Website Dokumen Perencanaan Pembangunan Daerah Pemerintah Kabupaten Kutai Barat Bab 2 RPJPD Kubar

(1)

BAB II

GAMBARAN UMUM KABUPATEN KUTAI BARAT

Undang-Undang No. 22 dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 yang kemudian direvisi menjadi UU No. 32 Tahun 2004 dan UU No. 33 tahun 2004, yang seiring dengan pembentukan wilayah Kabupaten Kutai Barat sebagai kabupaten pemekaran, telah memberi kewenangan yang luas, nyata dan bertanggung jawab bagi Kabupaten Kutai Barat sehingga membuka peluang untuk mengatur dan melaksanakan kewenangannya atas prakarsa sendiri sesuai kebutuhan masyarakat dan potensi daerah. Kabupaten Kutai Barat merupakan salah satu Kabupetan di Propinsi Kalimantan Timur yang kaya akan potensi sumber daya alam (SDA). Potensi SDA tersebut merupakan salah satu modal dasar untuk melaksanakan roda pemerintahan bagi kesejahteraan masyarakat. Berdasar potensi yang ada, selama kurun waktu 5 tahun ini, berbagai kegiatan pembangunan yang telah dilaksanakan secara umum telah menunjukkan kemajuan di berbagai bidang kehidupan. Namun banyak juga permasalahan dan kendala yang dihadapi, terutama berkaitan dengan masalah keterisolasian akibat tipologi wilayah yang bergelombang. Berikut bahasan tentang gambaran umum kondisi dasar saat ini, yang dapat digunakan sebagai analisis dalam menentukan strategi pembangun daerah, arah kebijakan keuangan daerah, maupun kebijakan umum dan program daerah Kabupaten Kutai Barat pada 5 tahun ke depan, yang terbagi ke dalam beberapa kondisi umum meliputi:

1. Kondisi Geograf 2. Perekonomian Daerah 3. Sosial Budaya Daerah

4. Prasarana dan Sarana Daerah 5. Pemerintahan Umum

Dalam bahasan gambaran umum kondisi daerah masing-masing bidang tersebut, di samping berbagai kondisi dasar yang dihadapi saat ini,


(2)

juga dibahas berbagai kebijakan pengembangan dan indikator pembangunan berbagai bidang yang bersangkutan.


(3)

2.1. GEOGRAFIS

2.1.1.KONDISI GEOGRAFIS A. Letak dan Luas Wilayah

Kabupaten Kutai Barat merupakan kabupaten pemekaran dari wilayah Kabupaten Kutai yang ditetapkan berdasarkan Undang-undang Nomor 47 Tahun 1999 tertanggal 04 Oktober 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Nunukan, Kabupaten Malinau, Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Kutai Timur dan Kota Bontang. Secara simbolis kabupaten ini telah diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri R.I. pada tanggal 12 Oktober 1999 di Jakarta dan secara operasional diresmikan oleh Gubernur Kalimantan Timur pada tanggal 05 Nopember 1999 di Sendawar.

Secara geograf, Kabupaten Kutai Barat terletak pada 113o 45' 05” -116o 31' 19” BT serta diantara 1o 31' 35” LU dan 1o 10' 16” LS. Adapun batas wilayah secara administratif adalah Kabupaten Malinau dan Negara Serawak (Malaysia Timur) di sebelah Utara, Kabupaten Kutai Kertanegara di sebelah Timur, Kabupaten Pasir di sebelah Selatan dan Propinsi Kalimantan Tengah serta Propinsi Kalimantan Barat di sebelah Barat. Dengan luas wilayah sebesar 31.628,70 km2 (kurang lebih 15% dari Propinsi Kalimantan Timur), Kabupaten Kutai Barat memiliki 21 kecamatan dan 223 Kampung.

Dari 21 kecamatan tersebut, tiga kecamatan yang paling luas berturut-turut adalah Kecamatan Long Apari (5.490,7 km2), Kecamatan Long Bagun (4.971,2 km2), serta Kecamatan Long Pahangai (3.420,4 km2). Kecamatan yang paling kecil adalah Kecamatan Sekolaq Darat (165,46 km2). Dari sisi jumlah kampung, Kecamatan Barong Tongkok adalah kecamatan dengan jumlah kampung terbanyak yaitu 21 kampung, sedangkan Kecamatan Laham merupakan Kecamatan dengan jumlah kampung paling sedikit yaitu 4 kampung. Meski Kecamatan Long Apari memiliki luas yang besarnya lebih dari sepuluh kali lipat dari Barong Tongkok, namun jumlah kampung yang dimiliki hanya setengah dari jumlah kampung di Kecamatan Barong Tongkok.

B. Topograf

Berdasarkan data topograf, Kabupaten Kutai Barat dengan luas wilayah mencapai 316.287.000,00 hektar, didominasi oleh lahan dengan


(4)

topograf sangat curam (50,16%) dan curam (6,11%) dan selebihnya dengan kondisi datar, dan bergelombang. Wilayah dengan topograf pegunungan mencapai 1.586.552,08 hektar atau lebih dari 50% dari luas seluruhnya tersebut, berada di bagian Barat Laut Kabupaten Kutai Barat. Sedangkan luas wilayah dengan topograf datar hanya sebesar 10,35% atau 327.400,84 hektar dan terletak di bagian Tenggara Kabupaten Kutai Barat, sebagaimana pada Gambar 2.1

Gambar 2.1. Luas Wilayah Kabupaten Kutai Barat Berdasarkan Topograf

Datar 10.35%

Curam 6.11% Sangat curam

50.16% Bergelombang

33.37%

Sumber : Bappeda Kutai Barat, 2003

Secara spesifk wilayah berbukit dan bergunung dijumpai di bagian hulu Sungai Mahakam, terutama di Kecamatan Long Bagun, Long Pahangai dan Long Apari. Terdapat 4 gunung di 4 kecamatan Kutai Barat dengan ketinggian 694 meter (Gunung Ketam, di Muara Pahu), 668 meter (Gunung Betring, di Kecamatan Barong Tongkok), 303 meter (Gunung Kedang Pahu, di Kecamatan Damai), serta 67 meter (Gunung Binting, di Kecamatan Melak). Selain pegunungan, Kutai Barat juga memiliki sungai-sungai besar sebanyak 6 sungai dengan panjang puluhan kilometer. Sungai yang terpendek adalah Sungai Alau sepanjang 32 km dan sungai terpanjang adalah Sungai Ninjah sepanjang 72 km.

Kutai Barat merupakan daerah di Kalimantan Timur, yang memiliki persentase jumlah desa terbanyak di daerah lembah atau daerah aliran sungai. Sebanyak 66,37% desa di Kutai Barat berlokasi di deaerah aliran sungai, kemudian 23,78% desa berlokasi di dataran, dan sisanya 8,97% desa berlokasi di lereng pegunungan atau bukit. Kondisi wilayah dengan topograf tersebut berpotensi menimbulkan bahaya alami berupa gerakan tanah baik dalam volume besar (longsor) atau pun volume kecil (tanah retak).


(5)

Besar-kecilnya volume gerakan tanah tersebut dipengaruhi surface runoff yang dipengaruhi oleh besar curah hujan, jenis tanah, serta besar kemiringan lereng. Berdasarkan peta bahaya lingkungan yang dikeluarkan oleh BAKOSURTANAL tahun 1999, sebagian besar Kabupaten Kutai Barat potensial terjadi bahaya tanah longsor karena mempunyai jenis tanah dengan tekstur berlempung, curah hujan yang tinggi, dan kemiringan lereng yang besar. Keberadaan bahaya alami berupa gerakan tanah tersebut dapat mengancam keberadaan sarana-prasarana yang dibangun di Kabupaten Kutai Barat. Oleh sebab itu, diperlukan rekayasa teknik dalam melakukan pembangunan sarana-prasarana di wilayah tersebut.

Kondisi morfologi yang khas dari Kabupaten Kutai Barat secara tidak langsung akan menghambat perkembangan kegiatan perkotaan. Hal tersebut disebabkan karena adanya faktor penghambat alami berupa kemiringan lereng yang menyebabkan luasan lahan untuk menampung kegiatan perkotaan menjadi berkurang. Selain itu, kondisi fsik wilayah yang merupakan daerah pegunungan juga akan menyebabkan kesulitan dalam mengakses daerah tersebut.

Untuk memecahkan keterisolasian wilayah yang disebabkan karena kondisi morfologi wilayah maka pemerintah Kabupaten Kutai Barat membagi Kabupaten Kutai Barat menjadi 3 wilayah pembangunan yaitu Wilayah Pembangunan Hulu Riam, Wilayah Pembangunan Dataran Tinggi, dan Wilayah Pembangunan Dataran Rendah.

C. Hidrologi dan Klimatologi

Unsur iklim yang utama adalah curah hujan, temperatur, kecepatan angin dan kelembapan udara. Iklim di Kabupaten Kutai Barat adalah iklim tropika humid yang ditandai dengan intensitas hujan yang tinggi dan nilai curah hujan yang besar. Daerah beriklim tropika humid tidak mempunyai batas yang jelas antara musim kemarau dan musim hujan. Temperatur berkisar antara 220-300. Temperatur minimum terjadi pada bulan Oktober-Januari sedangkan temperatur maksimum terjadi pada bulan Juli-Agustus.

Rata-rata frekuensi hujan per bulan pad atahun 2007 menunjukkan peningkatan di banding 5 tahun sebelumnya. Dilihat dari data yang ada,


(6)

curah hujan terendah terjadi selama bulan Juni-Oktober, sedangkan November hingga Mei menunjukkan peningkatan curah hujan.

Data yang ada menunjukkan bahwa jumlah hari hujan sepanjang 2002-2007 memiliki pola naik-turun setiap tahun. Dari sisi tahun, jumlah hari hujan pada tahun 2007 mengalami peningkatan yang cukup tajam dibandingkan tahun 2006. Tahun 2007 rata-rata jumlah hari hujan per bulan mencapai 13,38. Ini berarti pada tiap bulan, hampir setengah bulan terjadi hujan. Dari tinjauan bulan, jumlah hari hujan tertinggi terjadi pada bulan November, sedangkan yang terendah terjadi pada bulan September.

Tabel. 2.1. Rata-rata Jumlah Hari Hujan per Bulan selama 2002-2007 di Kabupaten Kutai Barat

Tahun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul AgusBulan Rata-rata

t Sep Okt Nop Des

2002 12 14 13 12 9 6 - 2 7 12 15 16 9,83

2003 12 11 17 13 12 8 3 3 4 10 31 - 10,33

2004 7 9 8 11 7 8 9 6 6 6,3 7 12 8,01

2005 15 9,3 12 8 13 6 9,5 10 3 17 20,3 19 11,85

2006 7,3 6,7 0 17 7 14 1,5 2 6 2 1,67 7 6,01

2007 17 15 16 17 13 12 11 11,3 5,7 10 16 17 13,38

Rata-rata 12 11 11 13 10 9 5,7 5,72 5,3 9,6 15,2 12 Sumber: Diolah dari Kutai Barat Dalam Angka 2008

Distribusi curah hujan menunjukkan dua pola yang dominan, yaitu pola A (pola curah hujan tunggal, musim hujan dan kemarau terjadi satu kali dalam satu periode) dan pola C (dua puncak hujan terjadi dalam setahun). Dengan rata-rata sepanjang tahun nilai curah hujan diatas 100 mm/bulan, Kabupaten Kutai Barat rawan terhadap terjadinya bahaya banjir. Apalagi ditambah dengan kondisi hutan yang semakin buruk dimana banyak terjadi penebangan liar, maka kemungkinan terjadinya banjir tersebut semakin besar. Sebagai contoh, pada bulan April 2005, terjadi banjir besar yang diakibatkan oleh meluapnya Sungai Mahakam. Akibat banjir tersebut terdapat sekitar 3.500 rumah di Kabupaten Kutai Barat yang terendam air.

Temperatur rata-rata bulanan berkisar antara 25o-27,1o dengan nilai rata-rata pertahun 26,5o. Suhu tertinggi terjadi pada bulan Agustus–


(7)

September. Kelembaban relatif berkisar antara 83%–87%, dengan kelembaban rata-rata tertinggi pada bulan Mei–Juni dan kelembaban terrendah pada bulan Maret.

D. Penggunaan Lahan

Luas penggunaan lahan di kabupaten Kutai Barat terdiri dari Kawasan Lindung seluas 775.384 Ha atau 23,98% dari luas wilayah kabupaten tersebut dan sisanya merupakan Kawasan Budidaya yang mencapai luas 2.474.024 Ha atau 76,01%. Berdasarkan data penggunaan lahan, luas kawasan lindung di Kabupaten Kutai Barat terdiri dari hutan lindung (744.038 Ha atau mencapai 22,86%), hutan suaka alam dan wisata seluas 5.500 Ha atau 0,17% dan rawa-rawa seluas 31.291 Ha atau 0,96%.

Berdasarkan RUTRW Kabupaten Kutai Barat tahun 2005-2020, kawasan lindung yang berupa hutan terletak di beberapa kecamatan yaitu Kecamatan Long Pahangai (103.110 Ha), Kecamatan Long Apari (4.051 Ha), Kecamatan Damai (20.574 Ha), Kecamatan Long Iram (68.217 Ha), Kecamatan Long Hubung (58.376 Ha), Kecamatan Long Bagun (68.921 Ha), dan Kecamatan Muara Pahu (6.322 Ha). Kawasan lindung yang berupa kawasan cagar alam (Cagar Alam Kersik Luway) terletak di Kecamatan Barong Tongkok (1.698 Ha), Kecamatan Damai (455 Ha) dan Kecamatan Melak (3.347 Ha).

Kawasan budidaya di Kabupaten Kutai Barat meliputi hutan produksi tetap, hutan yang dapat dikonversi, sawah irigasi, sawah tadah hujan, ladang, dan perkebunan. Menurut Profl Penataan Ruang Provinsi Kalimantan Timur, Kabupaten Kutai Barat mempunyai luas kawasan hutan produksi paling besar dibandingkan dengan kabupaten-kabupaten lainnya. Berdasarkan data penggunaan lahan, luas hutan produksi di kabupaten tersebut adalah seluas 932.266 Ha atau 29% dari luas wilayah Kabupaten Kutai Barat. Sedangkan luas hutan yang dapat dikonversi ke pemanfaatan lain adalah 45,50% dari luas wilayah Kabupaten Kutai Barat atau seluas 1.481.066 Ha. Kawasan hutan produksi tetap, menurut rencana tata ruang,


(8)

terletak di Kecamatan Long Hubung, Damai, Muara Pahu, Barong Tongkok, Bentian, Melak, Jempang, Penyinggahan dan Bongan.

Luas kawasan budidaya berupa kawasan pertanian seperti sawah irigasi, sawah tadah hujan, ladang, perkebunan, hanya seluas 1,73% dari luas wilayah Kabupaten Kutai Barat atau 56.450 Ha. Kawasan pertanian tersebut terletak di Kecamatan Long Bagun, Long Hubung, Long Iram, Muara Lawa, Muara Pahu, Jempang, Barong Tongkok, Bentian, Bongan, Long Pahangai, dan hampir seluruh kecamatan di Kutai Barat pada zona Dataran Tinggi dan wilayah Hulu Riam. Sedangkan luas kawasan permukiman adalah seluas 4.602 Ha atau sekitar 0,14% dan terletak di seluruh kecamatan.


(9)

Gambar 2.2. Luas Penggunaan Lahan di Kabupaten Kutai Barat, 2003

Sumber : Bappeda Kab. Kutai Barat, 2003

Saat ini salah satu masalah penggunaan lahan yang paling penting adalah masalah berkurangnya luasan hutan akibat konversi hutan menjadi perkebunan atau untuk area pembangunan sarana-prasarana seperti jalan raya.

2.1.2.Permasalahan

a) Kabupaten Kutai Barat rawan terhadap terjadinya kebakaran hutan di musim kemarau, karena dominasi jenis tanah yang bergambut yang mempunyai sifat mudah terbakar.

b) Sebagian besar wilayah Kabupaten Kutai Barat tidak bisa menampung kegiatan perkotaan, akibat kemiringan lereng yang menyebabkan ketidakcukupan luasan lahan untuk menampung kegiatan perkotaan.

c) Keterisolasian wilayah yang disebabkan oleh kondisi morfologi wilayah yang dominan pegunungan dengan liputan lahan berupa


(10)

hutan yang masih perawan yang menyebabkan kesulitan dalam mengakses daerah tersebut.

d) Masih rendahnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat dalam menjaga kelestarian alam, yang ditunjukkan dengan masih maraknya kegiatan penebangan liar, pembuangan limbah proses maupun limbah rumah tangga.

e) Kurangnya koordinasi dan kerjasama dalam menangani masalah-masalah perusakan alam yang lintas sektoral dan lintas wilayah. Hal tersebut ditunjukkan dengan belum adanya program atau kegiatan kerjasama dengan kabupaten atau provinsi lain dalam lingkup sub DAS Mahakam.

f) Keterbatasan tenaga, anggaran, sarana, dan prasarana yang dimiliki oleh Dinas Lingkungan Hidup dan Pertambangan sebagai pihak yang bertanggungjawab, tidak sebanding dengan luas wilayah dan masalah-masalah lingkungan hidup yang dihadapi.

2.1.3.

Capaian Keberhasilan

a). Keterisolasian wilayah mulai dapat diakses melalui pembagian 3 wilayah pembangunan;

b). Terbentuknya kelompok-kelompok kerja di beberapa sub DAS yang bertugas melakukan pembinaan bagi penduduk yang tinggal di sekitar sub DAS.Terbentuknya forum koordinasi seluruh kabupaten yang masuk dalam lingkup DAS Mahakam.

c). Pengendalian dan pemulihan lingkungan hidup serta kegiatan pengawasan dan pemantauan lingkungan hidup mulai tersosialisasi dan teralisir dengan baik;

d). Berjalannya sistem pengelolaan hutan tradisional berbasis masyarakat, khususnya di daerah Kedang Pahu;

e). Pelestarian hutan secara berangsur mulai disosialisasikan dengan baik dan didukung oleh masyarakat.


(11)

Dalam lingkup geomorfologi dan lingkungan hidup, diprediksikan untuk 20 tahun ke depan, pembangunan Kabupaten Kutai Barat akan mengalami kemajuan yang sangat pesat, yang ditandai oleh beberapa indikator antara lain oleh:

a). Meningkatnya keterpaduan sistem koordinasi di 3 wilayah pembangunan yang telah dibentuk yaitu Wilayah Pembangunan Ulu Riam, Wilayah Pembangunan Dataran Tinggi, dan Wilayah Pembangunan Dataran Rendah.

b). Meningkatnya upaya pemanfaatan kondisi geomorfologi dalam perekonomian, seperti kegiatan kepariwisataan dan pengembangan pertanian dataran tinggi.

c). Meningkatnya kapasitas pengelolaan SDA dan lingkungan hidup, melalui upaya mewujudkan sistem informasi SDA dan lingkungan hidup.

d). Meningkatnya kebutuhan lahan sebagai tempat untuk menampung kegiatan pembangunan melalui pembukaan hutan dalam skala luas yang mengakibatkan terjadinya pengurangan luasan kawasan lindung.

e). Meningkatnya peran sistem pemantauan dan pengendalian terhadap pencemaran air, tanah dan udara seiring dengan pesatnya pembangunan.

f). Meningkatnya luas wilayah pemukiman, sebagai akibat dari peningkatan ketersediaan sarana dan prasarana publik.

g). Meningkatnya peran masyarakat sebagai pengelola lingkungan hidup sebagai akibat dari meningkatnya pendidikan baik formal maupun informal.

2.2. PEREKONOMIAN DAERAH 2.2.1.KONDISI UMUM

A. Struktur Perkonomian

Struktur perekonomian Kutai Barat pada tahun 2007 bila dilihat dari PDRB harga Konstan 2000 didominasi oleh Sektor Pertambangan dan Penggalian. Sebesar 47,93% PDRB Kutai Barat berasal dari sektor ini, disusul


(12)

kemudian Sektor Pertanian sebebsar 19,79% dan Sektor Bangunan sebesar 14,01%. Atas dasar hal tersebut, hingga 2007 perekonomian Kutai Barat masih didominasi oleh sektor primer, yang terdiri dari Sektor Pertanian serta Sektor Pertambangan dan Penggalian. Dominasi sektor primer bahkan tidak menunjukkan perubahan yang signifkan sejak tahun 2000.

Dengan demikian, sejak 2000 hingga 2007 struktur perekonomian Kutai Barat secara umum belum menunjukkan transformasi perubahan yang berarti dalam arti bahwa sektor primer khususnya Sektor Pertambangan dan Penggalian masih memegang peran yang sangat penting. Sepanjang 2000-2007, hampir 50% perekonomiian Kutai Barat tergantung pada sektor ini. Hal ini berbeda dengan Sektor Pertanian yang secara bertahap menunjukkan peran yang menurun sejak 2000 hingga 2007. Data di atas menunjukkan bahwa peran sektor selama 7 tahun terakhir menunjukkan peran yang semakin menurun.

Tabel 2.2. Proporsi PDRB Kutai Barat Atas Dasar harga Konstan 2000 (Persen)

Lapangan Usaha 2000 2003 2004 2005 2006 2007

1. Pertanian 29,27 24,61 22,13 21,00 20,57 19,79

2. Pertambangan dan Penggalian 43,10 47,06 48,02 49,58 48,88 47,93 3. Industri Pengolahan 2,37 2,10 2,23 2,14 2,19 2,31 4. Listrik, Gas, dan Air Minum 0,18 0,17 0,29 0,27 0,25 0,24

5. Bangunan 10,52 11,52 11,80 12,17 13,02 14,01

6. Perdagangan, Hotel, dan

Restoran 7,14 7,40 7,84 7,50 7,59 7,88

7. Pengangkutan dan Komunikasi 1,59 1,45 1,47 1,42 1,48 1,51 8. Keuangan, Persewaan, dan

Jasa Perusahaan 2,14 2,23 2,47 2,36 2,33 2,41

9. Jasa-jasa 3,69 3,46 3,76 3,56 3,69 3,93

PDRB 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 Sumber: Diolah dari Kutai Barat Dalam Angka 2008 dan Statistik PDRB Kutai Barat 2008

Turunnya Sektor Pertanian diikuti oleh peningkatan peran beberapa sektor terutama Sektor Bangunan; Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran; dan Sektor Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan. Kondisi ini menunjukkan mulai berkembangnya perekonomian Kutai Barat di bidang perdagangan dan keuangan, meski hal ini terbatas mendukung Sektor Pertambangan dan Penggalian.


(13)

Tabel 2.3. Struktur Ekonomi Kutai Barat Berdasarkan Sektor

Primer, Sekunder, dan Tersier 2003-2007 Atas Dasar Harga Konstan 2000 (Juta Rp.)

Sektor 2003 2004 2005 2006 2007

1. Pri

mer 1.492.684,10 1.540.226,92 1.677.073,46 1.751.476,99 1.817.843,37 2. Sek

under 287.163,68 314.471,57 346.456,73 389.806,81 444.452,06 3. Ters

ier 302.736,12 341.096,52 352.563,56 380.515,38 422.236,68 Total 2.082.583,90 2.195.795,01 2.376.093,75 2.521.799,18 2.684.532,11 Sumber: Diolah dari Kutai Barat Dalam Angka 2008 dan Statistik PDRB Kutai Barat 2008

Bila sektor PDRB diklasifkasikan ke dalam 3 sektor yaitu primer, sekunder, dan tersier, terlihat bahwa peran sektor primer memang menurun dan diikuti oleh kenaikan sektor sekunder dan tersier. Meski demikian, transformasi ekonomi atau perubahan struktur perekonomian selama 7 tahun terakhir masih belum terjadi akibat besarnya peran sektor primer karena memang faktor sumberdaya alam. Bila dilihat dari rata-rata pertumbuhan tiap tahun yang diukur secara geometrik, sektor primer rata-rata setiap tahun tumbuh sebesar 7,53%, untuk sektor sekunder tumbuh 12,29% dan sektor tersier tumbuh 9,76%.

Kontribusi masing-masing sektor primer, sekunder, dan tersier terhadap PDRB Kutai Barat memperkuat analisis yang ada, bahwa kontribusi sektor primer meski masih sangat besar namun menunjukkan penurunan setiap tahun meski relatif kecil. Hal ini terlihat dari data kontribusi setiap sektor sepanjang 2000-2007. Penurunan kontribusi sektor ini diikuti dengan kenaikan kontribusi sektor sekunder dan tersier yang meningkat setiap tahun. Sepanjang 2006-2007, kontribusi sektor sekunder mulai lebih tinggi dibandingkan sektor tersier.

Tabel 2.4. Proporsi Sektor Primer, Sekunder, dan Tersier 2000-2007 (Persen)

Sektor 2000 2003 2004 2005 2006 2007

1. Primer 72.37 71.67 70.14 70.58 69.45 67.72

2. Sekunder 13.07 13.79 14.32 14.58 15.46 16.56


(14)

Total 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 Sumber: Diolah dari Kutai Barat Dalam Angka 2008 dan Statistik PDRB Kutai Barat 2008

Penurunan kontribusi sektor primer hampir terjadi setiap tahun, kecuali pada tahun 2004-2005 terjadi kenaikan yang kecil yaitu 0,44%. Penurunan kontribusi sektor primer terbesar terjadi pada tahun 2006 2007, yaitu sebesar 1,74%. Bila dihitung dengan pendekatan rata-rata hitung, sepanjang tahun 2000-2007 rata-rata terjadi penurunan 0,66% setiap tahun. Kondisi sebaliknya terjadi pada sektor sekunder, yang menunjukkan kenaikan setiap tahun. Kenaikan kontribusi terbesar terjadi pada tahun 2007 yaitu sebesar 1,1% dengan rata-rata kenaikan setiap tahun sebesar 0,49%. Demikian pula dengan sektor tersier yang kontribusinya berfluktuatif namun menunjukkan gejala kenaikan setiap tahun meski masih sangat kecil.

B. Perkembangan PDRB dan Laju Pertumbuhan Ekonomi

PDRB Kutai Barat dari tahun ke tahun menunjukkan perkembangan yang pesat. Hal ini terlihat dari kenaikan nilai PDRB setiap tahun sepanjang 2000-2007 atas dasar harga konstan tahun 2000, yang pada tahun 2000 sekitar 1,5 trilyun menjadi hampir 2 kali lipatnya pada tahun 2007, atau menjadi sekitar 2,7 trilyun.

Bila dihitung dengan menggunakan metode rata-rata ukur atau geometri, rata-rata pertumbuhan PDRB setiap tahun dari 2000 hingga 2007 adalah sebesar 8,56%. Angka pertumbuhan ini tergolong cukup tinggi bila dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi di Kalimantan Timur maupun nasional. Hampir semua sektor atau lapangan usaha mengalami rata-rata pertumbuhan di atas 8,56% kecuali Sektor Pertanian (2,66%), Sektor Industri Pengolahan (8,16%), serta Sektor Pengangkutan dan Komunikasi (7,75%). Sektor pertanian sekaligus merupakan sektor dengan pertumbuhan terendah, sedangkan sektor yang memiliki rata-rata pertumbuhan per tahun tertinggi adalah Sektor Bangunan (13,1%). Sektor lain yang juga memiliki pertumbuhan di atas 10% adalah Sektor Pertambangan dan Penggalian (10,21%), Sektor Listrik Gas dan Air Minum (12,49%), Sektor Perdagangan


(15)

Hotel dan Restoran (10,09%), dan Sektor Keuangan Persewaan dan Jasa Perusahaan (10,39%).

Tabel 2.5. Perkembangan PDRB Kutai Barat 2003-2007 (Juta Rp)

Berdasarkan Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000

Lapangan Usaha 2003 2004 2005 2006 2007 1. Pertanian 512.554,88 485.855,65 499.094,52 518.836,13 531.279,04 2. Pertambangan

dan Penggalian 980.129,22 1.054.371,27 1.177.978,94 1.232.640,86 1.286.564,33 3. Industri

Pengolahan 43.739,66 48.990,79 50.889,96 55.243,39 61.970,88 4. Listrik, Gas, dan

Air Minum 3.495,24 6.271,78 6.482,86 6.323,25 6.362,98 5. Bangunan 239.928,78 259.209,00 289.083,91 328.240,17 376.118,20 6. Perdagangan,

Hotel, dan Restoran 154.080,12 172.186,03 178.226,49 191.391,40 211.569,70 7. Pengangkutan

dan Komunikasi 30.240,16 32.178,38 33.656,53 37.399,29 40.479,44 8. Keuangan,

Persewaan, dan Jasa

Perusahaan 46.413,05 54.226,88 55.980,18 58.652,87 64.583,73 9. Jasa-jasa 72.002,79 82.505,23 84.700,36 93.071,82 105.603,81 PDRB 2.082.583,9 2.195.795,0 2.376.093,7 2.521.799,2 2.684.532,1 Sumber: Statistik PDRB Kutai Barat 2008

Bila dihitung berdasarkan data 5 tahun terakhir 2003-2007, pertumbuhan tiap sektor atau lapangan usaha PDRB Kutai Barat berdasarkan harga konstan tahun 2000 menunjukkan bahwa Sektor Bangunan merupakan satu-satunya sektor yang selalu mengalami peningkatan pertumbuhan tiap tahun.

Pertumbuhan Sektor Pertanian pada tahun 2004 menunjukkan penurunan sebesar 5,21%. Penurunan ini disebabkan karena pada Sektor Pertanian produksi padi masih diarahkan pada produksi padi ladang. Situasi ini membawa permasalahan tersendiri, yaitu: pertama, produktivitas rata-rata tahun 2003 dan 2004 padi ladang yaitu 2,40 ton/hektar, relatif lebih rendah dari produktivitas padi sawah yang sebesar 3,04 ton/hektar. Kondisi ini menggambarkan inefsiensi dalam pemanfaatan lahan untuk penanaman dengan menggunakan sistem padi ladang; kedua, sistem ladang berpindah yang dijalankan oleh mayoritas petani tradisional tersebut sangat tergantung pada ketersediaan hutan ladang yang subur.


(16)

Tabel 2.6. Pertumbuhan Sektoral PDRB 2004-2007 Tiap Tahun

Atas Dasar Harga Konstan 2000 (Persen)

Lapangan Usaha 2004 2005 2006 2007 PertumbuhaRata-rata n

1. Pertanian -5,21 2,72 3,96 2,40 0,90

2. Pertambangan dan

Penggalian 7,57 11,72 4,64 4,37 7,04

3. Industri Pengolahan 12,01 3,88 8,55 12,18 9,10 4. Listrik, Gas, dan Air

Minum 79,44 3,37 -2,46 0,63 16,16

5. Bangunan 8,04 11,53 13,54 14,59 11,89

6. Perdagangan, Hotel, dan

Restoran 11,75 3,51 7,39 10,54 8,25

7. Pengangkutan dan

Komunikasi 6,41 4,59 11,12 8,24 7,56

8. Keuangan, Persewaan,

dan Jasa Perusahaan 16,84 3,23 4,77 10,11 8,61

9. Jasa-jasa 14,59 2,66 9,88 13,46 10,05

PDRB 5,44 8,21 6,13 6,45 6,55

Sumber: Diolah dari Statistik PDRB Kutai Barat 2008

Data di atas juga menunjukkan bahwa pada tahun 2005 hampir semua sektor mengalami penurunan pertumbuhan dengan sektor yang paling parah adalah Sektor Listrik, Gas, dan Air Minum. Namun, pertumbuhan ekonomi pada tahun 2005 menunjukkan peningkatan yang cukup signifkan yaitu sebesar 8,21%, Kondisi ini disebabkan oleh peningkatan pertumbuhan yang cukup besar pada sektor-sektor yang memiliki kontribusi sangat besar terhadap PDRB, yaitu Sektor Pertambangan dan Penggalian, Sektor Pertanian, serta Sektor Bangunan. Penurunan pertumbuhan Sektor Listrik, Gas, dan Air Minum tidak terlalu berdampak pada pertumbuhan ekonomi karena kontribusi sektor ini terhadap PDRB relatif kecil.

Sumber-sumber yang berperan dari tiap-tiap sub sektor terhadap laju pertumbuhan ekonomi secara sektoral di Kabupaten Kutai Barat sangat bervariasi, yang secara terinci dijelaskan dalam sub bab berikut:

a. Sektor Pertanian dan Kehutanan

Sektor pertanian dan kehutanan berada di urutan kedua terbesar sebagai kontributor bagi PDRB (Pendapatan Domestik Regional Bruto) Kabupaten Kutai Barat selama 7 (tujuh) tahun berturut-turut (2000–2007)


(17)

dengan kontribusi rata-rata 22,9% setiap tahun. Pemasok terbesar berasal dari sub sektor kehutanan dan sub sektor perkebunan, khususnya karet serta sub sektor tanaman bahan makanan.

Di lingkup sektor pertanian, sub sektor ini masih bertumpu pada komoditi tradisional masyarakat, seperti padi ladang dan ubi kayu. Walaupun produksi padi sawah diupayakan oleh para petani, namun dari luas pemakaian lahan masih jauh di bawah pemakaian lahan untuk produksi padi ladang. Dari sisi produksi, pada tahun 2007 produksi padi ladang sebesar 36.439 ton. Jumlah ini menunjukkan peningkatan sebesar 39,42% % dibanding produksi tahun 2004 yang besarnya 26.136,8 ton. Untuk produksi pada sawah pada tahun 2007 sebesar 4.329 ton, kemudian ubi kayu dan ubi jalar berturut-turut sebesar 12.287 ton dan 1.826 ton. Khusus untuk produksi padi, total produksi padi ladang dan padi sawah dengan menggunakan data di atas adalah sebesar 40.768 ton. gabah kering giling. Dengan asumsi 10 persen dari produksi gabah dijadikan bibit untuk penanaman berikutnya serta konversi gabah menjadi beras adalah 2:1, maka total beras yang dihasilkan sebesar 18.345,6 ton untuk tahun tersebut.

Tabel 2.7. Luas Panen dan Produksi Tanaman Pangan Kabupaten Kutai Barat Tahun 2007

Jenis Tanaman Luas Panen(HA) Produksi (Ton) Hasil per Hektar(Kw)

Padi Sawah 1,322 4,329 32.86

Padi Ladang 13,972 36,439 26.08

Jagung 296 623 21.06

Ubi Kayu 879 12,287 140

Ubi Jalar 202 1,826 90

Kacang Tanah 145 157 10.84

Kedelai 37 42 11.46

Kacang Hijau 39 90 11.13

Sumber : Kutai Barat Dalam Angka 2008

Di sisi konsumsi, apabila mengacu pada rata-rata konsumsi beras penduduk Indonesia (130 kg/kapita/tahun), maka dengan jumlah penduduk Kabupaten Kutai Barat sebanyak 167.706 jiwa pada tahun 2007, dibutuhkan 21.801,78 ton beras. Jumlah konsumsi tersebut lebih besar dari jumlah


(18)

produksi petani Kutai Barat sehingga kekurangannya didatangkan dari daerah lain dan juga diganti dengan konsumsi ubi kayu dan ubi jalar.

Sementara itu, sub sektor kehutanan merupakan salah satu tulang punggung pendapatan bagi Kabupaten Kutai Barat. Wilayah hutan Kutai Barat pada tahun 2007 adalah seluas 3.064.559 hektar yang diklasifkasikan dalam empat kawasan, yaitu kawasan budidaya non kehutanan (KBNK) seluas 832.853 hektar, kawasan hutan produksi seluas 1.481.066 hektar, kawasan hutan lindung seluas 745.140 hektar, dan kawasan cagar alam seluas 5.500 hektar. Pengelolaan sumberdaya hutan umumnya dilakukan dengan sistem Hak Pengusahaan Hutan (HPH) yang telah dijalankan sejak kabupaten ini masih tergabung di kabupaten induk. Produksi utama dari hutan Kabupaten Kutai Barat adalah kayu dan karet. Sejalan dengan semakin ketatnya peraturan pengelolaan hasil hutan dan tuntutan internasional akan pentingnya hutan sebagai paru-paru dunia. Produksi kayu menunjukkan kondisi yang cenderung menurun.

Produksi rotan serta kegiatan produksi berbasis rotan di Kabupaten Kutai Barat tersebar di beberapa kecamatan, yaitu Melak, Damai, Muara Lawa, Bentian, Bongan, Muara Pahu, Barong Tongkok, dan Long Iram. Kabupaten Kutai Barat memiliki lebih dari tiga puluh jenis rotan alam dan rotan tanaman yang didominasi oleh rotan berdiameter sedang, seperti jenis sega dan jahab.

Tabel 2.8

. Produksi Kayu Kabupaten Kutai Barat Tahun 2000-2004

Tahun Luas Areal (HA) Produksi

Target Realisasi

2003 45620.44 1711188 763973.2

2004 22367.17 1009024 736137.3

2005 20577,79* n.a. 519509.2

2006 18931,57* n.a. 572783.7

2007 17405.54 548050 309568.8

*angka taksiran dengan rata-rata geometrik

Sumber : Diolah dari Kutai Barat Dalam Angka 2008

Sub sektor perkebunan di Kabupaten Kutai Barat mendapat sumbangan terbesar dari perkebunan karet. Luas perkebunan karet rakyat


(19)

tahun 2004 mencapai 26.811,50 hektar dan pada tahun 2007 meningkat menjadi 33.427,2 hektar. Lahan perkebunan karet tersebut sebagian besar (78%) berada di enam kecamatan, yaitu Kecamatan Barong Tongkok (7.728 ha), Kecamatan Sekolak Darat (4.721 ha), Kecamatan Melak (1.330,5 ha), Kecamatan Bongan (1.205 ha), Kecamatan Manor Bulatn (5.323 ha) dan Kecamatan Linggang Bigung (2.883 ha). Namun dari sisi produktivitas, Kecamatan Long Pahangai menempati ururtan tertinggi dengan tingkat produktivitas 11.026,67 kg/ha, jauh di atas semua kecamatan yang lainnya.

Komoditi unggulan lain dari sub sektor perkebunan adalah tanaman kelapa sawit, kopi, dan kemiri yang memiliki luas area pada tahun 2007 berturut-turut 5.371 hektar, 1287,35 hektar, dan 1.734 hektar.

Tabel 2.9. Produksi Tanaman Perkebunan Tahun 2007

Jenis Tanaman Luas (HA) Produksi (Ton)

Kelapa 1.333,00 41,39

Kelapa Sawit 5.371,00 6.124,00

Karet 33.427,2 29.560,89

Kopi 1.287,35 67,85

Lada 86,53 0,96

Jahe 17,25 11,99

Kapuk 127,3 6,45

Kemiri 1.734,3 137,96

Aren 480,65 152,62

Kakao 440,9 8,69

Panili 1,75

-Pinang 7,35 0,15

Jumlah 44.314,58 36.112,95

Sumber: Kutai Barat Dalam Angka 2008

Komoditas sub sektor peternakan Kabupaten Kutai Barat terdiri sapi, kerbau, babi, kambing serta unggas, seperti ayam buras, ayam potong, ayam petelur, dan itik. Namun demikian ternak di atas masih banyak untuk dikonsumsi sendiri ataupun dijual hanya saat-saat tertentu bila butuh dana. Produksi untuk komersil relatif masih kecil porsinya di sub sektor ini. Untuk memenuhi kebutuhan daging untuk masyarakat maka ternak di atas didatangkan dari luar daerah.

Tabel 2.10. Produksi Peternakan Unggas 2003-2007


(20)

Tahu n Produk ti-vitas (kg/eko r) Produk ti-vitas (kg/eko r) Produk ti-vitas (kg/eko r) Jumla h (ekor) Produk si (Kg) Jumla h (ekor) Produk si (Kg) Jumla h (ekor ) Produk si (Kg)

2003 102.494 15.467 0,15 58.717 200.127 3,41 4.594 4.214 0,92

2004 113.150 25.199 0,22 68.000 208.423 3,07 5.890 4.509 0,77

2005 139.937 37.418 0,27 83.850 210.068 2,51 6.529 4.663 0,71

2006 157.500 53.682 0,34 115.900 243.288 2,10 7.800 4.998 0,64 2007 196.100 54.717 0,28 136.300 287.542 2,11 4.594 4.214 0,92

Sumber: Dioalah dari Kutai Barat Dalam Angka 2008

Populasi ayam buras selama 2003-2007 mengalami peningkatan yang cukup besar, yaitu rata-rata 17,61% per tahun. Peningkatan populasi ini diikuti dengan peningkatan produksi yang jauh lebih besar, yaitu rata-rata setiap tahun naik sebesar 37,14%. Hal ini menunjukkan adanay peningkatan efsiensi. Kondisi yang sama juga terjadi pada ayam potong, dengan rata-rata peningkatan populasi sebesar 23,43% per tahun dengan jumlah produksi rata-rata meningkat sebesar 9,48% per tahun. Untuk itik, justru mengalami penurunan produksi rata-rata sebesar13,52% per tahun, padahal populasi itik mengalami peningkatan rata-rata sebesar 17,98% per tahun.

Untuk ternak, jenis babi merupakan jenis ternak dengan populasi terbanyak pada tahun 2007 yaitu sebanyak 29.607 ekor dengan jumlah produksi 198.031 kg dan tingkat produktivitas 4,39 kg/ekor. Kerbau yang secara fsik lebih besar dari babi memiliki angka produktivitas yang hampir sama dengan babi yaitu sebesar 4,45. Hal ini disebabkan karena kerbau masih dipergunakan untuk kegiatan pertanian.

Tabel 2.11. Populasi dan Produksi Daging Ternak Di Kabupaten Kutai Barat Tahun

2007

Jenis Ternak Jumlah (Ekor) Produksi (Kg) Produktivitas(kg/ekor)

Sapi 6.134 61.204 9,98

Kerbau 461 2.052 4,45

Kambing 3.402 4.707 1,38

Babi 29.607 130.068 4,39


(21)

Sumber : Diolah dari Kutai Barat Dalam Angka 2008

Sub sektor perikanan didominasi oleh perikanan air tawar yang memanfatkan tangkapan di sungai dan danau. Pemanfaatan perikanan air tawar hampir merata di seluruh wilayah Kabupaten Kutai Barat karena letak geografsnya di sepanjang Sungai Mahakam dan dikelilingi oleh anak sungainya. Hasil tangkapan di sungai mendominasi produksi sub sektor perikanan Kubapaten Kutai Barat dimana pada tahun 2007 memberi kontribusi sebesar 72,45 persen (dalam kuantitas) dan 65,68 persen (dalam rupiah).

Tabel 2.12. Produksi dan Nilai Hasil Budidaya Ikan Kabupaten Kutai Barat Tahun

2007

Area

Penangkapan Produksi(ton) Nilai (RibuanRp) Nilai Ikan per unit(ribuan/ton)

Kolam 64,5 1.212.000 18.791

Keramba 275,8 3.799.500 13.776

Perairan Umum 895,1 9.591.950 10.716

Sumber: Kutai Barat dalam Angka 2008

b. Sektor Pertambangan dan Penggalian

Sektor pertambangan dan penggalian merupakan penyumbang terbesar bagi PDRB Kabupaten Kutai Barat sejak kabupaten ini didirikan. Selama kurun waktu 2000-2007, porsi sektor pertambangan dan penggalian dalam PDRB rata-rata sebesar 47,43 persen. Dalam kurun waktu yang sama, sektor tersebut menunjukkan pertumbuhan yang positif, yaitu rata-rata sebesar 10,21 persen per tahun. Namun demikian untuk pertumbuhan 2004, tingkat pertumbuhan menurun yaitu 7,57 persen. Salah satu penyebab penurunan tingkat pertumbuhan sektor ini adalah ditutupnya PT. Kelian Equatorial Mining (KEM) pada tahun 2004 setelah 10 tahun beroperasi di wilayah ini.

Pertambangan di Kabupaten Kutai Barat mengandalkan tiga komoditi utama, yaitu emas, perak dan batu bara. Dari kuantitas ekstraksi, emas mengalami kenaikan yang signifkan sejak tahun 2001 menjadi 15,340 ton


(22)

per tahun untuk kurun waktu 2001-2003, namun pada tahun 2004 turun menjadi 10,019 ton per tahun mendekati produksi tahun 2000 yang sebesar 9,83 ton per tahun. Kondisi serupa juga dialami oleh komoditi perak. Setelah meningkat pada tahun 2001, produksi setahunnya relatif stabil hingga tahun 2003, namun terjadi penurunan pada tahun 2004. Puncak penurunan terjadi pada tahun 2005 baik untuk emas maupun perak. Pada tahun 2005, produksi emas hanya 1,68 ton sedangkan perak 1,26 ton. Hal ini berkaitan dengan tidak beroperasinya salah satu perusahaan pertambangan. Produksi batubara cenderung berfluktuasi, tahun 2003 produksi mencapai 3.325.927 ton dan meningkat sekitar tiga kali lipat pada tahun 2006 menjadi 10.728.500 ton. Namun pada tahun 2007 kembali menurun menjadi 7.791.241.

Tabel 2.13. Produksi Emas, Perak dan Batu Bara Kabupaten Kutai Barat,

2003-2007

Tahun Emas (ton) Perak (ton) Batu Bara (ton)

2003 14.4 10.66 3325927

2004 10.019 9.032 n.a.

2005 1.68 1.26 3888374

2006 n.a. n.a. 10728500

2007 n.a. n.a. 7791241

Sumber : Kutai Barat Dalam Angka 2008 c. Sektor Industri Pengolahan

Kontribusi sektor industri pengolahan terhadap PDRB Kabupaten Kutai Barat relatif sangat kecil, yaitu setiap tahun rata-rata 2,2 persen untuk kurun waktu 2007. Rata-rata tingkat pertumbuhan untuk kurun waktu 2000-2007 sebesar 8,16%. Dilihat dari sisi kontribusinya terhadap PDRB, sektor ini masih tergolong terbelakang. Namun dilihat dari rata-rata pertumbuhan tujuh tahun terakhir, sektor ini memiliki prospek yang baik.

Faktor penyebabnya rendahnya kontribusi sektor industri pengolahan terhadap PDRB adalah belum adanya industri pengolahan berskala besar di Kabupaten Kutai Barat termasuk industri pengolahan hasil hutan seperti industri kayu lapis. Keberadaan industri pengolahan terhadap bahan baku yang berasal dari hasil pertanian, kehutanan dan pertambangan sangat dibutuhkan untuk memberi nilai tambah bagi komoditi unggulan daerah


(23)

tersebut serta nilai tambah tersebut dapat dinikmati oleh masyarakat dan pemerintah lokal. Industri pengolahan yang dimiliki Kabupaten Kutai Barat saat ini adalah industri berskala kecil yang dijalankan oleh masyarakat.

d. Sektor Listrik, Gas dan Air

Kontribusi sektor listrik, air dan gas terhadap PDRB masih sangat rendah. Untuk kurun waktu 2000-2007, sektor ini hanya memberi kontribusi rata-rata sebesar 0,2 persen dari PDRB. Namun demikian rata-rata pertumbuhan sektor ini untuk kurun waktu yang sama, lebih tinggi dari rata-rata tingkat pertumbuhan PDRB, yaitu 12,49 persen dibanding dengan 8,56 persen. Besarnya rata-rata pertumbuhan tersebut akibat tingginya pertumbuhan sektor ini pada tahun 2004, yaitu sebesar 79,44 persen. Pertumbuhan pada tahun-tahun berikutnya jauh lebih kecil, bahkan sempat mengalami pertumbuhan negatif pada tahun 2006 sebesar -2,46% Sektor tersebut didominasi oleh sub sektor listrik.

e. Sektor Bangunan/Konstruksi

Sektor bangunan/konstruksi rata-rata menyumbang sebesar 12,17 persen setiap tahun dari PDRB Kabupaten Kutai Barat untuk periode 2000-2007. Sektor ini memiliki rata-rata tingkat pertumbuhan untuk periode yang sama sebesar 13,10 persen. Tingkat pertumbuhan ini merupakan tingkat pertumbuhan tertinggi dibanding sektor yang lainnya. Untuk melihat konsentrasi pertumbuhan sektor Bangunan/Konstruksi dapat menggunakan pendekatan pertumbuhan daya listrik tersambung. Keduanya memiliki korelasi positif yang erat. Pertumbuhan daya listrik tersambung terkonsentrasi di wilayah Melak sehingga dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan sektor Bangunan/Konstruksi juga terkonsentrasi di wilayah tersebut.

f. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi

Sektor pengangkutan dan komunikasi memberi kontribusi sangat rendah terhadap PDRB Kabupaten Kutai Barat, yaitu rata-rata sebesar 1,49 persen untuk kurun waktu 2000-2007. Demikian juga rata-rata


(24)

pertumbuhannya relatif rendah bila dibandingkan dengan rata-rata pertumbuhan PDRB. Untuk kurun waktu di atas, rata-rata pertumbuhan sektor ini hanya sebesar 7,75 persen.

g. Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran

Kontribusi sektor ini terhadap PDRB Kabupaten Kutai Barat masih relatif rendah, yaitu rata-rata sebesar 7,56 persen untuk kurun waktu 2000-2007. Namun demikian tingkat pertumbuhan sektor ini secara rata-rata untuk kurun waktu yang sama lebih besar dari pertumbuhan PDRB, yaitu sebesar 10,09 persen. Pertumbuhan sektor lebih banyak ditunjang oleh keberadaan perusahaan tambang yang beroperasi di wilayah Kabupaten Kutai Barat.

Kondisi umum dari sub sektor yang ada pada sektor ini menunjukkan bahwa pada sub sektor perdagangan didominasi oleh perdagangan bahan pokok dan dijalankan oleh usaha berskala kecil. Sub sektor hotel pada periode 2003-2004 terjadi kenaikan jumlah penginapan, yaitu dari 41 menjadi 45 unit dan pada tahun 2007 meningkat lagi menjadi 59 unit dengan jumlah kamar 539. Untuk sub sektor restoran didominasi oleh usaha kecil yang dapat dikategorikan sebagai warung makan, dengan jumlah sebanyak 59 unit warung makan, serta terdapat pula 41 restoran.

h. Sektor Keuangan, Penyewaan dan Jasa Perusahaan

Sektor keuangan, penyewaan dan jasa perusahaan merupakan salah satu sektor yang memberikan kontribusi yang rendah bagi PDRB Kabupaten Kutai Barat. Untuk kurun waktu 2000-2007, sektor ini hanya memberi kontribusi rata-rata sebesar 2,32 persen. Walaupun demikian, sektor ini memiliki tingkat pertumbuhan yang cukup tinggi, yaitu rata-rata 10,39 persen untuk kurun waktu di atas dimana angka ini lebih tinggi dari pertumbuhan PDRB.

Sub sektor yang mendominasi sektor ini adalah sub sektor Sewa Bangunan. Sub sektor ini memberikan kontribusi di atas 90 persen. Untuk sub sektor Bank, meski kontribusinya jauh di bawah sub sektor Sewa Bangunan, namun rata-rata pertumbuhan tiap tahunnya cukup tinggi, yaitu


(25)

sebesar 15,93%, lebih tinggi dari sektornya yang 10,39%. Data yang ada memperlihatkan bahwa dana masyarakat yang terhimpun meningkat signifkan sejak tahun 2001, namun terjadi penurunan pada tahun 2004.

Tabel 2.14. Jumlah Dana Masyarakat Yang Terhimpun di Kabupaten

Kutai Barat, 2001-2007 (dalam jutaan Rupiah)

Tahun

Jenis Dana (Juta Rp)

Jumlah Giro BerjangkaSimpanan Tabungan

2001 112.382 2.238 16.853 131.473

2002 8.1.141 4.359 59.117 144.617

2003 104.102 4.744 68.747 177.593

2004 79.403 2.046 66.771 148.220

2005 107.430 6.417 71.738 185.585

2006 246.030 6.364 70.133 322.527

2007 189.641 6.446 139.206 335.293

Rata-rata

Pertumbuhan 9.11 19.28 42.18 16.89

Sumber : Diolah dari Kutai Barat dalam Angka 2008

Berdasarkan data tabel 2.14, rata-rata pertumbuhan dana yang dihimpun perbankan selama 2001-2007 secara keseluruhan meningkat 16,89% per tahun. Peningktaan terbesar terjadi pada rekening tabungan sebear 42,18% per tahun. Salah satu hal yang perlu dicermati adalah peningkatan yang terjadi pada tahun 2005-2006, yang meningkat hampir 2 kali lipat. Hal terjadi karena peningkatan yang sangat tajam pada rekening giro, sedangkan rekening simpanan berjangka dan tabungan justru mengalami penurunan. Kondisi ini menunjukkan bahwa peran bank dalam berbagai kelembagaan masyarakat, perusahaan, dan pemerintah menunjukkan peningkatan karena rekeknign giro lebih banyak untuk kepentingan lembaga atau institusi.

Penyaluran dana masyarakat dalam berbagai bentuk kredit juga menunjukkan perkembangan yang cukup baik, meski berfluktuasi. Hal ini terlihat dari rata-rata pertumbuhan penyaluran kredit yang meningkat sebesar 9,45% per tahun. Peningkatan terbesar terjadi pada penyaluran kredit investasi, terutama pada tahun 2003-2004 dan 2006-2007. Dengan membandingkan pertumbuhan dana yang berhasil dihimpun dengan kredit


(26)

yang disalurkan, dapat disimpulkan bahwa peran bank sebagai lembaga intermediary sudah berjalan dengan baik, meskipun belum optimal.

Tabel 2.15. Penyaluran Kredit Perbankan 2003-2007

Tahun

Jenis Kredit (Juta Rp)

Jumlah Modal

Kerja Investasi Konsumsi

2003 8.163 363 82.993 91.519 2004 30.659 18.015 194.113 242.787 2005 41.740 9.161 157.679 208.580 2006 69.120 1.579 37.724 108.423 2007 60.554 25.444 45.350 131.348 Rata-rata

Pertumbuhan 65,03 189,35 -14,02 9,45

Sumber : Diolah dari Kutai Barat Dalam Angka 2008

C. PDRB per Kapita dan Pendapatan Regional per Kapita

Perkembangan PDRB per kapita Kabupaten Kutai Barat selama kurun waktu 2000-2007 memperlihatkan kecenderungan yang terus meningkat, yaitu dari 11.125.691 per orang tahun 2000 menjadi 16.419.139 per orang tahun 2007 bila dihitung dengan menggunakan harga konstan tahun 2000. Bila diukur dengan menggunakan harga berlaku, peningkatan tersebut menjadi lebih dari dua kali lipat (23.424.917). Demikian juga pendapatan per kapita memperlihatkan trend yang terus meningkat, yaitu dari 8.561.010 per orang tahun 2000 menjadi 12.402.041 per orang tahun 2007 dengan pendekatan harga konstan tahun 2000 atau 18.101.936 dengan pendekatan harga berlaku. Ukuran yang lebih riil adalah apabila menggunakan pendekatan harga konstan karena telah memperhitungkan aspek inflasi, penyusutan, pajak tak langsung dan pendapatan neto dari luar daerah.

Tabel 2.16. PDRB Perkapita dan Pendapatan Regional Perkapita Kab.Kutai Barat, 2000 - 2007 (dalam Juta Rupiah)

Tahun

PDRB per Kapita Pendapatan per Kapita Atas Dasar

Harga Berlaku

ADH Konstan

2000 ADH Berlaku

Atas Dasar Harga Konstan

2000 2000 11.125.691 11.125.691 8.561.010 8.561.010 2004 16.687.717 14.065.431 12.755.695 10.748.850


(27)

2005 19.244.065 14.761.449 14.817.720 11.250.016 2006 21.342.379 15.764.379 16.447.219 11.964.926 2007 23.424.917 16.419.139 18.101.936 12.402.041 Sumber: Kutai Barat Dalam Angka 2008

2.2.2.Permasalahan

a). Walaupun rata-rata kontribusi sektor pertanian dan kehutanan terhadap PDRB Kutai Barat relatif tinggi untuk periode, namun sektor ini hanya tumbuh 2,66 persen selama 2000-2007, bahkan untuk tahun 2004 mengalami pertumbuhan negatif sebesar 5,21 persen. Hal ini disebabkan oleh:

i. Di sub sektor pertanian produksi padi masih diarahkan pada produksi padi ladang. Situasi ini membawa permasalahan tersendiri, yaitu: pertama, produktivitas rata-rata padi ladang relatif lebih rendah dari produktivitas padi sawah yang sebesar. Kondisi ini menggambarkan inefsiensi dalam pemanfaatan lahan untuk penanaman dengan menggunakan sistem padi ladang; kedua, sistem ladang berpindah yang dijalankan oleh mayoritas petani tradisional tersebut sangat tergantung pada ketersediaan hutan ladang yang subur.

ii. Produksi bahan pangan Kabupaten Kutai Barat masih di bawah kebutuhan konsumsi masyarakat sehingga perlu mendatangkan dari daerah lain terutama dari Sulawesi Selatan sehingga sewaktu-waktu bisa mengancam ketahanan pangan masyarakat Kutai Barat.

iii. Belum adanya perhatian serius yang menyangkut diversifkasi vertikal dan horizontal atas tanaman palawija yang sebenarnya dapat dikembangkan dengan baik di Kabupaten Kutai Barat.

iv. Banyaknya daerah yang masih terisolasi sehingga menyulitkan petani untuk melakukan akses ke pasar untuk


(28)

komoditi yang dihasilkannya maupun untuk memperoleh bahan baku pupuk seperti, pestisida dan bibit unggul.

v. Dari segi kuantitas, terjadi penurunan yang cukup signifkan dalam produksi tanaman pangan untuk kurun waktu 2003-2004

vi. Pembangunan prasarana fsik pendukung pertanian padi sawah yang dilakukan selama ini kurang memberi manfaat nyata dalam mendorong peningkatan produksi padi sawah. b). Di sub sektor kehutanan yang menjadi salah satu andalan

Kabupaten Kutai Barat memiliki beberapa permasalahan yang perlu menjadi perhatian. Permasalahan tersebut meliputi:

i. Terdapat ketidakefsienan dalam pemanfaatan bahan baku kayu dimana banyak kayu yang ditebang namun tidak mampu diolah. Sejauh ini hanya 40 persen dari kayu yang ditebang yang dapat diolah. Akibatnya banyak kayu yang terbiarkan membusuk di hutan sehingga kompensasi kerusakan hutan dengan hasil produksi kayu tidak optimal.

ii. Rendahnya kesadaran perusahaan pemegang HPH untuk menjalankan pemanfaatan hutan lewat sistem tebang pilih iii. Hasil produksi kayu menurun secara cukup signifkan dalam dua

tahun terakhir

iv. Keuntungan hasil hutan Kabupaten Kutai Barat lebih banyak dinikmati oleh mereka yang berdomisili di wilayah lain

c). Pada sub sektor perkebunan, di luar produksi karet, untuk kurun waktu 2003-2004, tidak menunjukkan pertumbuhan yang signifkan, bahkan beberapa di antaranya menunjukkan penurunan. Perkebunan di Kutai Barat merupakan potensi besar yang perlu digarap secara lebih intensif. Untuk maksud tersebut maka keberadaan perkebunan besar sangat dibutuhkan dalam pengembangan sistem pola kemitraan yang saling


(29)

menguntungkan, sehingga efsiensi pemanfaatan hasil perkebunan dan akses dapat diperoleh.

d). Pada sub sektor peternakan, data menunjukkan bahwa populasi dan produksi ternak mengalami penurunan. Penurunan ini terjadi karena di satu sisi terjadi peningkatan permintaan yang signifkan dari perusahaan pengelola HPH, penduduk Kutai Barat dan dari luar daerah, namun di sisi lain produksi ternak secara komersil masih belum memadai. Kebanyakan masyarakat masih menempatkan peternakan sebagai aktivitas sampingan. Kondisi ini dapat menimbulkan kerawanan pangan bagi masyarakat Kutai Barat. Untuk ternak dari unggas, kenaikan populasi unggas tidak diikuti dengan kenaikan efsiensi hasil ternak.

e). Sementara pada sub sektor perikanan masih sangat didominasi oleh kegiatan penangkapan di sungai dan danau. Permasalahan yang dihadapi di sini terkait dengan isu pencemaran sungai yang disebabkan oleh kegiatan pertambangan. Selain itu, aktivitas ini bisa menyebabkan berkurangnya populasi ikan di sungai dan danau

f). Permasalahan utama dalam sektor pertambangan dan penggalian adalah berkaitan dengan sifat dari komoditas pertambangan dan penggalian, yaitu sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui. Dengan menipisnya deposit komoditas yang telah dieksploitasi seperti yang dialami pada komoditas emas, maka kontribusi sektor ini terhadap PDRB, pemberdayaan ekonomi rakyat dan penerimaan pemerintah dengan sendirinya menurun. Demikian juga, komoditas pertambangan lain untuk menggantikan komoditas unggulan selama ini, belum diperoleh secara ekonomis. Salah satu kendala dalam ekplorasi komoditas pertambangan yang baru adalah masalah birokrasi perizinan

g). Permasalahan utama dalam sektor industri pengolahan dapat dipetakan sebagai berikut:


(30)

i. Sebagian besar masyarakat masih menganggap penjualan langsung bahan baku yang berasal dari sektor pertanian dan kehutanan lebih menguntungkan dan kurang berisiko dibanding mendirikan industri pengolahan

ii. Minimnya kredit yang disalurkan pihak perbankan ke pengusaha di Kabupaten Kutai Barat dibandingkan dana masyarakat yang terhimpun. Lebih jelasnya akan dibahas pada sektor keuangan iii. Masih rendahnya kualitas sumber daya manusia yang dimiliki

Kabupaten Kutai Barat untuk menunjang keberadaan industri pengolahan yang berskala besar

h). Permasalahan yang ada dalam sektor listrik, gas dan air adalah tidak meratanya pengembangan sektor ini di wilayah Kabupaten Kutai Barat. Permasalahan ini merupakan konsekuensi logis antara besarnya investasi yang dibutuhkan dalam sub sektor listrik dengan pendapatan yang diharapkan, meskipun PLN membawa misi-misi pembangunan tertentu.

i). Permasalahan dalam sektor bangunan/konstruksi adalah masih rendahnya perkembangan dunia usaha di Kabupaten Kutai Barat sehingga belum mengoptimalkan pertumbuhan sektor ini. Pertumbuhan yang dialami sektor ini terutama disebabkan oleh permintaan pembangunan sarana dan prasarana fsik untuk aktivitas pemerintah

j). Terdapat dua permasalahan mendasar dalam sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran, yaitu:

i. Minimnya sarana dan prasarana perhubungan. Kendala ini membatasi mobilitas barang dan orang antar wilayah dalam Kabupaten Kutai Barat, maupun mobilitas barang dan orang masuk dan keluar wilayah kabupaten

ii. Rendahnya fasilitas kredit yang disediakan perbankan atau lembaga keuangan lainnya untuk menunjang kegiatan sektor ini.


(31)

k). Beberapa permasalahan kritikal yang dihadapi Kabupaten Kutai Barat dalam sektor Sektor Pengangkutan dan Komunikasi diantaranya:

i. Besarnya dana yang dibutuhkan untuk membangun sarana dan prasarana fsik untuk transportasi dan komunikasi

ii. Belum optimalnya tindakan pemerintah untuk membuka jalur darat dalam rangka membuka keterisolasian wilayah

iii. Khusus untuk telepon, adanya pertimbangan ekonomis untuk pengembangan jaringan dengan melihat situasi lapangan dimana penduduknya tidak banyak dan sangat tersebar

l). Persoalan dalam sektor Keuangan, Penyewaan dan Jasa Perusahaan sebagian besar berupa ketimpangan antara dana yang terhimpun dengan realisasi kredit yang disalurkan oleh perbankan. Kondisi ini menghambat perkembangan sektor lain yang mebutuhkan dana untuk investasi maupun modal kerja. Rendahnya kemauan bank dalam menyalurkan kredit di Kabupaten Kutai Barat didasarkan pada dua alasan klasik, yaitu; pertama, tidak adanya agunan asset yang memadai dari pengusaha; kedua, rendahnya kemampuan pengusaha dalam administrasi usaha yang dapat menghasilkan laporan keuangan yang menjadi salah satu acuan perbankan dalam penyaluran kredit.

m). Sektor Keuangan, Penyewaan dan Jasa Perusahaan menunjukkan rata-rata pertumbuhan yang tinggi, yaitu rata-rata 16,89 persen. Salah satu keberhasilan dalam sektor ini adalah meningkatnya dana yang disalurkan untuk kredit modal kerja dan kredit investasi. Hal ini bisa mendukung peningkatan ekonomi masyarakat di masa mendatang. Keberhasilan lain adalah dibentuknya lembaga keuangan mikro yang didukung oleh pemerintah kabupaten untuk mengatasi masalah perolehan kredit yang dialami oleh usaha berskala kecil dan mikro. Keberhasilan ini akan mendorong usaha berskala kecil dan mikro yang


(32)

membutuhkan modal namun selalu dibaikan oleh pihak perbankan karena tidak adanya agunan yang dapat diberikan.

2.2.3. Capaian Keberhasilan

a). Walaupun pertumbuhan sektor pertanian dan kehutanan dalam nilai rupiah berfluktuasi dan negatif pada tahun 2004, namun sektor ini mampu mempertahankan posisinya sebagai penyumbang besar kedua terhadap PDRB sejak kabupaten ini didirikan;

b). Sejak tahun 2001, pemerintah Kabupaten Kutai Barat lewat Dinas Kehutanan telah berhasil melakukan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan (RHL) berupa kegiatan Penanaman dan Pekayaan, Hutan Tanaman Industri, serta Penghijauan. Kegiatan penghijauan pada tahun 2002 mencakup 80 kampung di 15 kecamatan, sedangkan untuk tahun 2003 meliputi 120 kampung di 15 kecamatan.

c). Pemerintah telah meningkatkan upaya memperbaiki pendapatan peternak dan ketahanan pangan lewat impor sapi Brahman Cross dari Australia yang digunakan sebagai indukan. Upaya ini disertai dengan menyertakan peternak untuk magang mengenai pemeliharaan sapi jenis tersebut.

d). Dinas Kehutanan Kutai Barat lewat Kelompok Kerja Program Kehutanan Daerah (KKPKD) telah berhasil menerbitkan beberapa dokumen penting terkait dengan masalah kehutanan sejak tahun tahun 2001, seperti “Potret Kuhutanan Kutai Barat” dan buku “Program Kehutanan Kutai Barat”;

e). Pemerintah telah melakukan kegiatan untuk pengembangan hutan yang didasarkan kondisi wilayah;

f). Untuk membangun pertanian di Kabupaten Kutai Barat, telah dikembangkan strategi yang menggunakan pendekatan agrosistem, agroekologi dan agroklimat dimana membagi tiga zona perwilayahan pembangunan pertanian, yaitu Zona Ulu Riam, zona


(33)

dataran Tinggi, Zona Dataran Rendah, dan satu Wilayah Lintas Zona;

g). Sektor pertambangan dan penggalian telah memberikan kontribusi terbesar bagi PDRB Kutai Barat dan menjadi motor penggerak bagi sektor lain di Kabupaten Kutai Barat;

h). Sektor industri pengolahan di Kabupaten Kutai Barat untuk kurun waktu 2000-2007 menunjukkan tren meningkat;

i). Sektor perumahan telah mengalami pertumbuhan yang berarti, yaitu rata-rata sebesar 16,08 persen;

j). Capaian keberhasilan di sektor Pengangkutan dan Komunikasi ditunjukkan oleh bertambahnya luas jalan yang telah dibangun, bertambahnya arus barang dan penumpang, pengembangan dermaga serta bertambahnya pemanfaatan telepon;

2.2.4.Output

a). Terpeliharanya tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi secara berkelanjutan yang berbasis sumber daya alam yang terbaharukan. b). Meningkatnya ketersediaan lapangan kerja yang sesuai dengan

dinamika kapasitas sumber daya manusia lokal.

c). Terwujudnya stabilisasi harga umum yang berlaku di seluruh wilayah Kutai Barat.

d). Berkurangnya jumlah penduduk miskin melalui upaya peningkatan pendapatan masyarakat dan pengurangan pengeluaran masyarakat miskin dalam mengakses kebutuhan dasar.

e). Terwujudnya pemerataan berdasarkan wilayah atas hasil-hasil pembangunan terutama lewat pembukaan isolasi wilayah-wilayah yang jauh dari pusat pemerintahan dan bisnis (remote area).

f). Terwujudnya transpormasi ekonomi dari perekonomian berbasis pada sektor primer ke perekonomian berbasis sektor sekunder, khususnya industri yang mendorong pengembangan di sektor primer (perkebunan dan kehutanan);


(34)

g). Meningkatnya arus investasi, baik yang berasal dari dalam negeri maupun luar negeri (asing), teristimewa pada kegiatan yang bernilai tambah atas sumberdaya alam lokal di antaranya pada industri pengolahan hasil hutan dan perkebunan.

h). Terwujudnya ketahanan pangan yang berbasis sumberdaya lokal melalui pengembangan sistem dan usaha agribisnis yang berdaya saing, berkelanjutan, dan berkerakyatan.

i). Meningkatnya kemandirian keuangan daerah dalam membiayai penyelenggaran pembangunan.

j). Terpeliharanya ketersediaan sumber daya alam yang terbaharukan. k). Terwujudnya efsiensi dalam pemanfaatan sumber daya alam yang tidak terbaharukan dan pengurangan dampak lingkungan dari kegiatan-kegiatan eksploitasi sumber daya alam tersebut.

l). Meningkatnya partisipasi pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat dalam menjaga kelestarian sumber daya alam.

2.3. SOSIAL BUDAYA DAERAH 2.3.1.KONDISI UMUM

A. Penduduk

Kondisi demograf mempunyai kedudukan yang sentral dalam pembangunan daerah, yaitu kedudukannya sebagai subyek pembangunan dan juga sekaligus sebagai obyek pembangunan. Sebagai subyek pembangunan diharapkan dengan jumlah penduduk yang besar dapat memberikan keuntungan ekonomis diantaranya biaya tenaga kerja yang relatif murah dan terjaminnya persediaan tenaga kerja. Sedangkan sebagai obyek pembangunan mengandung arti bahwa segala upaya yang dilakukan oleh pembangunan sasarannya adalah guna meningkatkan kesejahteraan dan kualitas penduduk.

Tabel 2.17. Luas Wilayah dan Jumlah Penduduk Tahun 2007

Kecamatan WilayahLuas (KM2)

Jumlah Kampung

Jumlah Rumah Tangga

Pendud

uk Rasio

(1) (2) (3) (4) (5) (2):(3) (4):(3) (2):(4) (5):(4)


(35)

Jempang 654 12 3,396 10,291 54.5 283.0 0.2 3.0 Penyinggahan 272 5 1,123 3,941 54.4 224.6 0.2 3.5 Muara Pahu 497 12 2,393 8,969 41.4 199.4 0.2 3.7 Muara Lawa 445 8 1,649 6,482 55.6 206.1 0.3 3.9 Damai 1,750 14 2,440 9,383 125.0 174.3 0.7 3.8 Barong

Tongkok 492 21 5,310 19,960 23.4 252.9 0.1 3.8 Melak 288 6 2,440 10,121 48.0 406.7 0.1 4.1 Long Iram 1,462 11 2,196 7,789 132.9 199.6 0.7 3.5 Long Hubung 531 8 1,896 8,294 66.4 237.0 0.3 4.4 Long Bagun 4,971 11 1,991 8,812 451.9 181.0 2.5 4.4 Long

Pahangai 3,420 11 1,304 4,772 310.9 118.5 2.6 3.7 Long Apari 5,491 10 1,193 4,405 549.1 119.3 4.6 3.7 Bentian Besar 886 9 778 2,643 98.5 86.4 1.1 3.4 Linggang

Bigung 699 9 3,800 14,551 77.7 422.2 0.2 3.8 Siluq Ngurai 2,016 15 1,391 5,337 134.4 92.7 1.4 3.8 Nyuatan 1,741 9 1,884 6,077 193.4 209.3 0.9 3.2 Sekolaq Darat 165 7 1,844 6,046 23.6 263.4 0.1 3.3 Manor Bulatn 868 13 2,474 8,536 66.7 190.3 0.4 3.5 Tering 1,804 12 2,771 10,359 150.3 230.9 0.7 3.7 Laham 902 4 564 2,420 225.5 141.0 1.6 4.3

Sumber: Diolah dari Kutai Barat Dalam Angka 2008

Ditinjau dari jumlah penduduk, Kabupaten Kutai Barat memiliki jumlah penduduk sebanyak 167.706 jiwa. Jumlah penduduk terbesar dimiliki oleh Kecamatan Barong Tongkok (19.960 jiwa) sedangkan jumlah penduduk terkecil dimiliki oleh kecamatan Laham (2.420 jiwa). Kecamatan Long Apari yang memiliki wilayah terluas hanya memiliki jumlah penduduk 4.405 jiwa. Apabila ditinjau dari kepadatan penduduk, Kecamatan Barong Tongkok memiliki tingkat kepadatan yang tertinggi, 40,55 penduduk per km2. Tingkat kepadatan yang paling kecil adalah Kecamatan Long Apari, yaitu 0,8 penduduk per km2.


(36)

Dari aspek jumlah rumah tangga menunjukkan bahwa Kecamatan Barong Tongkok memiliki jumlah rumah tangga terbanyak, yaitu 5.310 sedangkan Kecamatan Laham memiliki jumlah rumah tangga terkecil yaitu 564. Kecamatan Long Apari yang memiliki wilayah terluas hanya memiliki 1.193 rumah tangga. Sementara Kecamatan Sekolaq Darat yang wilayahnya paling kecil memiliki rumah tangga sebanyak 1.844.Dari tinjauan jenis kelamin, komposisi laki-laki dan perempuan relatif seimbang di semua kecamatan. Hampir semua kecamatan memiliki jumlah penduduk laki-laki yang lebih banyak dibandingkan perempuan. Satu-satunya kecamatan yang memiliki jumlah penduduk perempuan lebih banyak dibadingkan laki-laki adalah Kecamatan Melak.

Berdasakan data pada tabel 2.17, rata-rata jumlah anggota keluarga yang paling banyak adalah Kecamatan Long Hubung dan Long Bagun, sedangkan rata-rata jumlah anggota keluarag terkecil adalah Kecamatan Jempang. Bila dilihat dari rasio jumlah rumah tangga dan kampung, terlihat Kecamatan Linggang Bigung memiliki rata-rata jumlah rumah tangga terbanyak untuk tiap kampung.

Data tersebut juga menggambarkan ketidakmerataan distribusi penduduk di masing-masing kecamatan. Ada kecamatan yang sangat luas namun memiliki jumlah kampung yang sedikit. Sebaliknya, ada kecamatan yang lebih sempit namun memiliki jumlah kampung yang banyak. Kecamatan Barong Tongkok dengan jumlah penduduk terbanyak (19.960) memiliki luas yang tergolong kecil (492 km2). Bandingkan misalnya dengan Kecamatan Bentian Besar yang memiliki jumlah penduduk 2.643 namun memiliki luas hampir dua kali lipat Kecamatan Barong Tongkok.

Tinjauan aspek pertumbuhan penduduk menunjukkan bahwa rata-rata pertumbuhan penduduk Kutai Barat selama 2004 – 2007 tumbuh sebesar 2,61% per tahun. Sebanyak 10 kecamatan mengalami pertumbuhan di atas 2,61% sedangkan sianya di bawah 2,61%. Pertumbuhan penduduk tertinggi terjadi di Kecamatan Damai (22,18%). Pertumbuhan sebesar itu bisa disebabkan oleh beberapa hal: (1) ketidakberhasilan program keluarga berencana, (2) rendahnya angka kematian, (3) banyaknya pendatang yang


(37)

menjadi penduduk setempat yang diikuti oleh rendahnya penduduk setempat yang keluar daerah.

B. Angkatan Kerja

Kondisi angkatan kerja suatu daerah secara umum dapat menggambarkan kehidupan sosial masyarakat daerah tersebut, karena menggambarkan daya serap perekonomian terhadap penyerapan tenaga kerja. Dari data angkatan kerja akan dapat diketahui seberapa besar partisipasi penduduk dalam angkatan kerja, tingkat pengangguran dan tingkat kesempatan kerja. Idealnya, peningkatan jumlah angkatan kerja selaras dengan peningkatan kesempatan kerja sehingga tingkat pengangguran dapat diperkecil. Dalam hal ini, pertumbuhan jumlah penduduk sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan jumlah angkatan kerja. Semakin besar jumlah penduduk yang memasuki usia kerja semakin tinggi pertumbuhan jumlah angkatan kerja, baik yang sudah bekerja maupun yang sedang mencari pekerjaan. Peningkatan tersebut perlu diimbangi dengan pertumbuhan ekonomi yang dapat menyerap tenaga kerja yang tinggi, untuk menghindari dampak sosial ekonomi yang timbul dari kurangnya angka penyerapan tenaga kerja ini.

Dari 167.706 penduduk, yang masuk dalam kategori usia kerja sebanyak 115.833 (69,06%) sedangkan 51.873 penduduk (30,94%) masuk dalam kategori bukan usia kerja menurut kriteria BPS. Dari sisi usia produktif, jumlah penduduk yang masuk dalam kelompok usia produktif sebesar 110.210 (65,71%) sedangkan 57.496 (34,29%) masuk dalam kelompok bukan usia produktif. Informasi ini memberikan gambaran tingkat ketergantungan (dependency ratio) di Kutai Barat sebesar 52,17%.

Tabel 2.18 Dependecy Ratio

Penduduk Tahun 2007

Kelompok Usia Laki-laki Perempuan Jumlah

0 -14 27,365 24,509 51,874

15 - 64 57,652 52,556 110,208

65 ke atas 2,967 2,657 5,624

Jumlah 87,984 79,722 167,706

Depency Ratio 52.61 51.69 52.17 Sumber: Diolah dari Kutai Barat Dalam Angka 2008


(38)

Apabila kependudukan dikaitkan dengan pasar tenaga kerja, jumlah pencari kerja dengan lapangan pekerjaan yang tersedia tidak sebanding. Berdasarkan data yang ada, jumlah pencari kerja yang terdaftar secara resmi menunjukkan angka 1.990 sedangkan permintaan tenaga kerja hanya 226, sehingga terdapat gap atau kesenjangan sebesar 1.764 atau 88,64%.

Tabel 2.19. Pencari Kerja dan Permintaan Tenaga Kerja Berdasarkan

Tingkat

Pendididkan

Tingkat

Pendidikan Laki- Pencari Kerja Permintaan Tenaga Kerja laki

Perempu an

Jumla h

Laki-laki

Perempu an

Jumla h Tidak Tamat

SD/SD 417 53 470 0 0 0

SLTP 194 27 221 0 0 0

SMA/SMK 786 283 1069 65 74 139

D-I, D-II, D-III 52 67 119 14 31 45

D-IV/Sarjana 67 44 111 22 20 42

Jumlah 1516 474 1990 101 125 226

Sumber: diolah dari Kutai Barat Dalam Angka 2008

Dari total pencari kerja, sebagian besar pencari kerja adalah mereka yang lulusan SMA/SMK yaitu sebanyak 1.069 orang (53,71%), sedangkan permintaan tenaga kerja untuk lulusan ini hanya 139 orang atau hanya 13% dari jumlah pencari kerja. Dilihat dari jenis kelamin menunjukkan bahwa pencari kerja sebagian besar adalah laki-laki (76,18%) namun permintaan tenaga kerja untuk laki-laku justru lebih kecil dibanding perempuan, yaitu hanya sebesar 44,69%. Bila ditinjau dari komposisi jumlah penduduk, proporsi jenis kelamin laki-laki lebih banyak daripada perempuan, yaitu sebesar 52,46%.

Kesenjangan antara pencari kerja dan permintan tenaga kerja juga terjadi pada lulusan perguruan tinggi, baik diploma maupun sarjana. Kesenjangan untuk keduanya adalah sama, yaitu sebesar 62,2%. Hal ini mengindikasikan hanya 37,8% saja yang potensial terserap ke dunia kerja. Rendahnya angka penyerapan tenaga kerja yang terdaftar disebabkan antara lain: perusahaan tidak melapor adanya lowongan kerja, standar/kualifkasi keahlian tidak sesuai dengan kebutuhan dan pemegang kartu kuning (A1) tidak melapor kembali setelah mendapat pekerjaan.


(39)

C. Bidang Kesehatan

Bidang kesehatan merupakan masalah penting berkaitan dengan penyediaan sumber daya manusia yang berkualitas, sebagaimana bidang pendidikan. Kedua bidang ini secara bersama-sama berperan penting dalam upaya peningkatn produktivitas tenaga kerja. Walaupun prestasi di bidang kesehatan sudah cukup menunjukkan peningkatan, namun orientasi pembangunan Kutai Barat yang selama ini cenderung mendahulukan kepentingan ekonomi/bisnis dibandingkan dengan pembangunan sektor kesehatan, maka hal ini akan berakibat pada lambatnya proses pembangunan Kabupaten Kutai Barat sendiri secara keseluruhan di masa datang. Sehingga pemerintah daerah setempat perlu segera memperbaiki kondisi ini, dengan menempatkan prioritas pembangunan di sektor kesehatan masyarakat.

Meskipun terjadi kecenderungan penurunan mengenai keluhan kesehatan, namun kondisi kesehatan masyarakat masih sangat memprihatinkan. Hal ini disebabkan oleh tingkat kesadaran tentang pentingnya menjaga kesehatan bagi diri sendiri maupun lingkungan sekitar tempat tinggal mereka masih rendah. Selain itu kebersihan lingkungan tempat tinggal relatif kurang terjaga, sehingga menyebabkan banyaknya warga masyarakat yang terserang berbagai jenis penyakit. Hal ini diperparah oleh rendahnya akses penduduk terhadap infrastruktur yang mendukung peningkatan kualitas dan kemampuan penduduk.

Tabel 2.20. Perkembangan Jenis Penyakit Penduduk 2004-2007

Jenis Penyakit 2004 2007

Pernafasan Bagian Atas 25,977 19,375

Penyakit Kulit 5,791 5,517

Penyakit Malaria 4,695 4,517

Diare 5,553 4,108

Penyakit Gigi dan Rongga Mulut 1,542 2,731

Penyakit Lain Saluran Pernafasan 2,668 2,794

Penyakit Mata 982 1,148

Cacingan 697 527

TBC 716 935


(40)

Penyakit Telinga dan Mastoid 898 666

Penyakit Lain-lain 41,107 41,715

Sumber: Kutai Barat Dalam Angka 2008

Berdasarkan data tentang jenis penyakit yang ada, nampak beberapa penyakit selama 2004-2007 menunjukkan tingkat penurunan meski tidak terlalu tajam. Penyakit infeksi saluran pernafasan atas merupakan jenis penyakit yang paling banyak dialami masyarakat. Namun jenis penyakit ini menunjukkan tingkat penurunan yang sangat tajam, dari 25.977 pada tahun 2004 menjadi 19.375 pada tahun 2007. Penyakit yanghmenunjukkan tingkat kenaikan cukup tajam adalah penyakit tekanan darah tinggi, bahkan penyakit gigi dan rongga mulut merupakan penyakit yang selama 2004-2007 menunjukkan peningkatan hampir 2 kali lipat.

Dari tinjauan fasilitas kesehatan seperti akses terhadap air minum, pada tahun 2007 sebagian besar penduduk (42,11%) menggunakan air sungai sebagai sumber air minum, disusul kemudian air leding (20,59%), dan air sumur terlindung (14,26%). Hal ini berpengaruh terhadap jenis penyakit warga mengingat air dipergunakan setiap hari untuk berbagai keperluan termasuk konsumsi.

Tabel 2.21. Sumber Air Minum Penduduk Tahun 2007

Sumber Air Minum Jumlah (%)

Air Dalam Kemasan 243 0.55

Leding 9,128 20.59

Pompa 2,917 6.58

Sumur Terlindung 6,321 14.26

Sumur Tak Terlindung 1,864 4.20

Mata Air Terlindung 3,244 7.32

Mata Air Tak erlindung 1,621 3.66

Air Sungai 18,669 42.11

Air Hujan 324 0.73

Jumlah 44,331 100

Sumber: Kutai Barat Dalam Angka 2008

Data di atas sesuai dengan kondisi kepemilikan air bersih yang pernah disurvei oleh BPS-Bappenas-UNDP pada tahun 2004 yang menunjukkan bahwa pada tahun 2002 sebanyak 74% rumah tangga di Kutai Barat tidak memiliki air bersih dan 35% rumah tangga tidak memiliki fasilitas kesehatan.


(41)

Tabel 2.2

2. Persentase Rumah Tangga Tak Ada Air Bersih dan Fasilitas Kesehatan Di

Kutai Barat 2002

Kabupaten Rumah Tangga Tak Ada AirBersih (%) Fasilitas Kesehatan (%)Rumah Tangga Tak Ada

Kutai Barat 74,0 35,0

Kutai Timur 49,8 28,8

Kutai Kertanegara 49,8 29,6

Kalimantan Timur 37,3 22,2

Sumber : BPS-Bappenas-UNDP, NHDR, 2004

Penyakit yang muncul di masyarakat juga dipengaruhi oleh penggunaan fasilitas pembuangan air besar. Berdasarkan data tahun 2007 menunjukkan bahwa 42,71% rumah tangga tidak memiliki pembuangan air besar sendiri, bahkan sekitar 9% rumah tangga belum memiliki fasilitas tersebut. Bila dihitung berdasarkan jumlah penduduk, lebih dari 10.000 penduduk yang belum memiliki fasilitas pembuangan air besar sama sekali. Jumalh fasilitas pembuangan air besar yang digunakan bersama-sama 5.077 atau 11,45%. Hal ini sangat berpengaruh terhadap kesehatan penduduk baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.

Tabel 2.23. Status fasilitas Pembuangan Air Besar Penduduk, Tahun 2007

Fasilitas Pembuangan Air Besar Jumlah (%)

Sendiri 25,397 57.29

Bersama 5,077 11.45

Umum 9,886 22.30

Tidak Ada 3,971 8.96

Jumlah 44,331 100

Umur rata-rata ibu pada saat kehamilan pertama antara usia 16-20 tahun dengan berat bayi sekitar 2-3 kg. Proses kelahiran biasanya dibantu oleh dukun beranak karena letak tempat tinggal mereka jauh dari puskesmas sehingga jarang yang memanfaatkan tenaga medis. Angka kematian bayi di


(1)

desentralistis. Hal ini merupakan momentum penting bagi daerah untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundangan-undangan. Pemberian otonomi luas kepada daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat. Untuk dapat memanfaatkan berbagai peluang dan sekaligus mengantisipasi berbagai tantangan yang dihadapi sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia, menuntut pemerintah daerah bersikap proaktif melakukan perubahan, baik perubahan peraturan, institusi, sistem maupun sumber daya manusia di daerah.

Di dalam masyarakat, peranan institusi adalah mengurangi ketidakpastian dengan cara membentuk struktur interaksi masyarakat yang stabil. Tetapi kestabilan itu bukan hal mutlak, karena dapat terjadi perubahan institusi. Perubahan institusi merupakan proses yang kompleks karena perubahan itu akan menimbulkan konsekuensi terhadap perubahan aturan.

Berikut ini beberapa informasi terkait dengan kondisi umum pemerintahan Kabupaten Kutai Barat:

A. Kampung dan Kecamatan

Total jumlah kampung di Kutai Barat hingga tahun 2007 berjumlah 223 kampung, yang tersebar di 21 kecamatan se Kabupaten Kutai Barat. Kecamatan yang memiliki kampung terbanyak adalah Kecamatan Barong Tongkok (21 kampung) sedangkan kecamatan dengan jumlah kampung terkecil adalah Kecamatan Laham (4 kampung). Kecamatan yang memiliki kampung dengan kepadatan penduduk rata-rata di atas 1000 terdapat di Kecamatan Melak (1.687), Linggang Bigung (1.617), dan Kecamatan Long Hubung (1.037).

B. Aparatur

Data aparatur negara (pegawai negeri sipil / PNS) yang ada di Kabupaten Kutai Barat untuk 5 tahun terakhir seperti terlihat pada (Tabel 2.37) Sampai akhir 2007 terdapat 3.454 orang meliputi PNS golongan IV sebanyak 616 orang, PNS golongan III


(2)

Tabel 2.48. Jumlah Pegawai Negeri Sipil Di Lingkungan Pemerintah Menurut Golongan (Orang) 2002-2007

Golongan

Tahun

2002 2003 2004 2007

1. Golongan IV 211 225 284 616

2. Golongan III 1.480 1.689 1.652 1.573

3. Golongan II 1.035 1.148 1.168 1.218

4. Golongan I 107 93 69 47

Jumlah 2.832 3.191 3.173 3.454

Sumber : Kutai Barat Dalam Angka 2008

sebanyak 1.573 orang, PNS golongan II sebanyak 1.218 orang dan PNS golongan I sebanyak 47 orang. Semua aparatur tersebut tersebar di Dinas, Kantor, Badan maupun Biro atau Bagian di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kutai Barat. Jumlah PNS yang naik pangkat ke golongan IV mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi di seppanjang 5 tahun terakhir sejak tahun 2002. Untuk golongan III dan II mengalami kenaikan yang relatif kecil.

Untuk pejabat struktural, pada tahun 2004 jumlah PNS yang bereselon II sebanyak 19 orang, PNS yang bereselon III sebanyak 101 orang, untuk PNS yang bereselon IV sebanyak 326 orang.

Tabel 2.49. Jumlah Pejabat Struktural Di Kab. Kutai Barat (Orang)

Golongan 2002 Tahun2003 2004

1. Eselon I - -

-2. Eselon II 20 19 19

3. Eselon III 99 101 101

4. Eselon IV 331 334 326

Jumlah 450 454 446

Sumber : BKD Kabupaten Kutai Barat

C. Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)

Berdasarkan data pada tahun 2007, jumlah SKPD di Kabupaten Kutai Barat adalah 46 SKPD, terdiri dari 25 Biro/Bagian/Bidang/Sekretariat, 14 Dinas, 4 Kantor dan 3 Badan. Dari Total pegawai, sebagain besar merupakan


(3)

lulusan SMU yaitu sebanyak 1.692 orang, lulusan S1 sebanyak 725 orang, dan lulusan DII sebanyak 513 orang.

Tabel 2.50. Jumlah PNS di Lingkungan Pemerintah Menurut Tingkat Pendidikan

No

. UNIT KERJA

S D

SLT P

SM

U DI DII DII I S1 S 2 S 3

1 Sekretaris Kabupaten 31 2 0 5 46 16

2 Sekretaris DPRD 12 1 3 7 1

3 Dinas Pendapatan Daerah 7 19 4

4 Dinas Pendidikan 60 38 965 89 457 44 290 8

5 Dinas Kesehatan 2 3 146 67 0 58 29 1

6 Dinas Pertanian 1 51 3 9 31 1

7 Dinas PU & Kimpraswil 34 3 28 1

8 Dinas Kehutanan 1 83 1 4 20 1

9 Dinas Perhubungan 16 1 2 8 3

10 Dinas Tenaga Kerja 1 3 2 15 1

11

Dinas Kependudukan, Catatan

Sipil, KB 7 2 10 2

12 Dinas Kebudayaan dan Pariwisata 1 11 2 3 10 2

13 Dinas Pemberdayaan Masy 10 1 1 14 1

14 Dinas Kesbang dan Politik 6 1 1 9 1

15 Dinas Perindagkop 7 1 3 13 2

16 Dinas Pertambangan dan LH 6 0 0 2 19 3

17 BAPPEDA 8 1 1 19 7

18 Badan Pengawasan 13 1 13 3

19 Badan Kepegawaian Daerah 6 1 13

20 Kantor Arsip Daerah 7 1 5

21 Kantor Satpol PP 8 3

22 Kantor Sosial 1 4

23 Kecamatan 8 5 210 1 46 15 63 2

24 RSUD Harapan Intan Sendawar 20 2 37 14 3

25 Sekretariat KPU 20 2 37 14 3

26 Pemkab 4 1 2 9 1

JUMLAH 72 48 1692 170 513 233 725 66 1 Sumber : Kutai Barat Dalam Angka 2008

2.5.2. Permasalahan

a). Secara internal pemerintah hasil pemekaran mengalami persoalan yang cukup serius di antaranya terbatasnya infrastruktur pendukung pemerintahan, rendahnya manajemen pemerintahan, akses informasi (IT) dan kapasitas keuangan daerah.


(4)

b). Sebagai suatu kabupaten baru, Kabupaten Kutai Barat membutuhkan banyak personil dalam menjalankan tanggung jawab baru sesuai dengan semangat otonomi daerah. Sebagai langkah praktis agar tugas-tugas inti pelayanan kepada masyarakat dapat segera berjalan, kebijakan penyediaan aparatur Pemerintah pada awal terbentuknya Kabupaten Kutai Barat lebih bertumpu pada ketersediaan orang yang bersedia bekerja sebagai calon pegawai pemerintah daerah, ketimbang mempertimbangkan kemampuan-kemampuan khusus yang harus dimiliki oleh calon pegawai yang bersangkutan.

c). Keterbatasan personil yang memiliki keahlian, menyebabkan belum optimalnya pelaksanaan tugas pokok sebagaimana yang dirumuskan dalam struktur organisasi Pemerintah Kabupaten. Kondisi ini yang menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan beban kerja masing-masing bagian/unit kerja di suatu bagian, dinas, badan, dan/atau kantor.

d). Upaya-upaya pengembangan kapasitas aparatur pemerintah dan kelembagaan selama ini lebih banyak yang berwawasan sektoral, dan ditujukan pada instansi-instansi sektoral sehingga mekanisme koordinasi, integrasi dan sinergitas antar lintas sektoral belum dilaksanakan sebagaimana mestinya.

e). Prinsip otonomi kampung belum mampu diterjemahkan oleh masyarakat kampung dalam menjalankan proses pemerintahan kampung. Sesuai dengan semangat UU No. 32/2004, kampung merupakan kesatuan masyarakat hukum yang memiliki hak untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat kampung berdasarkan asal usul dan adat istiadat masyarakat setempat. f). Sebagian besar wilayah Kutai Barat dihadapkan persoalan

keterisolasian terutama di wilayah yang jauh dari pusat pemerintahan. Hal ini menyebabkan jangkauan dan kualitas pelayanan pemerintahan dan pembangunan cenderung kurang merata. Di samping itu, lokasi wilayah yang sangat jauh antar


(5)

kecamatan menyebabkan kesulitan dalam berkoordinasi dan berkomunikasi.

g). Batas wilayah administratif yang tidak jelas berpotensi menyebabkan terjadinya sengketa batas antar pemerintah daerah, baik antar kecamatan maupun Kabupaten Kutai Barat dengan kabupaten lain di sekitarnya.

2.5.3.

Capaian Keberhasilan

a). Proses demokrasi dalam pemilihan Bupati dan Wakil Bupati secara langsung di Kabupaten Kutai Barat, telah berhasil dilaksanakan secara jujur, adil, demokrasi dan aman. Hal ini menunjukkan bahwa kedewasaan politik di tingkat lokal Kutai Barat sudah matang.

b). Perluasan kecamatan dari 13 menjadi 21 kecamatan telah memberikan jangkauan pelayanan yang semakin mudah, murah, cepat dan dekat dengan masyarakat;

c). Dalam upaya memenuhi tuntutan pelayanan prima bagi masyarakat umum dan pelaku usaha, Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang dibentuk di Kabupaten Kutai Barat hingga tahun 2004 berjumlah 35 SKPD, terdiri dari 12 (dua belas) Bagian/Bidang, 18 (delapan belas) Dinas, 3 (tiga) Badan dan 2 (dua) Kantor.

d). Upaya peningkatan kualitas aparatur pemerintah telah dilakukan secara terus menerus dan berkelanjutan;

e). Secara terencana, dalam upaya memberikan pelayanan yang semakin luas dan berkualitas, pemerintah Kabupaten Kutai Barat telah melengkapi berbagai fasilitas pendukung aktivitas pemerintahan, seperti gedung perkantoran dan berbagai peralatan pendukung lainnya.

f). Dalam upaya memberikan kepastian hukum dan melindungi hak-hak konstitusional masyarakat, pemerintah Kabupaten Kutai Barat sampai dengan tahun 2003 telah berhasil menetapkan 39 buah Peraturan Daerah yang mengatur berbagai kehidupan


(6)

2.5.4.

Output

a). Terwujudnya tertib administrasi pemerintahan di lingkungan pemerintahan Kabupaten Kutai Barat;

b). Meningkatkan kepercayaan dan kepuasan masyarakat dan dunia usaha terhadap kinerja penyelenggaraan pemerintahan; c). Terwujudnya supremasi hukum dalam semua aspek di

lingkungan pemerintahan Kabupaten Kutai Barat;

d). Terwujudnya sistem dan prosedur pengelolaan (perencanaan, pelaksanaan dan pertanggungjawaban/pengawasan) keuangan daerah yang efsiensi, efektivitas, transparansi, akuntabilitas, partisipatif dan responsif;

e). Terwujudnya sistem dan prosedur pengelolaan (perencanaan, pelaksanaan dan pertanggungjawaban/pengawasan) pembangunan daerah yang efsiensi, efektivitas, transparansi, akuntabilitas, partisipatif dan responsif;

f). Meningkatnya kapabilitas dan profesionalisme SDM aparatur pemerintahan Kabupaten Kutai Barat;

g). Terwujudnya penyelenggaraan pelayanan pemerintahan yang semakin cepat (faster), semakin mudah (easier) dan semakin murah (cheaper);

h). Terciptanya hubungan yang sinergis dan harmonis antara eksekutif, legislatif dan masyarakat umum;

i). Terwujudnya kemandirian dalam penyelenggaraan pemerintahan kampung yang berlandaskan pada prinsip-prinsip ketatapemerintahan yang baik dan pemerintahan yang bersih (good governance and clean government);