perintah. Dalam ragam bahasa tulis, kalimat perintah diakhiri dengan tanda seru (!). Dalam bentuk lisan, nadanya turun agak naik sedikit.

Sementara itu, Ramlan (2005:39) mengungkapkan kalimat perintah atau kalimat suruh adalah kalimat yang mengharapkan tanggapan yang berupa tindakan dari orang yang diajak. Berdasarkan ciri formalnya kalimat ini memiliki pola intonasi 2 3 #↓ atau 2 3 2 #↓ jika diikuti partikel –lah pada P-nya.

Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa, kalimat perintah adalah kalimat yang memberikan perintah melakukan sesuatu dan mengharapkan tanggapan berupa tidakan dari orang yang diajak. Dalam bahasa tulis, diakhiri dengan tanda baca seru (!), sedangkan dalam bahasa lisan diakhiri dengan nada turn agak naik sedikit.

2.2.3.2.3 Tanya

Berdasarkan TBBBI (1988:288 ) kalimat tanya yang juga dinamakan kalimat introgatif adalah kalimat yang isinya menanyakan sesuatu atau seseorang. Jika orang ingin mengetahui jawaban terhadap suatu masalah atau keadaan, ia akan menanyakannya dan kalimat yang dipakai adalah kalimat tanya. Sementara


(51)

itu, Ramlan (2005:28) berpendapat bahwa kalimat tanya adalah kalimat yang berfungsi untuk menanyakan sesuatu. Berdasarkan pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa kalimat tanya merupakan kalimat yang berfungsi menanyakan sesuatu atau seseorang.

Terdapat lima cara untuk membantuk kalimat tanya yaitu, (1) dengan menambahkan kata apa (kah), (2) dengan membalikkan urutan kata, (3) dengan memakai kata bukan atau tidak, (4) dengan mengubah intonasi kalimat, (5) dengan memakai kata tanya (TBBBI, 1988:288).

2.2.3.2.4 Seru

Kalimat seru, yang juga dinamakan kalimat interjektif, adalah kalimat yang menyatakan perasaan kagum (TBBBI, 1988:292). Karena perasaan kagum berhubungan dengan kata sifat, maka kalimat seru hanya dibuat dengan menggunakan predikat yang berupa adjektiva. Cara membuat kata seru adalah sebagai berikut (TBBBI, 1988:292).

1) Balikan urutan kalimat dari S-P menjadi P-S.

2) Tambahkan partikel –nya pada P yang tellah ditrmpatkan dimuka 3) Tambahkan di muka P kata seru alangkah atau bukan main. 2.2.3.2.5 Emfatik

Kalimat Emfatik adalah kalimat yang memberikan penegasan khusus kepada subjek. Penegasan itu dilakukan dnegan (1) menambahkan partikel –lah pada subjek, dan (2), menambahkan kata sambung yang dibelakang subjek (TBBBI, 1988:292).


(52)

2.2.4 Jenis Kalimat Berdasarkan Sudut Pandang ‘Sumber’ atau ‘Sasaran’ Selain berdasarkan bentuk dan makna, kalimat juga dapat dilihat berdasarkan sudut pandang „sumber‟ dan „sasaran‟. Dari segi makna, verba transitif (membutuhkan objek) mengungkapan peristiwa yang melibatkan dua hal

yaitu „sumber‟ peristiwa dalam hal ini adalah pelaku/pengalam/peneral dan hal

yang dikenai oleh peristiwa itu, dalam hal ini adalah sasaran/tujuan/penderita. TBBBI (1988:93) mengungkapkan bahwa

“Peristiwa tersebut dapat diperikan dari sudut „sumbernya‟ atau

dari sudut „sasarannya‟. Kedua sudut pandangan itu memerlukan

bentuk verba tersendiri yaitu bantuk aktif dan bentuk pasif. Titik tolak pemerian peristiwa menempati gatra (posisi fungsional) subjek dalam kalimat. Subjek dalam bentuk aktif adalah pelakunya atau sumbernya, sedangkan subjek dalam bentuk pasif adalah

sasaran atau tujuannya.”

Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa pada kalimat berbentuk aktif yang menjadi pelaku perbuatan atau sumber peristiwa adalah subjeknya. Pada bentuk pasif yang menjadi subjek adalah sasaran dari perbuatan. Dalam verba semitransitif dan taktransitif tidak mengenal ada oposisi aktif-pasif (TBBBI, 1988:97). Dengan demikian, pada kalimat yang memiliki bentuk Intransitif hanya terdapat sumber, dan tidak menuntut adanya sasaran.

Sudut pandang aktif dan pasif dalam suatu kalimat sebenarnya bertolak pada pemikiran relasi antar subjek dan predikat yang dilihat dari segi peran yang dilakukan oleh subjek terhadap perbuatan apa yang dinyatakan pada predikat (Sugono, 2009:118). Erianto (2001:252) menyatakan bahwa variasi bentuk


(53)

kalimat aktif dan pasif menunjukan pada tingkatan mana yang ditonjolkan dan bagian mana yang difokuskan dengan kata-kata khusus, frase, atau anak kalimat secara langsung mempengaruhi makna kata secara keseluruhan. Kalimat penggunaan kalimat aktif lebih menonjolkan sumber sebagai subjek, sedangkan pada kalimat pasif lebih menonjolkan sasaran sebagai subjek. Dengan semikian, dapat disimpulkan bahwa makna sebuah kalimat dapat dipengaruhi oleh penggunaan aktif-pasif.

Lebih dari sekadar makna, penggunaan struktur aktif-pasif juga dapat mencerminkan sikap hidup dan cara berpikir masyarakat. Hal ini diungkapkan oleh Rahardi (2003:7)

“Dapat dikatakan bahwa bentuk pasif secara kultural mencerminkan sikap hidup dan cara berpikir masyarakat Indonesia. Pada sebagian besar masyarakat kita bentuk pasif cenderung lebih banyak digunakan daripada bentuk aktifnya.”

Secara khusus fenomena ini terlihat pada masyarakat jawa. Hal ini terlihat pada masyarakat jawa yang melakukan perubahan struktur kalimat fokus pelaku menjadi fokus perbuatan. Dengan kata lain, masyarakat jawa lebih banyak menggunakan bentuk pasif daripada bentuk aktif. Masayarat jawa lebih senang menggunakan kalimat buku iku kula bekta (buku itu saya bawa) daripada kalimat

kula mbekta buku iku (saya membawa buku itu). Tentu saja hal ini pengaruh dari

pola pikir masyarakat jawa yang lebih suka mengungkapkan sesuatu secara tidak langsung. Rahardi (2003:7) mengungkapkan bahwa


(54)

“Dengan menggunakan bentuk pasif, maksud penutur tidak disampaikan secara langsung. Semakin tidak langsung maksud sebuah tuturan disampaikan, akan semakin santunlah maksud tuturan itu.”

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa, penggunaan bentuk pasif digunakan oleh sebagian besar masyarakat Indonesia khususnya masyarakat Jawa. Bentuk pasif banyak digunakan oleh masyarakat jawa karena, dengan menggunakan kalimat pasif, maksud dan tujuan penutur tidak disampaikan secara langsung. Semakin sebuah kalimat tidak disampaikan secara langsung, maka semakin santun tuturanya.

Struktur kalimat aktif dan kalimat pasif memiliki peran yang sangat besar dalam bahasa Indonesia, untuk itu struktur kedua jenis kalimat berdasarkan sudut pandang subjek dan sasaran akan dibicarakan dibawah ini.

2.2.4.1Kalimat Aktif

Kalimat disebut aktif apabila subjek suatu kalimat merupakan pelaku perbuatan (Soegono,2009:118). Sementara itu, menurut pendapat Sukini (2010:90) kalimat disebut kalimat aktif apabila subjek merupakan pelaku perbuatan yang dinyatakan pada predikat. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kalimat aktif adalah kalimat yang subyeknya merupakan pelaku perbuatan dan dapat dinyatakan pada predikat yang merupakan verba aktif.

Berdasarkan pengertian tersebut, jika subjek merupakan pelaku perbuatan maka predikatnya merupakan verba yang aktif. Verba aktif pada umumnya ditandai dengan penggunaan kata kerja berafiks meN-, ber-, dan kata kerja aus Suhardi dalam (Sukini, 2010:90). Berikut ini contoh kalimat aktif.


(55)

(9) Anton mengajak teman-temannya ke warung soto. (Kata kerja beafiks meN-)

(10) Ema melambaikan tangannya (Kata kerja berafiks meN-) (11) Bu Umi berbelanja sayur-sayuran

(Kata kerja berafiks ber-) (12) Dodi makan apel

( Kata kerja aus)

Menurut Soegono (2009:118) kalimat aktif dapat dibedakan menjadi dua yaitu kalimat aktif transitif dan kalimat aktif intransitif. Menurut Sukini (2010:90) kalimat aktif dapat dibedakan menjadi tiga yaitu kalimat aktif transitif, kalimat aktif intansitif dan kalimat aktif semitransitif.

Berdasarkan pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa kalimat aktif terdiri dari kalimat aktif transitif, kalimat aktif intransitif, dan kalimat aktif semitransitif.

2.2.4.1.1 Kalimat Aktif Transitif

Kalimat aktif transitif merupakan kalimat yang mempunyai peran sebagai pelaku perbuatan yang dinyatakan pada predikat dan objek sebagai sasarannya (Sugono, 2009:119). Jadi, kalimat aktif transitif adalah kalimat yang strukturnya minimal terdiri dari S-P-O. Predikat pada kalimat aktif transitif menuntut hadirnya objek. Kalimat aktif transitif juga ditandai dengan hadirnya verba yang mengisi


(56)

predikat. Verba yang mengisi predikat kalimat aktif transitif umumnya ditandai dengan awalan meN- (Sugono, 2009:119).

Kalimat aktif transitif dapat dibedakan menjadi dua yaitu kalimat aktif ekatransitif, dan kalimat aktif dwitransitif (Sukini, 2010:91)

1. Kalimat Aktif Ekatransitif

Kalimat aktif ekatransitif adalah kalimat yang verbanya diikuti satu obyek. Contoh dari kalimat ekatransitif adalah sebagai berikut.

(13) Hani memangil-manggil dewi. S P O

(14) Ibu membeli ikan dipasar S P O KET

Kalimat (13) dan (14) merupakan kalimat aktif ekatransitif, karena hanya membutuhkan obyek setelah predikat yang merupakan verba aktif. Dalam kalimat kedua, KET hanya dipakai untuk menambah informasi saja. Dengan kata lain, tanpa menggunakan kata di pasar kalimat itu sudah menjadi kalimat yang utuh.

2. Kalimat Aktif Dwitransitif

Kalimat aktif dwitransitif adalah kalimat yang verbanya diikuti oleh objek dan pelengkap. Contoh kalimat dwitransitif adalah sebagai berikut.

(15) Ibu membelikan adik mainan S P O PEL

(16) Doni memberikan Rani sekuntum bunga S P O PEL


(57)

Kedua kalimat di atas merupakan kalimat aktif dwitransitif kerena membutuhkan kehadiran PEL untuk menjadikan kalimat tersebut suatu kesatuan pikiran yang utuh.

2.2.4.1.2 Kalimat Aktif Intransitif

Menurut pendapat Sukini (2010:92) kalimat aktif intransitif adalah kalimat yang subjeknya melakukan perbuatan dinyatakan pada predikat, dan predikatnya berupa verba aktif namun tidak memerlukan objek. Pendapat ahli lain yaitu Sogono (2009:2009) menyatakan kalimat aktif intransitif merupakan kalimat aktif yang berobjek. Bedasarkan pengertian kedua ahli, dapat disimpilkan bahwa kalimat aktif intransitif merupakan kalimat aktif yang tidak memerlukan objek. Disamping menandai kalimat aktif yang berobjek, awalan meN- juga menandai kalimat aktif yang tidak memerlukan kehadiran objek, misalnya menangis,

melangkah, menyerah, melapor, dan menari. Kalimat tak berobjek juga ditandai

oleh verba yang berawalan ber-. Misalnya berjalan, berolahraga, bertanya, bekerja, dan belajar. Selain itu, kalimat aktif intransitive juga dapat ditandai dengan verba seperti kembali, datang, masuk,bangkit, dan pergi. Berikut contoh kalimat intransitif.

(17) Anak-anak menari

S P

(18) Ia berjalan setiap pagi S P KE (19) Adik kembali ke rumah S P KET


(58)

Kalimat (17), (18), dan (19) merupakan kalimat intransitive, karena tidak memerlukan kehadiran objek. Tanpa kehadiran objek kalimat-kalimat tersebut sudah memiliki satu makna yang utuh. Bahkan, kalimat tersebut tidak bisa ditambahkan objek.

2.2.4.1.3 Kalimat Aktif Semitransitif

Kalimat semitransitf adalah kalimat yang subjekanya melakukan perbuatan yang dinyatakan pada predikat, dan predikatnya berupa verba yang bisa diikuti oleh objek, bisa pula tanpa objek (Sukini, 2010:93). Jadi kehadiran objek dalam kalimat semitansitif bersifat manasuka. Beriku contoh kalimat semitransitif.

(20) Adik sedang membaca novel. S P O Objek novel bersifat manasuka. (21) Nanda memasak sayur asem. S P O

Objek sayur asem bersifat manasuka.

2.2.4.2 Kalimat pasif

Berdasarkan Sukini (2010:94) kalimat pasif adalah kalimat yang subjeknya menjadi sasaran perbuatan yang dinyatakan predikat. Sedangkan Sugono (2009:118) menyatakan bahwa jika subjek kalimat tidak berperan sebagai pelaku, tetapi sebagai sasaran perbuatan yang dinyatakan predikat, disebut kalimat pasif. Berdasarkan beberapa pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa kalimat pasif adalah kalimat yang subjeknya tidak dikenai sasaran yang dinyatakan oleh predikat. Dari penggertian tersebut, dapat diketahui bahwa


(59)

kalimat pasif merupakan kalimat yang subjeknya berupa sasaran suatu perbuatan yang dinyatakan dalam predikat. Dengan kata lain, penggunaan kalimat pasif memiliki kecenderungan tidak menonjolkan pelaku perbuatan. Dengan menggunakan kalimat pasif, orang dapat meniadakan unsur pelaku. Penggunaan kalimat pasif juga dapat menyelamatkan kesalahan struktur kalimat yang disebabkan oleh tidak adanya subjek dalam kalimat aktif.

Berdasarkan Sugono (2009:122) di dalam bahasa Indonesia terdapat dua macam bentuk verba pasif yaitu verba pasif berawalan di- (Tipe 1) dan verba pasif tanpa awalan di- plus pelaku (Tipe 2). Sedangkan menurut sukini, kalimat pasif dapat dibedakan menjadi tiga yaitu kalimat pasif berawalan di (Tipe 1), kalimat pasif yang verba pasifnya berimbuhan ke-an dan ter- (Tipe 2), dan kalimat pasif yang menggunakan verba aktif dengan meninggalkan meN-, dan sebagai awalan di-, digunakan untuk pronomina persona pada kalimat aktif. Dalam penelitian ini akan di bahas tipe kalimat pasif sebagai berikut.

2.2.4.2.1 Kalimat Pasif Berawalan di- (Tipe 1)

Kalimat pasif yang berimbuhan di- terdapat dua macam, yaitu kalimat pasif berimbuhan di- yang dibelakangnya terdapat pelaku dan kalimat pasif yang tidak terdapat pelaku. Untuk memahami lebih lanjut, perhatikan kalimat berikut.

(22) Agung dipinjami motor oleh tetangganya S P O KET


(60)

(23) Adik dibawakan bekal oleh ibu S P O KET

(24) Masalah kenaikan harga BBM sedang diperbincangkan S P

(25) Baju itu dijual S P

(26) Laptop ku sedang diperbaiki S P

Dari kalimat-kalimat di atas, kalimat nomor 1 dan 2 terdapat keterangan pelaku yang dijelaskan dengan kata oleh. Kalimat tersebut merupakan kalimat pasif yang terdapat pelaku, sedangkan kalimat 3, 4, dan 5 merupakan kalimat yang tidak memiliki pelaku. Namun, ketika diperhatikan lagi kalimat nomor 1 dan 2 juga dapat menjadi satu pikiran yang utuh ketika KET dihilangkan. Sebagai contoh kalimat nomor 1 menjadi Agung dipinjami motor. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kehadiran bentuk oleh yang menyatakan pelaku dapat bersifat manasuka.

2.2.4.2.2 Kalimat Pasif dengan Unsur Pelaku Pronominal (Tipe 2)

Pada kalimat pasif tipe ini, predikat kalimat menggunakan verba aktif dengan meninggalkan awalan meN- dan menggunakan pronomina persona pertama sebagai pengganti di-. Sebagai contoh lihatlah pada kalimat berikut :

(27) Buku itu telah ia berikan kepada temannya.


(61)

(28) Masalah itu sudah sering kami bicarakan dengannya.

S P KET

(29) Mobil itu ayah beli dari toko. S P KET

(30) Rumah itu mereka tempati sejak gempa tahun lalu.

S P KET

Jika diperhatikan, setiap predikat dalam kalimat-kalimat terdapat verba aktif yang telah meninggalkan awalan meN-, selain itu sebelumnya selalu terdapat pronomina persona.

2.2.4.2.3 Kalimat Pasif yang Verba Pasifnya Berimbuhan ke-an dan ter- (Tipe 3)

Kalimat pasif tipe ini predikatnya diisi oleh verba yang berimbuhan ke-an ter-, kena di depan verba. Selain itu, subjeknya juga menjadi sasaran suatu perbuatan dan memiliki makna tidak sengaja. Berikut contoh kalimat pasif Tipe 3.

(31) Saya kedinginan S P

(32) Adik kelaparan sejak tadi pagi S P KET (33) Kaki saya tertipa ember

S P PEL

(34) Amplop itu terselip di tumpukan buku S P KET


(62)

2.2.4 Kalimat Efektif

Sebuah karangan dikatakan menarik apabila pesan atau ide yang yang terdapat didalamnya mampu diterima oleh pembaca dengan baik. Dalam suatau karangan, faktor yang menentukan efektifitas pesan yang disamapaikan adalah kalimat. Sebuah kalimat dapat dikatakan efektif apabila pesan atau ide yang ingin disampaikan oleh penulis dapat diterima dengan baik oleh pembaca. Pendapat ini sesuai dengan pendapat Razak (1990:2) yang memaparkan bahwa kalimat dikatakan efektif apabila mampu membuat proses penyampaian dan penerimaan itu dengan sempurna. Semakin pesan atau ide yang dimaksudkan oleh penulis tergambarkan dengan lengkap dan diterima dengan sempurna, maka kalimat tersebut semakin efektif.

Penggunaan kalimat efektif dalam sebuah karanagan memiliki pengaruh yang sangat besar bagi pembaca. Hal ini karena beban sebuah kalimat tidak hanya pada proses penyampaian dan penerimaan pesan saja, tetapi juga mengungkapkan ekspresi kejiwaan manusia. Melalui kalimat, pengarang dapat memberitahukan atau menanyakan sesuatu kepada pembaca. Bahkan, pengarang juga dapat menyindir, mengejek, merayu, menggugah, meyakinkan, mengkritik menghibur dan sebagainya. Razak (1990:3) juga mengungkapkan bahwa,

“Banyak sekali ragam bentuk ekspresi kejiwaan manusia. Di dalam setiap karya tulis, semua bentuk espresi kejiwaan itu memelui kalimat. Hanya kalimatlah yang dapat digunakan untuk itu”.


(63)

Dari kutipan di atas terlihat bahwa penggunaan kalimat efektif sangat berpengaruh bagi pembaca karena kalimat dapat menyampaikan pesan dan ekspresi kejiwaan manusia.

Gorys Keraf (dalam Widyamartaya, 1990:58) menyatakan bahwa syarat-syarat kalimat efektif mengandung cita rasa kalimat. Untuk itu dalam membentuk kalimat yang efektif dan menarik bagi pembaca, dalam sebuah karangan membutuhkan cita rasa. Supaya pembaca tidak bosan dalam membaca, diperlukan cita rasa yang bervariasi. Sebuah kalimat juga akan terasa hidup dan menarik bila kalimat-kalimatnya bervariasi dalam hal panjang-pendeknya, jenisnya, aktif-pasif nya, polanya, atau gayanya (Widyamartaya, 1990:33). Dengan pemakaian kalimat yang bervariasi tersebut, pembaca tidak akan bosan dalam membaca.

Selain itu, menurut Razak (1990:7) struktur kalimat efektif haruslah benar. Kalimat itu harus memiliki kesatuan bentuk, sebab kesatuan bentuk itulah yang menjadikan adanya kesatuan arti. Berdasarkan pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa apabila struktur kalimat itu tidak benar maka tidak akan membentuk arti.

Misalnya saja terdapat pada kalimat yang ingin menyampaikan pesan “adik

makan nasi tadi pagi”. Jika kalimat yang terbentuk “Pagi tadi adik nasi makan”

maka pesan yang ingin disampaikan menjadi tidak jelas karena strukturnya tidak baik. Pesan yang disampaikan akan tersampaikan dengan baik apabila menggunakan kalimatnya “Adik makan nasi tadi pagi. Kalimat tersebut menggunakan pola kalimat S-P-O-K. Dengan menggunakan subjek, predikat, objek, pelengkap, dan keterangan yang sesuai dengan fungsinya dan aturannya,


(64)

kalimat tersebut akan menjadi alat penyampai pesan atau ide yang baik. Pada pembahasan sebelumnya telah dijelaskan bahwa kalimat ada yang terdiri dari kalimat tunggal atau kalimat sederhana dan dan kalimat majemuk atau kalimat luas. Penggunaan kedua struktur kalimat ini juga mempengaruhi keefektifan sebuah kalimat. Ada kalanya pembaca membutuhkan kalimat yang singkat dan padat, tetapi ada kalanya juga pembaca memerlukan beberapa informasi yang terkandung dalam kalimat.

Penggunaan kalimat tunggal dan kalimat mejemuk hendaknya lebih bervariasi. Struktur kalimat tunggal cukup sederhana, untuk itu kalimat tersebut hanya terdapat satu idea atau hanya menyampaikan satu informasi saja. Penggunaan kalimat sederhana ini dapat memudahkan pembaca dalam menangkap pesan dari penulis. Sedangkan kalimat majemuk terdiri dari lebih dari satu klausa, untuk itu informasi yang disampaikan kepada pembaca pun lebih dari satu. Penggunaan kalimat majemuk haruslah hati-hati, apabila kalimat tersebut terlalu banyak informasi yang di sampaikan maka kalimat tersebut menjadi sangat luas, akhirnya pembaca menjadi kerepotan dalam menangkap maksudnya. Penggunaan kalimat majemuk berfungsi ketika seorang penulis hendak menyampaikan informasi yang sejenis atau berkaitan.

Penggunaan berbagai jenis kalimat dapat menghasilkan variasi yang membuat karangan lebih menarik. Menurut Razak (1990:141) seorang penulis yang berpengalaman tidak akan menggunakan satu jenis kalimat saja dalam karangan mereka. Berdasarkan fungsi komunikatifnya jenis kalimat dapat


(1)

239

objek.

17.9

Ia sampai di halaman sekolah

V Predikatnya berupa verba

dasar, dan tidak diikuti dengan objek.

lalu bertemu dengan teman-teman

sekolah

V Predikatnya berupa verba

berimbuhan ber- yang berarti intransitif.

17.10

Ia sangat senang kemudian mereka

bersama-sama dapat masuk

kekelasnya masing-masing untuk

dapat menerima mata pelajaran.

V Predikatnya berupa verba

dasar, dan tidak diikuti dengan objek.

17.11

Setelah selesai sekolah Bambang

pulang ke rumah bersama teman

berjalan kaki.

V Predikatnya berupa verba

dasar, dan tidak diikuti dengan objek.

17.12

Mereka ditengah jalan dapat

menemukan Budi yang sedang

ditabrak apa tugasnya mereka.

V Pedikatnya berupa verba

berimbuhan meN- dan di belakangnya terdapat objek.

17.13

Mereka terpaksa menolong dia

V Pedikatnya berupa verba

berimbuhan meN- dan di belakangnya terdapat objek.

dan Bawa ke rumah sakit dan juga

V Predikatnya berupa verba

dasar, dan tidak diikuti dengan objek.


(2)

240

tuanya

berimbuhan meN- dan di

belakangnya terdapat objek.

dan juga dapat melapor ke Polisi

V Pedikatnya berupa verba

berimbuhan meN- dan di belakangnya terdapat objek.

17.14

Sesampainya dirumah Bambang

memberi salam kepada orangtuanya

tak sabar.

V Pedikatnya berupa verba

berimbuhan meN- dan di belakangnya terdapat objek.

17.15

Ia dapat menceritakan kejadian Budi

tadi kepada orang tuanya,

V Pedikatnya berupa verba

berimbuhan meN-kan dan di belakangnya terdapat objek.

Lalu Ayah menyampaikan bahwa

perbuatan Bambang untuk menolong

Budi itu baik.

V Pedikatnya berupa verba

berimbuhan meN- dan di belakangnya terdapat objek.

18.

Yanuarius Fanataf

18.3

Herman bangun pagi pada pukul

06.00

V Predikatnya berupa verba

dasar, dan tidak diikuti dengan objek.

setelah ia bangun dari tempat

tidurnya

V Predikatnya berupa verba

dasar, dan tidak diikuti dengan objek.

ia membersihkan (tempat tidurnya)

V Pedikatnya berupa verba

berimbuhan meN- dan di belakangnya terdapat objek.


(3)

241

Atau (ia) menyimpan tempat

tidurnya

V Pedikatnya berupa verba

berimbuhan meN- dan di belakangnya terdapat objek.

18.4

Herman dari bangun tidurnya

V Predikatnya berupa verba

dasar, dan tidak diikuti dengan objek.

ia jalan dia salam dari kamar tidur

tujuan kamar mandi

V Predikatnya berupa verba

dasar, dan tidak diikuti dengan objek.

18.5

Herman menggosok gigi

V Pedikatnya berupa verba

berimbuhan meN- dan di belakangnya terdapat objek.

Dan (Herman) mandi

V Predikatnya berupa verba

dasar, dan tidak diikuti dengan objek.

setelah itu Herman berpakaian

V Predikatnya berupa verba ber- yang berarti

intransitif.

dan Herman duduk diruang atau

kamar makan untuk sarapan pagi

(sneak).

V Predikatnya berupa verba

dasar, dan tidak diikuti dengan objek.

18.6

Pada pukul 7.00 Herman berangkat

dari rumah untuk naik taxi tujuan

kesekolah.

V Predikatnya berupa verba

ber- yang berarti intransitif

18.7

Setelah sampai di sekolah Herman


(4)

242

ia memberentikan mobil atau

kendaraan

untuk ia menyebrang ke sebelah jalan

tujuan sekolah.

V Pedikatnya berupa verba

berimbuhan meN- dan di belakangnya terdapat objek.

18.8

Pada pukul 7.15 bel dibunyikan

V Predikatnya berupa verba

berimbuhan di-

Herman bersama-sama dengan

teman-teman jalan tujuan ruang kelas

V,

V Predikatnya berupa verba

dasar, dan tidak diikuti dengan objek.

masuk untuk menerima pelajaran

yang diberikan gurunya disekolah

atau kelas.

V Predikatnya berupa verba

dasar, dan tidak diikuti dengan objek.

19

Yosepha Korain

19.1

Budi bangun pagi pukul 06.00

V Predikatnya berupa verba

dasar, dan tidak diikuti dengan objek.

Budi mengambil handuk

V Pedikatnya berupa verba

berimbuhan meN- dan di belakangnya terdapat objek.

lalu masuk ke kamar mandi.

V Predikatnya berupa verba dasar, dan tidak diikuti dengan objek.

19.2

Budi membersihkan seluruh anggota

tubuh dengan air dan sabun,

V Pedikatnya berupa verba

berimbuhan meN- dan di belakangnya terdapat objek.


(5)

243

lalu budi keluar menuju ruangan

V Predikatnya berupa verba

dasar, dan tidak diikuti dengan objek.

dan membuka almari,

V Pedikatnya berupa verba berimbuhan meN- dan di belakangnya terdapat objek.

dan mengambil pakaian seragam

V Pedikatnya berupa verba berimbuhan meN- dan di belakangnya terdapat objek.

dan memakai seragam.

V Pedikatnya berupa verba berimbuhan meN- dan di belakangnya terdapat objek.

19.3

budi ke ruangan untuk menyikat gigi

setelah itu budi keruang makanBudi

sarapan pagi.

V Predikatnya berupa verba

dasar, dan tidak diikuti dengan objek.

19.4

Setelah pukul 07.00 Budi bersama

ibunya ke sekolah, setibanya

disekolah Budi berpamitan kepada

ibuya

V Predikatnya berupa verba

ber- dan di belakangnya tidak diikuti objek.

dan bergegas bersama teman-teman

bertujuan masuk kehalaman sekolah

V Predikatnya berupa verba

ber- dan di belakangnya tidak diikuti objek.


(6)

BIODATA PENULIS

Cicilia Ariza Ratna Marwati lahir di Sleman pada tanggal 02

Maret 1993. Menyelesaikan Pendidikan di SD Kanisius

Kadirojo pada tahun 2005. Sekolah Menengah Pertamanya di

SMP Kanisius Kalasan pada tahun 2008. Setelah itu, ia

menyelesaikan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 1

Kalasan pada tahun 2011. Ia melanjutkan studi di Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dan lulus pada tahun 2015

de

ngan judul skripsi “Kalimat dalam

Karangan Narasi Guru Sekolah Dasar (SD)