PERENCANAAN KAPASITAS PRODUKSI DENGAN METODE ROUGH CUT CAPACITY PLANNING (RCCP) DI PT. LOTUS INDAH TEXTILE INDUSTRIES SURABAYA.

(1)

PERENCANAAN KAPASITAS PRODUKSI DENGAN

METODE ROUGH CUT CAPACITY PLANNING (RCCP)

DI PT. LOTUS INDAH TEXTILE INDUSTRIES SURABAYA

SKRIPSI

Diajukan Oleh :

FETRY NIDIA IRAWATI NPM : 06 32010 039

JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR


(2)

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat dan hidayahNya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul:

” Perencanaan Kapasitas Produksi Dengan Metode Rough Cut Capacity

Planning (RCCP) Di PT. Lotus Indah Textile Industries Surabaya.”

Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Teknik, Jurusan Teknik Industri pada Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam memperoleh

Penulis menyadari, bahwa penulisan skripsi ini banyak memperoleh bantuan, bimbingan, saran dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-sebesarnya kepada :

1. Bapak Rektor Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur. 2. Bapak Ir. Sutiyono, MT, selaku Dekan Fakultas Teknologi Industri

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

3. Bapak Ir. M.Tutuk Safirin, MT selaku Ketua Jurusan Teknik Industri Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

4. Bapak Drs. Pailan, Mpd selaku Sekretaris Jurusan Teknik Industri Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.


(3)

5. Ibu Ir. Yustina Ngatilah. MT dan Ibu Ir. Iriani, MMT Selaku Dosen Pembimbing yang dengan penuh keikhlasan dan kesabaran memberikan bimbingan, arahan dan nasehat kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

6. Ibu Ir. Sumiati, MT.; Selaku Dosen Penguji Seminar I , Bapak Ir. Sunardi, MT; Selaku Dosen Penguji Seminar II, serta Bapak Dr. Ir. Minto Waluyo, MM; Selaku Dosen Penguji Seminar I dan Seminar II yang telah memberikan masukkan, arahan dan nasehat kepada saya untuk menyempurnakan dan menyelesaikan skripsi ini.

7. Seluruh Dosen, Staff dan karyawan Fakultas Teknologi Industri Universitas Pembangunan Nasional “ Veteran “ Jawa Timur...

8. Bapak Sriyatmo selaku Ketua Divisi Spinning serta selaku pembimbing lapangan , Ibu Anik selaku HRD dan seluruh karyawan PT. Lotus Indah Textile Industries Surabaya.

9. Keluarga, Kedua Orang Tuaku, Bapak dan Ibu tercinta yang mendidik dan merawat hingga dewasa dan senantiasa memberikan nasehat-nasehat, dorongan doa dan kasih sayang selama ini serta kakak dan saudara-saudaraku yang telah memberikan dukungan, semangat dan bantuan baik secara material maupun spiritual dalam memotivasi saya sehingga terselesainya skripsi ini.

10. Kepada seluruh teman-teman yang telah memberikan motivasi dan tenaga dalam proses penyusunan sehingga terselesaikan skripsi ini, khususnya ( Indra, Anny beserta Okky, Rizky, P_P, Lilla dan Izak) dan buat ( Pop-mie, Chiko dan The-yenk Ayoooo Buruuuuan)


(4)

11. Rekan-rekan Angkatan 2006 yang telah mendukung dalam penyusunan laporan.

12. Penghuni kost terima kasih selama ini sudah menemaniku dan berbagi bersama dalam suka dan duka

13. Dan semuanya yang tidak dapat aku sebutkan satu – persatu.

Saya menyadari bahwa tugas akhir ini masih jauh dari sempurna, sehingga saran dan kritik sangatlah diharapkan, dan semoga Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Surabaya, Oktober 2010 Hormat dari Penulis


(5)

i iv viii ix xi

1 3 3 3 4 4 5

7 8 10 12 13 18 19

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ………. DAFTAR ISI ……… DAFTAR TABEL ………... DAFTAR GAMBAR ………... DAFTAR LAMPIRAN ………... ABSTRAKSI

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ………...

1.2. Perumusan Masalah

………

1.3. Batasan Masalah ………... 1.4. Asumsi-Asumsi ………..

1.5. Tujuan Penelitian

………

1.6. Manfaat Penelitian ………. 1.7. Sistematika Penulisan ………. BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengukuran Kerja ………... 2.1.1. Pengukuran Dengan Jam Henti (Stop Wacth) ………...

2.1.2. Cara Pengukuran dan Pencatatan Waktu Kerja ………... 2.1.3. Langkah-Langkah Pelaksanaan Pengukuran Waktu Kerja ……...


(6)

21 22 23 24 25 25 26 28 28 29 30 30 32 34 36 38 41 41 42 43 46 47 47 47 2.1.4. Melakukan Pengukuran Waktu Kerja ... 2.1.5. Perhitumgan Waktu Baku ... 2.1.6. Faktor Penyesuaian (Rating Performance)……… 2.1.7. Faktor Kelonggaran (Allowance) ……….. 2.1.7.1. Kelonggaran Untuk Kebutuhan Pribadi ……… 2.1.7.2. Kelonggaran Untuk Menghilangkan Rasa Fatigue ……... 2.1.7.3. Kelonggaran Untuk Hambatan Tak Terhindari …………. 2.2. Peramalan ………... 2.2.1. Jenis-jenis Peramalan ……… 2.2.2. Karakteristik Peramalan Yang Baik ……….. 2.2.3. Langkah – langkah Peramalan ……….. 2.2.4. Beberapa Sifat Hasil Peramalan ……… 2.2.5. Metode Peramalan ………. 2.2.6. Kegunaan Peramalan ………. 2.2.7. Kriteria Pemilihan Metode ……… 2.2.8. Analisa Deret Waktu (Time Series) ………. 2.2.9. Metode Yang Digunakan Dalam Time Series ………...

2.2.10. Pola Permintaan

………...

2.2.11. Verifikasi Dan Pengendalian Peramalan ………. 2.3. Perencanaan Produksi ……… 2.3.1. Sifat-Sifat Perencanaan Produksi ………..


(7)

49 50 51 53 55 59

63 63 63 64 65 66 67

77 77

78 79 81 82

82

2.3.2. Jenis-jenis Perencanaan Produksi

………..

2.3.3. Perencanaan Produksi Agregat

………..

2.4. Perencaan Kapasitas Produksi ……… 2.4.1. Perencanaan Kapasitas Jangka Pendek ………. 2.4.2. Perencanaan Kapasitas Jangka Menengah ……… 2.4.3. Perencanaan Kapasitas Jangka Panjang ……… 2.5. Perencanaan Kebutuhan Produksi ……….. 2.6. Waktu Produksi Tersedia/ Rated Production Time ……… 2.7. Jadwal Induk Produksi (Mps, Master Production Schedule ) ………… 2.8. Perencanaan Kapasitas Kasar (RCCP) ………... 2.8.1. Perencanaan Kapasitas Jangka Panjang ……… 2.9. Peneliti Terdahulu ……….. BAB III METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ……… 3.2. Identifikasi Dan Definisi Operasional Variabel ………. 3.2.1. Identifikasi Variabel ……….. 3.2.2. Definisi Operasional Variabel ………... 3.3. Metode Pengumpulan Data ……… 3.4. Metode Pengolahan Data ………... 3.5. Langkah-Langkah Dan Pemecahan Masalah ………. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN


(8)

84 85 86 87 88 88 89 89 89 90 90 93 94 95 96 96 100 100 103

105 106 4.1.1. Data Jam Kerja Dan Hari Kerja Karyawan ………... 4.1.2. Data Jumlah Mesin Bagian Produksi Dan Jumlah Tenaga

Kerja………... 4.1.3. Data Pengukuran Waktu Kerja ………..

4.1.4. Data Permintaan Produk

………

4.2. Pengolahan Data ………. 4.2.1. Perhitungan Waktu Kerja Rata-Rata, Standart Deviasi, Tingkat

Ketelitian Dan Tingkat Keyakinan ………... 4.2.2. Perhitungan Uji Keseragaman Data ……….. 4.2.3. Perhitungan Uji Kecukupan Data ……….. 4.2.4. Perhitungan Waktu Siklus ………. 4.2.5. Perhitungan Waktu Normal ………... 4.2.6. Perhitungan Waktu Baku ………... 4.3. Peramalan ………... 4.3.1. Membuat Plot Diagram Permintaan ……….. 4.3.2. Penetapan Metode Peramalan ………... 4.3.3. Menghitung Masing-masing Kesalahan Peramalan ……….. 4.3.4. Memilih Metode Dengan Nilai Kesalahan Peramalan Terkecil ... 4.3.5. Uji Verifikasi Data Dengan MRC ………. 4.3.6. Peramalan Dengan Metode Yang Dipilih ………. 4.4. Jadwal Induk Produksi (JIP) ……….. 4.5. Matrik Produksi ……….. 4.6. Matrik Waktu Baku ………...


(9)

17 36 37 37 38 40 44 45 48 54 68 86 91 95 4.7. Rough Cut Capacity Planning ( RCCP ) ……… 4.8. Perhitungan Kapasitas Produksi Tersedia (WT) ……… 4.8.1. Proses Blow Room ………. 4.9. Hasil dan Pembahasan ……… BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan ……….... 5.2. Saran ………... DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Peta Kontrol Untuk Keseragaman Data ………

Gambar 2.2. Trend Component (Pola Trend)

………..

Gambar 2.3. Seasonal Component (Pola Musiman) ……….. Gambar 2.4. Cylikal Component (Pola Siklis) ……….. Gambar 2.5. Random Component (Pola Acak) ………. Gambar 2.6. Peta Kontrol Peramalan Moving Range Chart (MRC) ………. Gambar 2.7. Proses Perencanaan dan Penjadwalan Produksi ……… Gambar 2.8. Prosedur Perencanaan Produksi Agregat ……….. Gambar 2.9. Hubungan Perencanaan Kapasitas dengan Pengendalian Produksi... Gambar 2.10. Peranan RCCP dalam Perencanaan dan Pengendalian Produksi ….. Gambar 3.1. Flow Chart Pemecahan Masalah ………... Gambar 4.1. Grafik Uji Keseragaman Data Proses Pemotongan ………..


(10)

14 20 56 58 77 78 79 79 80 80 80 80 81 81 85 86 89 87 88 90 92 Gambar 4.2. Plot Diagram Permintaan Benang Single 30 NE ……….. Gambar 4.3. Peta Kendali Moving Range ……….

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Tabel Pengukuran Waktu Kerja ………... Tabel 2.2. Tabel Performance Rating dengan Sistem Westing House …………..

Tabel 2.3. RCCP degan BOL ………

Tabel 2.4. RCCP Dengan Profil Sumber Daya ………. Tabel 4.1. Data Jam Kerja dan Hari Kerja Karyawan ………... Tabel 4.2. Data Mesin Bagian Produksi dan Jumlah Tenaga Keja ………... Tabel 4.3. Tabel Pengamatan Proses Blow Room ………. Tabel 4.4. Tabel Pengamatan Proses Carding ………..

Tabel 4.5. Tabel Pengamatan Proses Drawing

………..


(11)

94 95 95 96 99 101 102

Tabel 4.7. Tabel Pengamatan Proses Ring Frame

……….

Tabel 4.8. Tabel Pengamatan Proses Winding ……….. Tabel 4.9. Tabel Pengamatan Proses Packing……… Tabel 4.10. Tabel Data Permintaan Benang Single 30 NE ………. Tabel 4.11. Hasil Uji Keseragaman Data ……… Tabel 4.12. Hasil Uji Kecukupan Data ………... Tabel 4.13. Hasil Perhitungan Waktu Siklus ……….. Tabel 4.14. Hasil Perhitungan Waktu Normal ……… Tabel 4.15. Hasil Perhitungan Waktu Baku ………... Tabel 4.16. Nilai Kesalahan Peramalan Dari Berbagai Metode Peramalan ……… Tabel 4.17. Perhitungan Moving Range ………. Tabel 4.18. Data Hasil Peramalan Permintaan Produk Bulan Mei 2010 – April

2011 ………... Tabel 4.19. Jadwal Induk Produksi ………. Tabel 4.20. Matrik Waktu Produksi Bulan Mei 2010 - April 2011………. Tabel 4.21. Matrik Waktu Baku ……….. Tabel 4.22. Hasil RCCP Dalam Satuan Jam ………... Tabel 4.23. Hasil Perhitungan Kapasitas Produksi Tersedia

………..


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I Gambaran Umum Perusahaan dan Sejarah Perusahaan

Lampiran II Perhitungan Waktu Kerja, Perhitungan Faktor Penyesuaian dan Faktor Kelonggaran

Lampiran III Peramalan Produk Benang Single 30 NE

Lampiran IV Perhitungan Rough Cut Capacity Planning (RCCP) Lampiran V Perhitungan Waktu Tersedia

Lampiran VI Tabel Appendix


(13)

ABSTRAKSI

Tingkat persaingan yang kompetitif di dunia industri akan produk – produk yang dihasilkan, dan banyaknya permintaan konsumen atas suatu produk tersebut, menuntut perusahaan agar selalu berusaha memenuhi permintaan tersebut sampai mencukupi waktu produksi yang yang optimal.

Dalam pemenuhan permintaaan konsumen PT. Lotus Indah Textile Industries Surabaya terkadang mengalami keterlambatan dalam penyelesaian pemesanan. Terkait dengan itu, pada saat merencanakan waktu produksi atau waktu proses yang tidak tepat dapat mengakibatkan tinggi atau rendahnya tingkat persediaan yang mengakibatkan penambahan jam lembur atau tenaga sub kontrak. Hal ini dilakukan untuk memberi kepuasan kepada para pelanggan.

Dalam tugas akhir ini, peneliti menggunakan metode Rought Cut Capacity

Planning (RCCP) berdasarkan Bill Of Labor untuk menentukan waktu produksi

yang optimal berdasarkan hasil permintaan 12 periode mendatang dengan menggunakan program WinQSB Metode peramalan yang dipakai adalah metode

Simple Average (SA), Single Exponential Smoothing (SES), dan Double exponential smoothing (DES). Ketiga metode ini dipilih metode yang terbaik

dengan memilih nilai kesalahan peramalan terkecil. Data yang diperlukan untuk

Bill Of Labor adalah matrik waktu baku dan matrik produksi berdasarkan jadwal

induk produksi (JIP) (Master Production Shcedule / MPS). Untuk waktu produksi tersedia digunakan input data yaitu jumlah mesin, jam kerja/bulan, utilisasi, dan efisiensi.

Berdasarkan hasil penelitian menggunakan metode ROUGHT CUT

CAPACITY PLANNING (RCCP), dapat disimpulkan bahwa dari tujuh stasiun

kerja di PT. Lotus Indah Textile Industries Surabaya (Blow Room, Carding,

Drawing, Speed Frame/ Simplex, Ring Frame, Winding, dan Packing) hanya

terdapat satu stasiun kerja yang masih mengalami kekurangan kapasitas produksi yaitu stasiun kerja Blow Room dengan rincian bulan juni 2010 sebesar 390.85 jam/bulan, bulan juli 2010 sebesar 98.316 jam/bulan, bulan maret 2011 sebesar 230.074 jam/bulan, bulan april 2011 sebesar 291.332 jam/bulan, sehingga perlu adanya penambahan mesin BlowRoom dan tenaga kerja pada stasiun kerja

BlowRoom. Dengan adanya penambahan tersebut diharapkan perusahaan bisa

memenuhi permintaan konsumen.

Kata kunci : Rough Cut Capacity Planning (RCCP), BOL (Bill Of Labor), peramalan, kapasitas produksi tersedia, kapasitas produksi yang diperlukan.


(14)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Dalam memasuki Era pasar bebas dimasa ini semua perusahaan yang bergerak di bidang industri diharapkan pada suatu masalah yaitu adanya tingkat persaingan yang kompetitif. Hal ini mengharuskan perusahaan untuk merencanakan kapasitas produksi agar dapat memenuhi permintaan pasar dengan tepat waktu dan dengan jumlah yang sesuai, sehingga diharapkan keuntungan perusahaan akan meningkat.

Perencanaan kebutuhan kapasitas dapat mengidentifikasi area yang mengalami overload dan underload sehingga dapat diketahui tindakan apa yang harus di ambil. Ada 4 level dalam hierarki perencanaan kapasitas yang di urutkan dari level tertinggi sampai terendah yaitu Resource Requirements Planning (RRP), Rough Cut Capacity Planning (RCCP), Capacity Requipment Planning (CRP), dan Capacity Control.

Perencanaan kapasitas merupakan penjadwalan produksi dalam bentuk kasar sehingga alokasi job pada kapasitas produksi tidak dilakukan mendetail. Ketika terjadi pergeseran pengerjaan waktu tidak dapat ditentukan job mana yang digeser.

PT. Lotus Indah Textile Industries Surabaya merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang industri textile dengan produk utama benang polyester. Benang ini dibuat dari serat sintesis atau disebut juga spun polyester. Bahan baku ini mereka beli dari PT. Indonesia Toray Sintetics dan PT. Teijin Indonesia Fiber


(15)

Corporation Tbk. Dalam pemenuhan permintaaan konsumen PT. Lotus Indah Textile Industries Surabaya terkadang mengalami keterlambatan dalam penyelesaian pemesanan. Terkait dengan itu, pada saat merencanakan waktu produksi atau waktu proses yang tidak tepat dapat mengakibatkan tinggi atau rendahnya tingkat persediaan yang mengakibatkan penambahan jam lembur atau tenaga sub kontrak. Dan lebih fatal lagi, hal tersebut dapat mengurangi pelayanan kepada konsumen karena keterlambatan penyerahan produk.

Untuk meningkatkan waktu produksi maka harus melihat kebutuhan pasar masa datang terhadap suatu produk. Apabila suatu permintaan menunjukkan suatu peningkatan dimasa mendatang maka untuk memenuhi pasar tadi diperlukan pertimbangan berupa alternative tertentu untuk memperbesar waktu produksi. Jumlah waktu produksi yang kurang tepat akan mengakibatkan perencanaan mendatang kurang efektif dan efesien. Selain hal tersebut, perusahaan kurang memperhitungkan waktu baku untuk waktu produksi mendatang, sehingga perencanaan kapasitas untuk menyelesaikan permintaan belum optimal. Oleh karena itu, untuk menyelesaikan permasalahan ini digunakan metode Rough Cut Capaty Planning ( RCCP ) dengan membutuhkan data-data waktu produksi yang tersedia untuk memenuhi permintaan konsumen. Waktu produksi secara umum diukur dalam bentuk waktu ( jam / bulan ) yang ditunjukkan berdasarkan kemampuan manusia dengan bantuan mesin yang tersedia pada setiap periode operasi.


(16)

1.2. Perumusan Masalah

Perumusan masalah yang akan dibahas dalam tugas akhir ini berdasarkan latar belakang diatas, permasalahan yang timbul adalah “Bagaimana

merencanakan kapasitas produksi untuk memenuhi permintaan konsumen dengan Rough Cut Capacity Planning (RCCP)?”

1.3. Batasan Masalah

Dalam penulisan tugas akhir ini perlu dilakukan pembatasan masalah agar agar dalam pelaksanaan penelitian tertuju pada tujuan penelitian ini. Adapun batasan tersebut adalah :

1. Data permintaan benang pada PT. Lotus Indah Textile Industries Surabaya yang diambil adalah periode bulan januari 2009 sampai dengan April 2010. 2. Kegiatan perencanaan dan pengendalian produksi yang dibahas hanya

perencanaan waktu produksi menggunakan Rought Cut Capacity Planning ( RCCP ) berdasarkan Bill Of Labour ( BOL )

3. Jenis produk yang akan dibahas adalah produk benang Single NE 30 dan pada perusahaan ini tidak memperhitungkan biaya ( financial yang terkait )

1.4. Asumsi-asumsi

Asumi penelitian dalam masalah perencanaan produksi untuk produk benang single NE 30 adalah sebagai berikut :

1. Tidak ada perubahan komposisi produk selama periode perencanaan. 2. Fasilitas produksi berjalan pada kondisi normal dan baik.


(17)

1.5. Tujuan Penelitian

Untuk memperjelas maksud dari rumusan masalah diatas maka penulis membuat tujuan penelitian yaitu :

1. Melakukan identifikasi untuk mengetahui kapasitas produksi yang tersedia pada saat ini.

2. Merencanakan kapasitas waktu produksi yang optimal yang diperlukan untuk memenuhi permintaan konsumen.

1.6. Manfaat Penelitian

Dari penelitian ini akan diperoleh manfaat baik bagi perusahaan maupun bagi penulis yaitu sebagai berikut :

1. Bagi Perusahaan

Dapat mengetahui waktu produksi yang ada dalam perusahaan guna mencukupi waktu produksi yang akan diperlukan berdasarkan hasil peramalan permintaan konsumen pada masa mendatang menggunakan metode Rought Cut Capacity Planning ( RCCP ) dengan teknik Bill Of Labour ( BOL ).

2. Bagi Penulis

Penulis dapat menerapkan ilmu yang diperoleh selama mengikuti perkuliahan dalam menyelesaikan masalah-masalah di PT. Lotus Indah Textile Industries Surabaya terutama mengenai perencanaan produksi yang baik dan efesien. 3. Bagi Peneliti

Sebagai bahan komperatif bagi penulis sehingga dapat mengadakan perbandingan antara teori yang diajarkan dibangku kuliah dengan praktek nyata yang ada diperusahaan.


(18)

1.7. Sistematika Penulisan

Dalam penyusunan tugas akhir ini, saya selaku penulis membuat suatu susunanpenulisan secara sistematik.

Tugas akhir ini akan dibahas dalam bab-bab sebagai berikut ; BAB 1 : PENDAHULUAN

Bab ini berisi tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, asumsi-asumsi, manfaat penelitian, serta sitematika penulisan.

BAB 2 : LANDASAN TEORI

Bab ini berisi tentang teori-teori yang melandasi pembahasan permasalahan dan tinjauan kepustakaan lainnya yang turut mendukung permasalahan.

BAB 3 : METODE PENELITIAN

Bab ini membahas langkah-langkah yang digunakan didalam melakukan pemecahan masalah sehingga penyusunan tugas akhir ini dapat lebih terarah maksud dan tujuannya.

BAB 4 : HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisi tentang pengumpulan data-data yang diperlukan didalam memecahkan masalah tersebut sehingga permasalahan dapat diolah dan dipecahkan dengan baik, disamping itu juga menyajikan penyelesaian masalah dan analisa-analisa yang didapat dari hasil pengolahan data sebelumnya.


(19)

BAB 5 : KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini merupakan penutup penulisan yang menguraikan kesimpulan akhir dari penulis dan saran-saran yang dapat diberikan penulis berdasarkan hasil penelitian yang dilakukannya.

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengukuran Kerja

Suatu pekerjaan akan dikatakan selesai secara efisien apabila waktu penyelesaian berlangsung singkat dengan mengaplikasikan prinsip dan teknik pengaturan cara kerja yang optimal dalam system kerja, maka akan diperoleh alternatif pelaksanaan kerja yang dianggap memberikan hasil yang paling efektif dan efisien.

Pengukuran kerja adalah metode penetapan keseimbangan antara kegiatan manusia yang dikontribusikan dengan unit out put yang dihasilkan. Pengukuran waktu kerja ini akan berhubungan dengan usaha-usaha untuk menetapkan waktu baku yang dibutuhkan guna menyelesaikan suatu pekerjaan. Waktu baku ini sangat diperlukan terutama sekali untuk :

a. Man Power Planning ( perencanaan kebutuhan tenaga kerja ) b. Estimasi biaya-biaya untuk upah karayawan atau pekerja. c. Penjadwalan produksi dan pengangguran.

d. Perencanaan system pemberian bonus dengan insentif bagi karyawan atau pekerja yang berprestasi.

e. Indikasi keluaran (output) yang mampu dihasilkan oleh seorang pekerja. Waktu baku ini merupakan wktu yang dibutuhkan oleh seorang pekerja yang memiliki tingkat kemampuan rata-rata untuk menyelesaikan suatu pekerjaan.

Waktu baku yang dihasilkan dalam akrivitas pengukuran kerja akan dapat digunakan sebagai alat untuk penjadwalan rencana kerja yang menyatakan berapa


(21)

lama suatu kegiatan itu harus berlangsung dan berapa out put yang dihasilkan serta berupa jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut.

Teknik pengukuran kerja ini dapat dibagi atau dikelompokkan kedalam dua bagian, yaitu pengukuran kerja secara tak langsung dan pengukuran kerja secara langsung, yaitu pengukurannya dilakukan secara langsung ditempat dimana pekerjaan yang diukur dijalankan, sedangkan pengukuran tidak langsung dilaksanakan tanpa si pengamat harus ditempat pekerjaan yang diukur.

(Wignjosoebroto Sritomo, 2003).

2.1.1. Pengukuran Waktu Kerja Dengan Jam Henti (Stopwacth)

Pengukuran waktu kerja dengan jam henti diperkenalkan pertama kali oleh Frederick W. Tailor sekitar abad 19 yang lalu. Metode ini terutama sekali baik diaplikasikan untuk pekerjaan yang berlangsung secara berulang-ulang. Dari hasil pengukuran maka akan diperoleh waktu baku untuk menyelesaikan suatu siklus pekerjaan, yang mana waktu ini dipergunakan sebagai standart penyelesaian pekerjaan bagi semua pekerja yang sama seperti itu. Secara garis besar langkah-langkah untuk melakukan pengukuran dengan stopwatch adalah :

1. Definisikan pekerjan yang akan diteliti untuk diukur akan diberitaukan maksud dan tujuan pengukuran ini kepada pekerja yang akan dipilih untuk diamati dan supervisor yang ada.

2. Mencatat semua informasi yang berkaitan erat dengan penyelesaian pekerjaan, seperti layout planning, karakteristik / spesifikasi mesin atau peralatan lain yang digunakan.


(22)

3. Membagi operasi kerja dalam setiap elemen-elemen kerja.

4. Mengamati, mengukur, dan mencatat waktu yang dibutuhkan operator untuk menyelesaikan elemen-elemen tersebut.

5. Menetapkan jumlah siklus yang diukur dan dicatat. Meneliti apakah jumlah siklus kerja yang akan dilaksanakan ini sudah memenuhi atau tidak. Menguji keseragaman data yang diambil.

6. Menetapkan performance rute dari operator saat melaksanakan aktifitas kerja yang diukur dan dicatat waktunya tersebut.

7. Menyesuaikan waktu pengamatan berdasarkan kriteria yang ditujukan operator, sehingga akhirnya akan diperoleh waktu kerja yang normal.

8. Menyelesaikan Allowance waktu longgar untuk memberikan fleksibilitas. 9. Menetapkan waktu kerja baku, yaitu jumlah total antara waktu normal dan

waktu longgar. (Wignjosoebroto Sritomo, 2003)

Berdasarkan langkah-langkah diatas, terlihat bahwa pengukuran kerja dengan jam henti ini merupakan cara pengukuran yang paling obyektif karena waktu yang ditetapkan berdasarkan fakta yang terjadi dan tidak sekedar diestimasi secara subyektif. Disini juga berlaku asumsi-asumsi dasar sebagai berikut :

a. Metode dan fasilitas untuk menyelesaikan pekerjaan harus sama dan dibakukan terlebih dahulu sebelum waktu ini diaplikasikan untuk pekerjaan serupa.

b. Operator harus memahami benar prosedur dan metode pelaksanaan kerja sebelum dilakukan pengukuran kerja. Operator yang akan dianalisa waktu kerjanya harus memiliki tingkat kemampuan rata-rata. Kondisi lingkungan


(23)

fisik pekerja juga relatif tidak jauh berbeda dengan kondisi fisik pada saat pengukuran kerja dilakukan.

c. Performance mampu dikendalikan pada tingkat yang sesuai untuk seluruh periode kerja yang ada.

Aktivitas pengukuran kerja dengan jam henti ( stopwatch ) dapat diaplikasika pada pekerjaan manufaktur maupun non-manufaktur asalkan kriteria-kriteria dibawah ini bisa terpenuhi :

a. Pekerjaan tersebut harus dilaksanakan secara repetitive dan uniform. b. Isi pekerjaan itu harus homogen.

c. Hasil kerja ( output ) harus dapat dihitung secara nyata ( kualitatif ) baik secara keseluruhan ataupun untuk tiap-tiap elemen kerja yang berlangsung. d. Pekerjaan tersebut cukup banyak dilaksanakan dan teratur sifatnya sehingga

akan memadai untuk diukur dan dihitung waktu bakunya. ( Wignjosoebroto Sritomo, 2003 )

2.1.2. Cara Pengukuran dan Pencatatan Waktu Kerja

Ada tiga metode yang umum dipakai untuk mengukur elemen-elemen kerja yang menggunakan jam henti (Stopwacth) yaitu pengukuran waktu kerja secara terus menerus (Continous timing), pengukuran waktu berulang-ulang (Repetitive timing), dan pengukuran waktu secara penjumlahan (Accumulative timing).

1. Pengukuran waktu kerja terus menerus (Continous timing).

Dalam pengukuran ini pengamat kerja akan menekan tombol stopwatch pada saat elemen kerja pertama dimulai dan membiarkan jarum petunjuk stopwacth


(24)

berjalan terus menerus sampai periode atau siklus kerja selesai berlangsung. Disini pengamat kerja terus menerus mengamati jalannya jarum stop wacth dan mencatat waktu yang ditunjukkan setiap akhir dari elemen-elemen kerja pada lembar pengamatan. Waktu sebenarnya dari masing-masing elemen diperoleh dari pengurangan pada saat waktu selesai dilaksanakan.

2. Pengukuran waktu kerja secara berulang-ulang (Repetitive timing).

Pengukuran ini kadang-kadang disebut sebagai snop back methods. Pada metode ini jarum penunjuk stop watch akan dikembalikan (snop back) ke posisi semula nol pada setiap akhir dari elemen kerja yang diukur. Setelah dilihat dan dicatat waktu kerja yang diukur kemudian tombol ditekan lagi dan segera jarum penunjuk bergerak untuk mengukur elemen kerja berikutnya. Dengan cara demikian maka data waktu untuk setiap elemen kerja yang diukur akan dapat dicatat secara langsung tanpa ada pekerjaan tambahan untuk pengurangan seperti yang dijumpai dalam metode (continous timing).

3. Pengukuran waktu kerja akumulatif.

Pada waktu kerja ini memungkinkan pembaca secara langsung untuk masing-masing elemen kerja yang ada. Didalam cara ini akan digunakan dua atau lebih, stopwatch akan bekerja secara bergantian. Stopwatch ini akan didekatkan sekaligus pada papan-papan pengamatan dan dihubungkan pada suatu tuas. Apabila stopwatch pertama dijalankan maka stopwatch kedua ketiga akan berhenti dan jarum akan tetap pada posisi nol. Metode

accumulative memberikan keuntungan tersendiri didalam hal akan pembacaan

akan lebih mudah dan lebih teliti karena jarum stopwatch tidak dalam keadaan bergerak pada saat pembacaan data. ( Wignjosoebroto Sritomo, 2003 )


(25)

2.1.3. Langkah – Langkah Pelaksanaan Pengukuran Waktu Kerja.

Persiapan sebelum pengukuran waktu kerja adalah sangat penting. Karena hal tersebut sangat mempengaruhi kualitas pengukuran yang dilaksanakan. Adapun langkah-langkah yang perlu dilakukan dengan jam henti yaitu :

1. Menetapkan tujuan pengukuran.

Sebagaimana halnya dengan berbagai kegiatan lainnya tujuan melakukan kegiatan ini harus ditetapkan terlebih dahulu. Dalam pengukuran waktu kerja, hal-hal penting yang harus diperhatikan adalah untuk apa hasil pengukuran dipergunakan, berapa tingkat ketelitian dan keyakinan yang diinginkan dari hasil pengukuran.

2. Melakukan penelitihan pendahuluan.

Penelitihan pendahuluan dilakukan untuk mempelajari sistem dan kondisi kerja yang ada dengan maksud melakukan perbaikan jika diperlukan agar diperoleh kerja yang baik.

3. Memilih operator

Operator yang akan melakukan pekerjaan yang diukur bukanlah orang yang bagitu saja diambil. Operator haruslah mempunyai persyaratan tertentu agar didapatkan hasil pengukuran yang baik, seperti berkemampuan normal dan dapat diajak bekerja sama.

4. Melatih operator

Dalam keadaan ini operator harus dilatih terlebih dahulu, karena sebelum diukur operator harus terbiasa dengan kondisi dan cara kerja yang telah ditetapkan. Terutama bila kondisi dan cara kerja yang dipakai tidak sama dengan yang biasa dijalankan operator.


(26)

5. Mengurangi pekerjaan atas elemen pekerjaan.

Pekerjaan dipecahkan menjadi elemen pekerjaan yang merupakan gerakan bagi orang yang bersangkutan. Elemen inilah yang diukur waktunya (waktu

siklus). Tujuan dilakukan pengamatan atas elemen-elemen yaitu untuk

menjelaskan catatan tentang tata cara yang dilakukan, untuk mamungkinkan melakukan penyesuaian bagi elemen, untuk memudahkan mengamati terjadinya elemen yang tidak baku dan memungkinkan dikembangkan data waktu standart ataupun tempat kerja yang bersangkutan.

6. Menyiapkan alat pengukuran.

Peralatan yang dibutuhkan untuk aktivitas pengukuran kerja dengan jam henti ini antara lain : jam henti, papan pengamatan, lembar pengamatan dan alat-alat tulis serta penghitung ( kalkulator ).

(Sutalaksana, 2005 )

2.1.4. Melakukan Pengukuran Waktu

Setelah melakukan langkah-langkah persiapan tersebut, kemudian dilaksanakan pengukuran waktu kerja. Pengukuran waktu adalah pekerjaan mengamati dan mencatat waktu–waktu kerjanya baik setiap elemen ataupun siklus dengan menggunakan alat yang telah disiapakan. Adapun langkah-langkah yang telah dikerjakan selama pengukuran berlangsung.

1. Pengukuran pendahuluan.

Pengukuran pendahuluan dimaksudkan untuk mengetahui berapa kali pegukuran harus dilakukan untuk tingkat-tingkat ketelitihan dan keyakinan


(27)

yang didapat dari hasil perhitungan waktu pengamatan. Biasanya pengukuran waktu dilakukan sebanyak 25 kali pengukuran

Tabel 2.1. Pengukuran Waktu Kerja Sub

Grou p

Waktu Pengamatan Rata-rata Sub Group

Jumlah

Sub Group

x

ij

1. X11 X12 X13 …. X1n X1

Σ

X1n

Σ

X1n 2

2. X21 X22 X23 …. X2n X2n

Σ

X2n

Σ

X2n 2

3. X31 X32 X33 …. X3n X3n

Σ

X3n

Σ

X3n 2

L XL1 XL2 XL3 …. XLn XLn

Σ

XLn

Σ

XLn2

  n l j L

i 1

X

ij

 

  

        L l i L l i ij n l j

X

 

        L l i L l i ij n l j

X

2

( Sumber : Ergonomi, Studi Gerakan dan Waktu Edisi Pertama Cetakan ke-3, Wigjosoebroto Sritomo, 2003 )

Keterangan :

Xij = Waktu pengamatan berturut turut (I = 1,2,3,….,1 ; = 1,2,3,…,n) Xij = Rata rata pengamatan berturut-turut n = Jumlah sub group

L = Ukuran sup group 2. Ujian keseragaman data.

Tugas mengukur adalah mendapatkan data yang seragam, karena ketidak seragaman data tanpa disadari maka diperlukan suatu alat untuk “mendeteksi” batas-batas kontrol yang dibentuk dari data merupakan batas seragam tidaknya data. Data dikatakan seragam yaitu berasal dari sistem sebab yang sama, bila diantara kedua batas kontrol, dan tidak seragam berasal dari sistem sebab yang


(28)

sama, bila berada diantara kedua batas kontrol, dan data dikatakan tidak seragam yaitu berasal dari sistem yang berbeda, jika berada diluar batas control. Yang diperhatikan dalam pengujian keseragaman adalah data yang berbeda didalam batas-batas kontrol tersebut.

a. Menghitung harga rata dari rata-rata sup group dengan

L xij

X

ij

(2.1)

b. Menghitung standart deviasi dari waktu pengamatan

Adalah akar dari varians dimana semakin kecil standart deviasi sebuah data, maka semakin tidak bervariasi data tersebut dan sebaliknya, semakin besar standart deviasi sebuah data, maka semakin bervariasi data tersebut.

1

   

N

x

x

ij ij

 (2.2) c. Menghitung standar deviasi sebenarnya dari waktu pengamatan.

Adalah standart deviasi dibagi dengan akar sub grup data pengamatan.

L

  (2.3)

d. Menghitung derajat ketelitian tiap operator.

Adalah penyimpangan maksimum hasil pengukuran dari waktu penyelesaian sebenarnya.

% 100

x X

S

x

(2.4)


(29)

Adalah menunjukkan besarnya keyakinan pengukuran bahwa hasil yang diperoleh memenuhi syarat ketelitian.

CL = 100% - S% (2.5) f. Menghitung batas kontrol atas (BKA) dan batas kontrol bawah (BKB)

a. Batas Kontrol Atas (BKA) :

Garis yang menyatakan penyimpangan paling tertinggi dari “ nilai baku “ terdapat sejajar diatas central.

BKA = X + kx ( 2.6) b. Batas Kontrol Bawah (BKB) : Garis bawah yang sejajar garis sentral.

BKB = X - kx ( 2.7)

g. Analisa keseragaman data

Data yang dihasilkan dapat dikatakan seragam, jika harga rata-rata dari sub group berada dalam batas kontrol atas (BKA) dan batas kontrol bawah (BKB). Setelah dua berkumpul maka diteruskan dengan mengidentifikasi data yang terlalu besar atau data yang terkecil, dan menyimpang dari harga rata-ratanya yang disebabkan hal-hal tertentu. Data ekstrim ini dikeluarkan dan tidak diikutsertakan dalam perhitungan selanjutnya.


(30)

Gambar 2.1.

Peta Kontrol untuk Test Keseragaman Data h. Uji kecukupan data

Uji kecukupan data dipakai untuk mendapatkan tingkat ketelitian dan tingkat keyakinan yang merupakan pencerminan tingkat kepastian yang diinginkan oleh pengukur setelah memutuskan tidak akan melakukan pengukuran yang sangat banyak karena data sudah mencukupi. Uji ini dilakukan setelah data hasil pengukuran setelah seragam. Uji kecukupan data dapat dihitung dengan rumus :

 

x

x

x

n

s

k

ij ij ij N 2 2 ' 2 (2.8) Keterangan :

N’ = Jumlah pengamatan teoritis yang harus dilakukan/diperlukan. N = Jumlah pengamatan yang dilakukan

S = Tingkat ketelitian

K = Koefisien distribusi normal sesuai dengan tingkat keyakinan.

0.14 0.12 0.10 0.8 0.7 0.5 0.3 0.2

0 1 2 3 4 5

Batas Kontrol Atas

Harga Rata - rata


(31)

Untuk nilai K secara tepat dapat dilihat pada Tabel Apendix Kesimpulan dari perhitungan yang diperoleh yaitu

a. Apabila N’ < N, berarti jumlah pengamatan yang kita butuhkan sudah cukup.

b. Apabila N’ > N, berarti jumlah pengamatan yang kita butuhkan harus ditambah lagi sesuai dengan tingkat kepercayaan dan tingkat ketelitian yang diharapkan.

(Wignjosoebroto Sritomo, 2003).

2.1.5. Perhitungan Waktu Baku

Perhitungan output standart merupakan langkah berikutnya setelah dilakukan pengukuran waktu kerja dan dilakukan uji keseragaman dan kecukupan data. Untuk mendapatkan output standart perlu ditempuh langkah-langkah sebagai beriku :

a. Menghitung waktu siklus rata-rata setiap elemen kegiatan (Ws) :

N

Ws

x

ij (2.9)

b. Menghitung waktu normal (Wn) :

Wn = Ws x P (2.10) Di mana p faktor penyesuaian yang digunakan untuk menormalkan waktu pengamatan yang diperoleh, jika pekerja dinilai bekerja secara tidak wajar.


(32)

allowance Wn

Wb

(%) % 100

% 100

 

 (2.11) ( Sutalaksana, 2005)

2.1.6. Faktor Penyesuaian (Rating Performance)

Aktivitas untuk menilai atau mengevaluasi kecepatan kerja operator dikenal sebagai “Rating Performance”. Dengan melakukan rating ini diharapkan waktu kerja yang diukur bisa “dinormalkan” kembali. Ketidak normalan dari waktu kerja ini yang diakibatkan oleh operator bekerja secara kurang wajar yaitu bekerja dalam tempo atau kecepatan yang tidak sebagaimana semestinya.

Waktu normal bukanlah waktu yang disediakan untuk pekerjaan yang bersangkutan, karena angka ini harus dinaikkan dengan waktu tambahan yang disediakan untuk gangguan-gangguan, kebutuhan-kebutuhan pribadi operator, dan penunda-penunda yang berada di luar keluasaannya.

Westing house system’s Rating adalah sistem untuk memberikan rating

performance yang umumnya diaplikasikan di dalam aktivitas pengukuran kerja. Selain kecakapan (skill) dan usaha (effort) sebagai faktor yang mempengaruhi

performance manusia, maka Westing house menambahkan lagi dengan kondisi

kerja (working condition) dan keajekan (consistency) dari operator dalam melakukan kerja. Tabel performance rating westing house dapat dilihat pada tabel 2.2.

Tabel 2.2


(33)

SKILL EFFORT

+ 0,15 AI Superskill + 0,13 AI Superskill

+ 0,13 A2 + 0,12 A2

+ 0,11 B1 Excellent + 0,10 B1 Excellent

+ 0,08 B2 + 0,08 B2

+ 0,06 C1 Good + 0,05 C1 Good

+ 0,03 C2 + 0,02 C2

0,00 D Average 0,00 D Average

- 0,05 E1 Fair - 0,04 E1 Fair

- 0,10 E2 - 0,08 E2

- 0,16 F1 Poor - 0,12 F1 Poor

- 0,22 F2 - 0,17 F2

CONDITION CONSISTENCY

+ 0,06 A Ideal + 0,04 A Ideal

+ 0,04 B Excellent + 0,03 B Excellent

+ 0,02 C Good + 0,01 C Good

0,00 D Average 0,00 D Average

- 0,03 E Fair - 0,02 E Fair

- 0,07 F Poor - 0,04 F Poor

( Sumber : Teknik Tata Cara Kerja, Sutalaksana, 2005 )

Metode westing house ini mempertimbangkan empat buah faktor dalam mengevaluasi performance rating, antara lain :

1. Keterampilan (skill) adalah “kecakapan atau kemampuan dalam mengerjakan suatu metode yang diberikan”. Selanjutnya berhubungan dengan pengalaman, ditunjukkan dengan koordinasi yang baik antara pikiran dan tangan.

2. Usaha (effort) adalah “kesungguhan yang ditunjukkan atau diberikan oleh seorang operator saat melaksanakan pekerjaannya”. Usaha ditunjukan oleh kecepatan pada tingkat kemampuan yang dimiliki dan dapat dikontrol pada tingkat yang tinggi oleh perator.

3. Kondisi (condition) adalah “kondisi fisik lingkungan di tempat kerja.” Yang meliputi keadaan pencahayaan, temperatur dan kebisingan ruangan. Kondisi merupakan suatu prosedur performance rating yang berpengaruh pada operator dan bukan pada operasi.


(34)

4. Konsisten (consistensi) adalah “Suatu keadaan yang stabil dari operator dalam melaksanakan pekerjaannya”. Faktor konsistensi ini perlu diperhatikan, karena pada kenyataannya setiap pengukuran tidak pernah terjadi angka yang sama pada pencatatan, waktu penyelesaian yang ditunjukkan pekerja selalu berubah dari satu siklus ke siklus yang lain. Konsistensi dikatakan sempurna (perfect) jika waktu penyelesaian selalu sama setiap saat.

Skill dan effort” di bagi menjadi superskill, excellent, good, average,

fair, dan poor. Sedangkan “Condition dan Consistency” di bagi menjadi ideal,

excellent, good, average, fair dan poor.

(Wignjosoebroto Sritomo, 2003).

2.1.7. Faktor Kelonggaran (Allowance)

Waktu normal untuk suatu elemen operasi kerja adalah semata-mata menunjukkan bahwa operator yang berkualifikasi baik akan bekerja menyelesaikan pekerjaan pada kecepatan/tempo kerja yang normal. Waktu normal untuk suatu operator menggambarkan lamanya waktu yang diperlukan oleh operator rata-rata bila bekerja pada langkah normal dan tanpa menghiraukan waktu tambahan untuk kebutuhan-kebutuhan pribadi, istirahat, dan penundaan-penundaan lain di luar kekuasaannya.

Waktu kelonggaran yang dibutuhkan dan akan menginterupsikan proses produksi ini bisa diklasifikasikan menjadi kebutuhan pribadi (personal

allowance). Melepas lelah (fatique allowance) dan keterlambatan yang tidak dapat

dihindari (delay allowance). Tabel faktor kelonggaran dapat dilihat pada lampiran.


(35)

( Sutalaksana, 2005 )

2.1.7.1. Kelonggaran untuk Kebutuhan Pribadi ( personal allowance )

Yang termasuk ke dalam kebutuhan pribadi adalah hal-hal yang seperti minum sekedarnya untuk menghilangkan rasa haus, ke kamar kecil, bercakap-cakap dengan teman sekerja untuk menghilangkan ketegangan ataupun kejenuhan dalam bekerja.

Kebutuhan-kebutuhan ini jelas-jelas sebagai sesuatu mutlak tidak bisa, misalnya seseorang diharuskan terus bekerja dengan rasa olahraga, atau melarang pekerja untuk sama sekali tidak bercakap-cakap sepanjang jam kerja. Larangan demikian tidak saja merugikan pekerja (karena merupakan tuntutan psikologis dan fisiologis yang wajar) tetapi juga merugikan perusahaan karena dengan kondisi demikian pekerja tidak akan dapat bekerja dengan baik bahkan hampir dipastikan produktivitasnya menurun.

Besarnya kelonggaran yang diberikan untuk kebutuhan pribadi seperti itu berbeda-beda dari satu pekerjaan yang lainnya karena setiap pekerjaan mempunyai karakteristik sendiri-sendiri dengan “tuntutan” yang berbeda-beda. Penelitian yang khusus perlu dilakukan untuk menentukan besarnya kelonggaran ini dengan tepat seperti sampling pekerjaan ataupun secara fisiologis.

Berdasarkan penelitian ternyata besarnya kelonggaran ini bagi pekerja pria berbeda dengan pekerja wanita. Misalnya untuk pekerjaan-pekerjaan ringan pada kondisi kerja normal pria memerlukan 2 - 2,5%. Dan wanita membutuhkan 5% (prosentasi ini adalah waktu normal)


(36)

2.1.7.2. Kelonggaran untuk Menghilangkan Rasa Fatique

Rasa Fatique tercermin antara lain dari menurunnya hasil produksi baik jumlah maupun kualitasnya. Karena salah satu cara untuk menentukan besarnya kelonggaran ini adalah dengan melakukan pengamatan sepanjang hari kerja dengan mencatat pada saat-saat dimana hasil produksi manurun. Tetapi masalahnya adalah kesulitan dalam menentukan saat-saat dimana menurunnya hasil produksi disebabkan oleh timbulnya rasa fatique karena masih banyak kemungkinan-kemungkinan lain.

Jika rasa fatique telah datang dan pekerja harus bekerja untuk menghasilkan performance normalnya, maka usaha yang dikeluarkan pekerja lebih besar dari normal dan ini akan menambah rasa fatique. Bila ini berlangsung terus menerus pada akhirnya akan terjadi rasa fatique yang total yaitu jika anggota badan yang bersangkutan sudah tidak dapat melakukan gerak kerja sama sekali walaupun sangat dikehendaki.

Hal demikian jarang terjadi karena berdasarkan pengalamannya pekerja dapat mengatur kecepatan kerjanya sedemikian rupa, sehingga lambatnya gerakan-gerakan kerja ditunjukan untuk menghilangkan rasa fatique.

( Sutalaksana, 2005 )

2.1.7.3. Kelonggaran untuk Hambatan-Hambatan Tak Terhindari

Dalam melaksanakan pekerjaannya, pekerja tidak lepas dari berbagai “hambatan”. Ada hambatan yang dapat dihindari seperti mengobrol yang


(37)

berlebihan dengan menganggur dengan sengaja, ada pula hambatan yang tidak dapat dihindari karena berada diluar kekuasaan pekerja untuk mengendalikannya.

Bagi hambatan yang pertama jelas tidak ada pilihan selain untuk menghindarkannya, sedangkan bagi yang terakhir walaupun harus diusahakan serendah mungkin, hambatan akan tetap ada karena harus diperhitungkan dalam perhitungan waktu baku.

Beberapa contoh yang termasuk ke dalam hambatan tidak terhindari adalah : a. Menerima atau meminta petunjuk kepada pengawas.

b. Melakukan penyesuaian-penyesuaian mesin

c. Memperbaiki kemacetan-kemacetan singkat seperti mengganti alat potong yang patah, memasang kembali ban yang lepas dan sebagainya

d. Mengasah peralatan potong

e. Mengambil alat-alat khusus atau bahan-bahan khusus dari gudang f. Hambatan-hambatan dari kesalahan pemakai alat ataupun bahan g. Mesin berhenti karena matinya aliran listrik.

Besarnya hambatan untuk kejadian-kejadian seperti ini sangat bervariasi dari suatu pekerjaan ke pekerjaan lain bahkan satu stasiun kerja lain karena banyaknya penyebab, seperti mesin, kondisi, prosedur kerja, ketelitian suplay alat dan bahan, dan sebagainya. ( Sutalaksana, 2005 )

2.2. Peramalan

Peramalan adalah proses untuk memperkirakan beberapa kebutuhan dimasa datang yang meliputi kebutuhan dalam ukuran kuantitas, kualitas, waktu


(38)

dan lokasi yang dibutuhkan dalam rangka memenuhi permintaan ataupun jasa. Sedangkan peramalan permintaan merupakan tingkat permintan produk-produk yang diharapkan akan terealisir untuk jangka waktu tertentu pada masa yang akan datang. Peramalan permintaan ini digunakan untuk meramalkan permintaan dari produk yang bersifat bebas (tidak tergantung), seperti peramalan produk jadi.

(Nasution Arman Hakim, 2008)

2.2.1. Jenis-jenis peramalan

Pada umumnya peramalan dapat dibedakan dari berbagai segi tergantung dari cara melihatnya. Apabila dilihat dari sifat penyusunan, maka peramalan dapat dibedakan atas 2 macam, yaitu :

1. Peramalan subyektif, yaitu peramalan yang didasarkan atas perasaan atau intuisi dari orang yang menyusunnya.

2. Peramalan Objektif, yaitu peramalan yang didasarkan atas data yang relevan pada masalah, dengan menggunakan teknik dan metode dalam penganalisaan data tersebut.

Jika di lihat dari jangka waktu ramalan yang disusun, maka peramalan dapat dibedakan atas 2 mcam, yaitu

1. Peramalan jangka panjang, yaitu peramalan yang dilakukan untuk penyusunan hasil ramalan yang jangka waktunya lebih dari satu setengah tahun. Peramalan ini biasanya diperlukan dalam penyusunan rencana pembangunan daerah, atau rencana ekspansi suatu pekerjaan.

2. Peramalan jangka pendek yaitu peramalan yang dilakukan untuk penyusunan hasil ramalan dengan jangka waktu yang kurang dari satu setengah tahun.


(39)

Peramalan seperti ini diperlakukan dalam penyusunan rencana tahunan, rencana produksi, rencana penjualan, dan anggaran perusahaan.

(Nasution Arman Hakim, 2008)

2.2.2. Karakteristik Peramalan yang Baik

Peramalan yang baik mempunyai beberapa kriteria yang penting, antara lain akurasi, biaya, dan kemudahan. Penjelasan dari kriteria – kriteria tersebut adalah sebagai berikut :

1. Akurasi

Akurasi dari suatu hasil peramalan diukur dengan kebiasaan dan kekonsistensian peramalan tersebut. Hasil peramalan dikatakan bias bila peramalan tersebut terlalu tinggi atau terlalu rendah. dibandingkan dengan kenyataan yang sebenarnya terjadi. Hasil peramalan dikatakan konsisten bila besarnya kesalahan peramalan relative kecil. Peramalan yang terlalu rendah akan mengakibatkan kekurangan persediaan, sehingga permintaan konsumen tidak dapat dipenuhi dengan segera, akibatnya adalah perusahaan dimungkinkan kehilangan pelanggan dan kehilangan keuntungan penjualan. Peramalan yang terlalu tinggi akan mengakibatkan terjadinya penumpukan persediaan, sehingga banyak modal terserap sia – sia. Keakuratan dari hasil peramalan ini berperan penting dalam menyeimbangkan persediaan yang ideal (meminimasi penumpukan persediaan dan memaksimasi tingkat pelayanan).


(40)

Biaya yang diperlukan dalam pembuatan suatu peramalan adalah tergantung dari jumlah item yang diramalkan, lamanya periode peramalan, dan metode peramalan yang dipakai. Ketiga faktor pemicu biaya tersebut akan mempengaruhi berapa banyak data yang dibutuhkan, bagaimana pengolahan datanya (manual atau komputerisasi), bagaimana penyimpanan datanya dan siapa tenaga ahli yang diperbantukan. Pemilihan metode peramalan harus disesuaikan dengan dana yang tersedia dan tingkat akurasi yang ingin didapat, misalnya item – item yang penting akan diramalkan dengan metode yang canggih dan mahal, sedangkan item – item yang kurang penting bisa diramalkan dengan metode yang sederhana dan murah. Prinsip ini merupakan adopsi dari Hukum Pareto (Analisa ABC).

3. Kemudahan

Penggunaan metode peramalan yang sederhana, mudah dibuat, dan mudah diaplikasikan akan memberikan keuntungan bagi perusahaan. Adalah percuma memakai metode yang canggih, tetapi tidak dapat diaplikasikan pada sistem perusahaan karena keterbatasan dana, sumber daya manusia, maupun peralatan teknologi. (Nasution Arman Hakim, 2008)


(41)

Peramalan yang baik adalah peramalan yang dilakukan dengan mengikuti langkah-langkah atau penyusunan yang baik. Pada dasarnya ada langkah peramalan yang penting, yaitu

1. Menganalisa data masa lalu, yang dilakukan dengan cara membuat tabulasi dari data masa lalu. Dari tabulasi data, maka dapat diketahui pola dari data tersebut.

2. Menentukan metode yang digunakan. Metode peramalan yang baik adalah metode yang menghasilkan penyimpangan antara hasil peramalan dengan nilai kenyataan yang sekecil mungkin.

3. Memproyeksikan data masa lalu dengan menggunakan metode yang dipergunakan, mempertimbangkan beberapa faktor perubahan. Faktor-faktor perubahan tersebut antara lain terdiri dari perubahan kebijakan-kebijakan yang mungkin terjadi, termasuk perubahan kebijakan pemerintah, perkembangan teknologi dan penemuan-penemuan baru dan perbedaan dengan hasil ramalan yang ada dengan kenyataannya. (Nasution Arman Hakim, 2008)

2.2.4. Beberapa Sifat Hasil Peramalan

Dalam membuat peramalan atau menerapkan hasil suatu peramalan, maka ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan, yaitu :

1. Peramalan pasti mengandung kesalahan, artinya peramal hanya bisa mengurangi ketidak pastian yang akan terjadi, tetapi tidak dapat menghilangkan ketidak pastian tersebut.

2. Peramalan seharusnya memberikan informasi tentang berapa ukuran kesalahan, artinya karena peramalan pasti mengandung kesalahan,


(42)

maka adalah penting bagi peramal untuk menginformasikan seberapa besar kesalahan yang mungkin terjadi.

3. Peramalan jangka pendek lebih akurat dibandingkan peramalan jangka panjang. Hal ini disebabkan karena pada peramalan jangka pendek, factor – faktor yang mempengaruhi permintaan relative masih konstan, sedangkan semakin panjang periode peramalan, maka semakin besar pula kemungkinan terjadinya perubahan faktor – faktor yang mempengaruhi permintaan.

(Nasution Arman Hakim, 2008)

2.2.5. Metode Peramalan

Metode peramalan adalah cara memperkirakan secara kuantitatif apa yang terjadi pada masa yang akan datang, berdasarkan data yang relevan pada masa lalu. Keberhasilan dari suatu peramalan sangat ditentukan oleh :

1. Pengetahuan teknik tentang informasi data masa lalu yang dibutuhkan, informasi ini berisikan data kuatitatif.

2. Teknik dan metode peramalan.

Baik tidaknya suatu peramalan yang disusun, disamping ditentukan oleh metode yang dipergunakan, juga ditentukan oleh baik tidaknya informasi kuantitatif yang dipergunakan. Selama informasi yang dipergunakan tidak dapat meyakinkan, maka hasil peramalan sukar dapat dipercaya ketepatanya. (Nasution Arman Hakim, 2008)


(43)

Metode peramalan yang dipergunakan sangat besar manfaatnya, apabila dikaitkan dengan keadaan informasi atau daya yang dipunyai. Metode peramalan juga memberikan urutan pengerjaan dan pemecahan atas pendekatan suatu masalah dalam peramalan, sehingga bila digunakan pendekatan yang sama atas permasalahan dalam suatu kegiatan peramalan, maka akan didapat dasar pemikiran dan pemecahan yang sama. Adapun kegunaan dari permasalahan adalah sebagai berikut :

1. Untuk menentukan kebijakan dalam penyusunan anggaran 2. Untuk pengendalian bahan baku

3. Untuk membantu kegiatan perencanaan dan pembalajaan

Dari uraian ini, dapat disimpilkan bahwa metode peramalan sangat berguna, karena sangat membantu dalam mengadakan pendekatan analisa terhadap tingkah laku atau pola dari data yang lalu, sehingga dapat memberikan cara pemikiran, pengerjaan dan pemecahan yang sistematis, serta memberi tingkat keyakinan yang lebih besar atas ketepatan hasil peramalan yang dibuat.

(Nasution Arman Hakim, 20008).

2.2.7. Kriteria pemilihan metode

Ukuran akurasi hasil peramalan yang merupakan ukuran kesalahan peramalan merupakan ukuran tentang tingkat perbedaan antara hasil peramalan dengan permintaan yang sebenarnya terjadi. Ada 4 ukuran yang biasa digunakan, yaitu :


(44)

MAD merupakan rata – rata kesalahan mutlak selama periode tertentu tanpa memperhatikan apakah hasil peramalan lebih besar atau lebih kecil dibandingkan kenyataannya. Secara matematis, MAD dirumuskan sebagai berikut :

MAD =

n y y

n

t

t i

1

^

(2.12)

2. Rata – rata Kuadrat Kesalahan ( Mean Square Error = MSE )

MSE dihitung dengan menjumlahkan kuadrat semua kesalahan peramalan pada setiap periode dan membaginya dengan jumlah periode peramalan. Secara sistematis, MSE dirumuskan sebagai berikut :

MSE =

2

1

^

n y y

n

t

i i

   (2.13)

3. Rata – rata Kesalahan Peramalan ( Mean Forecast Error = MFE )

MFE sangat efektif untuk mengetahui apakah suatu hasil peramalan selama periode tertentu terlalu tinggi atau terlalu rendah. Bila hasil peramalan tidak bias, maka nilai MFE akan mendekati nol. MFE dihitung dengan menjumlahkan semua kesalahan peramalan selama periode peramalan dan membaginya dengan jumlah periode peramalan. Secara matematis, MFE dinyatakan sebagai berikut :

MFE =

n y y

n

i

1  ^  1 1


(45)

4. Rata – rata Persentase Kesalahan Absolute ( Mean Absolute Percentage Error = MAPE )

MAPE merupakan ukuran kesalahan relative. MAPE biasanya lebih berarti dibandingkan MAD karena MAPE menyatakan persentase kesalahan hasil peramalan terhadap permintaan actual selama periode tertentu yang akan memberikan informasi persentase kesalahan terlalu tinggi atau terlalu rendah. Secara matematis, MAPE dinyatakan sebagai berikut :

MAPE =

n y

y y

n

i

  

   

1 1

^ 1 1 100

(2.15)

(Nasution Arman Hakim, 2008).

2.2.8. Analisis Deret Waktu (Time Series)

Analisa Deret Waktu didasarkan pada asumsi bahwa deret waktu tersebut terdiri dari komponen – komponen Trend (T), Siklus / Cycle (C), Pola Musiman Season (S), dan Variasi Acak / Random (R) yang akan menunjukkan suatu pola tertentu. Komponen – komponen tersebut kemudian dipakai sebagai dasar dalam pembuatan persamaan matematis. Analisa Deret Waktu ini sangat tepat dipakai untuk meramalkan permintaan yang pola permintaan di masa lalunya cukup konsisten dalam periode waktu yang lama, sehingga diharapkan pola tersebut masih akan tetap berlanjut.


(46)

Permintaan di masa lalu pada analisa deret waktu akan dipengaruhi keempat komponen utama T, C, S, dan R. Penjelasan tentang komponen – komponen tersebut adalah sebagai berikut :

1. TREND / KECENDERUNGAN (T).

Trend merupakan sifat dari permintaan di masa lalu terhadap waktu terjadinya, apakah permintaan tersebut cenderung naik, turun atau konstan.

2. SIKLUS / CYCLE (C).

Permintaan suatu produk dapat memiliki siklus yang berulang secara periodik, biasanya lebih dari setahun, sehingga pola ini tidak perlu dimasukkan dalam peramalan jangka pendek. Pola ini sangat berguna untuk peramalan jangka menengah dan jangka panjang.

3. POLA MUSIMAN / SEASON (S).

Fluktuasi permintaan suatu produk dapat naik turun disekitar garis trend dan biasanya berulang setiap tahun. Pola ini biasanya disebabkan oleh cuaca, musim libur panjang, dan hari raya keagamaan yang berulang secara periodik setiap tahunnya.

4. VARIASI ACAK / RANDOM (R).

Permintaan suatu produk dapat mengikuti pola bervariasi secara acak karena factor – faktor adanya bencana alam, bangkrutnya perusahaan pesaing, promosi khusus, dan kejadian – kejadian lainnya yang tidak mempunyai pola tertentu. Variasi acak ini diperlukan dalam rangka menentukan persediaan pengaman untuk mengantisipasi kekurangan persediaan bila terjadi lonjakan permintaan. (Nasution Arman Hakim, 2008).


(47)

2.2.9. Metode yang Digunakan dalam Time Series 1. Single Exponential Smoothing

Formula untuk metode Single Exponential Smoothing (SES) adalah (Baroto, 2002) :

1

ˆ 1 ˆ

 

t t

t f f

f  

dimana :

t

fˆ = perkiraan permintaan pada periode t

 = suatu nilai (0< <1) yang ditentukan secara subyektif t

f = permintaan actual pada periode t

1 ˆ

t

f = perkiraan permintaan pada periode t-1

Metode SES mengasumsikan peramalan permintaan untuk setiap periode ke depan selalu sama.

2. Weighted Moving Average

Formula metode Meighted Moving Average adalah (Baroto, 2002) :

 

t c ft c ft cmft m

fˆ  1 12 2

dimana :

t

fˆ = ramalan permintaan (real untuk periode t)

t

f = permintaan actual pada periode t

1

c = bobot masing-masing data yang digunakan

c1 1

, ditentukan secara subyektif

m = jumlah periode yang digunakan untuk peramalan (subyektif)

Pada metode WMA peramalan permintaan untuk setiap periode mendatang diasumsikan sama.


(48)

3. Double Exponential Smoothing

Formula metode Double Exponential Smoothing adalah (Baroto, 2002) :

t

t a at e

F'  01

dimana :

1 ,a

ao adalah parameter proses dan e mempunyai nilai harapan dari 0 dan

sebuah variasi e2.

Misalkan  1

0 1

1 2

2

... f f

f f

F t t

t t

t     

 

Persamaaan diatas dapat pula ditulis ulang sebagai :

    1 0 0 1 t i t t i

t f f

F   

Double Exponential Smoothing adalah modifikasi dari Single Exponential Smoothing yang dirumuskan sebagai berikut :

 2    2 1

t X Xt

Xt  

dimana :

 2

Xt = F’t = peramalan double exponential smoothing  = faktor smoothing dan  1

Xt = Ft 4. Winter’s

Metode peramalan Winter’s digunakan untuk suatu data yang berpola musiman. (Baroto,2002)


(49)

Formulasi untuk metode Winter’s adalah :

t

t a t C

a

t ( 0,1.)

2.2.10. Pola Permintaan

Dalam peramalan time series perlu diketahui dulu pola / komponen time series. Pola permintaan dapat diketahui dengan membuat “Scatter Diagram”, yaitu pengeplotan data historis selama interval waktu tertentu. Dalam time series terdapat empat jenis pola permintaan (Baroto, 2002) :

1. Pola trend

Pola trend adalah bila data permintaan menunjukan pola kecenderungan gerakan penurunan atau kenaikan jangka panjang. Bila data berpola trend, maka metode peramalan yang sesuai adalah metode regresi linier, single

eksponential smoothing atau double eksponential smoothing.

Gambar 2.2 Trend Component ( Pola Trend )

2. Pola musiman

Bila data yang kelihatan berfluktuasi, namun fluktuasi tersebut akan terlihat berulang dalam suatu interval waktu tertentu, maka data tersebut berpola musiman. Metode peramalan yang sesuai dengan pola musiman


(50)

adalah metode winter (sangat sesuai), moving average, atau weight moving everage.

Gambar 2.3 Seasonal Component ( Pola Musiman ) 3. Pola siklikal

Pola siklikal adalah bila fluktuasi permintaan secara jangka panjang membentuk pola sinusoid atau gelombang atau siklus. Metode yang sesuai bila data berpola siklikal adalah metode moving average, weigh moving average, dan eksponential smoothing.

Gambar 2.4 Cyclical Component ( Pola Siklis ) 4. Pola eratik/random

Pola eratik (random) adalah bila fluktuasi data permintaan dalam jangka panjang tidak dapat digambarkan oleh ketiga pola lainnya. Fluktuasi permintaan bersifat acak atau tidak jelas. Tidak ada metode peramalan yang direkomendasikan untuk pola ini. Hanya saja tingkat kemampuan seorang analis peramalan sangat menentukan dalam pengambilan kesimpulan mengenai pola data.


(51)

Gambar 2.5 Random Component ( Pola Acak )

2.2.11. Verifikasi dan Pengendalian Peramalan (Moving Range Chart=MRC)

Langkah penting sebuah peramaln dibuat adalah melakukan verifikasi peramalan sehingga hasil peramalan tersebut benar-benar mencerminkan data masa lalu dan sistem sebab akibat yang mendasari permintaan tersebut. Sepanjang aktualitas peramalan tersebut dipercaya, peramalan akan terus digunakan. Jika selama proses verifikasi tersebut ditemukan keraguan validitas metode peramalan yang digunakan, harus dicari metode lainnya yang lebih cocok. ((Enny, 2008)

Peta Moving Range dirancang untuk membandingkan nilai permintaan aktual dengan nilai peramalan. Setelah metode peramalan digunakan, maka peta

Moving Range digunakan untuk menguji kestabilan sistem sebab akibat yang

mempengaruhi permintaan. Moving Range dapat didefinisikan sebagai berikut :

MR =

    

  

     

    

1 1 t t t

t y y y

y

Dimana :


(52)

t

y : Data hasil peramalan periode tertentu

t

y : Data permintaan periode tertentu

 1 t

y : Data hasil peramalan 1 periode sebelumnya

1 

t

y : Data permintaan 1 periode sebelumnya

Adapun rata – rata moving range didefinisikan sebagai berikut :

1

n MR MR

Dimana :

MR : Rata – rata moving range n : Jumlah periode

Garis tengah peta moving range adalah pada titik nol. Batas control atas dan bawah pada peta moving range adalah :

MR

BKA 2,66.

MR

BKA 2,66.

Sementara itu, variabel yang akan diplot ke dalam peta Moving Range adalah :

y y ytt

 

Kebutuhan jumlah data bila kita ingin membuat peta Moving Range

sekurang-kurangnya adalah 10. Batas ini ditetapkan dengan harapan hanya akan ada tiga dari 1000 titik yang berada di luar batas kendali. Jika ditemukan satu titik yang berada di luar batas kendali, maka harus diselidiki penyebabnya.

Jika semua titik berada dalam batas kendali, diasumsikan peramalan permintaan yang dihasilkan telah cukup baik. Jika terdapat titik yang berada di


(53)

luar batas kendali maka jelas bahwa peramalan yang didapat kurang baik dan harus direvisi.

((Enny, 2008)

Untuk uji yang paling tepat bagi kondisi diluat kendali adalah dengan cara membagi peta kendali ke dalam 6 bagian dengan selang yang sama. Yaitu daerah A adalah daerah luar ±2/3 (2,66.MR) = ±1,77.MR (diatas + 1,77 MR dan dibawah -1,77.MR ). Daerah B adalah daerah luar ± 1/3 ( 2,66.MR ) = ± 0,89.MR ( diatas + 0,89 MR dan dibawah -0,89 MR ). Daerah C adalah daerah diatas atau dibawah garis tengah. Dapat dilihat pada gambar Peta Kontrol Peramalan Moving Range Chart ( MRC ) dibawah ini :

0 t

Gambar 2.6

Peta Kontrol Peramalan Moving Range Chart (MRC)

(Sumber : Perencanaan dan Pengendalian Produksi, Nasution A. Hakim, 2008) Batas Daerah A

Batas Daerah B

Batas Daerah B Batas Derah A Batas Kendali Bawah Batas Kendali Atas


(54)

2.3. Perencanaan Produksi

Perencanaan produksi merupakan kegiatan yang bertujuan arah awal dari tindakan – tindakan yang harus dilakukan dimasa mendatang, apa yang harus dilakukan, berapa banyak melakukannya dan kapan harus melakukan. Oleh karena itu perencanaan tidak akan selalu memberikan hasil sebagaimana yang diharapkan dalam rencana tersebut, sehingga setiap perencanaan yang dibuat harus dievaluasi secara berkala dengan jalan melakukan pengendalian.

Pekerjaan pengendalian produksi akan sangat bergantung pada ada tidaknya penyimpangan dalam pelaksanan produksi terhadap rencana produksi yang telah dibuat sebelumnya. Bila penyimpangan yang terjadi cukup besar, maka perlu diadakan tindakan – tindakan penyesuaian untuk membenahi penyimpangan yang terjadi. Hasil penyesuaian yang dilakukan ini akan menjadikan dasar dalam menyusun rencana produksi selanjutnya.

Dengan mempersiapkan rencana produksi, kita harus memikirkan bahwa jika ada permintaan yang harus dipenuhi, maka terdapat terdapat tiga macam sumber yang dapat digunakan dalam mempersiakan rencana produksi yaitu :

1. Persediaan yang ada atau yang sedang dilakukan. 2. Persediaan yang ada atau yang masih digudang. 3. Produksi dan persediaan yang masih ada. ( Nasution, Arman Hakim, 2008)


(55)

Peranan perencanaan produksi adalah mengkoordinasikan kegiatan dari bagian – bagian yang langsung dan tidak langsung menjadwalkan, dan mengendalikan kegiatan produksi dari mulai tahapan bahan baku, proses sampai output yang dihasilkan sehingga perusahaan betul – bertul dapat menghasilkan barang dan jasa dengan efektif dan efisien.

Dalam menjadwalkan kegiatan produksi tersebut maka tahap perencanaanya harus mempunyai sifat berjangka waktu, berjenjang, terpadu, terukur, berkelanjutan, realistis, akurat, dan menantang.

2.3.2. Jenis – jenis Perencanaan Produksi

Dalam perencanaan produksi terdapat tiga jenis perencanaan berdasarkan periode waktu yang dicakup perencanaan produksi tersebut, yaitu :

1. Perencanaan produksi jangka panjang

Perencanaan biasanya melihat 5 tahun atau lebih kedepan. Dalam artian perencanaan produksi jangka panjang berhubungan dengan efek apa yang muncul dimasa mendatang terhadap tujuan sistem dan tindakan apa yang diperlukan dalam menyesuaikan terhadap perubahan tersebut.

2. Perencanaan produksi jangka menengah

Perencanaan produksi jangka menengah mempunyai horizon antara 1 sampai 12 bulan, dan dikembangkan berdasarkan kerangka yang telah ditetapkan pada perencanaan produksi jangka panjang. Perencanaan ini didasarkan pada peramalan permintaan tahunan dari bulan dan sumber daya produktif yang ada ( jumlah tenaga kerja, tingkat persediaan, biaya produksi, jumlah supplier, dan subkontraktor ), dengan asumsi kapasitas produksi relatif tetap.


(56)

3. Perencanaan produksi jangka pendek

Perencanaan produksi jangka pendek mempunyai horizon perencanaan kurang dari 1 bulan, dan bentuk perencanaanya adalah berupa jadwal produksi. Tujuan dari dari jadwal produksi adalah menyeimbangkan permintaan actual ( yang dinyatakan dengan jumlah pesanan yang diterima ) dengan sumber daya yang tersedia ( jumlah departemen, waktu shift yang tersedia, banyaknya operator, tingkat persediaan yang dimiliki dan peralatan yang ada ), sesuai batasan – batasan yang ditetapkan pada perencanaan agregat.

( Nasution, Arman Hakim, 2008 ).

2.3.3. Perencanaan produksi agregat

Dalam lingkungan industri, pertimbangan perencanaan agregat mencakup persediaan, penjadwalan kapasitas, dan sumber daya. Semakin besar fasilitas industry, masalah perencanaan dan pengendalian menjadi semakin sukar. Bagian perencanaan dan pengendalian produksi harus menjadwalkan produksi untuk memenuhi permintaan berbagai produk yang berbeda, sehingga jadwal induk yang memenihi kebijaksanaan operasi dan pelayanan konsumen perusahaan harus dicari.( Kusuma Hendra, 2004 )

Perencanaan produksi agregat merupakan produksi jangka menengah. Perencanaanya berkisar antara 1 sampai 24 bulan atau bisa bervariasi dari 1 sampai 3 tahun. Perencanaan tersebut tergantung pada karakteristik produk dan jangka waktu produksi. Tujuan dari perencanaan agregat ini adalah menyusun


(57)

suatu rencana produksi untuk memenuhi permintaan pada waktu yang tepat dengan menggunakan sumber – sumber atau alternative – alternative yang tersedia dengan biaya yang paling minimum keseluruhan produk. Perencanaan agregat ini merupakan langkah awal aktivitas perencanaan produksi yang dipakai untuk penyusunan jadwal induk produksi ( JIP ). ( Baroto Teguh, 2002 )

Secara umum perencanaan produksi agregat dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar. 2.7.

Proses Perencanaan dan Penjadwalan Produksi

( Sumber : Perencanaan dan Pengendalian Produksi, Nasution Arman Hakim, 2008 )

Sedang yang dimaksud dengan perencanaan produksi yaitu bagaimana mengolah data yang ada, mulai dari meramalkan permintaan konsumen, menentukan kapasitas dan fasilitas produksi yang digunakan dan terakhir mengalokasikan permintaan yang ada pada alternative produksi yang dapat digunakan. Sehingga secara lebih sederhana pembuatan rencana produksi Agregat dapat dilihat pada gambar dibawah ini. ( Nasution Arman Hakim, 2008 )

Kebutuhan Gudang Peramalan Kebutuhan Komponen

dan Pemeliharaan

Estimasi Permintaan Penyesuian Persediaan

Pesanan - pesanan

Perencanaan Produksi Agregat


(58)

PERIODIK

Gambar 2.8.

Prosedur Perencanaan Produksi Agregat

( Sumber : Perencanaan dan Pengendalian Produksi, Nasution Arman Hakim, 2008 )

Setelah perencanaan agregat dibuat, maka hasilnya akan di disagregatkan kedalam kebutuhan – kebutuhan tahapan waktu untuk masing – masing jenis produksi ( individual product ). Perencanaan disagregat ini disebut Jadwal Induk Produksi ( master production schedule, MPS ). Jadwal induk produksi ini biasanya menunjukkan kebutuhan produksi mingguan selam periode waktu antara 6 sampai 12 bulan. Jadwal induk produksi ( MPS ) bukanlah merupakan peramalan, tetapi lebih merupakan suatu jadwal yang berisi tentang “ kapan “

PHASE 1

Peramalan Permintaaan Agregat

Time Series With Seasionals PHASE 4 Alokasi Pemintaan PadaPeriode Produksi Inventory Moving Average Exponential Smoothing Yang Lain Penetapan Tenaga Kerja : - Over time - Undertime Harga Promosi Waktu Pengiriman yang Fleksibel Produk Komplementer PHASE 2 Smooth Utilisasi Kapasitas PHASE 3 Penentuan Alternatif Produksi yang Layak

Variabel Tenaga Kerja : - Penyewaan - Pemberhentian Backorder Subkontrak Biaya Linier Trial and Error Heuristik dan Penentuan Model (cocok untuk semua

tipe biaya) Linear Decision Rute Biaya Non Linear

Linear Programming : - Transportation - Simplex Yang Lain REGULER


(59)

produksi harus diselesaikan MPS semakin berperan dalam sistem manufaktur yang besar.

2.4. Perencanaan Kapasitas Produksi

Kapasitas didefinisikan sebagai jumlah output ( produk ) maksimum yang dapat menghasilkan suatu fasilitas produksi dalam selang waktu tertentu. Dari definisi tersebut, kapasitas terbagi atas tiga perspektif yaitu :

a. Kapasitas Desain

Kapasitas ini menunjukkan output maksimum pada kondisi ideal di mana tidak terdapat konflik penjadwalan, tidak ada produk yang rusak atau cacat, dan perawatan hanya yang rutin.

b. Kapasitas Efektif

Kapasitas ini menunjukkan output maksimum pada tingkat operasi

tertentu. Pada umumnya kapasitas efektif lebih rendah dari pada kapasitas desain.

c. Kapasitas Aktual

Kapasitas ini menunjukkan output nyata yang dapat dihasilkan oleh fasilitas produksi. Kapasitas actual sedapat mungkin harus diusahakan sama dengan kapasitas efektif.

Perencanaan kapasitas berusaha untuk mengintegrasikan faktor – faktor produksi untuk meminimasi ongkos fasilitas produksi. Dengan kata lain, keputusa – keputusan yang menyangkut kapasitas produksi harus mempertimbangkan faktor – faktor ekonomis fasilitas produksi tersebut, termasuk di dalamnya efisiensi dan utilitasnya, adapun faktor – faktor yang mempengaruhi pembentukan kapasitas efektif ialah rancangan produk, kualitas


(60)

bahan yang digunakan, sikap dan motifasi tenaga kerja, perawatan mesin / fasilitas, serta rancangan pekerjaan.

2.4.1. Perencanaan Kapasitas Jangka Pendek

Dalam jangka pendek perencanaan kapasitas digunakan untuk pengendalian produksi, yaitu untuk melihat apakah pelaksanaan produksi telah sesuia dengan rencana yang telah ditetapkan. Perencanaan kapasitas jangka pendek inidilakukan dalam jangka waktu harian sampai dengan satu bulan kedepan.

2.4.2. Perencanaan Kapasitas Jangka Menengah

Dalam jangka menengah, perencanaan kapasitas digunakan untuk melihat apakah fasilitas produksi akan mampu merealisasikan jadwal induk produksi yang telah ditetapkan. Proses disagregasi telah mengahsilkan sutu jadwal induk produksi yang “ kasar “. Dengan menggunakan teknik perhitungan kapasitas, maka jadwal tersebut dievaluasi sehingga diperoleh jadwal induk produksi yang lebih realistis.

Kurun waktu perencanaan kapasitas produksi yang dicakup ialah satu bulan sampai dengan satu tahun kedepan. Perencanaan dalam tahap jangka menengah ini diperlukan tambahan tools, waktu lembur, waktu shift kerja tambahan, dilakukannya subkontrak, atau penjadwalan yang lebih ketat.

2.4.3. Perencanaan Kapasitas Jangka Panjang

Dalam jangka panjang ( dengan kurun satu sampai dengan lima tahun ke depan ) perencanaan kapasitas digunakan untuk merencanakan ekonomisasi


(61)

fasilitas produksi. Hal yang terpentik dalam perencanaan kapasitas jangka panjang ini ialah fasilitas yang akan dibangun, jenis mesin yang akan dibeli, atau produk – produk baru yang akan dibuat. Adapun hubungan aktivitas Perencanaan Kapasitas Produksi dengan Perencanaan dan Pengendalian Produksi dapat dilihat pada bagan berikut ini :

( Kusuma Hendra, 2004 )

Perencanaan Produksi

Gambar. 2.9.

Hubungan Aktivitas Perencanaan Kapasitas dengan Perencanaan / Pengendalian Produksi ( Sumber : Manajemen Produksi, Kusuma Hendra, 2004 )

Jangka Panjang

Perencanaan Kebutuhan Sumber Daya

Perencanaan Kebutuhan Kapasitas

Pengendalian input / output Jangka Menengah Perencanaan Kapasitas

Rought - Cut

Pengendalian Aktivitas Produksi Perencanaan Kebutuhan Bahan

Penjadwalan Produksi Jangka Pendek

Perencanaan Produksi

Jadwal Induk Produksi

Peramalan

Perencanaan Disagregat


(62)

2.5. Perencanaan Kebutuhan Kapasitas

Perencanaan kebutuhan kapasitas dapat mengidentifikasi area yang mengalami overload dan underload sehingga dapat diketahui tindakan apa yang harus di ambil. Ada 4 level dalam hierarki perencanaan kapasitas yang di urutkan dari level tertinggi sampai terendah yaitu :

a. Resource Requirements Planning ( RRP )

Level ini merupakan tanggung jawab dari manajement puncak secara keseluruhan berkaitan dengan tenaga kerja, target inventori, serta keterbatasan fasilitas dan pabrik.

b. Rough Cut Capacity Planning ( RCCP )

Level ini digunakan untuk menguji Mps (Master Production Schedule), guna menciptakan sumber-sumber daya tertentu pada area-area yang berpotensi mengalami bottle neck.

c. Capacity Requirement Planning ( CRP )

Level ini memberikan penilaian pada sumber daya yang dibutuhkan untuk melaksanakan pesanan manufacturing yang diciptakan melalui proses MRP d. Capacity Control

Kapasitas ini berfungsi mengendalikan kapasitas.

Perencanaan kapasitas merupakan penjadwalan produksi dalam bentuk kasar sehingga alokasi job pada kapasitas produksi tidak dilakukan mendetail. Ketika terjadi pergeseran pengerjaan waktu tidak dapat ditentukan job mana yang digeser.


(1)

Dari hasil perhitungan yang telah dilakukan dengan menggunakan metode Rought Cut Capacity planning (RCCP), maka dapat diketahui rencana kapasitas produksi dari masing-masing stasiun kerja pada PT. Lotus Textile Industri Surabaya adalah dengan perincian sebagai berikut :

1. Stasiun kerja 1 (Blow Room) berfluktuasi dari bulan Mei 2010 sebesar 2645.698 jam/bulan sampai bulan April 2011 sebesar 3312.308 jam/bulan. 2. Stasiun kerja 2 (Carding) berfluktuasi dari bulan Mei 2010 sebesar

6253.28 jam/bulan sampai bulan April 2011 sebesar 7828.6 jam/bulan.

3. Stasiun kerja 3 (Drawing) berfluktuasi dari bulan Mei 2010 sebesar 3607.77 jam/bulan sampai bulan April 2011 sebesar 4516.5 jam/bulan.

4. Stasiun kerja 4 (Speed Frame/Simplex) berfluktuasi dari bulan Mei 2010 sebesar 2525.439 jam/bulan sampai bulan April 2011 sebesar 3161.55 jam/bulan.

5. Stasiun kerja 5 (Ring Frame) berfluktuasi dari bulan Mei 2010 sebesar 7816.835 jam/bulan sampai bulan April 2011 sebesar 9785.75 jam/bulan.

6. Stasiun kerja 6 (Winding) berfluktuasi dari bulan Mei 2010 sebesar 2044.403 jam/bulan sampai bulan April 2011 sebesar 2559.35 jam/bulan.

7. Stasiun kerja 7 (Packing) berfluktuasi dari bulan Mei 2010 sebesar 3367.252 jam/bulan sampai bulan April 2011 sebesar 4125.4 jam/bulan.

Dan dari hasil perhitungan juga dapat diketahui waktu produksi tersedia yang dimulai dari proses Blow Room, Carding, Drawing, Speed Frame/Simplex, Ring Frame, Winding, dan Packing. Sehingga didapat perincian sebagai berikut :

1. Proses Blow Room sebesar 3020.976 jam/bulan 2. proses Carding sebesar 18629.352 jam/bulan


(2)

3. Proses Drawing sebesar 7048.944 jam/bulan

4. Proses Speed Frame/Simplex sebesar 4027.968 jam/bulan 5. Proses Ring Frame sebesar 24167.808 jam/bulan

6. Proses Winding sebesar 10069.92 jam/bulan 7. Proses Packing sebesar 17118.864 jam/bulan

Dari perbandingan kebutuhan kapasitas dengan kapasitas waktu tersedia diketahui bahwa stasiun kerja Blow Room masih mengalami kekurangan kapasitas produksi, sedangakan stasiun kerja proses Carding, Drawing, Speed Frame/Simplex, Ring Frame, Winding, dan Packing sudah memenuhi kebutuhan kapasitas produksi di karenakan kapasitas yang tersedia lebih besar dari kebutuhan kapasitas.

Berdasarkan analisa menggunakan metode Rough Cut Capacity Planning (RCCP), maka perusahaan memerlukan adanya penambahan mesin Blow Room dan tenaga kerja. Karena pada PT. Lotus Indah Textile Industri proses produksinya kontinyu dan perusahaan sudah menggunakan 6 hari kerja dengan 3 shift per hari, sehingga pada stasiun kerja Blow Room tidak mungkin dilakukan jam lembur lagi .


(3)

(4)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Setelah dilakukan perhitungan dan analisa tentang perencanaan kapasitas produksi ( RCCP ) yang diperlukan untuk memenuhi permintaan konsumen maka dapat disimpulkan bahwa :

1. Hasil identifikasi kapasitas produksi yang tersedia dari periode Mei 2010 sampai April 2011 di tiap stasiun kerja pada PT. Lotus Indah Textile Industries Surabaya

1. Poses Blow Room sebesar 3020.976 jam/bulan 2. Proses Carding sebesar 18629.352 jam/bulan 3. Proses Drawing sebesar 7048.944 jam/bulan

4. Proses Speed Frame/ Simplex sebesar 4027.968 jam/bulan 5. Proses Ring Frame sebesar 24167.808 jam/bulan

6. Proses Winding sebesar 10069.92 jam/bulan 7. Proses Packing sebesar 17118.864 jam/bulan

2. Perencanaan kapasitas waktu produksi yang optimal yang diperlukan untuk memenuhi permintaan konsumen dari periode bulan Mei 2010 sampai April 2011 adalah sebagai berikut :

1. Stasiun kerja 1 (Blow Room) berfluktuasi dari bulan Mei 2010 sebesar 2645.698 jam/bulan sampai bulan April 2011 sebesar 3312.308 jam/bulan. 2. Stasiun kerja 2 (Carding) berfluktuasi dari bulan Mei 2010 sebesar


(5)

3. Stasiun kerja 3 (Drawing) berfluktuasi dari bulan Mei 2010 sebesar 3607.77jam/bulan sampai bulan April 2011 sebesar 4516.5 jam/bulan. 4. Stasiun kerja 4 (Speed Frame/Simplex) berfluktuasi dari bulan Mei 2010

sebesar 2525.439 jam/bulan sampai bulan April 2011 sebesar 3161.55 jam/bulan.

5. Stasiun kerja 5 (Ring Frame) berfluktuasi dari bulan Mei 2010 sebesar 7816.835jam/bulan sampai bulan April 2011 sebesar 9785.75 jam/bulan. 6. Stasiun kerja 6 (Winding) berfluktuasi dari bulan Mei 2010 sebesar

2044.403jam/bulan sampai bulan April 2011 sebesar 2559.35 jam/bulan. 7. Stasiun kerja 7 (Packing) berfluktuasi dari bulan Mei 2010 sebesar

3367.252jam/bulan sampai bulan April 2011 sebesar 4125.4 jam/bulan. Dari perbandingan kebutuhan kapasitas dengan kapasitas waktu tersedia diketahui bahwa stasiun kerja Blow Room masih mengalami kekurangan kapasitas produksi, sedangakan stasiun kerja proses Carding,

Drawing, Speed Frame/Simplex, Ring Frame, Winding, dan Packing sudah

memenuhi kebutuhan kapasitas produksi di karenakan kapasitas yang tersedia lebih besar dari kebutuhan kapasitas. Maka, perusahaan memerlukan adanya penembahan mesin Bloow Room dan tenaga kerja pada stasiun kerja Bloow

Room.

5.2. Saran

Berdasarkan hasil penenelitian yang telah dilakukan, maka dapat disarankan pada perusahaan agar perusahaan menambah mesin atau bahkan tenaga kerja dibeberapa stasiun kerja untuk memenuhi permintaan konsumen.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Ariyani, Enny. 2008. Buku Ajar Sistem Produksi. Lembaga Penerbitan Fakultas teknologi Indudtri Universitas Pembangunan Nasional Veteran

Baroto, Teguh, 2002, “Perencanaan dan Pengendalian Produksi”, Cetakan Kedua, Ghalia Indonesia, Jakarta.

Boedianto, Tri Septian, 2007, “Analisa Perencanaan Kapasitas Produksi dengan Metode RCCP untuk memenuhi permintaan konsumen di CV. Dian Konveksi Gresik“, Skripsi Teknik Industri, UPN “Veteran” Jawa Timur, Surabaya.

Donald W. Fogarty, CFPIM ; John H. Blackstone, Jr. CFPIM; Thomas R. Hoffmann, CFPIM. 1991 “Production dan Inventory Manajement” second edition, College Devision South Western Publishing

Gasperz, Vincent, 1998, “PPIC berdasarkan Pendekatan Sistem Terintergrasi MRP II dan JIT menuju manufacturing 21”, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Handoko, T.Hani, 2004, “Dasar – Dasar Manajemen Produksi dan Operasi“, Edisi Pertama, BPFE, Yogyakarta.

Kusuma, Hendra, 2004. “Manajemen Produksi“, Andi, Yogyakarta.

Nasution, Arman Hakim, 2008, “Perencanaan dan Pengendalian Produksi“, Guna Widya, Jakarta.

Novan, Muhammad, 2007, “Analisa Perencanaan Kapasitas Produksi Guna Memenuhi Permintaan Konsumen Sandal di PT. New Era Rubberindo“, Skripsi Teknik Industri, UPN “ Veteran “ Jawa timur, Surabaya.

Sutalaksana, Ifikar Z; Anggawisastra Ruhana; Tjaatmadja Jhan H, 2005 “Teknik Tata Cara Kerja“, Departemen Teknik Industri, ITB, Bandung.

Wignojosoebroto, Stritomo, 2003, “Ergonomi, Studi Gerakan dan Waktu Edisi Pertama Cetakan ke-3“, Penerbit Guna Widya, Surabaya.