Kohesi dan koherensi dalam karangan narasi guru-guru SD di lingkungan YPPK Maybrat Keuskupan Manokwari, Papua Barat, tahun 2014.

(1)

ABSTRAK

Wulan, Priska Nawang. 2015. Kohesi den Koherensi delem Kerengen Neresi Guru-Guru SD di Lingkungen YPPK Meybret Keuskupen Menokweri, Pepue Beret, Tehun 2014. Skripsi. Yogyakarta: Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.

Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan: (1) jenis kohesi, (2) jenis koherensi, (3) penggunaan kohesi, dan (4) penggunaan koherensi yang terdapat dalam karangan narasi guru-guru SD di Lingkungan YPPK Maybrat Keuskupan Manokwari, Papua Barat, Tahun 2014. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Sumber data penelitian berupa karangan narasi yang disusun oleh sembilan belas orang guru SD di Lingkungan YPPK Maybrat Keuskupan Manokwari, Papua Barat. Data diperoleh melalui tugas yang diberikan kepada para guru, yaitu membuat cerita berdasarkan gambar seri. Data yang terkumpul dianalisis satu persatu. Tahap analisis penelitian ini meliputi identifikasi, klasifikasi, dan interpretasi.

Hasil penelitian ini, yaitu: (1) kohesi gramatikal yang ditemukan dalam karangan narasi para guru, ialah referensi, substitusi, elipsis, dan konjungsi, sedangkan kohesi leksikal yang ditemukan, berupa hiponim, repetisi, kolokasi, sinonim, antonim, dan ekuivalensi, (2) koherensi yang ditemukan dalam karangan, yaitu adisi, repetisi, pronomina, sinonim, keseluruhan – bagian, penekanan, waktu, tempat, dan seri, (3) penggunaan penanda kohesi ada yang tepat dan tidak tepat, penggunaan penanda kohesi yang tidak tepat karena penanda kohesi yang digunakan salah, tidak diperlukan dan tidak sesuai kaidah. Penggunaan penanda kohesi yang tidak tepat ditemukan pada kohesi referensi, substitusi, elipsisis, konjungsi, hiponim, dan repetisi. (4) penggunaan penanda koherensi ada yang tepat dan tidak tepat, penggunaan yang tidak tepat karena penanda koherensi digunakan dalam karangan tidak diperlukan, penempatannya salah, dan tidak sesuai kaidah. Penggunaan yang tidak tepat ditemukan pada koherensi adisi, repetisi, pronomina, waktu, tempat, dan seri.


(2)

ABSTRACT

Wulan, Priska Nawang. 2015. The Cohesion end CoherenDe in Nerretion Writing of Elementery SDhool TeeDhers in YPPK Meybret Menokweri Bishop CounDils, West Pepue, in 2014. Thesis. Yogyakarta: Indonesia Literature Language Education, Faculty of Teacher Training and Education, Sanata Dharma University.

This research aimed to describe: (1) the type of cohesion, (2) the type of coherence, (3) the use of cohesion and (4) the use of coherence that is contained in narration writing of elementary school teachers in YPPK Maybrat Manokwari Bishop Councils, West Papua, in 2014. This research used qualitative descriptive approach. The source of research data were narration writing that were compiled by nineteen elementary school teachers in YPPK Maybrat Manokwari Bishop Councils, West Papua. The data were obtained through the task that was given to the teachers, which was making a story based on series illustration. The collected data were analyzed one by one. The analysis stages were identification, classification and interpretation.

The results of this research were: (1) the grammatical cohesion that were found in teachers’ narration writing, which were reference, substitution, ellipsis and conjunction, while the lexical cohesion that were found were hyponym, repetition, collocation, synonym, antonym and equivalence, (2) the coherence that were found in writing, which were addition, repetition, pronoun, synonym, the whole – part, emphasis, time, place and series, (3) there were proper and improper use of cohesion marker, the improper use of cohesion marker was due to the wrong cohesion marker that was used was incorrect, not necessary and not in accordance with the rules. The improper use of cohesion marker was found in the reference, substitution, ellipsis, conjunction, hyponym and repetition of cohesion. (4) there were proper and improper use of coherence marker, the improper use was due to the coherence marker was used in writing unnecessarily, placed incorrectly and not in accordance with the rules. The improper use was found in the addition, repetition, pronoun, time, place and series of coherence.


(3)

KOHESI DEN KOHERENSI DELEM KERENGEN NERESI GURU-GURU SD

KEUSKUPEN MENOKWERI, PEPUE

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Program Studi Pendidikan Bahasa

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN KOHESI DEN KOHERENSI DELEM KERENGEN NERESI

GURU SD DI LINGKUNGEN YPPK MEYBRET KEUSKUPEN MENOKWERI, PEPUE BERET, TEHUN 2014

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia

Oleh:

Priska Nawang Wulan 111224002

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2015

KOHESI DEN KOHERENSI DELEM KERENGEN NERESI YPPK MEYBRET

TEHUN 2014

Sastra Indonesia

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI


(4)

KOHESI DEN KOHERENSI DELEM KERENGEN NERESI GURU-GURU SD

KEUSKUPEN MENOKWERI, PEPUE

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Program Studi Pendidikan Bahasa

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

i

KOHESI DEN KOHERENSI DELEM KERENGEN NERESI GURU SD DI LINGKUNGEN YPPK MEYBRET KEUSKUPEN MENOKWERI, PEPUE BERET, TEHUN 2014

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia

Oleh:

Priska Nawang Wulan 111224002

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2015

KOHESI DEN KOHERENSI DELEM KERENGEN NERESI YPPK MEYBRET

TEHUN 2014

Sastra Indonesia

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI


(5)

(6)

(7)

iv

PERSEMBAHAN

Karya ini sangat penting bagi penulis, sebagai salah satu kepedulian penulis untuk perkembangan ilmu pengetahuan, pendidikan, dan kemanusiaan. Sebagai akhir dari perjalanan panjang dan awal untuk perjalanan selanjutnya. Secara khusus penulis mempersembahkan karya ini untuk:

1. Keluarga Kudus Nazaret, Yesus, Bunda Maria, dan Santo Yosef atas terkabulnya doa dan permohonan penulis.

2. Kedua orang tua penulis, Magdalena Aijah Marhani dan Yohanes Syahroni Dekron atas segala doa dan dukungan selama penulis menjalani pendidikan. 3. Orang tua asuh dan donatur penulis atas dukungannya selama penulis


(8)

v

MOTO

Manusia terkadang tersandung kebenaran. Tetapi, kebanyakan dari mereka berdiri dan bergegas seolah-olah tidak terjadi apa-apa.

(Sir Winston Churchill)

Manusia tidak dipenjara oleh takdir, melainkan oleh pikirannya sendiri. (Franklin D. Roosevelt)

Satu-satunya kebaikan adalah pengetahuan dan satu-satunya kejahatan adalah kebodohan.

(Socrates)

Keberanian adalah keanggunan di bawah tekanan. (Ernest Hemingway)

Kebenaran akan membebaskan Anda, tetapi awalnya akan menjengkelkan Anda. (Mal Pancoast)

Tumbuh berarti berubah dan berubah berarti melibatkan risiko, melangkah dari yang tidak diketahui menuju yang diketahui.


(9)

(10)

(11)

viii ABSTRAK

Wulan, Priska Nawang. 2015. Kohesi den Koherensi delem Kerengen Neresi Guru-Guru SD di Lingkungen YPPK Meybret Keuskupen Menokweri, Pepue Beret, Tehun 2014. Skripsi. Yogyakarta: Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.

Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan: (1) jenis kohesi, (2) jenis koherensi, (3) penggunaan kohesi, dan (4) penggunaan koherensi yang terdapat dalam karangan narasi guru-guru SD di Lingkungan YPPK Maybrat Keuskupan Manokwari, Papua Barat, Tahun 2014. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Sumber data penelitian berupa karangan narasi yang disusun oleh sembilan belas orang guru SD di Lingkungan YPPK Maybrat Keuskupan Manokwari, Papua Barat. Data diperoleh melalui tugas yang diberikan kepada para guru, yaitu membuat cerita berdasarkan gambar seri. Data yang terkumpul dianalisis satu persatu. Tahap analisis penelitian ini meliputi identifikasi, klasifikasi, dan interpretasi.

Hasil penelitian ini, yaitu: (1) kohesi gramatikal yang ditemukan dalam karangan narasi para guru, ialah referensi, substitusi, elipsis, dan konjungsi, sedangkan kohesi leksikal yang ditemukan, berupa hiponim, repetisi, kolokasi, sinonim, antonim, dan ekuivalensi, (2) koherensi yang ditemukan dalam karangan, yaitu adisi, repetisi, pronomina, sinonim, keseluruhan – bagian, penekanan, waktu, tempat, dan seri, (3) penggunaan penanda kohesi ada yang tepat dan tidak tepat, penggunaan penanda kohesi yang tidak tepat karena penanda kohesi yang digunakan salah, tidak diperlukan dan tidak sesuai kaidah. Penggunaan penanda kohesi yang tidak tepat ditemukan pada kohesi referensi, substitusi, elipsisis, konjungsi, hiponim, dan repetisi. (4) penggunaan penanda koherensi ada yang tepat dan tidak tepat, penggunaan yang tidak tepat karena penanda koherensi digunakan dalam karangan tidak diperlukan, penempatannya salah, dan tidak sesuai kaidah. Penggunaan yang tidak tepat ditemukan pada koherensi adisi, repetisi, pronomina, waktu, tempat, dan seri.


(12)

ix ABSTRACT

Wulan, Priska Nawang. 2015. The Cohesion end CoherenDe in Nerretion Writing of Elementery SDhool TeeDhers in YPPK Meybret Menokweri Bishop CounDils, West Pepue, in 2014. Thesis. Yogyakarta: Indonesia Literature Language Education, Faculty of Teacher Training and Education, Sanata Dharma University.

This research aimed to describe: (1) the type of cohesion, (2) the type of coherence, (3) the use of cohesion and (4) the use of coherence that is contained in narration writing of elementary school teachers in YPPK Maybrat Manokwari Bishop Councils, West Papua, in 2014. This research used qualitative descriptive approach. The source of research data were narration writing that were compiled by nineteen elementary school teachers in YPPK Maybrat Manokwari Bishop Councils, West Papua. The data were obtained through the task that was given to the teachers, which was making a story based on series illustration. The collected data were analyzed one by one. The analysis stages were identification, classification and interpretation.

The results of this research were: (1) the grammatical cohesion that were found in teachers’ narration writing, which were reference, substitution, ellipsis and conjunction, while the lexical cohesion that were found were hyponym, repetition, collocation, synonym, antonym and equivalence, (2) the coherence that were found in writing, which were addition, repetition, pronoun, synonym, the whole – part, emphasis, time, place and series, (3) there were proper and improper use of cohesion marker, the improper use of cohesion marker was due to the wrong cohesion marker that was used was incorrect, not necessary and not in accordance with the rules. The improper use of cohesion marker was found in the reference, substitution, ellipsis, conjunction, hyponym and repetition of cohesion. (4) there were proper and improper use of coherence marker, the improper use was due to the coherence marker was used in writing unnecessarily, placed incorrectly and not in accordance with the rules. The improper use was found in the addition, repetition, pronoun, time, place and series of coherence.


(13)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan lancar. Skripsi yang berjudul Kohesi dan Koherensi dalam Karangan Narasi Guru-Guru SD di Lingkungan YPPK Maybrat Keuskupan Manokwari, Papua Barat, Tahun 2014 ini disusun untuk memenuhi syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia.

Proses yang penulis lalui hingga skripsi ini selesai berkat dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. B. Widharyanto, M.Pd., dosen pembimbing yang telah membimbing dan mengarahkan dalam mengerjakan skripsi ini hingga selesai.

2. Dr. Y. Karmin, M.Pd., triangulator yang telah membantu analisis data penulis.

3. Segenap dosen Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia yang telah memberikan berbagai ilmu pengetahuan.

4. Orangtua asuh, donatur, dan pihak yang telah memberikan semangat dan motivasi.

5. Tim Payung Maybrat, Saferine Yunanda, Cicilia Ariza Ratna Marwati, Gabrielle Rini Dwi Sulandi, dan Caecilia Nurista Syahdu Hening, yang telah berproses bersama selama mengerjakan skripsi.

6. Segenap mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia angkatan 2011 yang telah memberi dukungan dan pengertian.

7. Segenap keluarga besar penulis di segala penjuru Indonesia, khususnya Keluarga Tolan, yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah memberi semangat dan doa.

8. Sahabat-sahabat penulis yang ada di Yogyakarta, Jakarta, Samarinda dan Lambing yang telah memberikan keteguhan dan semangat.


(14)

(15)

xii DAFTAR ISI

TALAMAN JUDUL ... i

TALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

TALAMAN PENGESATAN ... iii

TALAMAN PERSEMBATAN ... iv

TALAMAN MHTH ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAT UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDATULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalat ... 1

1.2 Rumusan Masalat ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.4 Manfaat Penelitian ... 4

1.5 Batasan Istilat ... 5


(16)

xiii

BAB II LANDASAN TEHRI ... 7

2.1 Penelitian Terdatulu Yang Relevan ... 7

2.2 Kajian Teori ... 8

2.2.1 Kotesi ... 8

2.2.2 Koterensi ... 22

2.2.3 Karangan Narasi ... 33

2.3 Kerangka Teori ... 34

BAB III METHDHLHGI PENELITIAN ... 35

3.1 Jenis Penelitian ... 35

3.2 Sumber Data ... 36

3.3 Instrumen Penelitian ... 37

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 37

3.5 Teknik Analisis Data ... 38

3.6 Triangulasi ... 39

BAB IV TASIL PENELITIAN DAN PEMBATASAN ... 41

4.1 Deskripsi Data Penelitian ... 41

4.2 Analisis Data ... 42

4.2.1 Jenis Kotesi dalam Karangan Narasi Guru-Guru SD YPPK Maybrat Keuskupan Manokwari, Papua Barat, Tatun 2014 ... 42

4.2.2 Jenis Koterensi dalam Karangan Narasi Guru-Guru SD YPPK Maybrat Keuskupan Manokwari, Papua Barat, Tatun 2014 ... 50

4.2.3 Penggunaan Penanda Kotesi dalam Karangan Narasi Guru-Guru SD YPPK Maybrat Keuskupan Manokwari, Papua Barat, Tatun 2014 ... 56

4.2.4 Penggunaan Penanda Koterensi dalam Karangan Narasi Guru-Guru SD YPPK Maybrat Keuskupan Manokwari, Papua Barat, Tatun 2014 ... 65


(17)

xiv

4.3 Pembatasan ... 71

4.3.1 Teori Kotesi dan Koterensi yang Digunakan untuk Penelitian ... 71

4.3.2 Hasil Analisis Penelitian Terdatulu ... 72

4.3.3 Hasil Analisis Peneliti ... 73

BAB V PENUTUP ... 84

5.1 Kesimpulan ... 84

5.2 Implikasi ... 86

5.3 Saran ... 86

DAFTAR PUSTAKA ... 89

LAMPIRAN ... 91


(18)

xv

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Identitas Karangan Narasi ... 36

Tabel 3.2 Kode Karangan Narasi ... 38

Tabel 3.3 Jenis dan Kode Kotesi Gramatikal ... 38

Tabel 3.4 Jenis dan Kode Kotesi Leksikal ... 38


(19)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Data Karangan ... 91 Lampiran 2 Frekuensi Penggunaan Kotesi dan Koterensi dalam Karangan

Narasi Guru-Guru SD di Lingkungan YPPK Maybrat Keuskupan Manokwari, Papua Barat, Tatun 2014 ... 98 Lampiran 3 Analisis Data ... 101 Lampiran 4 Triangulasi Penyidik ... 131


(20)

1

BABBIB

PENDAHULUANB

B

Dalam bab ini peneliti membahas mengenai: (1) latar belakang masalah, (2) rumusan masalah, (3) tujuan penelitian, (4) manfaat penelitian, (5) batasan istilah, dan (6) sistematika penyajian.

1.1LatarBBelakangBMasalahB

Kondisi pendidikan di beberapa daerah di Indonesia membutuhkan perhatian, seperti yang terjadi di SD Lingkungan YPPK Maybrat Keuskupan Manokwari, Papua Barat. Di sana ditemukan fakta yang memprihatinkan, siswa kelas V Sekolah Dasar masih belum mampu membaca dan menulis. Kondisi serupa juga disebutkan dalam sebuah tulisan dalam travel.detik.com (2013) yang menyatakan bahwa kondisi pendidikan di Papua Barat sangat berbeda dibandingkan dengan kondisi pendidikan di daerah-daerah lainnya. Kondisi tersebut sangat memprihatinkan, padahal kompetensi membaca dan menulis umumnya mulai dipelajari ketika anak masuk pendidikan formal. Menurut Soebadi melalui idai.or.id (2013) anak sudah mahir membaca dan menulis ketika anak berusia delapan tahun ke atas. Pada usia tersebut umumnya anak duduk di kelas dua sekolah dasar (SD).

Ketidakmampuan siswa dalam membaca dan menulis disebabkan oleh banyak faktor, baik itu yang dari dalam diri siswa maupun dari luar diri siswa tersebut. Faktor yang paling penting dalam keberhasilan ataupun kegagalan siswa


(21)

ialah guru. Hal ini dinyatakan oleh Chetty dalam sebuah artikel yang ia tulis bersama dengan rekan-rekannya (2014).

Research has shown that the most important factor in terms of student achievment is the teacher; there is a clear relationship between student’s learning and the quality of their teacher, and weak teacher can actually have a deleterious impact on learners (Chetty, Friedman, & Rockoff, 2013; Darling-Hammond, 200; Hattie, 2013, melalui Goodwin, 2014:284). Pernyataan Chetty sesuai dengan kenyataan yang terjadi di SD Lingkungan YPPK Maybrat, Papua Barat. Guru sangat berpengaruh dalam keberhasilan dan kegagalan peserta didiknya, apalagi di jenjang sekolah dasar (SD), guru memiliki peran yang dominan dalam kegiatan pembelajaran.

Kompetensi para guru SD di Lingkungan YPPK Maybrat kurang memadai. Fakta inilah yang membuat karangan narasi yang ditulis oleh para guru tersebut menarik dan layak untuk dikaji lebih lanjut dan akan memberikan banyak manfaat bagi dunia pendidikan, khususnya bagi Lingkungan YPPK Maybrat Keuskupan Manokwari, Papua Barat. Secara khusus penulis menganalisis jenis dan penggunaan penanda kohesi dan koherensi dalam karangan narasi para guru tersebut. Berdasarkan paparan yang penulis sampaikan, penulis membuat judul penelitian ini sebagai berikut “Kohesi dan Koherensi dalam Karangan Narasi Guru-Guru SD di Lingkungan YPPK Maybrat Keuskupan Manokwari, Papua Barat, Tahun 2014”.


(22)

1.2BRumusanBMasalahBB

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, rumusan masalah penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Jenis kohesi apa saja yang terdapat dalam karangan narasi guru-guru SD di Lingkungan YPPK Maybrat Keuskupan Manokwari, Papua Barat, Tahun 2014?

2. Jenis koherensi apa saja yang terdapat dalam karangan narasi guru-guru SD di Lingkungan YPPK Maybrat Keuskupan Manokwari, Papua Barat, Tahun 2014?

3. Bagaimana penggunaan penanda kohesi dalam karangan narasi guru-guru SD di Lingkungan YPPK Maybrat Keuskupan Manokwari, Papua Barat, Tahun 2014?

4. Bagaimana penggunaan penanda koherensi dalam karangan narasi guru-guru SD di Lingkungan YPPK Maybrat Keuskupan Manokwari, Papua Barat, Tahun 2014?

1.3TujuanBPenelitianBB

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Mendeskripsikan jenis kohesi yang terdapat dalam karangan narasi guru-guru SD di Lingkungan YPPK Maybrat Keuskupan Manokwari, Papua Barat, Tahun 2014.


(23)

2. Mendeskripsikan jenis koherensi yang terdapat dalam karangan narasi guru-guru SD di Lingkungan YPPK Maybrat Keuskupan Manokwari, Papua Barat, Tahun 2014.

3. Mendeskripsikan penggunaan penanda kohesi yang terdapat dalam karangan narasi guru-guru SD di Lingkungan YPPK Maybrat Keuskupan Manokwari, Papua Barat, Tahun 2014.

4. Mendeskripsikan penggunaan penanda koherensi yang terdapat dalam karangan narasi guru-guru SD di Lingkungan YPPK Maybrat Keuskupan Manokwari, Papua Barat, Tahun 2014.

1.4BManfaatBPenelitianB

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi peneliti, Perguruan Tinggi yang fokus terhadap pendidikan, YPPK Maybrat, dan pendidik. Manfaat penelitian ini ialah sebagai berikut.

1. Menambah referensi penelitian mengenai jenis dan penggunaan kohesi dan koherensi dalam karangan narasi.

2. Sebagai pemicu atau penggerak untuk perbaikan kualitas pendidikan di Indonesia dan menghasilkan tenaga pendidik yang profesional.

3. Meningkatkan kemampuan menulis guru-guru SD di Lingkungan YPPK Maybrat Keuskupan Manokwari, Papua Barat.

4. Meningkatkan keintensifan penguasaan keterampilan dasar berbahasa (mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis) dalam pelajaran Bahasa Indonesia.


(24)

1.5BBatasanBIstilahBB

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan beberapa istilah. Istilah tersebut dibatasi pengertiannya agar penelitian ini lebih terarah. Berikut ini adalah batasan istilah tersebut.

1. Kohesi

Kohesi dalam wacana diartikan sebagai kepaduan bentuk yang secara stuktural membentuk ikatan sintaktikal (Mulyana, 2005:26).

2. Kohesi Leksikal

Kohesi leksikal berupa kata atau frasa bebas yang mampu mempertahankan hubungan kohesif dengan kalimat yang mendahului atau yang mengikuti (Rani, 2006:129).

3. Kohesi Gramatikal

Kohesi gramatikal merupakan piranti atau penanda kohesi yang melibatkan penggunaan unsur-unsur kaidah bahasa (Rani, 2006:97). 4. Koherensi

Koherensi adalah keterkaitan semantis antara bagian-bagian wacana (Baryadi, 2002:29).

5. Karangan Narasi

Karangan narasi merupakan tulisan yang sifatnya bercerita, baik berdasarkan pengamatan maupun perekaan, dan tujuannya lebih banyak menghimpun, tergolong kategori pengisahan (Alex, 2011:184).


(25)

1.6BSistematikaBPenyajianBB

Penelitian ini terdiri dari lima bab. Bab I merupakan pendahuluan. Bagian pendahuluan memaparkan enam hal, yaitu latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan istilah, dan sistematika penyajian.

Bab II merupakan kajian teori. Bagian kajian teori memaparkan tiga hal, yaitu penelitian relevan, kajian teori, dan kerangka berpikir.

Bab III merupakan metodologi penelitian. Bagian metodologi memaparkan enam hal, yaitu jenis penelitian, sumber data, instrumen penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, dan triangulasi.

Bab IV merupakan hasil penelitian dan pembahasan. Bagian hasil penelitian dan pembahasan memaparkan tiga hal, yaitu deskripsi data penelitian, analisis data, dan pembahasan.

Bab V merupakan penutup. Bagian penutup memaparkan tiga hal, yaitu kesimpulan, implikasi, dan saran.


(26)

7

BABBIIB

LANDASANBTEORIB

B

Dalam bab ini peneliti membahas mengenai: (1) penelitian terdahulu yang relevan, (2) kajian teori, dan (3) kerangka berpikir.

2.1.BPenelitianBTerdahuluByangBRelevanB

Penelitian mengenai kohesi dan koherensi hingga saat ini cukup banyak yang melakukannya, baik itu dari bidang yang mengkaji tentang bahasa maupun pendidikan. Sejauh ini yang diteliti biasanya mengenai karangan para siswa, majalah, surat kabar, dan buku pelajaran siswa, sedangkan penelitian terhadap kompetensi menulis guru-guru belum ada. Ada beberapa penelitian mengenai karangan yang cukup relevan dengan penelitian penulis. Peneliti mengambil dua penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian yang penulis lakukan.

Penelitian pertama oleh Yunita Cristantri (2012), penelitian ini fokusnya yaitu mendeskripsikan jenis kohesi dan koherensi yang terdapat dalam karangan deskripsi siswa kelas X semester I di SMA Pangudi Luhur St. Louis IX Sedayu. Penelitian kedua oleh Agnes Dyah Purnamasari (2009), penelitian ini fokusnya yaitu mendeskripsikan jenis kohesi dan koherensi yang terdapat dalam karangan narasi siswa kelas VIII semester 1 SMP Pangudi Luhur Srumbung, Magelang tahun ajaran 2008/2009.

Kedua penelitian sebelumnya, yang dilakukan oleh Yunita Cristantri (2012) dan Agnes Dyah Purnamasari (2009) menganalisis kohesi dan koherensi dalam karangan yang dibuat oleh siswa. Penelitian yang dilakukan oleh penulis


(27)

ialah analisis kohesi dan koherensi dalam karangan yang dibuat oleh guru-guru. Kesamaan penelitian yang penulis lakukan dengan penelitian sebelumnya ialah analisis kohesi dan koherensi pada karangan. Perbedaannya ialah pada subjek yang diteliti penulis merupakan karangan narasi guru-guru, sedangkan kedua penelitian sebelumnya pada karangan narasi siswa (Purnamasari, 2009) dan karangan deskripsi siswa (Yunita, 2012).

2.2.BKajianBTeoriBB

Penelitian ini menggunakan beberapa kajian teori dari beberapa ahli linguistik khususnya analisis wacana sebagai landasan untuk mencapai tujuan yang peneliti paparkan sebelumnya. Pada bagian kajian teori ini membahas mengenai kohesi, koherensi, dan karangan narasi. Kohesi yang dibahas ialah kohesi gramatikal yang terdiri dari referensi, substitusi, elipsis, dan konjungsi. Kemudian, kohesi leksikal yang dibahas ialah hiponim, repetisi, kolokasi, sinonim, antonim, dan ekuivalensi. Selanjutnya, koherensi yang dibahas ialah adisi, repetisi, pronomina, sinonim, keseluruhan – bagian, komparasi, penekanan, kontras, hasil, contoh, paralelisme, kelas – anggota, waktu, tempat, dan seri. Hal terakhir yang dibahas ialah karangan narasi. Berikut ini beberapa kajian teori tersebut.

2.2.1BKohesiB

Kohesi adalah pertalian bentuk, maksudnya ada hubungan antarkata hingga paragraf yang dapat dilihat. Hubungan ini ditandai dengan penanda-penanda leksikal dan gramatikal. Kohesi merupakan hubungan perkaitan


(28)

antarproposisi yang dinyatakan secara eksplisit oleh unsur-unsur gramatikal dan semantik dalam kalimat-kalimat yang membentuk wacana (Alwi, 2003:427).

Kohesi dalam wacana diartikan sebagai kepaduan bentuk yang secara stuktural membentuk ikatan sintaktikal (Mulyana, 2005). Sejalan dengan pendapat

Cutting bahwa, Cohesion is how wors relate to each other within the text,

referring backwars or forwars to other wors in the text (Cutting, 2003:2). Halliday dan Hasan (1976, dalam Kushartanti, 2005) mengungkapkan bahwa ada unsur-unsur bahasa yang saling merujuk dan berkaitan secara semantik yang disebut kohesi, kohesi inilah yang membentuk suatu wacana sehingga dapat dipahami.

Menurut Mulyana (2005:26) konsep kohesi pada dasarnya mengacu kepada hubungan bentuk. Artinya, unsur-unsur wacana (kata atau kalimat) yang digunakan untuk menyusun suatu wacana memiliki keterkaitan secara padu dan utuh. Hal ini sejalan dengan pendapat Anton M. Moeliono, dkk (dalam Mulyana, 2005), untuk memperoleh wacana yang baik dan utuh, maka kalimat-kalimatnya harus kohesif.

Halliday dan Hassan (dalam Mulyana, 2005) mengemukakan bahwa unsur-unsur kohesi wacana dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu kohesi gramatikal dan kohesi leksikal. Kohesi gramatikal berupa kata atau frasa bebas yang mampu mempertahankan hubungan kohesif dengan kalimat mendahului atau yang mengikuti (Rani, 2006:129). Penanda kohesi gramatikal ialah referensi, substitusi, elipsis, dan konjungsi. Kohesi leksikal merupakan piranti atau penanda kohesi yang melibatkan penggunaan unsur-unsur kaidah bahasa (Rani, 2006:97).


(29)

Kohesi leksikal antara lain ialah hiponim, repetisi, kolokasi, sinonim, antonim, dan ekuivalensi. Berikut ini penjelasan mengenai kohesi gramatikal dan kohesi leksikal.

a. Kohesi Gramatikal

Kohesi gramatikal merupakan piranti atau penanda kohesi yang melibatkan penggunaan unsur-unsur kaidah bahasa (Rani, 2006:97). Kohesi gramatikal adalah hubungan semantis antarunsur yang berkaitan dengan tatabahasa (Kushartanti,

2005). Unsur-unsur kohesi gramatikal terdiri dari reference (referensi),

substitution (substitusi), ellipsis (elipsis), dan conjungtion (konjungsi) (Mulyana,

2005:27). Berikut ini penjelasannya.

1) Referensi

Referensi merupakan salah satu unsur kohesi gramatikal yang berfungsi sebagai penunjuk. Biasanya referensi berupa kata atau frasa yang acuannya berada di luar teks (eksofora) dan di dalam teks (endofora). Endofora dibagi menjadi anafora (mengacu pada kata sebelumnya) dan katafora (mengacu pada kata sesudahnya). Peranti yang biasa digunakan untuk referensi ialah pronomina. Menurut Alwi (2003) pronomina dalam bahasa Indonesia dibagi menjadi pronomina persona, pronomina penunjuk, dan pronomina penanya.

Pertama, pronomina persona atau kata ganti diri adalah pronomina yang dipakai untuk mengacu pada orang. Pronomina persona dapat mengacu pada diri sendiri, mengacu pada orang yang diajak bicara, atau mengacu pada orang yang

dibicarakan. Pronomina persona pertama: saya, aku, saku, -ku, ku-, kami, kita;


(30)

sekalian, Ansa sekalian; Pronomina persona ketiga: sia, ia, beliau, -nya, mereka (Alwi, 2003).

Kedua, kata ganti penunjuk adalah kata deiktis yang dipakai untuk menunjuk (menggantikan) nomina (Rani, 2006). Pronomina penunjuk dalam bahasa Indonesia ada tiga macam, yaitu pronomina penunjuk umum, pronomina penunjuk tempat, dan pronomina penunjuk ihwal. Pronomina penunjuk umum:

ini, itu dan anu; Pronomina penunjuk tempat: sini, situ, dan sana; dan Pronomina

penunjuk ihwal: begini, begitu.

Ketiga, kata ganti penanya adalah pronomina yang dipakai sebagai pemarkah pertanyaan (Alwi, 2003). Kata ganti penanya dalam bahasa Indonesia adalah apa,

siapa, mana, mengapa, kenapa, kapan, bila(mana), berapa, gabungan preposisi

dengan kata tanya (sari apa, sengan siapa, ...), kata saja dan implikasi kejamakan (sengan siapa saja, sari mana saja, ...), kata saja dan implikasi ketidaktentuan

(pada kalimat berita), dan reduplukasi apa, siapa, dan mana (Alwi,

2003:265-274). Berikut ini contoh referensi.

a. Hati Sukir terasa berbunga-bunga. Dia yakin Watik menerima lamarannya

(Mulyana, 2005: 27).

Kata Dia dalam kalimat pertama pada contoh di atas sebagai penunjuk kata

SukirBpada kalimat pertama.

b. Bersasarkan penelitian san pembahasan, maka sapat sitarik kesimpulan

sebagai berikut.

1. Pupuk menjasi bagian penting salam bisang pertanian.

2. Pemeliharaan tanaman tergantung banyak faktor (Mulyana, 2005: 27).

Kata berikut pada kalimat di atas menjadi penunjuk untuk hal-hal yang


(31)

2) Substitusi

Subtitusi atau penggantian adalah proses dan hasil penggantian unsur-unsur bahasa oleh unsur lain ke dalam satuan yang lebih besar (Mulyana, 2005:28). Subtitusi digunakan supaya tidak terjadi pengulangan kata, frasa atau kalimat yang sama, yang membuat tulisan tidak efektif.

Penggantian atau substitusi merupakan penyulihan suatu unsur wacana dengan unsur lainnya yang acuannya tetap sama, dalam hubungan antar bentuk kata, frasa, ataupun klausa (Halliday dan Hasan, 1979:88; Quirk, 1985:863, dalam Rani, 2006:105). Berikut ini contoh substitusi.

a. Dalam aksioma yang ketiga, Buhler berusaha menguraikan sturktur-mosell

ser Sprach. Ia beranggapan bahwa semua bahasa mempunyai struktur (Rani,

2006:105).

Pada contoh di atas, kata BuhlerBdalam kalimat pertamaBdigantikan kata IaB

pada kalimat selanjutnya.

b. Rasa hormat san ucapan terima kasih yang setinggi-tingginya penulis

sampaikan kepsa pembimbing skripsi, yaitu Prof. Dr. Suwardi dan Dr.

Afendy Widayat, M.A. atas bimbingan beliau berdua penulis mampu menyelesaikan skripsi ini sengan baik (Mulyana, 2005: 28).

Kata beliauB berdua dalam kalimat di atas merupakan substitusi atau yang

menggantikan kata Prof.BDr.BSuwardiBdanBDr.BAfendyBWidayat,BM.A.

3) Elipsis

Elipsis atau penghilangan/pelesapan adalah proses penghilangan kata atau

satuan-satuan kebahasaan lain (Mulyana, 2005:28). Elipsis digunakan supaya tidak ada pengulangan kata yang sama karena penulis menganggap pembaca mengerti maksud tulisan sehingga tidak perlu diulang kembali. Selain itu, supaya tulisan lebih singkat namun tetap jelas. Berikut ini contoh elipsis.


(32)

a. Tuhan selalu memberikan kekuatan, ketenangan, ketika saya menghasapi

saat-saat yang menentukan salam peyusunan skripsi ini. Ø (Saya

mengucapkan) Terima kasih Tuhan (Mulyana, 2005: 28).

Kata sayaBmengucapkan dihilangkankan karena penulis beranggapan bahwa

yang membaca tetap memahami maksud penulis, juga supaya tulisan menjadi lebih singkat dan jelas.

b. Kami berangkat hari ini. Mereka juga (Lubis, 2011:40).

Pada kalimat kedua berangkatBhariBiniBdihilangkan seluruhnya diganti kata

jugaBsebagai substitusinya.

4) Konjungsi

Konjungsi atau kata sambung adalah bentuk atau satuan kebahasaan yang berfungsi sebagai penyambung, perangkai, atau penghubung antara kata dengan kata, frasa dengan frasa, klausa dengan klausa, kalimat dengan kalimat dan seterusnya (Harimurti Kridalaksana, 1984:105; HG Tarigan, 1987:101, dalam Mulyana 2005:29; Alwi, 2003:296). Konjungsi digunakan supaya keterikatan ide-ide dalam wacana tetap mengalir sesuai alurnya dan benar-benar memiliki kejelasan hubungan satu sama lain.

Konjungsi merupakan pemarkah yang paling mudah dilihat. Brown dan Yule (Rani, 2006:95) membagi konjungsi dalam beberapa macam, yaitu: penambahan (san, atau, selanjutnya, senasa, tambahan, dan sebagainya), adversatif (tetapi, namun sebaliknya, meskipun semikian), kausal (konsekuensinya, akibatnya), dan waktu (kemusian, setelah itu, satu jam kemusian). Alwi, dkk (Alwi, 2003: 297-302) membagi konjungsi dalam beberapa jenis sebagai berikut:


(33)

a) Konjungsi Koordinatif

Konjungsi ini berfungsi menghubungkan dua unsur atau lebih yang memiliki

status atau kedudukan yang sama. Contohnya: san (penanda hubungan

penambahan), serta (penanda hubungan pendampingan), atau (penanda hubungan

pemilihan), tetapi dan melainkan (penanda hubungan perlawanan), pasahal dan

sesangkan (penanda hubungan pertentangan). Berikut contoh penggunaan konjungsi koordinatif.

a. Aku yang satang ke rumahmu atau kamu yang satang ke rumahku?

b. Dia terus saja berbicara, tetapi istrinya hanya tersiam saja.

Pada contoh a di atas terdapat konjungsi koordinatif atau (penanda hubungan

pemilihan), pada contoh b terdapat konjungsi koordinatif tetapi (penanda

hubungan perlawanan).

b) Konjungsi Korelatif

Konjungsi ini berfungsi untuk menghubungkan dua kata, frasa, atau klausa yang memiliki status sintaktis yang sama. Sarana konjungsi yang digunakan

seperti: baik… maupun …; tisak hanya… tetapi juga…; bukan hanya…,

melainkan juga…; semikian…sehingga; sesemikian rupa… sehingga…;

apa(kah)… atau…; entah…entah…; jangankan…,… pun…. Berikut ini contoh

penggunaan konjungsi korelatif.

a. Kita tidak hanya harus setuju, tetapi juga harus patuh.

b. Entah sisetujui entah tisak, sia tetap akan mengusulkan gagasannya.

Pada contoh (a) di atas terdapat konjungsi korelatif tidakBhanya dan tetapiB


(34)

c) Konjungsi Subordinator

Konjungsi ini berfungsi sebagai penghubung dua klausa atau lebih yang tidak memiliki status sintaktik yang sama. Berikut ini pembagian konjungsi subordinator dan contohnya.

1) Konjungsi subordinator waktu: sejak, semenjak, sesari; sewaktu, ketika,

tatkala, sementara, begitu, seraya, selagi, selama, serta, sambil, semi; setelah, sesusah, sebelum, sehabis, selesai, seusai; hingga, dan sampai.

2) Konjungsi subordinator syarat: jika, kalau, jikalau, asal(kan), bila, manakala.

3) Konjungsi subordinator pengandaian: ansaikan, seansainya, umpamanya,

sekiranya.

4) Konjungsi subordinator tujuan: agar, supaya, biar.

5) Konjungsi subordinator konsesif: biarpun, meski(pun), walau(pun),

sekalipun, sungguhpun, kensati(pun).

6) Konjungsi subordinator pembandingan: seakan-akan, seolah-olah,

sebagaimana, seperti, sebagai, laksana, ibarat, saripasa, alih-alih.

7) Konjungsi subordinator sebab: sebab, karena, oleh karena, oleh sebab.

8) Konjungsi subordinator hasil: sehingga, sampai (sampai), maka(nya).

9) Konjungsi subordinator alat: sengan, tanpa.

10) Konjungsi subordinator cara: sengan, tanpa.

11) Konjungsi subordinator komplementasi: bahwa.

12) Konjungsi subordinator atribut: yang.

13) Konjungsi subordinator perbandingan: sama… sengan, lebih … sari(pasa).


(35)

a. Saya pasti akan memaafkannya seandainya sia mau mengakui kesalahannya.

b. Orang yang mensatanginya bertampang seram, maka sia jasi takut.

Pada contoh a terdapat konjungsi subordinator seandainya, pada contoh b

terdapat konjungsi subordinator maka.

d) Konjungsi Antarkalimat

Konjungsi ini berfungsi untuk menghubungkan satu kalimat dengan kalimat yang lainnya. Berikut ini contoh konjungsi antarkalimat: biarpun semikian/begitu, sekalipun semikian/begitu, walaupun semikian/begitu, meskipun semikian/begitu,

sungguhpun semikian/begitu, kemusian, sesusah itu, setelah itu, selanjutnya,

tambahan pula, lagi pula, selain itu, sebaliknya, sesungguhnya, bahwasanya, malah(an), bahkan, (akan) tetapi, namun, kecuali itu, sengan semikian, oleh karena itu, oleh sebab itu, sebelum itu. Berikut ini contoh pemakaian konjungsi antarkalimat.

a. Basannya terasa lelah. Namun, ia tetap berangkat ke kantor. Masuk atau

tisak, pekerjaan harus rampung. Sebab bulan sepan buku laporan proyek

harus susah selesai.

Kata namun merupakan konjungsi adversatif, kata sebabB merupakan

konjungsi kausal yang menerangkan alasan, dan kata atau merupakan konjungsi

koordinatif yang menjelaskan hubungan setingkat antara kata sebelumnya dengan kata selanjutnya.

b. Kami tisak sepensapat sengan sia. Biarpun begitu, kami tisak akan

menghalanginya.

BiarpunBbegitu pada kalimat kedua merupakan konjungsi antar kalimat yang


(36)

b. Kohesi Leksikal

Kohesi leksikal adalah hubungan antar unsur di dalam sebuah wacana secara semantis (Sumarlan 2003, dalam Christantri, 2012:11). Kohesi leksikal berupa kata atau frasa bebas yang mampu mempertahankan hubungan kohesif dengan kalimat yang mendahului atau yang mengikuti (Rani, 2006:129).

Unsur-unsur kohesi leksikal terdiri dari reiteration (reiterasi), dan collocation (kolokasi) (Mulyana, 2005:27). Menurut Mulyana (2005:29) kohesi leksikal atau perpaduan leksikal adalah hubungan leksikal antara bagian-bagian wacana untuk mendapatkan keserasian struktur secara kohesif. Unsur leksikal terdiri dari hiponim (hubungan bagian atau isi), repetisi (pengulangan), kolokasi (sanding kata), sinonim (persamaan), antonim (lawan kata), dan ekuivalensi. Tujuan digunakannya aspek-aspek leksikal itu diantaranya ialah untuk mendapatkan efek intensitas makna bahasa, kejelasan informasi, dan keindahan bahasa lainnya. Berikut ini penjelasan unsur-unsur kohesi leksikal.

1) Hiponim

Hiponim adalah kohesi leksikal yang berupa relasi makna leksikal yang bersifat hierarkis antara konstituen yang satu dengan konstituen yang lain (Baryadi, 2002:26). Hiponim adalah ‘relasi makna yang berkaitan dengan peliputan makna spesifik dalam makna generik’(Kushartanti, 2005:118). Hiponim merupakan hubungan kata, anggota atau keluarga kata tertentu, bagian dari kata umum yang lebih spesifik. Berikut ini contoh penggunaan hiponim.

a. Sering kita melihat seorang ilmuwan yang picik. Ahli fisika nuklir

memansang rensah kepasa ahli ilmu sosial. Lulusan IPA merasa lebih tinggi saripasa lulusan IPS (Rani, 2006:133).


(37)

Pada contoh di atas, kata ahliB fisikaB nuklir merupakan kata khusus atau

subordinat, kata ilmuwan merupakan kata umum atau superordinat.

b. Mamalia mempunyai kelenjar penghasil susu. Manusia menyusui anaknya.

Paus pun semikian (Kushartanti,2005:99).

Pada contoh di atas manusia dan pausBmerupakan anggota dari kelas

mamaliaB(kata umum).

2) Repetisi

Pengulangan atau repetisi adalah kohesi leksikal yang berupa pengulangan konstituen yang telah disebut (Baryadi, 2002:25). Repetisi digunakan untuk mempertahankan hubungan antar kalimat (Rani, 2006), dengan cara mengulang kata atau bagian tertentu dalam sebuah wacana. Pengulangan ini bisa dilakukan dengan (a) ulangan penuh yaitu mengulang salah satu fungsi dalam kalimat secara utuh atau penuh, (b) ulangan dengan bentuk lain yaitu mengulang salah satu fungsi kalimat dengan bentuk yang lain tetapi berasal dari bentuk dasar yang sama, dan (c) ulangan dengan penggantian yaitu pengulangan dengan substitusi (Rani, 2006). Berikut ini contoh pemakaian repetisi.

a. Berfilsafat sisorong untuk mengetahui apa yang telah kita tahu san apa

yang belum kita tahu. Berfilsafat berarti berensah hati bahwa tisak

semuanya akan pernah kita ketahui salam kesemestaan yang seakan tisak terbatas ini (Rani, 2006:130).

Pengulangan atau repetisi dalam contoh di atas ialah kata berfilsafat yang di

sebut pada kalimat pertama, lalu pada kalimat kedua disebutkan lagi.

b. Pengetahuan simulai sengan rasa ingin tahu, kepastian simulai sengan

ragu-ragu san filsafat simulai sengan kesua-suanya. Berfilsafat sisorong

untuk mengetahui apa yang telah kita tahu san apa yang belum kita tahu (Rani, 2006:131).


(38)

Pada contoh di atas kalimat pertama disebutkan kata filsafatByang diulang

pada kembali pada kalimat kedua dengan bentuk lain yaitu kata berfilsafat.

3) Kolokasi

Kohesi kolokasi adalah kohesi leksikal yang berupa relasi makna yang berdekatan antara konstituen yang satu dengan konstituen yang lain (Baryadi, 2002:28). Kolokasi kata yang menunjukkan adanya hubungan kedekatan tempat (lokasi) (Rani, 2006:129). Kolokasi merupakan hubungan kata, untuk memahami sebuah kata atau banyak kata sebagai kolokasi harus memahami konteksnya. Berikut ini contoh penggunaan kolokasi.

a. Sifat terbuka atau semokratis sari Pancasila sebagai iseologi pertama-tama

sapat kita lihat sari proses kelahirannya. Sebagaimana siketahui rumusan Pancasila san UUD 1945 sebagai iseologi san konstitusi bersama lahir melalui proses musyawarah mufakat yang bersuasana terbuka san semokratis (Rani, 2006:133-134).

Kata Pancasila dan UUDB1945 memiliki relasi atau berkolokasi sebagai pilar

kebangsaan (dasar kehidupan bernegara) di Indonesia. Ketika membahas

mengenai Pancasila sebagai ideologi bangsa maka akan berkaitan dengan UUDB

1945.

b. Petani si Palembang terancam gagal memanen padi. Sawah yang mereka garap terensam banjir selama sua hari (Kushartanti, 2005:100).

Pada contoh di atas kata petani dalam kalimat pertama berkolokasi dengan


(39)

4) Sinonim

Sinonim adalah kohesi leksikal yang berupa relasi makna leksikal yang mirip antara konstituen yang satu dengan konstituen yang lain (Baryadi, 2002: 27). Sinonim bisa disebut sebagai persamaan kata, maksudnya memiliki makna yang sama atau mirip dan bisa saling menggantikan tanpa mengubah makna sebelumnya. Penggunaan sinomin harus sesuai konteks, meski pun bersinonim tetap ada perbedaan. Berikut ini contoh penggunaan sinonim.

a. Jumlah orang Jawa perantauan ini selalu censerung naik. Sensus yang

silakukan Inggris si tahun-tahun mereka berkuasa menunjukkan peningkatan itu (Baryasi, 2002: 27).

Kata naik pada kalimat pertama sama dengan kata peningkatan pada kalimat

kedua.

b. Para pemusa Indonesia, pemusa Jawa, pemusa Batak, pemusa Ambon, san

lain-lain turut berjuang menantang penjajah, memperjuangkan kemersekaan si Nusantara ini. Mereka semua merupakan pahlawan, pejuang yang tisak kenal menyerah (Tarigan 1987:102).

Pada contoh di atas NusantaraBbersinonim dengan Indonesia, dan pahlawanB

bersinonim dengan pejuang.

5) Antonim

Antonim adalah kohesi leksikal yang berupa relasi makna leksikal yang bersifat kontras atau berlawanan antara konstituen yang satu dengan konstituen yang lain (Baryadi, 2002: 28). Kushartanti (2005) menyebutkan bahwa antonim ialah hubungan antarkata yang beroposisi makna. Kata-kata yang beroposisi dengan selaras membuat pemahaman mitra tutur atau pembaca lebih cepat memahami wacana (Kushartanti, 2005: 100). Berikut ini contoh penggunaan antonim.


(40)

a. Laki-laki lebih rasional, lebih aktif, lebih agresif. Wanita sebaliknya: lebih emosional, lebih pasif, lebih submisif (Busiman, 1981:3, salam Baryasi, 2002:28).

Pada contoh di atas terdapat pasangan kata yang saling berlawanan makna, yaitu: rasional x emosional, aktifBx pasif, dan agresif x submisif.

b. Saat menyaksikan pelaku kejahatan yang berasal sari kalangan miskin salam

berita si televisi, kasang-kasang muncul perasaan simpati. Namun, pasa

saat yang lain muncul perasaan antipati (Kushartanti, 2005:100).

Pada contoh di atas, kata simpati dalam kalimat pertama merupakan antonim

kata antipatiBdalam kalimat kedua.

6) Ekuivalensi

Ekuivalensi adalah makna yang sangat berdekatan; lawan dari kesamaan bentuk (Kridalaksana, 2008:56). Ekuvalensi ialah kata yang memiliki kedekatan hubungan karena berasal dari kata dasar yang sama. Penggunaan ekuivalensi dalam tulisan akan membuat semakin kohesif dan hubungannya tampak jelas. Berikut ini contoh penggunaan ekuivalensi.

a. Mereka berjuang mati-matian. Perjuangan mereka telah berhasil (Tarigan,

1987:103).

Pada contoh di atas kata berjuangBdalam kalimat pertama danBperjuanganB

dalam kalimat kedua berasal dari kata dasar yang sama yaitu juang.

b. Tisak sesikit pemusa yang mengorbankan jiwa san raga mereka.

Pengorbanan mereka tisak sia-sia (Targan, 1987:103).

Pada contoh di atas kata mengorbankan dalam kalimat pertama dan kata

pengorbanan dalam kalimat kedua berasal dari kata dasar yang sama yaitu korban.


(41)

2.2.2BKoherensiB

Koherensi adalah keterkaitan semantis antara bagian-bagian wacana (Baryadi, 2002:29). Menurut Cutting, ‘coherence is a quality of being ‘meaningful ans unifies’ or relevance in pragmatics (Cutting, 2003:2)’. Maksudnya ialah koherensi memiliki pengaruh yang besar dalam wacana agar bisa dipahami dan memiliki keterkaitan satu sama lain. Koherensi merupakan pertalian makna, maksudnya ada hubungan berupa topik atau ide yang sama dalam sebuah wacana sehingga wacana tersebut menjadi padu, dapat diterima dan dipahami.

Mulyana (2005) menyatakan bahwa koherensi mengandung makna ‘pertalian’. Dalam konsep kewacanaan, berarti pertalian makna atau isi kalimat (Tarigan, dalam Mulyana 2005). Koherensi dalam sebuah wacana dapat dilihat dari hadirnya penanda-penanda kohesi maupun tidak. Melalui kehadiran penanda kohesi wacana menjadi koheren, maksud dan keterhubungan antarproposisi dapat dipahami. Sedang jika tidak ada kehadiran penanda kohesi wacana tetap dapat dikatakan koheren jika yang membaca wacana paham dengan apa yang disampaikan oleh penulis, memiliki latar belakang sama dengan penulisnya, dan memahami konteks wacana tersebut.

D’Angelo (1980) menyatakan. Peneliti menggunakan teori Frank J. D’Angelo (1980) sebagai pisau analisis dalam penelitian penulis. Berikut ini penjelasan unsur koherensi menurut D’Angelo (1980:394 – 355).

a) Adisi

Use connectives to sugest simple assition to the thought in the precesing sentence (D’Angelo, 1980:349). Artinya penambahan atau adisi ialah sarana


(42)

untuk menghubungkan ide pada kalimat sebelumnya dengan kalimat berikutnya menggunakan penanda-penanda adisi atau penambahan. Unsur koherensi ini merupakan sarana penghubung yang bersifat aditif atau berupa penambahan (Tarigan, 1987:104).

Penggunaan piranti penambahan biasanya digunakan agar proposisi-proposisi yang dijelaskan saling berhubungan atau berkaitan. Sarana penghubung piranti ini

antara lain: san, juga, lagi, pula (Tarigan, 1987), selanjutnya, si samping itu,

tambahan lagi, dan selain itu (Rani, 2006). Berikut ini contoh penggunaan unsur penambahan.

1) Laki-laki dan perempuan, tua dan musa, juga para tamu turut bekerja

bergotong-royong menumpas hama tikus si sawah-sawah si sesa kami. (Tarigan, 1987:105).

Pada contoh di atas terdapat penggunaan sarana penambahan berupa kata dan

dan kata juga.

2) Aspek emotif berkaitan sengan keterlibatan unsur emosi pembaca salam

upaya menghayati unsur-unsur keinsahan salam teks sastra yang sibaca. Selain itu, eunsir emosi juga sangat berperan salam upaya memahami unsur-unsur yang bersifat subyektif.

Pada contoh di atas terdapat penggunaan sarana penambahan berupa selainB

itu, dan juga.

b) Repetisi

Repeat a key wors, or a wors serives from the same root (D’Angelo,

1980:350). Artinya pengulangan kata kunci atau kata yang menjadi bagian penting dalam sebuah tulisan agar keterkaitannya jelas. Pengulangan kata dilakukan supaya keterkaitan antarproposisi tetap terjalin. Hal yang diulang tentu harus merupakan hal yang dianggap penting untuk diulang. Pengulangan bisa


(43)

digunakan sebagai bentuk penekanan pada bagian tertentu, bahwa hal tersebut penting. Berikut ini contoh penggunaan pengulangan kata.

1) Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan Sumasi sebagai tersangka

salam kasus tinsak pisana korupsi si perusahaan besar itu. Tersangka saat

ini sitahan si Rumah Tahanan Salemba (Kushartanti, 2005:99).

Pada contoh di atas kata tersangka pada kalimat pertama diulang lagi pada

kalimat kedua.

2) Orang tua selalu menyalahkan anak-anaknya, tetapi orang tua terlalu sibuk sengan urusan si luar rumah (Sugono,2009:165).

Pada contoh di atas orangBtua diulang pada anak kalimat sebelumnya juga

disebutkan pada induk kalimat.

c) Pronomina

Use pronoun to refer to a noun, another person, or a clause in the precesing sentence (D’Angelo, 1980:350). Artinya penggunaan kata ganti yang mengacu pada kalimat sebelumnya. Sarana penghubung kata ganti berupa kata ganti diri, kata ganti penunjuk, dan lain-lain (Tarigan, 1987:106). Kata ganti atau pronomina dalam bahasa Indonesia dibagi menjadi kata ganti persona (saya, kamu, kita, kami, beliau, mereka, engkau, Ansa), kata ganti penunjuk (ini, itu, si sana, si sini), dan kata ganti penanya (apa, mengapa, kenapa, bagaimana). Kata ganti digunakan supaya ada variasi dalam tulisan yang tetap menunjukkan keterkaiatan satu sama lain. Berikut ini penggunaan kata ganti atau pronomina.

1) “Dengan naik ini, tiap hari saya pergi ke kampus. Sepesa motor inilah teman

setiaku salam segala musim san cuaca,” kata Bakri (Rani, 2006:102).

Kata ini pada contoh di atas merupakan sarana kata ganti yang mengacu pada


(44)

2) Pohon-pohon kelapa itu tumbuh si tanah lereng si antara pepohonan lain yang rapat san rimbun (Rani, 2006:103).

Kata itu pada contoh di atas merupakan sarana kata ganti atau pronomina

penunjuk.

d) Sinonim

If the repetition of key wors gets tiresome or if variety is neeses, use a sifferent wors or phrase to refer to an element in the precesing sentence (D’Angelo:1980:351). Artinya, jika mengulang kata yang sama membosankan sinonim menjadi solusi yang baik yaitu menggunakan kata lain yang memiliki makna serupa. Sinonim digunakan supaya ada variasi penggunaan kata dalam penulisan, tetapi tetap memiliki ikatan makna yang serupa. Berikut ini contoh penggunaan sinonim.

1) Setelah 34 tahun memensam cinta membara, akhirnya Pangeran Charles san

Camilla Parker resmi menjasi suami-istri. Pasangan pengantin ini menikah

pasa Sabtu, 9 April 2005 (Kushartanti, 2005:99).

Pada contoh di atas frasa pasanganB pengantin pada kalimat kedua

merupakan padanan kata suami-istriBpada kalimat pertama.

2) Kesunyian mengapung si pasang Kurusetra. Namun, kelengangan yang menyelimuti hamparan pasang luas itu terasa menyeramkan. Bumi pun serasa kehilangan senyutnya (Ramlan, 1993:36).

Kata kelenganganB dalam kalimat kedua merupakan padanan kata dari

kesunyianBdalam kalimat pertama.

e) Keseluruhan – Bagian

Use a wors or phrase that names a whole in one sentence, ans then use

another wors or phrase that names a part of the whole (D’Angelo, 1980:351).


(45)

keseluruhan. Berikutnya, dibahas bagian-bagiannya atau hal-hal kecilnya. Kadang-kadang, pembicaraan dimulai dari keseluruhan, baru kemudian beralih atau memperkenalkan bagian-bagiannya (Tarigan, 1987:107). Penggunaan keseluruhan – bagian penting supaya hubungan pembicaraan atau apa yang ditulis jelas. Berikut ini penggunaan sarana keseluruhan-bagian.

1) Beribu-ribu buku asa si perpustakaan itu. Buku bahasa, ekonomi, hukum,

san pertanian. Juga buku-buku teknik, kedokteran, san lain-lain (Lubis, 2011:111).

Pada contoh di atas pertama dimulai dari keseluruhan atau umum yaitu buku

kemudian beralih mengenalkan jenis-jenis buku seperti bahasa, ekonomi,

hukum, dan pertanian, dan ditambah lagi pada kalimat berikutnya.

2) Pemusa itu tisak pernah membeli bunga untuk kekasihnya kecuali mawar

pasa hari ulang tahunnya (Alwi, 2003:431).

Pada contoh di atas pertama-tama di sebutkan kata bungaBkemudian mawarB

sebagai bagiannya.

f) Komparasi

Use connectives that reveal to the reaser significant likenesses in thought (D’Angelo, 1980:352). Artinya, menggunakan hubungan yang menunjukkan perbandingan yang signifikan. Perbandingan atau komparasi bertujuan untuk menunjukkan hubungan perbedaan atau persamaan (atau keduanya) suatu ide. Untuk menyatakan hubungan perbandingan secara eksplisit digunakan kata

penghubung antara lain: sama halnya, berbesa sengan itu, seperti, salam hal

seperti itu, lebih sari itu, serupa sengan itu, san sejalan sengan itu (Rani, 2006:121). Berikut ini contoh penggunaan komparasi.


(46)

1) Sama halnya sengan Paman Lukas, kita pun harus segera mensirikan rumah si atas tanah yang baru kita beli itu. Sekarang rumah Paman Lukas

itu hampir selesai. Rumah kita tidak seperti rumah paman yang luas san

besar, kita akan membangun rumah yang bertingkat (Tarigan, 1987).

Pada contoh di atas samaB halnya dan pun menunjukkan persamaan, tidakB

seperti menunjukkan perbedaan.

2) Pantun, puisi asli Insonesia, berbeda dengan syair. Pantun tersiri sari

sampiran san isi sesangkan syair hanya memiliki isi (Rani, 2006).

Pada contoh di atas perbandingan ditunjukkan oleh penghubung berbedaB

dengan yang menyatakan perbedaan.

g) Penekanan

Use connectives to reinforce the thought in a previous clauses or to give

emphasis to that thought (D’Angelo, 1980:352). Artinya mengggunakan

hubungan berupa penekanan pada kata tertentu yang menunjukkan keterkaiatan yang erat. Penekanan digunakan supaya jelas apa yang menjadi hal terpenting dalam sebuh tulisan. Contoh kata yang biasa digunakan sebagai penekanan: sengan jelas, sengan nyata, pasti, tentu, barangkali, mungkin, tentu saja dan pemakaian partikel –lah. Berikut ini contoh penekanan.

1) Bekerja bergotong-royong itu bukan pekerjaan sia-sia. Nyatalah kini

hasilnya. Jembatan sepanjang tujuh kilometer yang menghubungkan kampung kita ini sengan sengan kampong si seberang Sungai Lau Biang ini

telah sekali kita kerjakan sengan AMD (Abri Masuk Desa). Jelaslah

hubungan antara kesua kampung berjalan lebih lancar. Sudah tentu hal ini

memberi sampak positif bagi masyarakat kesua kampung (Tarigan, 1987:107-108).

Pada contoh di atas kata yang merupakan penekanan ialah nyatalah,Bjelaslah,


(47)

2) Demikian juga sengan pilihan kata san penggunaan struktur kalimat, antara saerah yang satu sengan saerah yang lain memiliki cara yang berbesa-besa. Bahkan, sapat terjasi bahwa bahasa-bahasa orang satu saerah juga banyak memilki perbesaan (Rani, 2006:127).

Kata bahkan merupakan penekanan terhadap gagasan yang diungkapkan

dalam paragraf tersebut.

h) Kontras

Connect sentence with linking sevices that show contrast ans that reveal to

the reaser significant sifferences in thought (D’Angelo, 1980:353). Artinya

hubungan yang menunjukkan kekontrasan yang signifikan sebuah ide dalam tulisan. Pertentangan digunakan untuk menunjukkan kekontrasan atau pertentangan ide secara jelas dalam sebuah tulisan. Kata yang sering digunakan untuk menunjukkan kekontrasan ialah namun, (akan) tetapi, sebaliknya, pasahal, walaupun begitu, walaupun semikian, meskipun begitu, meskipun semikian, dan sebagainya (Rani, 2006:120; Ramlan, 1993:49). Berikut ini contohnya.

1) Kali Baru Timur si saerah Bungur, Jakarta Pusat merupakan perkampungan

yang pasat san kumuh. Nyamuk berseliweran, pengemis, pencoleng, san

gelansangan berkeliaran. Namun, si kampung kumuh tersebut sesang

sibangun sekolah mewah (Rani, 2006).

Kata penghubung namun merupakan penunjuk kekontrasan yang ada dalam

proposisi tersebut.

2) Naskah persamain Kamboja telah siteken si Paris. Tetapi itu bukan berarti

telah menjasi jaminan keamanan buat para pemimpin tiga fraksi yang menansatangani naskah persamaian (Ramlan, 1993:49).


(48)

i) Hasil

Use transitional sevices when you want to show result (D’Angelo, 1980:353). Artinya menggunakan penanda yang menunjukkan hasil atau kesimpulan dalam sebuah tulisan. Hasil biasanya digunakan bila tulisan cukup panjang dan untuk menekankan hal terpenting secara rinci. Kata yang sering digunakan untuk

menunjukkan hasil atau simpulan ialah jasi, oleh karena itu, semikianlah, dan

sebagainya. Berikut ini contoh penggunaan hasil dalam tulisan.

1) Hukum tisak hanya untuk orang kaya. Semua orang mempunyai serajat yang

sama si sepan hukum. Hukum tisak memansang kaya atau miskin, pria atau wanita, tua atau musa, pembesar atau rakyat jelata, san ABRI atau bukan

ABRI. Jadi, hukum berlaku untuk siapa pun, kapan pun, san si mana pun

(Rani, 2006).

Pada contoh di atas kata jadi merupakan penanda kesimpulan.

2) Pepohonan telah menghijau si setiap pekarangan rumah san ruang kuliah si

kampus kami. Burung-burung beterbangan sari sahan ke sahan sambil

bernyanyi-nyanyi. Usara segar san sejuk nyaman. Jadi, penghijauan si

kampus itu telah berhasil. Demikianlah kini keasaan kampus kami berbesa

sengan beberapa tahun yang lalu. Oleh karena itu, para civitas akasemika

merasa bangga (Tarigan, 1987:109).

Pada contoh di atas jadi, demikianlah, dan olehB karenaB itu menjadi

penghubung yang menyatakan kesimpulan atau hasil.

j) Contoh

Use transitional worss ans phrases to introsuce illustrations or examples (D’Angelo, 1980:353). Artinya menggunakan kata atau frasa sebagai penghubung untuk menunjukkan contoh. Penggunaan conth supaya penjelasan lebih mudah dipahami, supaya terlihat hubungan nyatanya. Kata yang sering digunakan untuk memberi contoh ialah seperti, contohnya, misalnya, umpamanya, dan sebagainya. Berikut ini penggunaan contoh dalam proposisi.


(49)

1) Wajah pekarangan rumah kami si sesa telah berubah menjasi warung hisup.

Di pekarangan itu sitanam kebutuhan sapur sehari-hari, seperti bayam,

tomat, cabai, talas, singkong, kacang panjang, lobak, kubis, san lain-lain (Tarigan, 1987:109).

Pada contoh di atas seperti menjadi kata penghubung contoh.

2) Departemen Tenaga Kerja bisa juga menyisik seseorang hingga jasi

tersakwa si meja hijau. Contohnya, Hakim Kustian Efensi sari Pengasilan

Negeri Mesan telah mevonis Nyonya Tio Kaso, 44 tahun sengan hukuman sensa Rp 10 ribu atau kurungan selama tujuh hari (Rani, 2006:124).

Pada contoh di atas penanda contoh ialah contohnya.

k) Paralelisme

Repeat in the secons clause a grammatical structure similar to that ia a previous clause (D’Angelo, 1980:354). Maksudnya ialah bahwa ada klausa-klausa yang memiliki hubungan kesejajaran karena memiliki unsur yang sama. Paralelisme biasanya sejajar dan bisa saling menggantikan. Berikut ini contoh kesejajaran atau paralelisme.

1) Waktu sia satang, memang saya sedang asyik membaca, saya sedang tekun

mempelajari buku baru mengenai wacana (Tarigan, 1987:109).

2) Ayah melihat buku-buku baru, lalu Ayah membeli beberapa eksemplar (Sugono, 2009:167).

Pada kedua contoh di atas kalimat yang dicetak tebal merupakan kesejajaran.

l) Kelas – Anggota

Name a general class in one sentence ans a member of that class in another (D’Angelo, 1980:352). Maksudnya ialah penulis membahas hal yang umum dalam kalimat sebelumnya. Kemudian, dalam kalimat berikutnya membahas anggota-anggotanya atau bagian yang lebih spesifik. Berikut ini contoh penggunaan kelas – anggota.

1) Pemerintah berupaya keras meningkatkan perhubungan si tanah air kita,


(50)

telah sigalakkan pemanfaatan kereta api san kendaraan bermotor.

Kensaraan bermotor ini meliputi mobil, sepeda motor, san lain-lain

(Tarigan, 1987:107).

Pada contoh di atas kata yang ditebalkan merupan hubungan kelas – anggota.

2) Pak Hamis baru saja membeli mobil Mercy. Warnanya merah san harganya

jangan sitanya (Alwi, 2003:432).

Pada contoh di atas mobil merupakan kelas dan warna serta harga

merupakan anggota.

m) Waktu

Use connectives that insicate time or a change of time (D’Angelo, 1980:354). Maksudnya menggunakan penanda hubungan yang menunjukkan waktu atau perpindahan waktu. Waktu digunakan supaya tulisan lebih jelas. Penanda yang

sering digunakan untuk menunjukkan waktu contohnya ialah pagi, siang, pukul,

tasi, kemusian, kemarin, baru saja, hari ini dan sebagainya. Berikut ini contoh

penggunaan kala atau waktu.

1) Dia biasanya satang ke kantor pagi-pagi (Alwi, 2003:367).

2) Tadi sia menanyakan lagi soal itu (Alwi, 2003:367).

Pada kedua contoh di atas kata pagi-pagi dan tadi merupakan keterangan

kala atau waktu.

n) Tempat

Use linking sevices that insicate place or change of place (D’Angelo,

1980:354). Artinya menggunakan sarana penghubung yang menunjukkan tempat atau lokasi, atau pergantian lokasi. Sarana penghubung tempat yang sering digunakan seperti si sini, si sana, si situ, si atas, si, sari atas, dan menyebutkan nama tempat secara eksplisit. Berikut ini contoh penggunaan tempat.


(51)

1) Kita meletakkan batu pertama ini di sana (Alwi, 2003:368).

2) Saya menempatkan barang itu di sini, kemusian saya pinsahkan san saya

meletakannya di atas lemari (Tarigan, 1987:110).

Pada kedua contoh di atas kata diB sana, diB sini, diB atas merupakan

keterangan tempat.

o) Seri

Use transitional sevices to link items in a series (D’Angelo, 1980:350). Seri

atau rentetan merupakan pertalian yang menyatakan bahwa peristiwa, keadaan, atau perbuatan berturut-turut terjadi atau dilakukan (Ramlan, 1993:46). Piranti ini

menggunakan sarana penghubung rentetan atau seri seperti pertama, kesua, …,

berikut, kemusian, selanjutnya, akhirnya (Tarigan, 1987:105), lalu, sesusah itu,

sulu, sekarang, akan, belum, susah (Baryadi, 2002:32). Berikut ini contoh penggunaan rentetan atau seri.

1) Baru-baru ini Dr. Osofsky mengatakan, “Bayi-bayi yang cersik itu lebih

banyak memansang kepasa ibunya untuk mengatakan sesuatu. Kemudian,

sang ibu akan tersenyum pasa bayinya, mengusap pipinya, san sengan cepat mensekapnya. (Ramlan, 1993: 46)

Pada contoh di atas sarana penghubung seri yang digunakan ialah kemudian.

2) Setelah berlari Busrosin masuk ke salam lobang perlinsungan.

Terengah-engah lalu meletakkan tubuh sahabatnya si atas tanah. Sekarang mereka

terlinsung sari tembakan senapan musuh (Diponegoro 1975:6, salam Baryasi 2002:33).

Pada contoh di atas setelah,B lalu, dan sekarang merupakan sarana


(52)

2.2.3BKaranganBNarasiBB

Karangan narasi merupakan penulisan yang sifatnya bercerita, baik berdasarkan pengamatan maupun perekaan, dan tujuannya lebih banyak menghimpun, tergolong kategori pengisahan. Hasilnya dapat disebut kisahan atau narasi (Alex, 2011:184). Menurut Keraf (1982:135-136) narasi ialah suatu bentuk wacana yang berusaha mengisahkan suatu kejadian atau peristiwa sehingga tampak seolah-olah pembaca melihat atau mengalami sendiri peristiwa itu.

Ciri khas karangan narasi ialah terdapat tokoh, alur, dan latar, tetapi yang penting lagi yaitu penulisan dengan gaya bercerita itulah penanda sebuah karangan narasi. Tokoh, alur dan latar ini menjadi satu rangkaian dalam karangan narasi sehingga karangan narasi menjadi sebuah cerita yang dinamis. Karangan Narasi ada dua macam yaitu narasi ekspositoris dan narasi sugestif (Keraf, 2007). Contoh narasi berupa cerpen, novel, biografi, anekdot dan berbagai karangan lainnya yang sesuai dengan ciri atau karakteristik narasi.

Gie (1992) menjelaskan karangan adalah hasil perwujudan gagasan seseorang dalam bahasa tulis yang dapat dibaca dan dimengerti oleh pembaca. Karangan narasi merupakan karangan berdasarkan bentuk. Gie menyebutnya penceritaan (narration) merupakan bentuk pengungkapan yang menyampaikan sesuatu peristiwa atau pengalaman dalam kerangka urutan waktu kepada pembaca dengan maksud untuk meninggalkan kesan tentang perubahan atau gerak sesuatu dari pangkal awal sampai titik akhir (Gie, 1992:18).

Dalam karangan ada beberapa unsur yang harus diperhatikan, yaitu: (1) Gagasan (ide) ialah topik berikut tema yang diungkapkan secara tertulis, ide


(53)

sangat penting supaya tahu apa yang akan di tulis dan akan menghasilkan tulisan dengan jelas; (2) Tuturan (siscourse) ialah bentuk pengungkapan gagasan sehingga dapat dipahami pembaca (Gie, 1992:17-18).

2.3BKerangkaBBerpikirB

Kerangka berpikir dalam penelitian ini untuk memperjelas alur pikir


(54)

35

BABBIIIB

METODOLOMIBPENELITIANB

B

Dalam bab ini peneliti membahas mengenai: (1) jenis penelitian, (2) sumber data, (3) instrumen penelitian, (4) teknik pengumpulan data, (5) teknik analisis data, dan (6) triangulasi.

3.1BJenisBPenelitianB

Kohesi dan Koherensi dalam Karangan Narasi Guru-guru SD di Lingkungan YPPK Maybrat Keuskupan Manokwari, Papua Barat, Tahun 2014 merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif ialah penelitian yang berusaha mendeskripsikan suatu gejala, peristiwa, kejadian yang terjadi saat sekarang (Trianto, 2010:197).

Penelitian kualitatif mengkaji perspektif partisipan dengan startegi-strategi yang bersifat interaktif dan fleksibel (Trianto, 2010:179). Penelitian kualitatif selalu bersifat deskriptif analisis (Trianto, 2010). Penelitian kualitatif mendeskripsikan data yang dianalisis secara lengkap dan rinci. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan jenis kohesi dan koherensi yang terdapat dalam karangan narasi guru-guru SD di Lingkungan YPPK Maybrat Keuskupan Manokwari, Papua Barat Tahun 2014, serta penggunaan penanda kohesi dan koherensi dalam karangan narasi guru-guru SD di Lingkungan YPPK Maybrat Keuskupan Manokwari, Papua Barat, Tahun 2014.


(55)

3.2BSumberBData

Menurut Lofland dan Lofland (1984:47, dalam Moleong, 2008:157) sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan, seperti dokumen dan lain-lain. Sumber data pada penelitian ini ialah sumber tertulis berupa karangan narasi guru-guru SD di Lingkungan YPPK Maybrat Keuskupan Manokwari, Papua Barat, Tahun 2014. Karangan yang dianalisis sebanyak 19 buah karangan narasi. Berikut ini tabel identitas karangan tersebut.

Tabel 3.1 Identitas Karangan Narasi

No. Karangan Kode Nama Judul Karangan

1 Kr1 Agustinus Baru HARI DIBUKA SEKOLAH MULAI 2 Kr2 Anjelo Fanatay Seorang Anak yang rajin belajar disekolah Simon 3 Kr3 Arnoldus Sedik -

4 Kr4 Emiliana Kocu Pergi ke Sekolah 5 Kr5 Falentinus Bame -

6 Kr6 Florensia Leltakaeb Kegiatan dipagi hari 7 Kr7 Fransiska Fede Ke Sekolah

8 Kr8 Hendrikus Turot Kegiatan dalam hidupnya sehari 9 Kr9 Iventius Taa Kegiatan Seorang Anak di Pagi Hari 10 Kr10 Matheus Yumte KESEKOLAH

11 Kr11 Monika Yawen -

12 Kr12 Paskalis Tenan Tentang Murid Pergi Sekolah 13 Kr13 Pelipus Korain Kegiatan Seorang Anak Sekolah 14 Kr14 Sandra Togas Kegiatan Andi di Pagi Hari 15 Kr15 Thadeus Taus Kegiatan Doni

16 Kr16 Tresita Tenau Sekolah

17 Kr17 Valerius Korain Kegiatan Keluarga Dimas

18 Kr18 Yanuarius Fanataf Herman, Siswa Kls V SD YPPK St. Petrus Ayawasi 19 Kr19 Yosepha Korain. -


(56)

3.3BInstrumenBPenelitianB

Instrumen penelitian berupa tes. Tes diberikan kepada guru-guru SD di Lingkungan YPPK Maybrat Keuskupan Manokwari, Papua Barat, mereka diminta untuk membuat karangan dari gambar seri. Berikut gambar seri dan perintahnya.

3.4BTeknikBPengumpulanBDataB

Peneliti memberikan tes mengarang kepada guru-guru SD di Lingkungan YPPK Maybrat Keuskupan Manokwari, Papua Barat, Tahun 2014. Peneliti memberikan gambar seri bertema “Kegiatan di Pagi Hari sebelum Berangkat ke Sekolah ” sebagai acuan untuk membuat karangan. Waktu yang diberikan kepada guru-guru tersebut untuk membuat karangan selama 45 menit.


(1)

19 Seri Tepat A3, A4, A6,

B3, B4 lalu, dahulu, setelah, kemudian Tidak

Tepat B5, B9 ketika, sebelum, setelah, lalu seri salah, membuat karangan rancu. penggunaan Kr18

Nama : Yanuarius Fanataf

Alamat : SD YPPK St. Petrus Ayawasi Kamp : Aifat Utara

Kabupaten : Maybrat Lama mengajar : 6 Bulan

Herman, Siswa Kls V SD YPPK St. Petrus Ayawasi

(A1)Analisis seorang siswa kelas V di SD YPPK St. Petrus Ayawasi. (A2)Pada suatu hari ia adalah seorang siswa yang sangat pandai di Sekolah atau dalam ruang kelas.

(B1)Herman bangun pagi pada pukul 06.00 setelah ia bangun dari tempat tidurnya ia membersihkan atau menyimpan tempat tidurnya.

(C1)Herman dari bangun tidurnya ia jalan dia salam dari kamar tidur tujuan kamar mandi. (C2)Herman menggosok gigi dan mandi setelah itu Herman berpakaian dan Herman duduk diruang atau kamar makan untuk sarapan pagi (sneak).

(D1)Pada pukul 7.00 Herman berangkat dari rumah untuk naik taxi tujuan kesekolah. (D2)Setelah sampai di sekolah Herman masih disebelah jalan ia memberentikan mobil atau kendaraan untuk ia menyebrang ke sebelah jalan tujuan sekolah.

(E1)Pada pukul 7.15 bel dibunyikan Herman bersama-sama dengan teman-teman jalan tujuan ruang kelas V, masuk untuk menerima pelajaran yang diberikan gurunya disekolah atau kelas.

No. Kohesi dan Koherensi Keterangan Kohesi Gramatikal

1 Referensi Tepat A1, A2, B1,

C1, C2 D2, E1 –nya, ia, dia, itu 2 Substitusi Tepat A1, A2, B1,

C1, C2 D2, E1 seorang siswa kelas V ... siswa ..., ia bangun  Herman bangun pagi,  ia  seorang bangun  bangun tidur, ia  Herman 3 Konjungsi Tepat A2, B1, C2, E1 yang, setelah, dan, atau, dengan

Tidak

tepat A2, C2, D2 setelah itu, setelah, atau tepat karena posisinya tidak tepat.  penggunaan tidak Kohesi Leksikal

4 Hiponim Tepat D2, E1 sekolah  kelas 5 Repetisi Tepat A1, A2, B1,

C1, C2 D1, D2, E1

seorang siswa kelas ...  ‘ia’  seorang siswa yang ..., bangun  bangun pagi, ia

 Herman, bersama-sama, teman-teman, pada pukul

Tepat B1 tempat tidurnya  pengulangan yang tidak perlu.

6 Kolokasi Tepat E1 sekolah – bel – guru – kelas – pelajaran 7 Antonim Tepat B1, C2 bangun x duduk

Koherensi

8 Adisi Tidak

Tepat C2 dan penambahan tetapi memakai penanda seperti  tidak cocok menggunakan unsur lalu atau kemudian.

9 Repetisi Tepat C1, C2 D1, D2,


(2)

Tidak

Tepat A1, A2, B1 seorang siswa kelas V di SD YPPK St. Petrus Ayawasi’  ‘ia’  ‘seorang siswa yang sangat pandai di Sekolah atau dalam ruang kelas, tempat tidurnya  repetisi tidak diperlukan.

10 Pronomina Tepat A1, A2, B1, C2, D2, E1 ia, itu Tidak

Tepat C1 –nya, ia, dia sehingga kalimat tidak efektif. digunakan secara bersamaan 11 Keseluruhan

- Bagian Tepat D2, E1 sekolah  kelas 12 Waktu Tepat D1, E1 pukul 7.00, pukul 7.15

Tidak

Tepat A2, B1, C2, D2 pada suatu hari, pagi ... 06.00, setelah itu, setelah  penggunaan waktu dalam karangan salah.

13 Tempat Tepat B1, C1, D1,

D2, E1 tempat tidur, kamar, kamar mandi, rumah, sekolah Tidak

Tepat A2, C2, D2, E1 Sekolah atau dalam ruang kelas, ruang atau kamar makan, sebelah jalan, sekolah atau kelas  membuat karangan tidak padu.

14 Seri Tepat B1 setelah

Tidak

Tepat C2, D2 setelah itu dipakai sebagai penghubung intrakalimat.  rentetan antarkalimat yang setelah konjungsi subordinatif.

Kr19

Nama : Yosepha Korain

Alamat : SD YPPK Santo Ayawasi Kamp : Aifut Utara

Kabupaten : Maybrat Lama mengajar : 18 Thn

(A1)Budi bangun pagi pukul 06.00 Budi mengambil handuk lalu masuk ke kamar mandi. (A2)Budi membersihkan seluruh anggota tubuh dengan air dan sabun, lalu budi keluar menuju ruangan dan membuka almari, dan mengambil pakaian seragam dan memakai seragam. (A3)Lalu budi ke ruangan untuk menyikat gigi setelah itu budi keruang makan, Budi sarapan pagi.

(B1)Setelah pukul 07.00 Budi bersama ibunya ke sekolah setibanya disekolah Budi berpamitan kepada ibunya dan bergegas bersama teman-teman bertujuan masuk kehalaman sekolah.

No. Kohesi dan Koherensi Keterangan Kohesi Gramatikal

1 Referensi Tepat A3, B1 itu, –nya

2 Substitusi Tepat A2, B1 pakaian seragam  seragam, ke sekolah  di sekolah

3 Konjungsi Tepat A1, A2, A3,

B1 lalu, dengan, dan, setelah Tidak

Tepat A2, A3 dan subordinator waktu.  harusnya menggunakan konjungsi setelah itu menempatkan penghubung antarkalimat dalam intrakalimat.

Kohesi Leksikal

4 Hiponim Tepat B1 sekolah  halaman sekolah 5 Repetisi Tepat A1, A2, A3,


(3)

Tidak

Tepat A1, A3 kamar mandi tersebut membuat karangan rancu. ruangan, pengulangan 6 Antonim Tepat A2, B1 masuk x keluar

7 Ekuivalensi Tepat A2 pakaian – memakai Koherensi

8 Adisi Tepat A2 dan

Tidak

Tepat A2, B1 dan tepat. penggunaan tidak diperlukan dan tidak 9 Repetisi Tepat A1, A2, A3,

B1 pakaian seragam  seragam, ke sekolah  di sekolah, teman-teman Tidak

Tepat A1, A3 kamar mandi tersebut membuat karangan rancu. ruangan, pengulangan 10 Pronomina Tepat A3, B1 itu, –nya

11 Keseluruhan

- Bagian Tepat B1 sekolah  halaman sekolah 12 Waktu Tepat A1, A2, A3,

B1 pukul 06.00, lalu, setelah itu, pagi, setelah, pukul 07.00, setibanya 13 Tempat Tepat A1, A2, A3,

B1 kamar mandi, ruangan, ruang makan, sekolah, halaman sekolah 14 Seri Tepat A1, A2, A3,

B1 lalu, setelah Tidak


(4)

131

LAMPIRAN 4

Triangulasi Penyidik

Peneliti melakukan triangulasi penyidik untuk mengecek hasil analisis

peneliti apakah sudah benar atau belum. Ahli yang menjadi triangulator peneliti

ialah Dr. Y. Karmin, M. Pd., beliau dosen Program Studi Pendidikan Bahasa

Sastra Indonesia. Berikut sampel hasil triangulasi.

Kr16

Nama

: Tresita Tenau

Alamat

: SD YPPK Santo Ayawasi

Kamp

: Maybrat

Kabupaten

: Maybrat

Lama mengajar

: 5 bln

Sekolah

(A1)Keg pagi = Joko bangun pagi pukul 06.00 setelah bangun joko mandi,

setelah selesai mandi Joko kembali ke kamarnya untuk menyiapkan diri, Setelah

Joko menyiapkan diri Joko juga menyiapkan alat-alat tulisnya untuk bawa ke

sekolah sebelum Joko ke sekolah Joko sarapan.

(B1)Pukul 07.00 Joko berangkat ke sekolah dan ia tiba disekolah pukul

08.00.

No.

Kohesi

dan

Koherensi

Keterangan

Kohesi Gramatikal

1

Referensi Tepat A1, B1

–nya, ia

Tidak

Tepat

A1

–nya (kamarnya)

pada kalimat yang sama.

sudah ada Joko

2

Substitusi Tepat A1, B1

bangun pagi

bangun, ia

Joko

3

Konjungsi Tidak

Tepat

A1, A2

setelah, sebelum, dan

konjungsi tidak pada tempatnya.

pemakaian

Kohesi Leksikal

4

Repetisi

Tepat A1, B1

bangun

bangun pagi, menyiapkan

diri, menyiapkan, ke sekolah

di

sekolah

Tidak

Tepat

A1

mandi

perlu.

mengulang kata yang tidak

5

Kolokasi

Tepat A1, B1

alat-alat tulisnya – sekolah

6

Antonim

Tepat A1

setelah x sebelum

Koherensi

7

Adisi

Tidak

Tepat

B1

dan

salah.

penempatan unsur penambahan

8

Repetisi

Tepat A1, B1

bangun

bangun pagi, menyiapkan

diri, menyiapkan, ke sekolah

di


(5)

Tidak

Tepat

9

Pronomina Tepat

10 Waktu

Tepat

Tidak

Tepat

11 Tempat

Tepat

12 Seri

Tepat

Catatan dari triangulator:

Analisis yang peneliti lakukan sudah benar. Selain itu, ada beberapa hal yang

perlu diperhatikan yaitu meringkas penjelasan analisis, konsistensi penggunaan

istilah, dan mengurangi pemborosan tempat dalam analisis.

sekolah

Tidak

Tepat

A1

mandi

perlu.

mengulang kata yang tidak

Tepat A1, B1

–nya, ia

Tepat A1, B1

pagi, pukul 06.00, kembali, pukul

07.00, pukul 08.00

Tidak

Tepat

A1

setelah

penempatannya tidak tepat.

dan

sebelum

Tepat A1, B1

kamar, sekolah

Tepat A1

setelah, sebelum

Catatan dari triangulator:

Analisis yang peneliti lakukan sudah benar. Selain itu, ada beberapa hal yang

perlu diperhatikan yaitu meringkas penjelasan analisis, konsistensi penggunaan

urangi pemborosan tempat dalam analisis.

mengulang kata yang tidak

pagi, pukul 06.00, kembali, pukul

setelah

dan

sebelum

penempatannya tidak tepat.

Analisis yang peneliti lakukan sudah benar. Selain itu, ada beberapa hal yang

perlu diperhatikan yaitu meringkas penjelasan analisis, konsistensi penggunaan


(6)

133

BIOGRAFI PENULIS

Priska Nawang Wulan lahir di Lambing, Kutai Barat,

Kalimantan Timur, pada tanggal 30 Januari 1992. Ia

menempuh pendidikan di SDN 002 Lambing, lulus pada

tahun 2005. Kemudian, melanjutkan pendidikan di SMPN 8

Sendawar, Lambing, lulus pada tahun 2008. Pendidikan

menengah atas ia tempuh di SMA Pangudi Luhur St. Louis

IX Sedayu, Yogyakarta, lulus pada tahun 2011. Setelah itu, ia menempuh

pendidikan di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, sebagai mahasiswa

Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan. Sebagai tugas akhir penulis menulis skripsi dengan judul

Kohesi den

Koherensi delem Kerengen Neresi Guru-Guru SD di Lingkungen Meybret