PERENCANAAN KAPASITAS PRODUKSI DENGAN MENGGUNAKAN METODE ROUGH CUT CAPACITY PLANNING (RCCP) UNTUK MEMENUHI PERMINTAAN KONSUMEN PADA PT. JASON KARYA INDUSTRI SURABAYA.

(1)

PERENCANAAN KAPASITAS PRODUKSI DENGAN

MENGGUNAKAN METODE ROUGH CUT CAPACITY

PLANNING (RCCP) UNTUK MEMENUHI PERMINTAAN

KONSUMEN PADA PT. JASON KARYA INDUSTRI

SURABAYA

SKIRPSI

DISUSUN OLEH :

TATIT WIDHIAKASA

0632010015

JURUSAN TEKNIK INDUSTRI

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

JAWA TIMUR


(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan petunjuk dan hidayah-Nya, sehingga penyusun mampu menyelesaikan Tugas Akhir yang berjudul PERENCANAAN KAPASITAS PRODUKSI DENGAN METODE ROUHGT CUT CAPACITY PLANINNING (RCCP) DI PT. JASON KARYA INDUSTRI SURABAYA tanpa ada halangan dan rintangan yang berarti.

Tugas Akhir ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar S-1 di Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

Dalam penyelesaian laporan ini penulis tidak mungkin dapat bekerja sendiri tanpa ada bantuan dari orang lain. Untuk itu penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada:

1. Bapak Rektor Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

2. Bapak Ir. Sutiyono, MT, selaku Dekan Fakultas Teknologi Industri Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

3. Bapak Ir. M.Tutuk Safirin, MT selaku Ketua Jurusan Teknik Industri Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

4. Bapak Dr. Ir. Minto Waluyo, MT selaku Sekretaris Jurusan Teknik Industri Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur. 5. Bapak Ir. Joumil Aidil, MT dan Ibu Ir. Endang PW, MMT selaku

Dosen Pembimbing Tugas Akhir.


(3)

ii

6. Dosen penguji atas waktu yang diluangkan kepada kami 7. Staf Tata Usaha atas bantuan dan waktuya kepadaku

8. Bapak Yoni selaku Pembimbing lapangan dan seluruh karyawan PT. Jason Karya Industri.

9. Keluargaku, khususnya Ayah, Ibu, Adik dan istriku beserta anakku tercinta yang telah memberikan kasih sayang, doa, semangat bantuan baik secara moril maupun materiil dalam proses penyusunan laporan ini.

10.Rekan-rekan Angkatan 2006 khususnya paralel A yang telah mendukung dalam penyusunan laporan.

11.Dan semuanya yang tidak dapat aku sebutkan satu – persatu.

Semoga Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca, instansi pemerintah serta lembaga pada umumnya.

Surabaya, 2 Oktober 2009


(4)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ……….

DAFTAR ISI ………

DAFTAR GAMBAR ………...

DAFTAR TABEL ………...

DAFTAR LAMPIRAN ………...

ABSTRAKSI ………

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ………... 1.2. Rumusan Masalah ……….. 1.3. Tujuan Penelitian ………... 1.4. Batasan Masalah ………. 1.5. Asumsi ………... 1.6. Manfaat Penelitian ………. 1.7. Sistematika Penulisan ……….

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengukuran Kerja ………... 2.1.1. Pengukuran Dengan Stop Wacth ……….. 2.1.2. Cara Pengukuran dan Pencatatan Waktu Kerja ………... 2.1.3. Langkah Pelaksanaan Pengukuran Waktu Kerja ... 2.1.4. Melakukan Pengukuran Waktu Kerja ... 2.1.5. Perhitumgan Waktu Baku ... 2.1.6. Faktor Penyesuaian ………...


(5)

2.1.7. Faktor Kelonggaran ………... 2.1.7.1. Kelonggaran Untuk Kebutuhan Pribadi ……… 2.1.7.2. Kelonggaran Untuk Menghilangkan Rasa Fatigue ……... 2.1.7.3. Kelonggaran Untuk Hambatan Tak Terhindari …………. 2.2. Peramalan ………... 2.2.1. Jenis-jenis Peramalan ……… 2.2.2. Karakteristik Peramalan Yang Baik ……….. 2.2.3. Langkah – langkah Peramalan ……….. 2.2.4. Beberapa Sifat Hasil Peramalan ……… 2.2.5. Metode Peramalan ………. 2.2.6. Kegunaan Peramalan ………. 2.2.7. Metode Trend dengan Regresi ……….. 2.2.8. Metode Regresi Linier ……….. 2.2.9. Metode Exponential dan Doubel Exponential Smoothing ……… 2.2.10. Kriteria Pemilihan Metode ……….. 2.2.11. Analisis Deret Waktu (Time Series) ………... 2.2.12. Uji Verifikasi Pengendalian Peramalan ……….. 2.3. Penetapan Kapasitas Produksi ……… 2.4. Waktu Produksi Tersedia ………... 2.5. Perencanaan Produksi ……… 2.5.1. Jenis- jenis Perencanaan Produksi ……… 2.5.2. Perencanaan Produksi Agregat ………. 2.5.3. Jadwal Induk Produksi ……….. 2.5.4. Perecanaan Kapasitas Kasar ………..


(6)

2.6. Hasil RCCP Dari Penelitian Terdahulu ………..

BAB III METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ……… 3.2. Langkah – langkah Penelitian ……… 3.3. Flowchart Pemecahan Masalah ………. 3.4. Keterangan Flowchart ………

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Pengumpulan Data ………. 4.1.1. Data Jumlah Stasiun Kerja dan Mesin Bagian Produksi ………... 4.1.2. Data Perincian Jam dan Hari Kerja Karyawan ………. 4.1.3. Data Permintaan Produk April 2007 – Maret 2010 ……….. 4.2. Pengolahan Data ……….

4.2.1. Hasil Pengukuran Waktu Kerja ………. 4.2.2. Uji Keseragaman Data ……….. 4.2.3. Uji Kecukupan Data ……….. 4.2.4. Faktor Penyesuaian dan Kelonggaran Pekerja ……….. 4.2.5. Waktu Siklus, Waktu Normal dan Waktu Baku ………... 4.3. Peramalan ………... 4.3.1. Mengumpulkan Data Permintaan ……….. 4.3.2. Membuat Plot Diagram Permintaan ……….. 4.3.3. Penetapan Metode Peramalan ………... 4.3.4. Menghitung Masing-masing Kesalahan Peramalan ……….. 4.3.5. Memilih Metode Dengan Nilai Kesalahan Peramalan Terkecil ... 4.3.6. Uji Verifikasi Data Dengan MRC ……….


(7)

4.3.7. Peramalan Dengan Metode Yang Dipilih ………. 4.4. Jadwal Induk Produksi (JIP) ……….. 4.5. Matrik Produksi ……….. 4.6. Matrik Waktu Baku ………... 4.7. Rough Cut Capacity Planning ( RCCP ) ………

4.7.1. Perhitungan RCCP Pada Proses Pemotongan ……… 4.8. Waktu Produksi Tersedia ………... 4.8.1. Proses Pemotongan……….. 4.9. Hasil dan Pembahasan ………

4.9.1. Peramalan ………... 4.9.2. Perencanaan Waktu Produksi ……….

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan ……….... 5.2. Saran ………...

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(8)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Tabel Pengukuran Waktu Kerja ………... Tabel 2.2. Tabel Performance Rating dengan Sistem Westing House ………….. Tabel 2.3. RCCP degan BOL ……… Tabel 2.4. RCCP Dengan Profil Sumber Daya ………. Tabel 4.1. Data Perincian Jam dan Hari Kerja Karyawan ……… Tabel 4.2. Data Pemintaan PT. Jason Karya Industri ………... Tabel 4.3. Tabel Pengukuran Waktu Proses Pemotongan ……… Tabel 4.4. Hasil Uji Keseragaman Data ……… Tabel 4.5. Hasil Uji Kecukupan Data ………... Tabel 4.6. Faktor Penyesuaian dan Kelonggaran Pekerja ………. Tabel 4.7. Perhitungan Waktu Normal, Waktu Siklus dan Waktu Baku ……….. Tabel 4.8. Data Pemintaan Produk PT. Jason Karya Industri ………... Tabel 4.9. Nilai Kesalahan Peramalan Dari Berbagai Metode Peramalan ……… Tabel 4.10. PErhitungan Moving Range ………. Tabel 4.11. Data Hasil Peramalan Permintaan Produk ………... Tabel 4.12. Jadwal Induk Produksi ………. Tabel 4.13. Matrik Waktu Produksi ……… Tabel 4.14. Matrik Waktu Baku ……….. Tabel 4.15. Hasil RCCP Dalam Satuan Jam ………... Tabel 4.16. Perbandingan Kapasitas Waktu RCCP Dengan Waktu Tersedia ……


(9)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Pola Data Horisontal (Stationary) ………. Gambar 2.2. Pola Data Musiman (Seasonal) ………. Gambar 2.3. Pola Data Siklus (Cyclical) ………... Gambar 2.4. Pola Data Trend ………. Gambar 2.5. Peta Kontrol Peramalan Moving Range Chart (MRC) ………. Gambar 2.6. Langkah Penetapan Produksi ……… Gambar 2.7. Proses Perencanaan dan Penjadwalan Produksi ……… Gambar 2.8. Perencanaan Produksi Agregat ………. Gambar 2.9. Peranan RCCP dalam Perencanaan dan Pengendalian Produksi ….. Gambar 3.1. Flow Chart Pemecahan Masalah ………... Gambar 4.1. Grafik Uji Keseragaman Data Proses Pemotongan ……….. Gambar 4.2. Plot Diagram Permintaan PT. Jason Karya Industri ………. Gambar 4.3. Peta Kendali Moving Range ……….


(10)

   

ABSTRAKSI

Semakin tingginya persaingan di dunia industri akan produk – produk yang dihasilkan, dan banyaknya permintaan konsumen atas suatu produk tersebut, menuntut perusahaan agar selalu berusaha memenuhi permintaan tersebut sampai mencukupi waktu produksi yang yang optimal.

PT. JASON KARYA INDUSTRI adalah perusahaan yang bergerak dalam industri furniture. Sebagai perusahaan yang bergerak dalam bidang fabrikasi maka kualitas, kuantitas dan kecepatan unit–unit dalam bagian produksi sangat menentukan, maka perusahaan selalu berusaha agar jumlah permintaan yang di pesan oleh konsumen dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Hal ini dilakukan untuk memberi kepuasan kepada para pelanggan.

Dari data permintaan bulan April 2007 sampai Maret 2010 pada PT. JASON KARYA INDUSTRI terjadi peningkatan permintaan konsumen pada setiap bulannya. Dengan terjadinya peningkatan permintaan tersebut PT. JASON KARYA INDUSTRI selalu berusaha agar jumlah produksi yang dipesan dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Hal ini dilakukan sebagai cara untuk memberi kepuasan terhadap pelanggan, sehingga tidak akan ada pengurangan waktu pelayanan kepada konsumen hanya karena keterlambatan penyerahan produk.

Dalam pemenuhan pemintaan konsumen maka diperlukan suatu perencanaan kapasitas menggunakan metode ROUGHT CUT CAPACITY

PLANNING (RCCP) untuk menentukan waktu produksi yang optimal sesuai

dengan hasil permintaan 9 periode mendatang. Untuk peramalan permintaan menggunakan program WIN QSB. Dengan program tersebut digunakan metode peramalan yang terbaik yaitu dengan memilih nilai kesalahan peramalan terkecil. Kemudian untuk data lainnya adalah matrik waktu baku dan matrik produksi berdasarkan jadwal induk produksi, untuk waktu produksi tersedia di gunakan input data yaitu jumlah mesin, jam kerja/bulan, utilisasi dan efisiensi.

Berdasarkan hasil penelitian di PT. JASON KARYA INDUSTRI dengan menggunakan metode ROUGHT CUT CAPACITY PLANNING (RCCP), dapat disimpulkan bahwa dari sembilan stasiun kerja di PT. Jason Karya Industri (pemotongan, sanding, molding, pengemalan, pengeboran, perakitan awal, pengecatan, touch up dan perakitan akhir) hanya terdapat satu stasiun kerja yang belum memenuhi kapasitas produksi sehingga perlu mengadakan penambahan jam kerja (lembur) pada setiap bulannya yaitu pada stasiun kerja proses sanding

dengan penambahan jam lembur untuk bulan November sebesar 0:14’ atau 14 menit dan untuk bulan Desember sebesar 2:2’/bulan atau 2 jam 2 menit. Dengan adanya penambahan waktu lembur tersebut maka perusahaan diharapkan bisa memenuhi permintaan konsumen.

Kata Kunci : Rought Capacity Planinning (RCCP), peramalan, kapasitas produksi tersedia, kapasitas produksi yang dibutuhkan.

   


(11)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Pada saat ini hampir semua perusahaan yang bergerak di bidang industri dihadapkan pada suatu masalah yaitu adanya tingkat persaingan yang semakin kompetitif. Hal ini mengharuskan perusahaan untuk merencanakan kapasitas produksi agar dapat memenuhi permintaan pasar dengan tepat waktu dan dengan jumlah yang sesuai, sehingga diharapkan keuntungan perusahaan akan meningkat.

PT. Jason Karya Industri merupakan perusahaan furniture yang terkadang mengalami keterlambatan dalam penyelesaian pemesanan untuk memenuhi permintaan konsumen, sehingga PT. Jason Karya Industri selalu berusaha agar jumlah produksi yang dipesan dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Hal ini dilakukan untuk memberi kepuasan kepada pelanggan agar perusahaan tidak kehilangan pelanggan, tetapi sering terjadi juga pada saat merencanakan waktu produksi yang tidak tepat dapat mengakibatkan tinggi atau rendahnya tingkat persediaan, sehingga dapat mengakibatkan penambahan jam lembur atau tenaga subkontrak. Dan yang lebih fatal lagi apabila hal tersebut dapat mengurangi pelayanan kepada konsumen karena keterlambatan penyerahan produk.

Untuk meningkatkan waktu produksi maka harus melihat kebutuhan pasar masa datang terhadap suatu produk. Apabila suatu permintaan menunjukkan suatu peningkatan di masa mendatang maka untuk memenuhi pasar tadi diperlukan pertimbangan berupa alternatif tertentu untuk memperbesar waktu produksi. Jumlah waktu produksi yang kurang tepat akan mengakibatkan perencanaan


(12)

mendatang kurang efektif dan efisien, untuk menyelesaikan permasalahan di perusahaan tersebut dan memecahkan permasalahan yang ada digunakan metode (RCCP) dengan membutuhkan data-data waktu produksi yang tersedia, untuk memenuhi permintaan konsumen. Waktu produksi secara umum diukur dalam bentuk waktu (jam/bulan) yang ditunjukkan berdasarkan kemampuan manusia dengan bantuan mesin yang tersedia pada setiap periode operasi.

1.2. Perumusan Masalah

Perumusan pokok masalah yang akan dibahas dalam tugas akhir ini berdasar latar belakang diatas. Permasalahan yang timbul adalah “Berapa kapasitas waktu produksi tersedia ditiap-tiap stasiun kerja agar dapat memenuhi permintaan

konsumen?”

1.3. Batasan Masalah

Dalam penulis tugas akhir ini perlu dilakukan pembatasan masalah, agar dalam pelaksanaan penelitian tertuju pada tujuan penelitian ini. Adapun batasan – batasan tersebut adalah :

1. Jenis produk yang akan dibahas adalah jenis kursi kantor type 7755-T.

2. Data permintaan produk kursi kantor pada PT. Jason Karya Industri yang diambil dimulai dari periode April 2007 - Maret 2010.

3. Kegiatan perencanaan dan pengendalian produksi yang dibahas hanya perencanaan kapasitas produksi menggunakan Rough Cut Capacity Planning

(RCCP) berdasarkan Bill of Labor (BOL) dan tidak menghitung laba perusahaan.


(13)

4. Pengukuran waktu kerja dilakukan dengan menggunakan metode jam henti (Stop Watch Time Study) dengan cara berulang-ulang .

5. Rencana kapasitas produksi dilakukan untuk bulan April 2010 sampai Desember 2010.

1.4. Asumsi

Dalam menunjang penyelesaian masalah dalam tugas akhir ini, asumsi yang diambil adalah sebagai berikut :

1. Proses produksi tidak mengalami perubahan selama penelitian dilaksanakan. 2. Tidak ada perubahan spesifikasi produk selama penelitian dilakukan.

3. Fasilitas produksi berjalan pada kondisi normal dan lancar. 4. Material dan bahan-bahan penunjang lainnya selalu tersedia. 5. Tidak menghitung persediaan produk.

1.5. Tujuan Penelitian

Untuk memperjelas maksud dari perumusan masalah diatas maka penulis membuat tujuan penelitian, yaitu :

1. Menentukan kapasitas waktu produksi di tiap – tiap stasiun kerja di PT. Jason Karya Industri dilihat dari waktu produksi tersedia.

2. Menghitung jam kerja di tiap – tiap stasiun kerja untuk memenuhi kapasitas produksi sehingga dapat memenuhi permintaan konsumen.


(14)

1.6. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diperoleh dari penelitihan ini adalah sebagai berikut : 1. Bagi perusahaan.

Hasil penelitian dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk memilih teknologi yang sesuai dengan kondisi perusahaan.

2. Bagi Peneliti

Adalah sebagai bahan komperatif bagi peneliti sehingga dapat mengadakan perbandingan antara teori yang diajarkan di bangku kuliah dengan praktek nyata yang ada di perusahaan.

3. Bagi Universitas

Menambah referensi karya penelitian tentang perencanaan kapasitas produksi di perpustakaan dan diharapkan bisa bermanfaat bagi mahasiswa yang melakukan tugas akhir.

1.7. Sistematika Penulisan

Dalam penulisan penyusun tugas akhir ini, saya selaku penulis membuat suatu susunan penulisan secara sistematik. Tujuan dari penyusunan secara sistematik ini adalah agar pembaca dapat dengan mudah memahami isi dari penelitian ini dapat diambil suatu kesimpulan.

Tugas akhir ini akan dibahas dalam bab – bab sebagai berikut : BAB I : PENDAHULUAN

Berisikan tentang latar belakang dari penelitian ini, perumusan masalah, asumsi, batasan masalah, manfaat dan sistematika penulisan.


(15)

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Berisikan tentang teori – teori yang melandasi penbahasan permasalahan dan tinjaun keputusan lainnya yang turut mendukung permasalahan.

BAB III : METODE PENELITIAN

Berisikan penjelasan mengenai metode – metode yang digunakan selama penelitian berlangsung dan dapat dipertanggungjawabkan.

BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN

Memuat tentang pengumpulan data dan pengolahannya yang diperoleh dari penelitian yang akan digunakan sebagai dasar bagi pembahasan masalah yang sedang dihadapi.

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

Berisikan kesimpulan dari pembahasan dan analisa serta saran-saran yang berupa alternatif pemecahan yang diharapkan membantu kemajuan perusahaan yang bersangkutan.

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(16)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengukuran kerja

Suatu pekerjaan akan dikatakan diselesaiakan secara efisien apabila waktu penyelesaian berlangsung penting singkat, dengan mengaplikasikan prinsip dan teknik pengaturan cara kerja yang optimal dalam system kerja, maka akan diperoleh alternatif pelaksanaan kerja yang dianggap memberikan hasil yang paling efektif dan efisien.

Pengukuran kerja adalah metode penetapan keseimbangan antara kegiatan manusia yag dikontribusikan dengan unit output yang dihasilkan. Pengukuran waktu kerja ini akan berhubungan dengan usaha-usaha untuk menetapkan waktu baku yang dibutuhkan guna menyelesaikan suatu pekerjaan. Waktu baku ini sangat diperlukan terutama sekali untuk :

a. Man Power Planning (perencanaan kebutuhan tenaga kerja) b. Estimasi biaya-biaya untuk upah karayawan atau pekerja. c. Penjadwalan produksi dan pengangguran.

d. Perencanaan system pemberian bonus dengan insentif bagi karyawan atau pekerja yang berprestasi.

e. Induksi keluaran (output) yang mampu dihasilkan oleh seorang pekerja.

Waktu baku ini merupakan waktu yang dibutuhkan oleh seorang pekerja yang memiliki tingkat kemampuan rata-rata untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Waktu baku yang dihasilkan dalam aktivitas pengukuran kerja akan dapat digunakan sebagai alat untuk rencana penjadwalan rencana kerja yang


(17)

menyatakan berapa lama suatu kegiatan itu harus berlangsung dan berapa output yang dihasilkan serta berapa jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut.

Teknik pengukuran kerja ini dapat dibagi atau dikelompokkan kedalam dua bagian, yaitu pengukuran kerja secara langsung dan pengukuran kerja secara langsung, yaitu pengukurannya dilakukan secara langsung ditempat dimana pekerjaan yang diukur dijalankan, sedangkan pengukuran tidak langsung dilaksanakan tanpa si pengamat harus ditempat pekerjaan yang diukur. (Wignjosoebroto Sritomo, 1992)

2.1.1. Pengukuran Waktu Kerja Dengan Jam Henti (Stop Wacth)

Tujuan utama dari aktifitas pengukuran kerja adalah waktu baku yang harus dicapai oleh seorang pekerja untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Waktu kerja yang dilakukan hendaknya merupakan waktu kerja yang diperoleh dari kondisi dan metode kerja yang baik. Dengan lain perkataan pengukuran waktu kerja hendaknya dilaksanakan apabila kondisi dan metode kerja dari pekerjaan yang diukur akan diukur sudah baik. Pengukuran waktu kerja dengan jam henti diperkenalkan pertama kali oleh Frederick W. Tailor sekitar abad 19 yang lalu. Metode ini baik sekali diaplikasikan untuk pekerjaan yang berlangsung secara berulang-ulang. Dari pengukuran maka akan diperoleh waktu baku untuk menyelesaikan suatu siklus pekerjaan, yang mana waktu ini dipergunakan sebagai standart penyelesaian pekerjaan bagi semua pekerjaan yang sama seperti itu.


(18)

Pengukuran kerja dengan jam henti ini merupakan cara pengukuran yang objektif karena disini waktu yang ditetapkan berdasarkan fakta yang terjadi dan tidak cuma sekedar diestimasikan secara objektif.

Satu hal yang penting dalam pelaksanaan kerja ini ialah bahwa semua pihak yang nantinya akan dipengaruhi oleh hasil studi (waktu baku) haruslah diinformasikan mengenai maksud dan tujuan dari studi, sehingga nantinya bisa tercapai kerja sama yag sebaik-baiknya didlam pelaksanaan pengukuran secara garis besar langkah-langkah untuk melakukan pengukuran dengan stop watch

adalah :

1. Definisikan pekerjaan yang akan diteliti untuk diukur dan diberitahukan maksud dan tujuan pengukuran ini kepada pekerja yang akan dipilih untuk diamati dan supervisor yang ada.

2. Mencatat semua informasi yang berkaitan erat dengan penyelesaian pekerjaan, seperti layout planning, karakteristik / spesifikasi mesin atau peralatan lain yang digunakan.

3. Membagi operasi kerja dalam setiap elemen-elemen kerja.

4. Mengamati, mengukur dan mencatat waktu yang dibutuhkan operator untuk menyelesaikan elemen-elemen tersebut.

5. Menetapkan jumlah siklus yang diukur dan dicatat. Meneliti apakah jumlah siklus kerja yang akan dilaksanakan ini sudah memenuhi atau tidak. Menguji keseragaman data yang diambil.

6. Menetapkan performance rating dari operator saat melaksanakan aktifitas kerja yang diukur dan dicatat waktunya tersebut.


(19)

7. Menyesuaikan waktu pengamatan berdasarkan kriteria yang ditujukan operator, sehingga akhirnya akan diperoleh waktu kerja yang normal.

8. Menyelesaikan Allowance waktu longgar untuk memberikan fleksibilitas. 9. Menetapkan waktu kerja baku, yaitu jumlah total antara waktu normal dan

waktu longgar. (Wignjosoebroto Sritomo, 1992)

2.1.2. Cara Pengukuran dan Pencatatan waktu kerja

Ada tiga metode yang umum dipakai untuk mengukur elemen-elemen kerja yang menggunakan jam henti (Stop Wacth) yaitu pengukuran waktu kerja secara terus menerus (Continous timing), pengukuran waktu berulang-ulang (repetitive timing), dan pengukuran waktu secara penjumlahan (accumulative timing).

1. Pengukuran waktu kerja terus menerus (Continous timing).

Dalam pengukuran ini pengamat kerja akan menekan tombol stop watch

pada saat elemen kerja pertama dimulai dan membiarkan jarum petunjuk stop watch berjalan terus menerus sampai periode atau siklus kerja selesai berlangsung. Disini pengamat kerja terus menerus mengamati jalannya jarum stop wcth dan mencatat waktu yang ditunjukkan setiap akhir dari elemen-elemen kerja pada lembar pengamatan. Waktu sebenarnya dari masing-masing elemen diperoleh dari pengurangan dari pada saat waktu selesai dilaksanakan. 2. Pengukuran waktu kerja secara berulang-ulang (repetitive timing).

Pengukuran ini kadang-kadang disebut sebagai snop back methods. Pada metode ini jarum penunjuk stop watch akan dikembalikan (snop back) ke posisi semula nol pada setiap akhir dari elemen kerja yang diukur. Setelah dilihat dan


(20)

dicatat waktu kerja yang diukur kemudian tombol ditekan lagi dan segera jarum penunjuk bergerak untuk mengukur elemen kerja berikutnya. Dengan cara demikian maka data waktu untuk setiap elemen kerja yang diukur akan dapat dicatat secara langsung tanpa ada pekerjaan tambahan untuk pengurangan seperti yang dijumpai dalam metode (continous timing).

3. Pengukuran waktu kerja akumulatif.

Pada waktu kerja ini memungkinkan pembaca pembaca secara langsung untuk masing-masing elemen kerja yang ada. Didalam cara ini akan digunakan dua atau lebih stop watch akan bekerja secara bergantian. Stop watch ini akan didekatkan sekaligus pada papan-papan pengamatan dan dihubungkan pada suatu tuas. Apabila stop watch pertama dijalankan maka stop watch kedua ketiga akan berhenti dan jarum akan tetap pada posisi nol. Metode accumulative memberikan keuntungan tersendiri didalam hal akan pembacaan akan lebih mudah dan lebih teliti karena jarum stop watch tidak dalam keadaan bergerak pada saat pembacaan data. (Wignjosoeboto Sritomo, 1992).

2.1.3. Langkah – Langkah Pelaksanaan Pengukuran Waktu Kerja.

Persiapan sebelum pengukuran waktu kerja adalah sangat penting. Karena hal tersebut sangat mempengaruhi kualitas pengukuran yang dilaksanakan. Adapun langkah-langkah yang perlu dilakukan dengan jam henti yaitu :

1. Menetapkan tujuan pengukuran.

Sebagaimana halnya dengan berbagai kegiatan lainnya tujuan melakukan kegiatan ini harus ditetapkan terlebih dahulu. Dalam pengukuran waktu, hal-hal


(21)

penting yang harus diperhatikan adalah untuk apa hasil pengukuran dipergunakan, berapa tingkat ketelitian dan keyakinan yang diinginkan dari hasil pengukuran. 2. Melakukan penelitihan pendahuluan.

Penelitihan pendahuluan diakukan untuk mempelajari sistem dan kondisi kerja yang ada dengan maksud malakukan perbaikan jika diperlukan agar diperoleh kerja yang baik.

3. Memilih operator

Operator yang akan melakukan pekerjaan yang diukur bukanlah orang yang begitu saja diambil. Operator haruslah mempunyai persyaratan tertentu agar didapatkan hasil pengukuran yang baik, seperti berkemampuan normal dan dapat diajak bekerja sama.

4. Melatih operator

Operator harus dilatih terlebih dahulu, terutama pada kondisi dan cara kerja yang dipakai tidak sama dengan yang biasa dijalankan operator.

5. Mengurangi pekerjaan atas elemen pekerjaan.

Pekerjaan dipecahkan menjadi elemen pekerjaan yang merupakan gerakan bagi orang yang bersangkutan. Elemen inilah yang diukur waktunya (waktu siklus). Tujuan dilakukan pengamatan atas elemen-elemen yaitu untuk menjelaskan catatan tentang tata cara yang dilakukan, untuk memungkinkan melakukan penyesuaian bagi elemen, untuk memudahkan mengamati terjadinya elemen yang tidak baku dan memungkinkan dikembangkan data waktu standart ataupun tempat kerja yang bersangkutan.


(22)

6. Menyiapkan alat pengukuran.

Setelah kelima langkah-langkah tesebut diatas dijalankan dengan baik. Langkah terakhir sebakum malakukan pengukuran yaitu menyiapkan alat-alat yang diperlukan yaitu :

a. Jam henti

b. Lembaran-lembaran pengamatan. c. Pena atau pensil

d. Papan pengamatan (Sutalaksana 1982).

2.1.4. Melakukan Pengukuran Waktu

Setelah melakukan langkah-langkah persipan tersebut, kemudian dilaksanakan pengukuran waktu kerja. Pengukuran waktu adalah pekerjaan mengamati dan mencatat waktu–waktu kerjanya baik setiap elemen ataupun siklus dengan menggunakan alat yang telah disiapakan,. Adapun langkah-langkah yang telah dikerjakan selama pengukuran berlangsung.

1. Pengukuran pendahuluan.

Pengukuran pendahuluan dimaksudkan untuk mengetahui berapa kali pegukuran harus dilakukan untuk tingkat-tingkat ketelitian dan keyakinan yang didapat dari hasil perhitungan waktu pengamatan. Biasanya pengukuran waktu dilakukan sebanyak 25 kali pengukuran


(23)

Tabel 2.1. Pengukuran Waktu Kerja

Sub

Group Waktu Pengamatan

Rata-rata Sub Group

Jumlah

Sub Group

 x

ij 1. X11 X12 X13 …. X1n X1

Σ

X1n

Σ

X1n 2

2. X21 X22 X23 …. X2n X2n

Σ

X2n

Σ

X2n 2

3. X31 X32 X33 …. X3n X3n

Σ

X3n

Σ

X3n 2

. . . . . . . . . . . . . . . . . . L XL1 XL2 XL3 …. XLn XLn

Σ

XLn

Σ

XLn

2

  n l j L

i 1

X

ij

 

           L l i L l i ij n l j

X

 

       L l i L l i ij n l j

X

2 Keterangan :

Xij = Waktu pengamatan berturut turut

(I = 1,2,3,….,1 ; = 1,2,3,…,n) Xij = Rata rata pengamatan berturut-turut

n = Jumlah sub group L = Ukuran sup group 2. Uji keseragaman data.

Tugas mengukur adalah mendapatkan data yang seragam, karena ketidak seragaman data dateng tanpa disadari maka diperlukan suatu alat yang didapat “mendeteksi” batas-batas kontrol yang dibentuk dari data merupakan batas seragam tidaknya data. Data dikatakan seragam, yaitu berasal dari sistem sebab yang sama, bila diantara kedua batas kontrol, dan tidak seragam berasal dari


(24)

sistem sebab yang sama, bila berada diantara kedua batas kontrol, dan tidak seragam, yaitu berasal dari sistem yang berbeda, jika berada diluar batas kontrol, sistem sebab yang sama, bila berada diantara kedua batas kontrol, dan tidak seragam, yaitu berasal dari sistem yang berbeda, jika berada diluar batas kontrol. Yang diperhatikan dalam pengujian keseragaman adalah data yang berbeda didalam batas-batas kontrol tersebut.

a. Menghitung harga rata dari rata-rata sup group dengan

L xij

X

ij

 (2.1)

b. Menghitung standart deviasi dari waktu pengamatan

1       

N

x

x

ij ij

c. Menghitung standar deviasi sebenarnya dari waktu pengamatan.

L

  (2.2)

d. Menghitung derajat ketelitian tiap operator.

% 100

x X S

x

e. Menghitung tingkat keyakinan (confidence level) CL = 100% - S%

f. Menghitung batas kontrol atas (BKA) dan batas kontrol bawah (BKB)

x x K X BKB K X BKA    


(25)

Data yang dihasilkan dapat dikatakan seragam, jika harga rata-rata dari sub group berada dalam batas kontrol atas (BKA) dan batas kontrol bawah (BKB). Setelah dua berkumpul maka diteruskan dengan mengidentifikasi data yang terlalu besar atau data yang terkecil, dan menyimpang dari harga rata-ratanya yang disebabkan hal-hal tertentu. Data ekstrim ini dikeluarkan dan tidak diikutsertakan dalam perhitungan selanjutnya.

h. Uji kecukupan data dapat dilakukan setelah seluruh data dari hasil pengukuran telah seragam. Uji kecukupan data dapat dihitung dengan rumus :

 

x

x

x

n

s

k

ij ij ij N 2 2 ' 2 (2.3)

N’ = Jumlah pengamatan teoritis yang harus dilakukan/diperlukan. N = Jumlah pengamatan yang dilakukan

S = Tingkat ketelitian

K = Koefisien distribusi normal sesuai dengan tingkat keyakinan. Untuk harga K secara tepat dapat dilihat pada Tabel Appendix Kesimpulan dari perhitungan yang diperoleh yaitu :

a. Apabila N’ < N, berarti jumlah pengamatan yang kita butuhkan sudah cukup.

b. Apabila N’ < N, berarti jumlah pengamatan yang kita butuhkan harus ditambah lagi sesuai dengan tingkat kepercayaan dan tingkat ketelitian yang diharapkan.


(26)

2.1.5. Perhitungan Waktu Baku

Perhitungan output standart merupakan langkah berikutnya setelah dilakukan pengukuran waktu kerja dan dilakukan uji keseragaman dan kecukupan data. Untuk mendapatkan out standart perlu ditempuh langkah-langkah sebagai beriku :

a. Menghitung waktu siklus rata-rata setiap elemen kegiatan (Ws) :

N

Ws

x

ij (2.4)

b. Menghitung waktu normal (Wn) :

Wn = Ws x p (2.5)

Di mana p adalah faktor penyesuaian yang digunakan untuk menormalkan waktu pengamatan yang diperoleh, jika pekerja dinilai bekerja secara tidak wajar.

c. Menghitung waktu baku (Wb) :

allowance Wn

Wb

(%) % 100

% 100

 

 (2.6)

(Wignjosoebroto Sritomo, 1992)

2.1.6. Faktor penyesuaian (Rating Performance)

Aktivitas untuk menilai atau mengevaluasi kecepatan kerja operator dikenal sebagai “Rating Performance”. Dengan melakukan rating ini diharapkan waktu kerja yang diukur bisa “dinormalkan” kembali. Ketidaknormalan dari waktu kerja ini diakibatkan oleh operator yang bekerja secara kurang wajar yaitu bekerja dalam tempo atau kecepatan yang tidak sebagaimana semestinya.


(27)

Waktu normal bukanlah waktu yang disediakan untuk pekerjaan yang bersangkutan, karena angka ini harus dinaikkan dengan suatu waktu tambahan yang disediakan untuk gangguan-gangguan, kebutuhan-kebutuhan pribadi operator, dan penunda-penunda yang berada di luar keluasaannya.

Westing house system’s Rating adalah sistem untuk memberikan rating performance yang umumnya diaplikasikan di dalam aktivitas pengukuran kerja. Selain kecakapan (skill) dan usaha (effort) sebagai faktor yang mempengaruhi

performance manusia, maka Westing house menambahkan lagi dengan kondisi kerja (working condition) dan keuletan kerja (consistency) dari operator dalam melakukan kerja. Tabel performance rating westing house dapat dilihat pada tabel 2.2

Tabel 2.2

Performance Rating dengan System Westing House

SKILL EFFORT

+ 0,15 AI Superskill + 0,13 AI Superskill + 0,13 A2 + 0,12 A2

+ 0,11 B1 Excellent + 0,10 B1 Excellent + 0,08 B2 + 0,08 B2

+ 0,06 C1 Good + 0,05 C1 Good + 0,03 C2 + 0,02 C2

0,00 D Average 0,00 D Average - 0,05 E1 Fair - 0,04 E1 Fair - 0,10 E2 - 0,08 E2

- 0,16 F1 Poor - 0,12 F1 Poor - 0,22 F2 - 0,17 F2

CONDITION CONSISTENCY

+ 0,06 A Ideal + 0,04 A Ideal + 0,04 B Excellent + 0,03 B Excellent + 0,02 C Good + 0,01 C Good 0,00 D Average 0,00 D Average - 0,03 E Fair - 0,02 E Fair - 0,07 F Poor - 0,04 F Poor


(28)

Metode westing house ini mempertimbangkan empat buah faktor dalam mengevaluasi performance ranting, antara lain :

1. Keterampilan (skill) adalah “kecakapan atau kemampuan dalam mengerjakan suatu metode yang diberikan”. Selanjutnya berhubungan dengan pengalaman, ditunjukkan dengan koordinasi yang baik antara pikiran dan tangan.

2. Usaha (effort) adalah “kesungguhan yang ditunjukkan atau diberikan oleh seorang operator saat melaksanakan pekerjaannya”. Usaha ditunjukan oleh kecepatan pada tingkat kemampuan yang dimiliki dan dapat dikontrol pada tingkat yang tinggi oleh operator.

3. Kondisi (condition) adalah “kondisi fisik lingkungan di tempat kerja.” Yang meliputi keadaan pencahayaan, temperatur dan kebisingan ruangan. Kondisi merupakan suatu prosedur performance rating yang berpengaruh pada operator dan bukan pada operasi.

4. Konsisten (consistensi) adalah “Suatu keadaan yang stabil dari operator dalam melaksanakan pekerjaannya”. Faktor konsistensi ini perlu diperhatikan, karena pada kenyataannya setiap pengukuran tidak pernah terjadi angka yang sama pada pencatatan, waktu penyelesaiaan yang ditunjukkan pekerja selalu berubah dari satu siklus ke siklus yang lain. Konsistensi dikatakan sempurna (perfect) jika waktu penyelesaian selalu sama setiap saat.

Skill dan effort” di bagi menjadi superskill, excellent, good, average, fair, dan poor. Sedangkan “Condition dan Consistency” di bagi menjadi ideal, excellent, good, average, fair dan poor. (Wignjosoebroto Sritomo, 1992)


(29)

2.1.7. Faktor Kelonggaran (Allowance)

Waktu normal untuk suatu elemen operasi kerja adalah semata-mata menunjukkan bahwa operator yang berkualifikasi baik akan bekerja menyelesaikan pekerjaan pada kecepatan/tempo kerja yang normal. Waktu normal untuk suatu operator menggambarkan lamanya waktu yang diperlukan oleh operator rata-rata bila bekerja pada langkah normal dan tanpa menghiraukan suatu waktu tambahan untuk kebutuhan-kebutuhan pribadi, istirahat, dan penundaan-penundaan lain di luar kekuasaannya.

Waktu longgar yang dibutuhkan dan akan menginterupsikan proses produksi ini bisa diklasifikasikan menjadi kebutuhan pribadi (personal allowance). Melepas lelah (fatique allowance) dan keterlambatan yang tidak dapat dihindari (delay allowance). Tabel faktor kelonggaran dapat dilihat pada lampiran. (Wignjosoebroto Sritomo, 1992)

2.1.7.1. Kelonggaran Untuk kebutuhan pribadi

Yang termasuk ke dalam kebutuhan pribadi di sini adalah hal-hal yang seperti minum sekedarnya untuk menghilangkan rasa haus, ke kamar kecil, bercakap-cakap dengan teman sekerja untuk menghilangkan ketegangan ataupun kejenuhan dalam bekerja.

Kebutuhan-kebutuhan ini jelas-jelas sebagai sesuatu yang mutlak tidak bisa, misalnya seseorang diharuskan terus bekerja dengan rasa olahraga, atau melarang pekerja untuk sama sekali tidak bercakap-cakap sepanjang jam kerja. Larangan demikian tidak saja merugikan pekerja (karena merupakan tuntutan psikologis dan fisiologis yang wajar) tetapi juga merugikan perusahaan karena


(30)

dengan kondisi demikian pekerja tidak akan dapat bekerja dengan baik bahkan hampir dipastikan produktivitasnya menurun.

Besarnya kelonggaran yang diberikan untuk kebutuhan pribadi seperti itu berbeda-beda dari satu pekerjaan yang lainnya karena setiap pekerjaan mempunyai karakteristik sendiri-sendiri dengan “tuntutan” yang berbeda-beda. Penelitian yang khusus perlu dilakukan untuk menentukan besarnya kelonggaran ini dengan tepat seperti sampling pekerjaan ataupun secara fisiologis.

Berdasarkan penelitian ternyata besarnya kelonggaran ini bagi pekerja pria berbeda dengan pekerja wanita. Misalnya untuk pekerjaan-pekerjaan ringan pada kondisi kerja normal pria memerlukan 2 - 2,5%. Dan wanita membutuhkan 5% (prosentasi ini adalah waktu normal). (Wignjosoebroto Sritomo, 1992)

2.1.7.2. Kelonggaran untuk menghilangkan rasa fatique

Rasa Fatique tercermin antara lain dari menurunnya hasil produksi baik jumlah maupun kualitasnya. Karena salah satu cara untuk menentukan besarnya kelonggaran ini adalah dengan melakukan pengamatan sepanjang hari kerja dengan mencatat pada saat-saat dimana hasil produksi menurun. Tetapi masalahnya adalah kesulitan didalam menentukan pada saat-saat dimana menurunnya hasil produksi disebabkan oleh timbulnya rasa fatique karena masih banyak kemungkinan-kemungkinan lain.

Jika rasa fatique telah datang dan pekerja harus bekerja untuk menghasilkan performance normalnya, maka usaha yang dikeluarkan pekerja lebih besar dari normal dan ini akan menambah rasa fatique. Bila ini berlangsung terus menerus pada akhirnya akan terjadi rasa fatique yang total yaitu jika anggota


(31)

badan yang bersangkutan sudah tidak dapat melakukan gerak kerja sama sekali walaupun sangat dikehendaki.

Hal demikian jarang terjadi karena berdasarkan pengalamannya pekerja dapat mengatur kecepatan kerjanya sedemikian rupa, sehingga lambatnya gerakan-gerakan kerja ditunjukan untuk menghilangkan rasa fatique. (Wignjosoebroto Sritomo, 1992)

2.1.7.3. Kelonggaran untuk hambatan-hambatan tak terhindari

Dalam melaksanakan pekerjaannya, pekerja tidak lepas dari berbagai “hambatan”. Ada hambatan yang dapat dihindari seperti mengobrol yang berlebihan dan menganggur dengan sengaja, ada pula hambatan yang tidak dapat dihindari karena berada diluar kekuasaan pekerja untuk mengendalikannya.

Bagi hambatan yang pertama jelas tidak ada pilihan selain untuk menghindarkannya, sedangkan bagi yang terakhir walaupun harus diusahakan serendah mungkin, hambatan akan tetap ada karena harus diperhitungkan dalam perhitungan waktu baku.

Beberapa contoh yang termasuk ke dalam hambatan tidak terhindari adalah : a. Menerima atau meminta petunjuk kepada pengawas.

b. Melakukan penyesuaian-penyesuaian mesin

c. Memperbaiki kemacetan-kemacetan singkat seperti mengganti alat potong yang patah, memasang kembali ban yang lepas dan sebagainya

d. Mengasah peralatan potong

e. Mengambil alat-alat khusus atau bahan-bahan khusus dari gudang f. Hambatan-hambatan dari kesalahan pemakai alat ataupun bahan


(32)

g. Mesin berhenti karena matinya aliran listrik.

Besarnya hambatan untuk kejadian-kejadian seperti ini sangat bervariasi dari suatu pekerjaan ke pekerjaan lain bahkan satu stasiun kerja lain karena banyaknya penyebab, seperti mesin, kondisi, prosedur kerja, ketelitian suplai alat dan bahan, dan sebagainya.

(Wignjosoebroto Sritomo, 1992).

2.2. Peramalan

Usaha untuk melihat situasi dan kondisi pada masa yang akan datang merupakan suatu usaha untuk memperkirakan pengaruh situasi dan kondisi yang berlaku terhadap perkembangan dimasa yang akan datang, kita kenal dengan apa yang kita sebut dengan peramalan (forecasting).

Peramalan ini akan menunjukan kecenderung-kecenderung dalam kebutuhan manufaktur di kemudian hari. Kebijakan-kebijakan pergantian regu kerja, rencana untuk peningkatan atau penutunan aktivitas menufaktur, atau kemungkinan perluasan pabrik sering dapat didasarkan pada ramalan-ramalan tersebut. Setiap kebijakan perusahaan tidak akan terlepas dari usaha untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat atau meningkatkan keberhasilan perusahaan untuk mencapai tujuannya pada masa yang akan datang.


(33)

2.2.1. Jenis-jenis peramalan

Pada umumnya peramalan dapat dibedakan dari berbagai segi tergantung dari cara melihatnya. Apabila dilihat dari sifat penyusunan, maka peramalan dapat dibedakan atas 2 macam, yaitu :

1. Peramalan subyektif, yaitu peramalan yang didasarkan atas perasaan atau intuisi dari orang yang menyusunnya.

2. Peramalan Objektif, yaitu peramalan yang didasarkan atas data yang relevan pada masalah, dengan menggunakan teknik dan metode dalam penganalisaan data tersebut.

Jika di lihat dari jangka waktu ramalan yang disusun, maka peramalan dapat dibedakan atas 2 mcam, yaitu

1. Peramalan jangka panjang, yaitu peramalan yang dilakukan untuk penyusunan hasil ramalan yang jangka waktunya lebih dari satu setengah tahun. Peramalan ini biasanya diperlukan dalam penyusunan rencana pembangunan daerah, atau rencana ekspansi suatu pekerjaan.

2. Peramalan jangka pendek yaitu peramalan yang dilakukan untuk penyusunan hasil ramalan dengan jangka waktu yang kurang dari satu setengah tahun. Peramalan seperti ini diperlakukan dalam penyusunan rencana tahunan, rencana produksi, rencana penjualan, dan anggaran perusahaan.


(34)

2.2.2. Karakteristik Peramalan yang Baik

Peramalan yang baik mempunyai beberapa kriteria yang penting, antara lain akurasi, biaya, dan kemudahan. Penjelasan dari kriteria – kriteria tersebut adalah sebagai berikut :

1. Akurasi

Akurasi dari suatu hasil peramalan diukur dengan kebiasaan dan kekonsistensian peramalan tersebut. Hasil peramalan dikatakan bias bila peramalan tersebut terlalu tinggi atau terlalu rendah. dibandingkan dengan kenyataan yang sebenarnya terjadi. Hasil peramalan dikatakan konsisten bila besarnya kesalahan peramalan relative kecil. Peramalan yang terlalu rendah akan mengakibatkan kekurangan persediaan, sehingga permintaan konsumen tidak dapat dipenuhi dengan segera, akibatnya adalah perusahaan dimungkinkan kehilangan pelanggan dan kehilangan keuntungan penjualan. Peramalan yang terlalu tinggi akan mengakibatkan terjadinya penumpukan persediaan, sehingga banyak modal terserap sia – sia. Keakuratan dari hasil peramalan ini berperan penting dalam menyeimbangkan persediaan yang ideal (meminimasi penumpukan persediaan dan memaksimasi tingkat pelayanan).

2. Biaya

Biaya yang diperlukan dalam pembuatan suatu peramalan adalah tergantung dari jumlah item yang diramalkan, lamanya periode peramalan, dan metode peramalan yang dipakai. Ketiga faktor pemicu biaya tersebut akan mempengaruhi berapa banyak data yang dibutuhkan, bagaimana pengolahan datanya (manual atau komputerisasi), bagaimana penyimpanan datanya dan siapa tenaga ahli yang diperbantukan. Pemilihan metode peramalan harus


(35)

disesuaikan dengan dana yang tersedia dan tingkat akurasi yang ingin didapat, misalnya item – item yang penting akan diramalkan dengan metode yang canggih dan mahal, sedangkan item – item yang kurang penting bisa diramalkan dengan metode yang sederhana dan murah. Prinsip ini merupakan adopsi dari Hukum Pareto (Analisa ABC).

3. Kemudahan

Penggunaan metode peramalan yang sederhana, mudah dibuat, dan mudah diaplikasikan akan memberikan keuntungan bagi perusahaan. Adalah percuma memakai metode yang canggih, tetapi tidak dapat diaplikasikan pada sistem perusahaan karena keterbatasan dana, sumber daya manusia, maupun peralatan teknologi. (Makridakis Spyros, 1995).

2.2.3. Langkah-langkah peramalan

Peramalan yang baik adalah peramalan yang dilakukan dengan mengikuti langkah-langkah atau penyusunan yang baik. Pada dasarnya ada langkah peramalan yang penting, yaitu

1. Menganalisa data masa lalu, yang dilakukan dengan cara membuat tabulasi dari data masa lalu. Dari tabulasi data, maka dapat diketahui pola dari data tersebut.

2. Menentukan metode yang digunakan. Metode peramalan yang baik adalah metode yang menghasilkan penyimpangan antara hasil peramalan dengan nilai kenyataan yang sekecil mungkin.

3. Memproyeksikan data masa lalu dengan menggunakan metode yang dipergunakan, mempertimbangkan beberapa faktor perubahan. Faktor-faktor


(36)

perubahan tersebut antara lain terdiri dari perubahan kebijakan-kebijakan yang mungkin terjadi, termasuk perubahan kebijakan pemerintah, perkembangan teknologi dan penemuan-penemuan baru dan perbedaan dengan hasil ramalan yang ada dengan kenyataannya. (Nasution Arman Hakim, 1999)

2.2.4. Beberapa Sifat Hasil Peramalan

Dalam membuat peramalan atau menerapkan hasil suatu peramalan, maka ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan, yaitu :

1. Peramalan pasti mengandung kesalahan, artinya peramal hanya bisa mengurangi ketidak pastian yang akan terjadi, tetapi tidak dapat menghilangkan ketidak pastian tersebut.

2. Peramalan seharusnya memberikan informasi tentang berapa ukuran kesalahan, artinya karena peramalan pasti mengandung kesalahan, maka adalah penting bagi peramal untuk menginformasikan seberapa besar kesalahan yang mungkin terjadi.

3. Peramalan jangka pendek lebih akurat dibandingkan peramalan jangka panjang. Hal ini disebabkan karena pada peramalan jangka pendek, factor – faktor yang mempengaruhi permintaan relative masih konstan, sedangkan semakin panjang periode peramalan, maka semakin besar pula kemungkinan terjadinya perubahan faktor – faktor yang mempengaruhi permintaan.


(37)

2.2.5. Metode peramalan.

Metode peramalan adalah cara memperkirakan secara kuantitatif apa yang terjadi pada masa yang akan datang, berdasarkan data yang relevan pada masa lau. Keberhasilan dari suatu peramalan sangat ditentukan oleh :

1. Pengetahuan teknik tentang informasi data masa lalu yang dibutuhkan, informasi ini berisikan data kuantatif.

2. Teknik dan metode peramalan

Baik tidaknya suatu peramalan yang disusun, disamping ditentukan oleh metode yang digunakan juga ditentukan oelh baik tidaknya informasi kuantitatif yang digunakan. Selama informasi yang doigunakan tidak dapat menyakinkan, maka hasil peramalan sukar dapat dipercaya ketepatannya. (Nasution Arman Hakim, 1999)

2.2.6. Kegunaan metode peramalan

Metode peramalan yang dipergunakan sangat besar manfaatnya, apabila dikaitkan dengan keadaan informasi atau daya yang dipunyai. Metode peramalan juga memberikan urutan pengerjaan dan pemecahan atas pendekatan suatu masalah dalam peramalan, sehingga bila digunakan pendekatan yang sama atas permasalahan dalam suatu kegiatan peramalan, maka akan didapat dasar pemikiran dan pemecahan yang sama. Adapun kegunaan dari permasalahan adalah sebagai berikut :

1. Untuk menentukan kebijakan dalam penyusunan anggaran 2. Untuk pengendalian bahan baku


(38)

Dari uraian ini, dapat disimpilkan bahwa metode peramalan sangat berguna, karena sangat membantu dalam mengadakan pendekatan analisa terhadap tingkah laku atau pola dari data yang lalu, sehingga dapat memberikan cara pemikiran, pengerjaan dan pemecahan yang sistematis, serta memberi tingkat keyakinan yang lebih besar atas ketepatan hasil peramalan yang dibuat.

(Nasution Arman Hakim, 1999).

2.2.7. Metode Trend dengan Regresi

Metode ini merupakan dasar garis trend untuk suatu persamaan matematis, sehingga dengan dasar persamaan tersebut dapat diproyeksikan hal yang teliti untuk masa depan. Untuk peramalan jangka pendek dan jangka panjang, ketepatan peramalan dengan metode ini sangat baik. Data yang dibutuhkan untuk penggunaan metode peramalan ini adalah data tahunan dan makin banyak data yang dipunyai makin lebih baik. Metode ini banyak digunakan untuk metode peramalan penjualan dan peramalan permintaan.

(Makridakis Spyros, 1995).

2.2.8. Metode Regresi Linier

Metode ini digunakan jika diagram dari data masa lalu cenderung naik dan membentuk garis lurus. Adapun nilai trend tersebut diperoleh dengan rumus : Ft = a + bt (2.7) a,b = konstanta yang didapat berdasarkan rumus :

  

 

   

x

x

N

y x xy

N b

2


(39)

N x b N y

a

(2.9)

(Makridakis Spyros, 1995).

2.2.9. Metode Exponential dan Double Exponential Smoothing

Metode ini dijelaskan sekelompok metode yang menunjukkan pembobotan menurun secara eksponensial terhadap nilai observasi yang lebih tua. Oleh karena itu metode ini disebut prosedur pemulusan (smoothing) eksponensial.

Pada penulisan tugas akhir ini, penulis menggunakan metode pemulusan (smoothing) eksponensial tunggal (single) dan ganda (double). Adapun persamaan dari metode single Exponential smothing adalah sebagai berikut :

            N N

x

x

F

F

N i 1 1 1

1 (2.10)

Dan juga persamaan Metode Double Exponential smoothing adalah

F

a

b

M

m

a  1 1 (2.11)

Di mana m adalah jumlah periode ke muka yang diramalkan dan a,b adalah konstanta yang didapat dengan rumus:

S

S

S

S

a

1''

' 1 '' 1 ' 1

1  2  (2.12)

S

S

b

aa 1'' ' 1

11 

(2.13)

(Makridakis Spyros, 1995)

2.2.10.Kriteria pemilihan metode

Ukuran akurasi hasil peramalan yang merupakan ukuran kesalahan peramalan merupakan ukuran tentang tingkat perbedaan antara hasil peramalan


(40)

dengan permintaan yang sebenarnya terjadi. Ada 4 ukuran yang biasa digunakan, yaitu :

1. Rata – rata Deviasi Mutlak ( Mean Absolute Deviation = MAD )

MAD merupakan rata – rata kesalahan mutlak selama periode tertentu tanpa memperhatikan apakah hasil peramalan lebih besar atau lebih kecil dibandingkan kenyataannya. Secara matematis, MAD dirumuskan sebagai berikut :

MAD = n y y n t t i

  1 ^ (2.14)

2. Rata – rata Kuadrat Kesalahan ( Mean Square Error = MSE )

MSE dihitung dengan menjumlahkan kuadrat semua kesalahan peramalan pada setiap periode dan membaginya dengan jumlah periode peramalan. Secara sistematis, MSE dirumuskan sebagai berikut :

MSE = 2 1 ^ n y y n t i i

       (2.15)

3. Rata – rata Kesalahan Peramalan ( Mean Forecast Error = MFE )

MFE sangat efektif untuk mengetahui apakah suatu hasil peramalan selama periode tertentu terlalu tinggi atau terlalu rendah. Bila hasil peramalan tidak bias, maka nilai MFE akan mendekati nol. MFE dihitung dengan menjumlahkan semua kesalahan peramalan selama periode peramalan dan membaginya dengan jumlah periode peramalan. Secara matematis, MFE dinyatakan sebagai berikut :

MFE =

n y y n i

      1 ^ 1 1 (2.16)


(41)

4. Rata – rata Persentase Kesalahan Absolute ( Mean Absolute Percentage Error = MAPE )

MAPE merupakan ukuran kesalahan relative. MAPE biasanya lebih berarti dibandingkan MAD karena MAPE menyatakan persentase kesalahan hasil peramalan terhadap permintaan actual selama periode tertentu yang akan memberikan informasi persentase kesalahan terlalu tinggi atau terlalu rendah. Secara matematis, MAPE dinyatakan sebagai berikut :

MAPE =

n y

y y

n

i

 

   

   

1 1

^ 1 1 100

(2.17)

(Nasution Arman Hakim, 1999).

2.2.11.Analisis Deret Waktu (Time Series)

Analisa Deret Waktu didasarkan pada asumsi bahwa deret waktu tersebut terdiri dari komponen – komponen Trend (T), Siklus / Cycle (C), Pola Musiman Season (S), dan Variasi Acak / Random (R) yang akan menunjukkan suatu pola tertentu. Komponen – komponen tersebut kemudian dipakai sebagai dasar dalam pembuatan persamaan matematis. Analisa Deret Waktu ini sangat tepat dipakai untuk meramalkan permintaan yang pola permintaan di masa lalunya cukup konsisten dalam periode waktu yang lama, sehingga diharapkan pola tersebut masih akan tetap berlanjut.

Permintaan di masa lalu pada analisa deret waktu akan dipengaruhi keempat komponen utama T, C, S, dan R. Penjelasan tentang komponen – komponen tersebut adalah sebagai berikut :


(42)

1. TREND / KECENDERUNGAN (T).

Trend merupakan sifat dari permintaan di masa lalu terhadap waktu terjadinya, apakah permintaan tersebut cenderung naik, turun atau konstan. 2. SIKLUS / CYCLE (C).

Permintaan suatu produk dapat memiliki siklus yang berulang secara periodik, biasanya lebih dari setahun, sehingga pola ini tidak perlu dimasukkan dalam peramalan jangka pendek. Pola ini sangat berguna untuk peramalan jangka menengah dan jangka panjang.

3. POLA MUSIMAN / SEASON (S).

Fluktuasi permintaan suatu produk dapat naik turun disekitar garis trend dan biasanya berulang setiap tahun. Pola ini biasanya disebabkan oleh cuaca, musim libur panjang, dan hari raya keagamaan yang berulang secara periodik setiap tahunnya.

4. VARIASI ACAK / RANDOM (R).

Permintaan suatu produk dapat mengikuti pola bervariasi secara acak karena factor – faktor adanya bencana alam, bangkrutnya perusahaan pesaing, promosi khusus, dan kejadian – kejadian lainnya yang tidak mempunyai pola tertentu. Variasi acak ini diperlukan dalam rangka menentukan persediaan pengaman untuk mengantisipasi kekurangan persediaan bila terjadi lonjakan permintaan.

Pola dapat dibedakan dalam empat jenis : 1. Pola Horisontal ( Stationary )


(43)

Waktu Y

Gambar 2.1

Pola Data Horisontal (Stationary)

2. Pola Musiman ( Seasonal )

Misalnya : Penjualan produk minuman ringan, es cream, dan bahan bakar pemanas ruangan.

Gambar 2.2

Waktu Y

Pola Data Musiman (Seasonal)

3. Pola Siklus ( Cyclical )

Misalnya : Penjualan produk mobil, baja, dan peralatan utama lainnya.

Y

Waktu

Gambar 2.3


(44)

4. Pola Trend

Misalnya : Penjualan produk dari banyak perusahaan.

Y

Waktu

Gambar 2.4

Pola Data Trend (Nasution Arman Hakim, 1999).

2.2.12. Uji Verifikasi Pengendalian Peramalan

Langkah penting setelah peramalan dibuat adalah melakukan verifikasi peramalan sedemikian rupa sehingga hasil peramalan tersebut benar-benar mencerminkan data masa lalu dan sistem sebab akibat yang mendasari permintaan tersebut. Sepanjang aktualitas peramalan tersebut dapat dipercaya, hasil peramalan akan terus digunakan, dan alat yang digunakan untuk memverifikasi paramalan adalah peta kontrol peramalan yaitu Peta Moving Range (MRC).

Setelah didapat fungsi peramalan dengan deviasi kuadrat rata-rata kesalahan peramalan tekecil (MSD terkecil), kemudian perlu diadakan verifikasi apakah fungsi tersebut dapat diterapkan atau tidak, maka alat yang dipakai adalah MRC (Moving Range Chart). Cara membuat MRC adalah sebagai berikut :


(45)

Dimana :

MR = Moving Range

ŷt = Data hasil Peramalan hasil tertentu yt = Data peramalan periode tertentu

ŷt-1 = Data hasil peramalan 1 periode sebelumnya

yt-1 = Data permintaan 1 periode tertentu

Adapun rata-rata moving range didefinisikan sebagai : Dimana :

MR = Rata-rata moving range n = jumlah periode

Garis tengah peta moving range adalah pada titik batas kontrol atas dan bawah. Pada peta moving range adalah :

BKA = +2,66.MR BKB = -2,66.MR

Sementara itu, variable yang akan diplot ke dalam peta moving range :

∆yt =ŷt – y

Untuk uji yang paling tepat bagi kondisi diluar kendali adalah dengan cara membagi peta kendali ke dalam 6 bagian dengan selang yang sama. Yaitu daerah A adalah daerah diluar ± 2/3 (2,66 . MR) = ± 1,77 . MR (diatas +1,77 MR dan dibawah –1,77 MR). Daerah B adalah daerah diluar ± 0,89 . MR (diatas +0.89 MR dan dibawah –0,89 MR). Daerah C adalah daerah diatas atau dibawah garis tengah. Dapat dilihat pada gambar dibawah ini :


(46)

0

Gambar 2.5

0

Batas Kendali Bawah Batas Daerah B Batas Daerah A

t Batas Daerah B Batas Daerah A Batas Kendali Atas

Peta Kontrol Peramalan Moving Range Chart (MRC) (Nasution Arman Hakim, 1999)

2.3. Penetapan Kapasitas Produksi

Penetapan kapasitas produksi yang diperlukan adalah satu kunci permasalahan pokok tidak hanya merancang fasilitas produksi yang baru atau ekspansi fasilitas yang ada, akan tetapi juga untuk mengantisipasi periode operasi yang pendek di mana size pabrik tidak bida dirubah begitu saja.

Keputusan mengenai kapasitas produksi, yang dalam hal ini juga ditentukan oleh kemampuan mesin atau fasilitas produksi yang terpasang menjadi begitu penting demi kelancaran dan pengendalian produksi.

Kapasitas produksi secara umum dalam bentuk, sebagai berikut :

a. Unit-unit yang ditujukan berdasarkan keluaran atau output maksimum yang dihasilkan oleh proses produksi.

b. Jumlah masukan (resources input) yang tersedia pada setiap periode operasi. Suatu studi kelayakan harus dibuat terlebih dahulu untuk menentukan berapa banyak kapasitas yang harus dipasang dan kapan kapasitas produksi


(47)

sebanyak itu diperlukan. Langkah-langkah di dalam penetapan kapasitas produksi jangka panjang bisa dilaksanakan seperti pada gambar 2.6

Penerapan kapasitas produksi yang diperlukan :

 Informasi data berdasarkan hasil peramalan kebutuhan

 Existing Process Bottlenecks

Formulasikan alternatif-alternatif untuk memenuhi kapasitas yang dibutuhkan mendatang :

 Pemilihan dan penetapan tipe teknologi yang diaplikasikan

Analisa dan evaluasi alternatif

 Keputusan diambil pada faktor-faktor seperti biaya dan resiko-resiko

 Dampak yang bersifat strategis seperti : kompetisi, flesibilitas, dan penyesuaian organisasi atau manajemen.

Pilihan yang optimal dan implikasi rencana pengembangan kapasitas yang telah dirumuskan

Gambar 2.6

Langkah-Langkah Penetapan Kapasitas Produksi (Sumber : Wignjosoebroto Sritomo 1992).

2.4. Waktu Produksi Tersedia (Rated Production Time)

Rated production time merupakan tingkat keluaran persatuan waktu yang menunjukkan bahwa fasilitas secara teoritik mempunyai kemampuan untuk memproduksinya. (Handoko, T.H. 1984)


(48)

RPT : Jumlah mesin x jam kerja x utilisasi x Efisien mesin (2.18) Jam kerja/bulan : Jam kerja/hari x hari/minggu x minggu/bulan

Jam kerja aktual : jam kerja efektif – jam terbuang

Jam terbuang

60

    

  

n allowance

Dimana :

allowance = Nilai yang diperoleh dari kelonggaran tiap kegiatan kerja (60) = waktu tiap jam kerja n = jumlah tenaga kerja

Untuk menghitung utilisasi dan efisiensi adalah sebagai berikut: Utilisasi =

Efisiensi =

Jam standart yang digunakan untuk produksi Jam yang tersedia menurut jadwal

Jam standart yang diperoleh atau diproduksi Jam aktual yang digunakan untuk produksi Dimana :

Utilisasi = pecahan persentase Clock Time yang tersedia dalam pusat kerja secara actual digunakan untuk produksi. Angka utilisasi tidak dapat melebihi 1,0 (100%).

Efisiensi = Faktor yang mengukur performance aktual dari pusat kerja relatif terhadap standart yang ditetapkan. Faktor efisiensi dapat melebihi dari 1.0 (100%).

2.5. Perencanaan Produksi

Perencanaan produksi merupakan suatu perencanaan menyediakan suatu lot produk yang diinginkan pada waktu yang tepat dan pada jumlah biaya yang minimum dengan kualitas yang memenuhi syarat. Rencana produksi tersebut akan menjadi dasar bagi pembentukan anggaran operasi dan membuat keperluan


(49)

tenaga kerja serta keperluan jam kerja biasa maupun untuk jam kerja lembur. Selanjutnya rencana produksi tersebut dipergunakan untuk menetapkan keperluan peralatan dan tingkat persediaan yang diharapkan.

Dengan menyiapkan rencana produksi, kita harus memikirkan bahwa jika ada permintaan yang harus dipenuhi, maka terdapat tiga macam sumber yang dapat dipergunakan yaitu :

1. Persediaan yang ada atau yang sedang dilakukan; 2. Persediaan yang ada atau yang masih digudang; 3. Produksi dan persediaan yang masih ada. (Nasution Arman Hakim, 1999)

2.5.1. Jenis-Jenis Perencanaan Produksi

Perencanaan produksi dapat dibedakan berdasarkan jangka waktu menjadi tiga jenis, antara lain :

1. Perencanaan produksi jangka panjang

Lama perencanaan sekitar 2 sampai 10 tahun. Gunanya sebagai strategi pengembangan.

2. Perencanaan produksi jangka menengah

Lama perencanaan sekitar 1-24 bulan. Gunanya untuk merencanakan kerja suatu perusahaan agar dengan kapasitas yang dimilikinya dapat memenuhi permintaan yang berfluktuasi dengan biaya yang minimum. Perencanaan ini biasanya disebut “Agregat Production Planning”. Dengan memberikan jam kerja normal, jam kerja lembur, penambahan shift mengurangi atau menambah karyawan, mengsubkontrakkan atau dengan mengadakan persediaan produk.


(50)

3. Perencanaan produksi jangka pendek

Lama perencanaan sekitar 1-30 hari. Perencanaan ini disebut dengan penjadwalan yang menghasilkan output kapan produk yang diproduksi dengan mesin produk diproduksi dan oleh operator mana produk diproduksi.

(Nasution Arman Hakim, 1999).

2.5.2. Perencanaan Produksi Agregat

Perencanaan produksi agregat yaitu perencanaan produksi untuk jangka waktu antara 1-24 bulan, yaitu suatu perencanaan yang bertujuan untuk menentukan alternatif-alternatif produksi yang harus digunakan pada setiap periode untuk memenuhi permintaan bulanan yang berfluktuasi dengan total biaya produksi yang minimum. Secara umum, proses perencanaan produksi agregat dapat digambarkan sebagai berikut :

Kebutuhan Gudang Peramalan Kebutuhan Komponen

dan pemeliharaan

Penyesuaian

Persediaan Pesanan-pesanan Estimasi

Permintaan

Perencanaan Produksi Agregat

MPS RCCP

Gambar 2.7

Proses Perencanaan dan Penjadwalan Produksi (Nasution Arman Hakim, 1999).


(51)

Keterangan gambar : Perencanaan Produksi Agregat

Perencanaan produksi dimulai dengan meramalkan permintaan secara tepat sebagai input utamanya. Selain peramalan, input-input untuk permintaan produk tersebut harus memasukkan pesanan-pesanan actual yang telah dijanjikan, kebutuhan persediaan gudang, dan penyesuaian tingkat persediaan sebagaimana yang ditentukan dalam perencanaan strategi bisnis. Peramalan biasanya dibuat untuk kelompok-kelompok produk secara kasar (tanpa memperhitungkan perbedaan spesifikasi produk), khususnya selama periode yang panjang. Perencanaan agregat kemudian dikembangkan untuk merencanakan kebutuhan produksi bulanan atau triwulanan bagi kelompok produk sebagaimana diperkirakan dalam peramalan permintaan, setelah perancanaan agregat dibuat maka hasilnya akan disagregasikan kedalam kebutuhan berdasarkan tahapan waktu untuk masing-masing jenis produk. Perencanaan ini disebut Jadwal Induk Produksi (Master Production Schedule, MPS). MPS menunjukkan kebutuhan selama periode waktu 6 sampai 12 bulan. MPS bukan suatu permalan tetapi merupakan jadwal yang berisikan informasi “kapan” produksi diselesaikan. Perencanaan kapasitas kasar (Rought Cut Capacity Planning, RCCP) kemudian dibuat untuk menganalisis kemampuan dari kapasitas pabrik pada titik-titik kristis dari proses produksi berdasarkan MPS yang telah dibuat. RCCP akan menetukan kelayakan dari MPS yang dibuat. Penyesuaian MPS akan dilakukan berdasarkan hasil dari analisa RCCP dan perencanaan RCCP umunya mencakup periode 3 bulanan .

Sedangkan perencanaan produksi yaitu bagaimana mengelola data yang ada, mulai dari meramal permintaan konsumen, menentukan kapasitas dan


(52)

fasilitas produksi yang digunakan dan terakhir mengalokasikan permintaan yang ada pada alternatif produksi yang dapat digunakan. Pembuatan rencana produksi agregat dapat dilihat pada gambar di bawah ini :

PERIODIK REGULER Gambar 2.8 PHASE 1 Peramalan PermintaanAgregat PHASE 2 Smooth Out Utilitas Kapasitas PHASE 3 Penentuan Alternatif

Produksi yang layak

PHASE 4 Alokasi Permintaan Pada Periode Produksi Time Series With Seasionals Moving Average Exponential Smoothing Yang lain Produk Komplemente Harga Waktu Pengiriman Yang Fleksibel Promosi Penetapan Tenaga Kerja : - Overtime - Undertime Variabel tenaga kerja : - Penyewaan - Pemberhentian Inventory Backorder Subkontrak Biaya Linier

Trial & Error

Linier Programming : - Transportasi - Simplex Biaya Non Linier Linier Decision Rule Yang lain Heuristic dan Penentuan Model (cocok untuk semua tipe biaya)

Prosedur Perencanaan Produksi Agregat (Sumber : Nasution Arman Hakim, 1999).


(53)

Keterangan gambar :

Fase 1 : Persiapan Peramalan Agregat. Peramalan permintaan agregat mencakup berupa permintaan yang diperkirakan pada tiap-tiap periode selama horison perencanaan dalam satuan unit yang sama untuk semua jenis item produk yang dihasilkan. Peramalan dapat menggunakan analisis deret waktu, rata-rata bergerak, dan lin-lain.

Fase 2 : Mengkhususkan Kebijakan Organisasi untuk melencarkan penggunaan kapasitas. Pada fase ini, maajemen mencoba mengidentifikasi kebijaksanaan-kebijaksanaan yang dapat melancarkan perkiraan permintaan agregat yang telah diramalkan pada fase sebalumnya. Kebijakan ini akan melibatkan kerjasama devisi marketing dengan produksi, dimana kebijaksanaan umum yang biasa diambil adalah :

- Memperkenalkan produk pelengkap pada saat permintaan tahunan produk menurun utama menurun.

- Memberikan diskon harga pada saat yang sibuk, misalnya tarif pulsa telpon pada malam hari lebih murah 75% disbanding jam sibuk.

- Meningkatkan kegiatan promosi untuk mempengaruhi konsumen dll.

Fase 3 : Menentukan Alternatif Produksi yang Layak. Ada 2 alternatif :

1. Merubah tingkat produksi dengan tenaga kerja yang sama, dengan melemburkan karyawan yang ada pada saat permintaan tinggi, dan mengalokasikan karyawan ke pekerjaan non produksi pada saat permintaan turun.

2. Merubah tingkat produksi dengan menambah jumlah tenaga kerja, dengan merekrut tenaga kerja baru pada saat permintaan tinggi dan memperhentikan tenaga kerja pada saat permintaan menurun.

Fase 4 : Menentukan Strategi Produksi yang Optimal. Setelah alternatif produksi yang layak dipilih dan dihitung perkiraan ongkosnya, kemudian menentukan strategi produksi yang optimal. Langkah ini melibatkan pengalokasian peramalan permintaan dengan menggunakan alternatif-alternatif dalam setiap perioe yang meminimasi ongkos total untuk keseluruhan horison perencanaan


(54)

2.5.3. Jadwal Induk Produksi

Setelah perencanaan agregat di buat, maka hasilnya akan didisagregasikan ke dalam kebutuhan-kebutuhan berdasarkan tahapan waktu untuk masing-masing jenis produksi (individual products). Perencanaan ini disebut Jadwal induk Produksi (master Production Schedule, MPS). MPS biasanya menunjukkan kebutuhan produksi mingguan selama periode waktu antara 6 sampai 12 bulan. MPS bukan merupakan peramalan, tetapi lebih merupakan suatu jadwal yang berisi informasi tentang “kapan” produksi harus diselesaikan MPS semakin berperan pada sisten manufaktur yang besar.

Semakin besar sistem tersebut, maka perencanaan dan pengendaliannya semakin sulit, karena banyaknya jenis item yang diproduksi. Banyaknya jenis item yang diproduksi ini menimbulkan kesulitan dalam perencanaan dan pengendalian produksinya, sehingga diperlukan suatu jadwal induk yang memandu kegiatan produksi sehingga memenuhi jenis item yang akan diproduksi. MPS digunakan oleh orang-orang operasional dalam membuat perencanaan pembelian bahan baku, produksi komponen, dan perakitan akhir dari produk jadi.

Tujuan dari MPS adalah mewujudkan perencanaan agregat menjadi suatu perencanaan terpisah untuk masing-masing item individu. Selain itu, MPS juga dapat mengevaluasi jadwal-jadwal alternatif dalam hal kebutuhan kapasitas, menyediakan input untuk sistem MRP dan membantu manajemen produksi untuk menghasilkan prioritas-prioritas untuk penjadwalan produksi.

MPS dikembangkan agak sedikit berbeda, tergantung jenis industri Make to Stock (MTS) atau make to order (MTO) dan jumlah item yang diproduksi (sedikit atau banyak). MPS pada industri MTS menggunakan data peramalan


(55)

permintaan bersih (peramalan permintaan dikurangi persediaan di tangan). Jika hanya ada beberapa produk akhir yang dibuat, maka MPS-nya merupakan suatu pernyataan tentang kebutuhan-kebutuhan akan produk individu. Bila produk akhir yang dibuat banyak misalnya lebih dari 500 item. Maka adalah tidak praktis bila kita membuat MPS berdasarkan produk individu. Dalam kasus ini, produk-produk individu biasanya dikelompokkan menjadi kelompok-kelompok produk-produk sejenis (family product), kemudian perencanaan tersebut didetailkan secara proporsional menjadi satu jadwal untuk satu item individu untuk masing-masing kelompok produk sejenis. Pendekatan yang umumnya digunakan adalah pembagian proposional berdasarkan persentase penjualan masa lalu.

Untuk industri-industri bersifat MTO, pesanan-pesanan yang belum terpenuhi adalah merupakan data permintaan yang dibutuhkan, sehingga pesanan-pesanan dari konsumen akan menentukan MPS-nya pada industri-industri dimana ada sedikit komponen-komponen dasar yang dirakit dalam banyak kombinasi-kombinasi yang berbeda untuk menghasilkan produk-produk akhir yang bervariasi, maka MPS biasanya dikembangkan untuk komponen dasar tersebut untuk produk-produk akhirnya.

Apabila MPS yang diperoleh tidak layak maka ketidaklayakan MPS ini akan doperbaiki dengan suatu proses yang disebut RCCP, dimana RCCP akan mengkonversi MPS menjadi kebutuhan-kebutuhan kapasitas untuk sumberdaya-sumberdaya utama dan kemudian menentukan apakah MPS tersebut layak dengan keterbatasan-keterbatasan kapasitas yang ada. (Nasution Arman Hakim, 1999)


(56)

2.5.4. Perencanaan Kapasitas Kasar

Perencanaan kapasitas kasar (Rought-cut Capacity Planning, RCCP) kemudian dibuat untuk menganalisa kemampuan dari kapasitas pabrik pada titik-titik kritis dari proses produksi berdasarkan MPS yang telah dibuat RCCP menitik beratkan pada operasi-operasi khusus seperti assembling akhir, pengecatan mungkin terjadi. Dengan kata lain, RCCP akan menentukan kelayakan dari MPS yang dibuat, dimana RCCP akan mengkonversi MPS menjadi kebutuhan-kebutuhan kapasitas untuk sumber daya-sumber daya utama dengan keterbatasan-keterbatasan kapasitas yang ada. Jika MPS tidak layak, maka MPS harus direvisi, sehingga MPS tersebut tetap sesuai dengan keterbatasan kapasitas yang ada.

RCCP merupakan urutan kedua dari hirarki perencanaan prioritas kapasitas yang berperan dalam mengembangkan MPS. Guna menetapkan sumber-sumber spesifik tertentu khususnya yang diperkirakan menjadi hambatan potensial (potensial bottleneck) adalah cukup untuk melaksanakan MPS. Dengan demikian kita dapat membantu manajemen untuk melaksanakan RCCP, dengan memberikan informasi tentang tingkat produksi di masa mendatang yang akan memenuhi permintaan total itu.

Jadi penyesuaian MPS akan dilakukan berdasarkan hasil dari analisa RCCP ini. Salah satu teknik pada proses RCCP adalah perencanaan kapasitas dengan menggunakan faktor-faktor keseluruhan. Teknik ini mengalokasikan kebutuhan-kebutuhan kapasitas untuk departemen-departemen. Individu atau pusat-pusat kerja berdasarkan data beban kerja dimasa lalu RCCP pada umumnya mencakup periode 3 bulanan. (Nasution Arman Hakim, 1999)


(57)

Suatu produk dibuat pada beberapa stasiun kerja. Teknik RCCP digunakan untuk verikasi/menjelaskan kapasitas pada setiap stasiun kerja. Dalam teknik ini dibandingkan antara beban mesin yang diperlukan dengan kapasitas yang sesuai/diperlukan pada setiap stasiun kerja. (Fogarty Blackstone:Hoffmann, 1991)

Apabila permintaan konsumen melebihi kapasitas produksi yang ada maka akan berdampak, seperti :

a. Material terlanjur dibeli dan dibawa ke shop kemudian dikerjakan atau diproses.

b. Terjadi antrian

c. Lead Time tinggi (waktu penyelesaian produksi)

Untuk itu dilakukan validasi MPS dengan penekanan pada kapasitas yaitu RCCP. Peranan RCCP dalam perencanaan dan pengendalian produksi dapat dilihat pada gambar di bawah ini :

Jadwal Induk Produksi

Perencanaan Kapasitas Kasar (RCCP)

Perencanaan Kapasitas Perencanaan

Material

Pengendalian Kapasitas Pengendalian

Material

Pengendalian Input/output

Siklus Operasi

Jangka Pendek Manajemen

Demand

Gambar 2.9

Peranan RCCP dalam perencanaan dan pengendalian produksi (Fogarty : Blackstone : Hoffman : 1999)


(58)

Keterangan gambar : perencanaan produksi melibatkan dari manajemen permintaan (Demand) dari konsumen agar diperoleh informasi untuk menjadwalkan induk produksi secara tepat guna memenuhi permintaan. Permintaan jadwal induk produksi diperlukan faktor yang berpengaruh yaitu perencanaan kapasitas kasar (RCCP) agar semua jadwal produksi terkontrol dan tepat untuk menentukan target produksi, setelah itu perencanaan kapasitas dibuat dari semua induk produksi yang berdasarkan RCCP agar bisa mendapatkan pengendalian kapasitas baik dari input atau output produksi dan siklus operasi berjalan dengan efektif, pengendalian kapasitas diperlukan dalam periode jangka pendek hal ini dilakukan agar tidak terjadi hal yang bersifat merugikan produksi dan produksi berjalan dengan baik.

Untuk menggunakan dan memperhitungkan teknik-teknik Rought cut capacity planning (RCCP) terbagi ada 3 teknik yang dipakai untuk mengembangkan laporan pembebanan mesin dalam menentukan kapasitas yang diperlukan :

1. Perencanaan Kapasitas menggunakan seluruh faktor (capacity Planning Using Overall Factor, CPOF)

Perencanaan kapasitas ini membutuhkan data input sebagai berikut : a. MPS

Waktu yang diperlukan bagi keseluruhan pabrik dalam memproduksi 1 typical part

b. Data historis tentang perbandingan antara waktu produksi total dengan waktu produksi di masing-masing.


(59)

Waktu produksi pada tiap mesin atau sumber daya kunci :

Total waktu produksi x proporsi

total Waktu

me Waktu

_ sin _

(2.19)

2. Pendekatan Bill of Labor

Yaitu daftar waktu penyelesaian suatu produk pada setiap work center. Data input yang diperlukan

- MPS

- Matrik-matrik yaitu Matrik waktu baku dan matrik produksi

- RCCP =(Matrik waktu baku) x (Matrik Produksi) (2.20)

Tabel 2.3 RCCP dengan BOL

Matrik Waktu Baku

Produk

WC P

1 a11

2 a12

3 a13

Matrik Produksi

Bulan Produk

J F M A M J J A S O N D

P1 b11 b12 b13 b14 b15 b16 b17 b18 b19 0

b110 b112

b11

Contoh BOL : 2 Produk, 2 Bulan, 2 Work Center Matrik Waktu Baku

Produk


(60)

a11 a12

WC1

WC2 a21 a22

Matrik Produksi

Bulan

Produk M1 M2

P1 b11 b12

P2 b21 b22

RCCP

WC 1 2

Bulan

M M

WC1 c11 c12

WC2 c21 c22

C11 = a11b11 + a12b21

C12 = a11b12 + a12b22

C21 = a21b11 + a22b21

a21b12 + a b22

(2.21)

Dimana :

Cij = Waktu produksi yang direncanakan pada work center k periode j

A = Waktu baku k di work center i B = Produk k pada periode j

3. Profil Sumber Daya (Resources Profile)

Pada dua pendekatan sebelumnya diasumsikan semua komponen dibuat pada periode yang sama dengan produk akhir, namun dalam kenyataan tidak

C22 = 22

Cij =

n

a

k

kj jk b

1 .

ik


(61)

demikian karena setiap komponen dari produk akhir mempunyai waktu penyelesaian yang berbeda sehingga lead timenya juga berbeda.

Pada pendekatan ini tetap menggunakan BOL, namun waktu bagi tiap departemen (WC) disesuaikan dengan lead time dari setiap part. (Donald, Fogarty dkk, 1991)

Contoh pendekatan profil sumber daya, 2 produk, 2 work center, 3 bulan horizon, 3 bulan lead time.

Tabel 2.4

RCCP dengan Profil Sumber Daya Profil Sumber Daya

Work Center I

Duedate Produk

2 1 0

Bulan Produk

M1 M2 M3

P1 a112 a111 a110 P1 b11 b12 b13

P2 a212 a211 a110 P2 b21 b22 b23

Work center 2 RCCP

Work Center II

Duedate

Produk 2 1 0

Bulan

WC M1 M2 M3

P1

a122 a121 a1 20

P1

b11 b12 b13

P2

a222 a221 a2 20

P2


(1)

4.9. Hasil dan Pembahasan 4.9.1. Peramalan

Sesuai dengan pola data yang ada, maka digunakan 3 metode peramalan yaitu metode Single Exponensial Smoothing With Trend, Double Exponensial Smoothing With Trend, dan Linear Regression. Dengan menggunakan ketiga metode ini, hasil yang didapat menunjukkan bahwa metode Single Exponensial Smoothing With Trend adalah metode yang paling baik diantara kedua metode lainnya, karena nilai kesalahan peramalannya terkecil yaitu dengan MAD = 2.488198, MSE = 9.562298 dan MAPE (%) = 0.2367665.

Berdasarkan hasil dari pengolahan data menggunakan Single Exponensial Smoothing With Trend, maka diperoleh hasil peramalan permintaan untuk 9 periode mendatang yaitu dari bulan April sampai dengan Desember 2010. Hasil peramalan yang didapat adalah sebagai berikut (dalam jam/bulan) : 1160.001, 1166.003, 1172.004, 1178.005, 1184.007, 1190.008, 1196.009, 1202.011 dan 1208.012 dengan total 10656.060 unit kursi kantor.

4.9.2. Perencanaan Waktu Produksi

Dari hasil perhitungan yang telah dilakukan dengan menggunakan metode Rought Cut Capacity planning (RCCP), maka dapat diketahui rencana kapasitas produksi dari masing-masing stasiun kerja pada PT. Jason Karya Industri adalah dengan perincian sebagai berikut :

1. Stasiun kerja 1 (Pemotongan) selalu meningkat terus menerus dari bulan April 2010 sebesar 12:14’/bulan sampai bulan Desember 2010 sebesar 43:29’/bulan.


(2)

2. Stasiun kerja 2 (Sanding) selalu meningkat terus menerus dari bulan April 2010 sebesar 102 jam/bulan sampai bulan Desember 2010 sebesar 362:24’/bulan.

3. Stasiun kerja 3 (Molding) selalu meningkat terus menerus dari bulan April 2010 sebesar 40:48’/bulan sampai bulan Desember 2010 sebesar 144:58’/bulan.

4. Stasiun kerja 4 (Pengemalan) selalu meningkat terus menerus dari bulan April 2010 sebesar 44:12’/bulan sampai bulan Desember 2010 sebesar 157:2’/bulan. 5. Stasiun kerja 5 (Pengeboran) selalu meningkat terus menerus dari bulan April 2010 sebesar 23:48’/bulan sampai bulan Desember 2010 sebesar 84:34’/bulan. 6. Stasiun kerja 6 (Perakitan awal) selalu meningkat terus menerus dari bulan

April 2010 sebesar 53:2’/bulan sampai bulan Desember 2010 sebesar 188:27’/bulan.

7. Stasiun kerja 7 (Pengecatan) selalu meningkat terus menerus dari bulan April 2010 sebesar 109:8’/bulan sampai bulan Desember 2010 sebesar 388:59’/bulan.

8. Stasiun kerja 8 (Touch Up) selalu meningkat terus menerus dari bulan April 2010 sebesar 190:24’/bulan sampai bulan Desember 2010 sebesar 676:29’/bulan.

9. Stasiun kerja 9 (Perakitan akhir) selalu meningkat terus menerus dari bulan April 2010 sebesar 48:57’/bulan sampai bulan Desember 2010 sebesar 173:57’/bulan.

Dan dari hasil perhitungan juga dapat diketahui waktu produksi tersedia yang dimulai dari proses pemotongan, sanding, pengemalan, pengeboran,


(3)

penyambungan, molding, pengecatan, touch up dan perakitan. Sehingga didapat perincian sebagai berikut :

1. Proses Pemotongan sebesar 360.36 jam/bulan atau 360:22’/bulan 2. proses Sanding sebesar 360.36 jam/bulan atau 360:22’/bulan 3. Proses Molding sebesar 720.72 jam/bulan atau 720:43’/bulan 4. Proses Pengemalan sebesar 360.36 jam/bulan atau 360:22’/bulan 5. Proses Pengeboran sebesar 720.72 jam/bulan atau 720:43’/bulan 6. Proses Perakitan awal sebesar 1081.08 jam/bulan atau 1081:5’/bulan 7. Proses Pengecatan sebesar 720.72 jam/bulan atau 720:43’/bulan 8. Proses Touch up sebesar 1441.44 jam/bulan atau 1441:26’/bulan 9. Proses Perakitan akhir sebesar 1081.08 jam/bulan atau 1081:5’/bulan

Dari perbandingan kebutuhan kapasitas dengan kapasitas waktu tersedia diketahui bahwa pada stasiun kerja proses pemotongan, molding, pengemalan, pengeboran, perakitan awal, pengecatan, touch up dan perakitan akhir sudah memenuhi kebutuhan kapasitas produksi di karenakan waktu yang tersedia lebih besar dari kebutuhan kapasitas.

Untuk stasiun kerja proses Sanding belum memenuhi kapasitas produksi sehingga perlu di adakan penambahan jam lembur pada bulan November sebesar 0:14’ atau 14 menit perbulan dan bulan Desember sebesar 2:2’ atau 2 jam 2 menit perbulan. Dengan adanya penambahan jam kerja tersebut diharapkan perusahaan bisa memenuhi permintaan konsumen.


(4)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Setelah dilakukan perhitungan dan analisa tentang perencanaan kapasitas produksi ( RCCP ) yang diperlukan untuk memenuhi permintaan konsumen maka dapat disimpulkan bahwa :

1. Kapasitas waktu produksi di tiap–tiap stasiun kerja di PT. Jason Karya Industri untuk stasiun kerja proses pemotongan sebesar 360.36 jam/bulan atau 360:22’/bulan, sanding sebesar 360.36 jam/bulan atau 360:22’/bulan, molding sebesar 720.72 jam/bulan atau 720:43’/bulan, pengemalan sebesar 360.36 jam/bulan atau 360:22’/bulan, pengeboran sebesar 720.72 jam/bulan atau 720:43’/bulan, perakitan awal sebesar 1081.08 jam/bulan atau 1081:5’/bulan, pengecatan sebesar 720.72 jam/bulan atau 720:43’/bulan, touch up sebesar 1441.44 jam/bulan atau 1441:26’/bulan dan perakitan akhir sebesar 1081.08 jam/bulan atau 1081:5’/bulan.

2. Dari sembilan stasiun kerja di PT. Jason Karya Industri terdapat satu stasiun kerja yang belum memenuhi kapasitas produksi sehingga perlu mengadakan penambahan jam kerja (lembur) pada setiap bulannya yaitu pada stasiun kerja proses sanding dengan penambahan jam lembur untuk bulan November sebesar 0:14’ atau 14 menit dan untuk bulan Desember sebesar 2:2’/bulan atau 2 jam 2 menit. Dengan adanya penambahan waktu lembur tersebut maka perusahaan diharapkan bisa memenuhi permintaan konsumen.


(5)

5.2. Saran

Untuk lebih menunjang keberhasilan perusahaan dalam melaksanakan rencana produksi yang optimal, maka saran-saran yang mungkin dapat berguna bagi perusahaan atau pemimpin perusahaan untuk masa yang mendatang adalah : 1. Berdasarkan analisa menggunakan metode Rought Cut Capacity Planning

(RCCP), maka perusahaan memerlukan adanya penambahan jam kerja (lembur) disalah satu stasiun kerja untuk memenuhi permintaan konsumen. 2. Untuk dapat memenuhi jumlah permintaan pasar pada masa mendatang,

sebaiknya perusahaan perlu mengadakan segmentasi pasar dan menambah cabang diwilayah lain yang dapat berpotensi menguntungkan perusahaan.

Dengan uraian yang singkat sederhana ini semoga dapat menyumbang sesuatu bagi ilmu pengetahuan di bidang industri khususnya pada PT. Jason Karya Industri.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Baroto, Teguh, 2004, “Perencanaan dan Pengendalian Produksi”, Cetakan

Kedua, Ghalia Indonesia, Jakarta.

Boedianto, Tri Septian, 2007, “Analisa Perencanaan Kapasitas Produksi dengan Metode RCCP untuk memenuhi permintaan konsumen di CV. Dian Konveksi Gresik“, Skripsi Teknik Industri, UPN “Veteran” Jawa Timur, Surabaya.

Handoko, T.Hani, 2004, “Dasar – Dasar Manajemen Produksi dan Operasi“, Edisi Pertama, BPFE, Yogyakarta.

Kusuma, Hendra, 2004. “Manajemen Produksi“, Andi, Yogyakarta.

Makridakis, Spyros, Whel Wright Steven C, Mc Gee Victor E, 2005, “Metode dan Aplikasi Peramalan “, Erlangga, Jakarta.

Nasution, Arman Hakim, 2006, “Perencanaan dan Pengendalian Produksi“, Guna Widya, Jakarta.

Novan, Muhammad, 2007, “Analisa Perencanaan Kapasitas Produksi Guna Memenuhi Permintaan Konsumen Sandal di PT. New Era Rubberindo“, Skripsi Teknik Industri, UPN “ Veteran “ Jawa timur, Surabaya.

Smith, B Spencer, 1989, “Computer – Based Production And Inventory Control“, Prentice Hall, Englewood Cliffs, Illions Institute of Tecnologi, America.

Sutalaksana, Ifikar Z; Anggawisastra Ruhana; Tjaatmadja Jhan H, 2005 “Teknik Tata Cara Kerja“, Departemen Teknik Industri, ITB, Bandung.

Safirin, MT, Ir,MT, 2003, “Diktat Kuliah Perencanaan dan Pengendalian Produk“ Teknik Industri, UPN “ Veteran “ Jawa Timur, Surabaya.

Wignojosoebroto, Stritomo, 2003, “Ergonomi, Studi Gerakan dan Waktu Edisi Pertama Cetakan ke-3“, Penerbit Guna Widya, Surabaya.


Dokumen yang terkait

PERENCANAAN KAPASITAS PRODUKSI UNTUK MEMENUHI PERMINTAAN KONSUMEN DENGAN MENGGUNAKAN METODE ROUGH CUT CAPACITY PLANNING (RCCP).

0 7 16

ANALISIS PERENCANAAN KAPASITAS WAKTU PRODUKSI DENGAN METODE ROUGH CUT CAPACITY PLANNING (RCCP) DI PT. TUNAS MELATI PERKASA SIDOARJO.

5 7 116

PERENCANAAN KAPASITAS WAKTU PRODUKSI DENGAN MENGGUNAKAN METODE ROUGH CUT CAPACITY PLANNING (RCCP) DI UPT INDUSTRI LOGAM DAN PEREKAYASAAN SIDOARJO.

4 7 141

PERENCANAAN KAPASITAS WAKTU PRODUKSI DENGAN MENGGUNAKAN METODE ROUGH CUT CAPACITY PLANNING (RCCP) PADA PRODUK “BALE COVER” DI PT.WIHARTA KARYA AGUNG GRESIK.

1 3 110

PERENCANAAN KAPASITAS PRODUKSI DENGAN METODE ROUGH CUT CAPACITY PLANNING (RCCP) DI PT. LOTUS INDAH TEXTILE INDUSTRIES SURABAYA.

90 251 118

PERENCANAAN KAPASITAS PRODUKSI DENGAN MENGGUNAKAN METODE ROUGH CUT CAPACITY PLANNING (RCCP) UNTUK MEMENUHI PERMINTAAN KONSUMEN PADA PT. JASON KARYA INDUSTRI SURABAYA

0 0 15

PERENCANAAN KAPASITAS PRODUKSI DENGAN METODE ROUGH CUT CAPACITY PLANNING (RCCP) DI PT. LOTUS INDAH TEXTILE INDUSTRIES SURABAYA

1 3 19

PERENCANAAN KAPASITAS WAKTU PRODUKSI DENGAN MENGGUNAKAN METODE ROUGH CUT CAPACITY PLANNING (RCCP) PADA PRODUK “BALE COVER” DI PT.WIHARTA KARYA AGUNG GRESIK SKRIPSI

0 1 15

ANALISIS PERENCANAAN KAPASITAS WAKTU PRODUKSI DENGAN METODE ROUGH CUT CAPACITY PLANNING (RCCP) DI PT. TUNAS MELATI PERKASA SIDOARJO

0 1 18

PERENCANAAN KAPASITAS WAKTU PRODUKSI DENGAN MENGGUNAKAN METODE ROUGH CUT CAPACITY PLANNING (RCCP) DI UPT INDUSTRI LOGAM DAN PEREKAYASAAN SIDOARJO

0 1 19