Karakteristik Mataair Kaki Lereng Gunung Merapi Dan Pemanfaatannya Di Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang.

(1)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh Ririn Putri Aurita NIM 13405241032

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2017


(2)

(3)

(4)

(5)

v

MOTTO

“Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Maka apabila engkau telah selesai (dari sesuatu urusan), tetaplah bekerja keras (untuk urusan yang lain).

Dan hanya kepada Tuhanmulah engkau berharap.” (QS. Al-Insyirah: 6-8)

“Banyak kegagalan hidup terjadi karena orang-orang tidak menyadari Betapa dekatnya kesuksesan ketika mereka menyerah.”

(Thomas Alfa Edison)

“Kebanggan kita yang terbesar adalah bukan tidak pernah gagal, tetapi bangkit kembali setiap kali kita jatuh.”

(Confusius)

Lakukan yang terbaik pada setiap kesempatan yang dimiliki. (Penulis)


(6)

vi

PERSEMBAHAN

Alhamdulillahiraabil’alamin. Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kesehatan, kemudahan, dan kelancaran sehingga saya dapat menyelesaikan tugas akhir skripsi ini. Sebagai tanda bakti dan rasa terimakasih, sebuah karya sederhana ini saya persembahkan untuk:

 Kedua orang tua saya tercinta, Ayah Heriyanto dan Bunda Titiani atas segala doa, restu, kasih sayang, semangat, inspirasi, dan dukungan, baik moril maupun materiil yang tidak terhingga.

 Nenek saya, yang telah merawat dan membesarkan saya, atas segala doa dan cinta yang diberikan.

 (Alm) kakek dan (Almh) ibu saya atas limpahan kasih sayang semasa hidupnya.

Karya ini juga saya bingkiskan untuk:

 Kedua adik saya tercinta, Ajeng Suci Ratnaningsih dan Dimas Dzaki Azizan Aurio yang telah memberikan semangat untuk segera menyelesaikan tugas akhir ini.

 Teman-teman di Jurusan Pendidikan Geografi angkatan 2013 atas untaian cerita semasa kuliah.

 Almamater UNY yang akan selalu saya ingat dalam setiap perjalanan hidup saya.


(7)

vii

KARAKTERISTIK MATAAIR KAKI LERENG GUNUNG MERAPI DAN PEMANFAATANNYA DI KECAMATAN DUKUN

KABUPATEN MAGELANG Oleh

Ririn Putri Aurita NIM 13405241032

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk: 1) Mendekripsikan pola sebaranmataair di Kecamatan Dukun;2) Mengetahui potensi, pemanfaatan, dan imbangan antara potensi dan pemanfaatan mataair di Kecamatan Dukun; 3)Membandingkan kualitas fisik dan kimia mataair di Kecamatan Dukun pada bentuklahan dataran kaki gunungapi dan dataran fluvial gunungapi berdasarkan persyaratan baku mutu air minum menurut Permenkes RI nomor 492 tahun 2010.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kuantitatif.Populasi dalam penelitian ini terdiri atasfenomena fisik dan non fisik. Fenomenafisik berupa seluruh titik pemunculan mataair dan lahan irigasinya. Fenomenanon fisik dalam penelitian ini adalah seluruh rumah tangga pengguna mataair tersebut. Teknik pengambilan sampel menggunakan a)purposive samplinguntuk sampel mataair; b)area probability samplinguntuk sampel kebutuhan air irigasi;c) random sampling untuk sampel rumah tangga pengguna mataair. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah a) observasi untuk memperoleh data sebarandan potensi mataair; b) wawancara untuk memperoleh data kebutuhan air rumah tangga; c) dokumentasi untuk memperoleh data kebutuhan air irigasi. Analisis data yang digunakan ialah “nearest neighbour analysis”, analisis debit metode volumentrik, analisis imbangan mataair untuk kebutuhan rumah tangga dan irigasi, serta analisis kualitas fisik dan kimia mataair.

Hasil penelitian ini menunjukkan: 1) Sebaranmataair di Kecamatan Dukunberdasarkan “nearest neighbour analysis” masuk ke dalam pola mengelompok. 2) Terdapat 41 mataair yang terdiri atas 33 mataair untuk kebutuhan rumah tangga dan 8 mataair untuk kebutuhan irigasi. Debit mataair terendah 0,16 liter/detik dan debit tertinggi 16 liter/detik. Rata-rata debit mataair untuk kebutuhan rumah tangga adalah 1,6 liter/detik dan mataair untuk irigasi adalah 13,88 liter/detik. Pemanfaatan mataair untuk memenuhi kebutuhan air rumah tangga di seluruh desa tercukupi dan rata-rata imbangan airnya surplus. Pemanfaatan mataair untuk irigasi secara keseluruhan juga tercukupi, namun terdapat bulan yang mengalami kekurangan air yakni pada bulan Mei pertengahan kedua di Dusun Paten dan Dusun Bandung wilayah Desa Paten. 3) Kualitas fisika dan kimia mataair pada bentuklahan dataran kaki gunungapi dan dataran fluvial gunungapi sesuai dan memenuhi persyaratan kualitas air minum dalam Permenkes RI Nomor 492 Tahun 2010.

Kata Kunci : Karakteristik Mataair, Kaki Lereng Gunung Merapi, Kecamatan Dukun


(8)

viii

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Alhamdulillahiraabil’alamin. Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, berkah, hidayah, serta karunia-Nya sehingga Tugas Akhir Skripsi yang berjudul “Karakteristik Mataair Kaki Lereng Gunung Merapi dan Pemanfaatannya di Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang” dapat penulis selesaikan dengan baik.

Penulis menyadari bahwa dalam perencanaan, pelaksanaan, hingga penyusunan Tugas Akhir Skripsi ini tidak terlepas dari arahan, bantuan, motivasi, dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan terimakasih kepada:

1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta, yang telah memberikan kesempatan untuk menempuh studi di Jurusan Pendidikan Geografi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Yogyakarta.

2. Dekan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan izin penelitian.

3. Ketua Jurusan Pendidikan Geografi Universitas Negeri Yogyakarta atas izin yang telah diberikan untuk penyusunan Tugas Akhir Skripsi ini. 4. Bapak Suhadi Purwantara, M.Si, sebagai dosen pembimbing yang

dengan kesabaran dan ketulusan telah meluangkan waktu dalam memberikan arahan, bimbingan, masukan, dan motivasi sehingga Tugas Akhir Skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

5. Ibu Nurul Khotimah, M.Si, sebagai dosen narasumber yang telah memberikan dukungan, saran, dan kritik dalam penyusunan Tugas Akhir Skripsi ini.


(9)

ix

6. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Pendidikan Geografi Universitas Negeri Yogyakarta atas seluruh ilmu, bimbingan, dan kasih sayang yang telah diberikan.

7. Ibu Dr. Muhsinatun Siasah Masruri sebagai Dosen Pembimbing Akademik yang telah memberikan bimbingan, masukan, dan arahan dalam proses studi.

8. Bapak Arif Ashari, M.Sc yang telah memberikan inspirasi, arahan, dan motivasi dalam penelitian ini.

9. Bapak Agung Yulianto, S.E atas masukan dan bantuan sehingga penelitian ini dapat berjalan dengan lancar.

10. Camat Dukun yang telah memberikan kemudahan dalam izin penelitian. 11. Seluruh perangkat desa dan warga Kecamatan Dukun yang terlibat

dalam pengambilan data, khususnya untuk Bapak Suroto, Bapak Tukimin, dan Bapak Tarwoto yang telah memberikan tenaga dan bantuan.

12. Kedua orang tua saya, Ayah Heriyanto dan Bunda Titiani, nenek saya, serta kedua adik saya atas segala doa, dukungan, dan semangat dalam proses penyusunan Tugas Akhir Skripsi ini.

13. Andika Surya Ardi yang telah memberikan semangat, motivasi, dan terutama bantuan dalam pengambilan data.

14. Sahabat-sahabat saya, Milla Muthia Rahayu, Seli Anjas Pratiwi, Novi Laniastuti, Isna Khoirun Nisa, Galuh Ajeng Nugraheni, Afrilia Dwi Nurvitasari, Icaratna Ulan Sari, Isna Muammar, Apri Waidah, Ahmad Saiful Mandaladi, Aan Nurdianto, Gregorius Nopria, dan Walidatul Widad atas segala dukungannya dalam penyelesaian skripsi ini.


(10)

x

15. Teman-teman Jurusan Pendidikan Geografi angkatan 2013 yang telah memberikan warna selama masa studi.

16. Teman-teman di Himpunan Mahasiswa Pendidikan Geografi (HMPG), khususnya bidang Kesejahteraan dan Advokasi Mahasiswa.

17. Tim PKM-Pengabdian Masyarakat di Dusun Gembyong, Desa Ngoro-oro, Kecamatan Pathuk, Kabupaten Gunungkidul.

18. Tim asistensi praktikum Geografi Tanah tahun 2014.

19. Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah memberikan bantuan dalam menyelesaikan Tugas Akhir Skripsi. Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan skripsi ini banyak mengalami kendala, namun berkat bantuandari berbagai pihak sehingga kendala-kendala yang dihadapi tersebut dapat diatasi. Semoga Allah SWT memberikan balasan atas kebaikan yang telah diberikan. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini terdapat kekurangan, sehingga penulis mengharapkan adanya saran dan kritikyang bersifat membangun. Semoga Tugas Akhir Skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua serta dapat memberikan sumbangan pada perkembangan ilmu pengetahuan.

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Yogyakarta, 7 Desember 2016


(11)

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... Error! Bookmark not defined. HALAMAN PERNYATAAN ... Error! Bookmark not defined. HALAMAN PENGESAHAN ... Error! Bookmark not defined. MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Pembatasan Masalah ... 7

D. Rumusan Masalah ... 8

E. Tujuan Penelitian ... 8

F. Manfaat Penelitian ... 9

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 11

A. Deskripsi Teori ... 11

1. Kajian Geografi ... 11

2. Kondisi Geologis ... 21

3. Kondisi Geomorfologis ... 21

4. Kondisi Hidrologis ... 26

B. Penelitian yang Relevan ... 52

C. Kerangka Pemikiran... 55

BAB III METODE PENELITIAN ... 58

A. Desain Penelitian ... 58

B. Waktu dan Tempat Penelitian ... 60

C. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel ... 60

D. Populasi dan Sampel ... 62

E. Metode Pengumpulan Data ... 65

F. Teknik Analisis Data ... 66

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 72

A. Deskripsi Daerah Penelitian ... 72

1. Letak, Luas, dan Batas Wilayah Penelitian ... 72

2. Iklim ... 75

3. Kondisi Geologis ... 80

4. Kondisi Geomorfologi ... 83

5. Jenis Tanah... 85

6. Penggunaan Lahan ... 88

7. Ketinggian Tempat ... 92

8. Jumlah dan Kepadatan Penduduk ... 94

B. Pembahasan Hasil Penelitian ... 96

1. Pola Sebaran Mataair di Kecamatan Dukun ... 96

2. Potensi dan Pemanfaatan Mataair untuk Kebutuhan Air Rumah Tangga di Kecamatan Dukun ... 102


(12)

xii

3. Potensi dan Pemanfataan Mataair untuk Kebutuhan Air Irigasi di

Kecamatan Dukun ... 148

4. Kualitas Mataair di Kecamatan Dukun ... 176

BAB V ... 198

PENUTUP ... 198

A. Simpulan ... 198

B. Saran ... 199


(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Data Mataair Kecamatan Dukun ... 4

Tabel 2. Jumlah Penduduk di Kecamatan Dukun... 5

Tabel 3. Klasifikasi Mataair Berdasarkan Debit ... 32

Tabel 4. Pemanfaatan Air Domestik Berdasarkan Kategori Kota ... 35

Tabel 5. Parameter Wajib Persyaratan Kualitas Air Minum berdasarkan Permenkes Nomor 492 Tahun 2010 ... 42

Tabel 6. Jumlah Sampel Rumah Tangga di Kecamatan Dukun ... 63

Tabel 7. Jumlah Sampel Mataair di Kecamatan Dukun ... 64

Tabel 8. Pembagian Luas Wilayah Penelitian ... 73

Tabel 9. Rerata Curah Hujan Bulanan Selama 10 Tahun yaitu 2006-2016 dari 5 (Lima) Stasiun di Daerah Penelitian ... 75

Tabel 10. Klasifikasi Iklim menurut Schmdit-Fergusson ... 79

Tabel 11.Perbandingan Bulan Basah dan Bulan Kering selama 11 Tahun dari Lima Stasiun Hujan ... 80

Tabel 12. Jenis Tanah di Kecamatan Dukun ... 85

Tabel 13.Penggunaan Lahan di Kecamatan Dukun ... 88

Tabel 14. Jumlah dan Kepadatan Penduduk di Kecamatan Dukun ... 95

Tabel 15. Potensi dan Sebaran Mataair untuk Kebutuhan Air Rumah Tangga di Kecamatan Dukun... 103

Tabel 16. Pemanfaatan Mataair Berdasarkan Jenis Kegiatan di Desa Ketunggeng ... 106

Tabel 17. Imbangan Pemanfaatan Air Rumah Tangga dengan Mataair di Desa Ketunggeng ... 107

Tabel 18. Pemanfaatan Mataair Berdasarkan Jenis Kegiatan di Desa Ngadipuro ... 108

Tabel 19. Imbangan Pemanfaatan Air Rumah Tangga dengan Mataair di Desa Ngadipuro ... 109

Tabel 20. Pemanfaatan Mataair Berdasarkan Jenis Kegiatan di Desa Dukun ... 111

Tabel 21. Imbangan Pemanfaatan Air Rumah Tangga dengan Mataair di Desa Dukun ... 113

Tabel 22. Pemanfaatan Mataair Berdasarkan Jenis Kegiatan di Desa Sumber ... 115

Tabel 23. Imbangan Pemanfaatan Air Rumah Tangga dengan Mataair di Desa Sumber ... 117

Tabel 24. Pemanfaatan Mataair Berdasarkan Jenis Kegiatan di Desa Kalibening ... 118

Tabel 25. Imbangan Pemanfaatan Air Rumah Tangga dengan Mataair di Desa Kalibening ... 120

Tabel 26. Pemanfaatan Mataair Berdasarkan Jenis Kegiatan di Desa Wates ... 121

Tabel 27. Imbangan Pemanfaatan Air Rumah Tangga dengan Mataair di Desa Wates ... 123

Tabel 28. Pemanfaatan Mataair Berdasarkan Jenis Kegiatan di Dusun Sanggrahan Desa Banyubiru ... 124

Tabel 29. Imbangan Pemanfaatan Air Rumah Tangga dengan Mataair di Dusun Sanggrahan Desa Banyubiru ... 125


(14)

xiv

Tabel 30. Pemanfaatan Mataair Berdasarkan Jenis Kegiatan

di Desa Banyudono ... 126

Tabel 31. Imbangan Pemanfaatan Air Rumah Tangga dengan Mataair di Desa Banyudono ... 127

Tabel 32. Pemanfaatan Mataair Berdasarkan Jenis Kegiatan di Dusun Mangunsoko Desa Mangunsoko ... 128

Tabel 33. Imbangan Pemanfaatan Air Rumah Tangga dengan Mataair di Dusun Mangunsoko Desa Mangunsoko ... 129

Tabel 34. Pemanfaatan Mataair Berdasarkan Jenis Kegiatan di Desa Sewukan ... 130

Tabel 35. Imbangan Pemanfaatan Air Rumah Tangga dengan Mataair di Desa Sewukan ... 132

Tabel 36. Pemanfaatan Mataair Berdasarkan Jenis Kegiatan di Desa Sengi ... 133

Tabel 37. Imbangan Pemanfaatan Air Rumah Tangga dengan Mataair di Desa Sengi ... 135

Tabel 38. Pemanfaatan Mataair Berdasarkan Jenis Kegiatan di Desa Paten ... 137

Tabel 39. Imbangan Pemanfaatan Air Rumah Tangga dengan Desa Paten ... 139

Tabel 40. Pemanfaatan Mataair Berdasarkan Jenis Kegiatan di Desa Krinjing ... 140

Tabel 41. Imbangan Pemanfaatan Air Rumah Tangga dengan Mataair di Desa Krinjing ... 142

Tabel 42. Pemanfaatan Mataair Berdasarkan Jenis Kegiatan di Dusun Banaran Desa Keningar ... 143

Tabel 43. Imbangan Pemanfaatan Air Rumah Tangga dengan Mataair di Dusun Banaran Desa Keningar ... 144

Tabel 44. Pemanfaatan Mataair Berdasarkan Jenis Kegiatan di Desa Ngargomulyo ... 145

Tabel 45. Imbangan Pemanfaatan Air Rumah Tangga dengan Mataair di Desa Ngargomulyo ... 147

Tabel 46. Potensi dan Sebaran Mataair untuk Kebutuhan Air Irigasi ... 149

Tabel 47. Evaporasi Bulanan (mm/15 harian) Daerah Penelitian ... 152

Tabel 48. Tabel 48. Faktor Tanaman dalam Setiap Fase Pertumbuhan (Kc) .. 153

Tabel 49. Kebutuhan Air Untuk Tanaman Pada Daerah Penelitian ... 155

Tabel 50. Nilai Perkolasi Berdasarkan Tekstur Tanah ... 156

Tabel 51. Nilai Perkolasi Daerah Penelitian ... 157

Tabel 52. Nilai Penggenangan dan Penjenuhan Daerah Penelitian ... 158

Tabel 53. Nilai Kebutuhan Air Pada Petak Sawah/ Farm Water Requirement (FWR) ... 160

Tabel 54. Nilai Curah Hujan Efektif (Re) Daerah Penelitian ... 162

Tabel 55. Kebutuhan Air Untuk Areal Irigasi Desa Kalibening dan Desa Ngargomulyo ... 166

Tabel 56. Kebutuhan Air Untuk Areal Irigasi Desa Paten dan Desa Krinjing ... 167

Tabel 57. Evaluasi Imbangan Air di Lahan Pertanian Desa Kalibening ... 171

Tabel 58. Evaluasi Imbangan Air di Lahan Pertanian Desa Ngargomulyo... 172

Tabel 59. Evaluasi Imbangan Air di Lahan Pertanian Dusun Paten Desa Paten ... 173


(15)

xv

Tabel 60. Evaluasi Imbangan Air di Lahan Pertanian Dusun Bandung

Desa Paten ... 174 Tabel 61. Evaluasi Imbangan Air di Lahan Pertanian Desa Krinjing ... 175


(16)

xvi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran ... 57

Gambar 2. Peta Administrasi Kecamatan Dukun ... 74

Gambar 3. Peta Polygon Thiessen Kecamatan Dukun ... 77

Gambar 4. Peta Geologi Kecamatan Dukun ... 82

Gambar 5. Peta Bentuk Lahan Kecamatan Dukun ... 84

Gambar 6. Peta Jenis Tanah di Kecamatan Dukun ... 87

Gambar 7. Peta Penggunaan Lahan di Kecamatan Dukun ... 91

Gambar 8. Peta Ketinggian Tempat Kecamatan Dukun ... 93

Gambar 9. Hasil Analisis Tetangga Terdekat Menggunakan ArcGIS ... 97

Gambar 10. Peta Persebaran Mataair di Kecamatan Dukun ... 98

Gambar 11. Peta Persebaran Mataair Berdasarkan Ketinggian ... 100

Gambar 12. Peta Persebaran Mataair Berdasarkan Bentuklahan ... 101

Gambar 13. Diagram Batang Hasil Uji Warna Air... 177

Gambar 14. Diagram Batang Hasil Uji Total Zat Padat Terlarut Air ... 178

Gambar 15. Diagram Batang Hasil Uji Kekeruhan Air ... 179

Gambar 16. Diagram Batang Hasil Uji Suhu Air ... 181

Gambar 17. Diagram Batang Hasil Uji Kandungan Alumunium dalam Air ... 182

Gambar 18. Diagram Batang Hasil Uji Kandungan Besi dalam Air ... 183

Gambar 19. Diagram Batang Hasil Uji Kesadahan Air ... 184

Gambar 20. Diagram Batang Hasil Uji Kandungan Klorida dalam Air ... 185

Gambar 21. Diagram Batang Hasil Uji Kandungan Mangan dalam Air ... 186

Gambar 22. Diagram Batang Hasil Uji pH Air ... 187

Gambar 23. Diagram Batang Hasil Uji Kandungan Seng dalam Air ... 188

Gambar 24. Diagram Batang Hasil Uji Kandungan Sulfat dalam Air ... 189

Gambar 25. Diagram Batang Hasil Uji Kandungan Tembaga dalam Air ... 189

Gambar 26. Diagram Batang Hasil Uji Kandungan Amonia dalam Air ... 190

Gambar 27. Diagram Batang Hasil Uji Kandungan Arsen dalam Air ... 191

Gambar 28. Diagram Batang Hasil Uji Kandungan Fluorida dalam Air ... 192

Gambar 29. Diagram Batang Hasil Uji Total Kandungan Krom dalam Air ... 193

Gambar 30. Diagram Batang Hasil Uji Kandungan Kadmium dalam Air ... 194

Gambar 31. Diagram Batang Hasil Uji Kandungan Nitrit dalam Air ... 195


(17)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Dokumentasi Kegiatan Penelitian ... 202

Lampiran 2. Instrumen Penelitian ... 208

Lampiran 3. Data Curah Hujan dan Suhu Udara Wilayah Penelitian ... 211

Lampiran 4. Data Perhitungan Kebutuhan Air Rumah Tangga... 230

Lampiran 5. Identitas Responden ... 241

Lampiran 6. Hasil Uji Kualitas Air di Laboratorium ... 247


(18)

1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar BelakangMasalah

Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang memiliki keanekaragaman alam yang kaya disertai potensi air yang luar biasa untuk kawasan Asia-Oseania. Negeri ini memiliki 17.000 pulau dengan garis pantai sepanjang 81.000 km dan lima pulau utama, yakni Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua. Sunaryo(2004: 3), menyatakan bahwa setiap wilayah kepulauan di Indonesia terdiri atas kombinasi berbagai bentukan geomorfologi yang berbeda-beda, seperti rangkaian pegunungan, bukit, bantaran alluvial, dan danau. Aspek geografis itulah yang menyebabkan permukaan daratan Indonesia menjadi bervariasi. Variasi tersebut yang menyebabkan Indonesia dikaruniai potensi hidrometeorologi yang unik.

Potensi cadangan air tawar yang dimiliki Indonesia adalah yang kelima terbesar di dunia setelah Brazil, Amerika Serikat, Cina, dan Kanada. Namun cadangan air tersebur tersebar tidak merata di wilayah Indonesia. (Sudarmadji, 2014: 15). Secara nasional, ketersediaan air di Indonesia mencapai 694 milyar meter kubikper tahun. Jumlah ini pada dasarnya adalah potensi yang dapat dimanfaatkan secara optimal. Namun kenyataannya, saat ini baru sekitar 23 persen yang sudah dimanfaatkan. Dari 23 persen tersebut hanya sekitar 20 persen yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan air baku rumah tangga, kota, dan industri, sedangkan 80 persen lainnya dimanfaatkan untuk memenuhikebutuhan irigasi (Hartoyo, 2010 dalam Candra, 2016:3-4).Salah satu potensi air yang ada di Indonesia adalah air tanah yang berbentuk mataair (water spring).


(19)

2

Mataair adalah aliran air yang muncul di permukaan berbentuk keluaran terpusat dari airtanah. Mataair berupa pemunculan air bumi pada permukaan tanah secara alami yang disebabkan oleh adanya perpotongan aliran air bumi tersebut dengan muka tanah dalam bentuk topografi setempat. Mataair sebagai salah satu sumber daya air tanah yang muncul di permukaan menjadi andalan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan air sehari-hari. Menurut Gholami (2008) dalam Hendra (2012: 3) mataair umumnya memiliki kualitas air yang bersih sehingga mempunyai peranan penting dalam pemenuhan kebutuhan air bersih bagi masyarakat.

Kecamatan Dukun merupakan salah satu kecamatan yang terletak di wilayah Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah. Sebagian besar wilayah Kecamatan Dukun tersusun atas bentuklahan vulkanik yang berada pada lereng bagian barat Gunung Merapi. Secara umum, formasi batuan di Kecamatan Dukun tersusun dari formasi Gunung Merapi Muda. Formasi Gunung Merapi Muda merupakan major aquifer yang memiliki permeabilitas baik sehingga banyak mataair yang muncul di wilayah tersebut. Mataair yang muncul tersebut pada umumnya membentuk pola seperti sabuk yang disebut dengan sabuk mataair (spring belt).

Mataair di Kecamatan Dukun merupakan mataair bertipe perennial yang mengalir sepanjang tahun. Namun, beberapa tahun terakhir ini terus terjadi penurunan debit dari setiap mataair. Faktor penting yang memberikan dampak perubahan debit mataair tersebut adalah karena berkurangnya kawasan lindung sebagai daerah resapan air. Debit mataair tidak hanya sekedar berkurang, beberapa sumber mataair bahkan mengering dan mati pada saat musim kemarau. Jumlah lahan kritis yang meningkat juga


(20)

3

menyebabkan hilangnya fungsi lahan sebagai media pengatur tata air. Hal tersebut menyebabkan bencana kekeringan melanda beberapa dusun di Kecamatan Dukun pada saat musim kemarau. Salah satu desa yang mengalami kekeringan pada saat musim kemarau adalah Desa Banyudono. Desa Banyudono hanya menggunakan satu sumber mataair untuk mencukupi kebutuhan air penduduk 5 dusun, yakni Dusun Talun Kidul, Dusun Sorobandan, Dusun Macanan, Dusun Karang, dan Dusun Sentran. Pada saat musim penghujan, debit mataair mampu mencukupi kebutuhan air, namun pada saat musim kemarau besar debit mataair berkurang sehingga tidak mampu mencukupi kebutuhan warga Desa Banyudono.

Sebagian besar desa di wilayah Kecamatan Dukun memiliki sumber mataair untuk mencukupi kebutuhan masing-masing setiap desa. Sumber mataair yang ada di setiap desa tersebut memiliki debit dan persebaran yang berbeda-beda. Di Kecamatan Dukun, ada desa yang setiap dusunnya memiliki mataair lebih dari satu, seperti di Desa Dukun yang setiap dusunnya memiliki sumber mataair masing-masing. Namun terdapat pula desa dengan sumber mataair terbatas, sehingga mengandalkan mataair yang ada di wilayah desa lain untuk memenuhi kebutuhannya. Hal tersebut menunjukkan bahwa data-data mengenai debitdan persebaran mataair dari setiap sumber-sumber mataair sangat diperlukan agar air dari sumber-sumber-sumber-sumber mataair tersebut dapat terdistribusi secara maksimal.

Mataair yang terdapat di wilayah Kecamatan Dukun belum terdaftar dan terpetakan secara optimal. Dari data rekapitulasi mataair yang dikeluarkan oleh Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air Provinsi Jawa Tengah, di Kecamatan Dukun hanya terdata 12 mataair yang tersebar di 6


(21)

4

desa, yakni Desa Wates, Desa Kalibening, Desa Paten, Desa Sengi, Desa Banyubiru, dan Desa Ketunggeng. Berdasarkan hasil observasi, hampir setiap desa di wilayah Kecamatan Dukun memiliki sumber mataair. Hal ini memperlihatkan bahwa banyak potensi mataair yang belum diinventarisasikan. Oleh karena itu, pendataan mataair terutama dalam hal lokasi dan potensi debitnya sangat diperlukan dalam upaya pengoptimalan distribusi air dari setiap sumber-sumber mataair.

Tabel 1. Data Mataair Kecamatan Dukun

No. Nama Mataair Desa

1 Betik Wates

2 Tuk Sempan Wates 3 Tuk Petung Wates 4 Tuk Gondok Kali Bening 5 Tuk Ringin Kali Bening 6 Tuk Simbir Kali Bening

7 Tuk Laren Paten

8 Tuk Candi Sengi

9 Sanggrahan Banyubiru 10 Mangguan Ketunggeng 11 Tuk Mangguan Ketunggeng 12 Tuk Manggun Ketunggeng

Sumber : Rekapitulasi Mataair Provinsi Jawa Tengah

Air dari sumber-sumber mataair yang terdapat di Kecamatan Dukun digunakan untuk berbagai macam pemanfataan, antara lain adalah untuk irigasi pertanian dan kebutuhan air rumah tangga. Kebutuhan terhadap sumberdaya air secara langsung dikontrol oleh jumlah penduduk. Kebutuhan air untuk rumah tangga di Kecamatan Dukun juga terus meningkat dari waktu ke waktu sejalan dengan laju pertambahan jumlah penduduk yang terus meningkat. Berikut disajikan data jumlah penduduk Kecamatan Dukun dari tahun 1980 sampai tahun 2015 pada pada Tabel 2.


(22)

5

Tabel 2. Jumlah Laju Pertumbuhan Penduduk di Kecamatan Dukun Tahun Jumlah Penduduk

(jiwa)

Laju Pertumbuhan Penduduk (%)

1980 37.733 -

1990 38.269 1,411

2000 40.424 5,478

2011 43.219 6,085

2012 43.487 1,054

2015 44.878 1,044

Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Magelang

Berdasarkan pengamatan dan wawancara singkat oleh peneliti, warga desa di Kecamatan Dukun yang bertempat tinggal di kaki lereng bagian atas hanya menggunakan mataair sebagai sumber air untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Hal tersebut dikarenakan sumur tidak dapat dibuat di daerah ini, sedangkan masyarakat yang bertempat tinggal di kaki lereng bagian bawah dapat menggunakan sumur sebagai tambahan sumber air. Namun, penggunaan air dari mataair tetap menjadi prioritas utama warga Kecamatan Dukun dalam memenuhi kebutuhan air rumah tangga sehari-hari.

Selain digunakan untuk memenuhi kebutuhan air rumah tangga, mataair di Kecamatan Dukun juga digunakan sebagai sumber air untuk mengairi lahan pertanian (irigasi). Walaupun sumber air irigasi lahan pertanian desa-desa di Kecamatan Dukun ada yang berasal dari sungai, namun ada pula desa dengan lahan pertanian yang hanya mengandalkan air dari sumber mataair. Pada beberapa desa yang terletak di lereng kaki bagian atas, seperti Desa Paten dan Desa Krinjing, mataair merupakan sumber air utama untuk mengairi lahan pertanian. Berdasarkan hasil pengamatan, mataair yang digunakan untuk irigasi di Desa Paten dan Desa Krinjing dibendung kemudian disalurkan melalui pipa-pipa menuju lahan-lahan pertanian. Mataair yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan air


(23)

6

irigasi tersebut rata-rata memiliki debit yang cukup besar, yakni 8 sampai 16 liter per detik.

Penelitian karakteristik mataair di suatu wilayah merupakan sesuatu yang penting dilakukan tidak hanya berhubungan dengan kuantitas mataair tetapi juga kualitas mataair yang dipergunakan penduduk untuk berbagai pemanfaatan. Kuantitas air berupa potensi air di suatu wilayah dikaitkan dengan kebutuhan air untuk keperluan rumah tangga, keperluan pengairan lahan pertanian, dan berbagai keperluan lainnya. Kualitas air di suatu wilayah juga dikaitkan dengan karakteristik lingkungan sekitarnya.Berdasarkan latar belakang tersebut,diperlukannya sebuah penelitian mengenai karakteristik mataair dan pemanfaatannya di Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Karakteristik Mataair Kaki Lereng Gunung Merapi dan Pemanfaatannya di Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, dapat diidentifikasi masalah yang terkait sumber air di Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang adalah sebagai berikut:

1. Mataair yang terdapat di Kecamatan Dukun dimungkinkan mengalami penurunan debit.

2. Beberapa sumber mataair di Kecamatan Dukun mengering dan mati pada saat musim kemarau.


(24)

7

3. Jumlah lahan kritis yang meningkat menyebabkan hilangnya fungsi lahan sebagai media pengatur tata air di Kecamatan Dukun.

4. Bencana kekeringan melanda beberapa dusun di Kecamatan Dukun pada saat musim kemarau

5. Titik-titik pemunculan mataair di Kecamatan Dukun belum terinventarisasi dan terpetakan secara optimal.

6. Belum terdapatnya data mengenai debitdan persebaran mataair dari setiap sumber-sumber mataair di Kecamatan Dukun.

7. Kebutuhan air untuk rumah tangga di Kecamatan Dukun terus meningkat.

8. Belum adanya data pemanfaatan air dari sumber-sumber mataair yang ada di Kecamatan Dukun.

9. Belum adanya kajian mengenai kualitas mataair yang digunakan penduduk sesuai dengan pemanfaatannyadi Kecamatan Dukun.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah, permasalahan-permasalahan yang ada perlu dibatasi mengingat pertimbangan urgensi permasalahan di wilayah penelitian, maka penelitian akan dibatasi pada permasalahan:

1. Belum tersedia data mengenai pola sebaran mataair dari setiap sumber-sumber mataair di Kecamatan Dukun.

2. Belum adanya data mengenai potensi mataair, pemanfaatan, dan imbangannya yang ada di Kecamatan Dukun.

3. Belum adanya kajian mengenai kualitas mataair yang digunakan penduduk untuk pemanfaatan air minum di Kecamatan Dukun.


(25)

8

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah:

1. Bagaimana pola sebaranmataair di Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang?

2. Bagaimana potensi mataair, pemanfaatan, dan imbangannya di Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang?

3. Bagaimana perbandingan kualitas air mataair di Kecamatan Dukun pada bentuklahan dataran kaki gunungapi dan dataran fluvial gunungapi berdasarkan persyaratan baku mutu air minum menurut Permenkes RI nomor 492 tahun 2010?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan dari dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengidentifikasipola sebaranmataair di Kecamatan Dukun Kabupaten

Magelang.

2. Mengetahui potensi mataair, pemanfaatan, dan imbangan mataair di Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang.

3. Mengetahui perbedaankualitas mataair di Kecamatan Dukun pada bentuklahan dataran kaki gunungapi dan dataran fluvial gunungapi berdasarkan persyaratan baku mutu air minum menurut Permenkes RI nomor 492 tahun 2010.


(26)

9

F. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

a. Penelitian ini diharapkan dapat menjelaskan salah satu kajian hidrologi yakni mengenai mataair di daerah vulkan.

b. Penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk memprediksi karakteristik mataair pada bentuklahan vulkan, hubungan antara jumlah penduduk dengan penggunaan air, baik untuk irigasi maupun rumah tangga, serta memprediksi kualitas mataair dalam hubungannya dengan lingkungan sekitarnya.

c. Penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk mengontrol kerusakan daerah tangkapan air hujan sehingga potensi debit mataair dapat terjaga.

2. Manfaat Praktis a. Bagi Masyarakat

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat mengenai distribusi, debit, potensi, pemanfaatan, dan kualitas mataair di kaki lereng Gunung Merapi di Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang.

b. Bagi Pemerintah

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi dan masukan kepadapemerintah dalam memberikan arahan dan kebijakan dalam penyediaan dan pengelolaan mataair sebagai salah satu sumber air.


(27)

10

3. Manfaat Pendidikan

Sebagai bahan pembelajaran secara kontekstual mata pelajaran geografi SMA kelas X semester II kurikulum 2013, pada Kompetensi Dasar 3.8. Menganalisis dinamika hidrosfer dan dampaknya terhadap kehidupan dan 4.7. Menyajikan proses dinamika hidrosfer menggunakan peta, bagan, gambar, tabel, grafik, video, dan/atau animasi dengan materi pembelajaran siklus hidrologi serta potensi, sebaran, dan pemanfaatan perairan darat.


(28)

11

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Deskripsi Teori 1. Kajian Geografi

a. Pengertian Geografi

Geografi merupakan ilmu yang memusatkan perhatian pada gejala alam (fisis) dan kehidupan di muka bumi, hubungan-hubungannya, dan persebaran keruangannya (Suharyono dan Moch. Amien, 1994: 19). Geografi sebagai bidang ilmu pengetahuan melihat keseluruhan gejala dalam ruang dengan memperhatikan komponen alamiah dan insaniah berupa faktor alam dan faktor manusia yang membentuk interelasi, interaksi, dan integrasi keruangan (Nursid, 1981: 34).Geografi mempelajari fenomena sosial kebudayaan dalam bentuk korelasi antara lingkungan alam dengan manusia. Geografi melihat permukaan bumi sebagai lingkungan hidup manusia, yaitu suatu lingkungan yang mempengaruhi kehidupan manusia dan lingkungan di mana manusia dapat mengubah dan membangunnya (Bintarto dan Surastopo, 1991: 8). Vidal de la Blache menyatakan bahwa “studi mengenai lingkungan fisikal dan masyarakat harus disatukan karena tujuan geografi adalah untuk menyelidiki bagaimana suatu masyarakat telah atau sedang dipengaruhi oleh lingkungan fisiknya” (Bintarto dan Surastopo, 1991: 6).


(29)

12

b. Pendekatan Geografi

Studi geografi dalam mendekati atau menghampiri masalah menggunakan bermacam-macam pendekatan (approach). Terdapat 4 pendekatan geografi menurut Bintarto dan Surastopo (1991: 12-25) serta Nursid Sumaatmadja (1981: 77-84) antara lain yaitu: 1) Pendekatan keruangan

Pendekatan keruangan mempelajari perbedaan lokasi mengenai sifat-sifat penting. Pendekatan keruangan ini menitikberatkan pada pola penyebaran dan modifikasi pola penyebaran tersebut. Hal ini dikarenakan penyebaran penggunaan ruang yang ada dan penyediaan ruang akan digunakan untuk berbagai rancangan kegunaan yang lebih efisien. Dalam analisa keruangan ini dikumpulkan data lokasi yang terdiri dari data titik (point data) dan data bidang (areal data). Contoh dari data titik antara lain adalah data ketinggian tempat, data sampel batuan, dan data sampel tanah, sedangkan yang termasuk dalam data bidang antara lain adalah data luas hutan, data luas daerah pertanian, dan data luas padang alang-alang.

2) Pendekatan kelingkungan (ekologi)

Studi mengenai interaksi antara organisme hidup dengan lingkungan disebut ekologi. Untuk mempelajari ekologi seseorang harus mempelajari organisme hidup, seperti manusia, hewan, dan tumbuhan serta lingkungannya seperti hidrosfer, litosfer dan atmosfer, baik hubungan antarsesama


(30)

13

organisme hidup maupun hubungan antara organisme hidup tersebut dengan lingkungan fisiknya. Oleh karena itu, pendekatan kelingkungan (ekologi) berkenaan dengan interelasi antara manusia dengan lingkungannya yang membentuk suatu sistem ekologi atau ekosistem.

3) Pendekatan kompleks wilayah

Pendekatan kompleks wilayah merupakan perpaduan antara pendekatan keruangan dengan pendekatan ekologi yang melihat suatu wilayah di permukaan bumi memiliki karakteristik tertentu yang khas yang membedakan dengan wilayah-wilayah lainnya.

Pada analisa kompleks wilayah ini, wilayah-wilayah tertentu didekati atau dihampiri dengan pengertian

areal differentiation, yaitu suatu anggapan bahwa interaksi antar wilayah akan berkembang karena pada hakekatnya suatu wilayah berbeda dengan wilayah lain, oleh karena itu terdapat permintaan dan penawaran antar wilayah tersebut. Pada analisa sedemikian ini diperhatikan pula mengenai penyebaran fenomena tertentu (analisa keruangan) dan interaksi antar variabel manusia dan lingkungannya untuk kemudian dipelajari kaitannya (analisa ekologi).

c. Konsep Geografi

Konsep merupakan esensi atau hakikat yang menggambarkan sosok atau struktur ilmu tersebut. Geografi sebagai suatu ilmu memiliki apa yang disebut dengan konsep geografi. Konsep geografi berupa pola abstrak atau pengertian abstrak yang berkenaan dengan gejala geografi dari hasil keseluruhan interelasi keruangan antara faktor fisis dengan faktor


(31)

14

manusia (Nursid Sumaatmadja, 1981: 45). Suharyono dan Moch. Amien (1994: 27-34) mengemukakan 10 konsep geografi, yaitu: 1) Konsep lokasi

Konsep lokasi atau letak merupakan konsep utama yang sejak awal pertumbuhan geografi telah menjadi ciri khusus ilmu atau pengetahuan geografi. Konsep lokasi dalam geografi dapat dibedakan menjadidua, yakni lokasi absolut dan lokasi relatif. Lokasiabsolut menunjukan letak yang tetap terhadap sistem grid atau koordinat. Penentuan lokasi absolut di muka bumi menggunakan sistem koordinat garis lintang dan garis bujur. Besarnya derajat garis lintang diukur dari garis ekuator, sedangkan besarnya derajat garis bujur diukur dari garis meridian nol derajat yang melalui Kota Greenwich. Lokasi absolut ini disebut juga sebagai letak astronomis. Lokasi relatif adalah lokasi suatu obyek yang artinyadapat berubah-ubah tergantung keadaan daerah sekitarnya. Lokasi relatif ini disebut juga letak geografis.

2) Konsep jarak

Jarak merupakan konsep geografi yang memiliki peran penting dalam kehidupan sosial, ekonomi, maupun pertahanan. Jarak merupakan faktor pembatas yang bersifat alami. Konsep jarak berkaitan erat dengan konsep lokasi, pengangkutan barang dan penumpang, serta serta upaya pemenuhan kebutuhan pokok, seperti air dan pusat pelayanan. Seperti halnya lokasi, jarak juga dibagi menjadi dua, yaitu jarak absolut


(32)

15

dan jarak relatif. Jarak absolut adalah jarak dua tempat yang diukur berdasarkan garis lurus diudara dengan memperhatikan skala peta. Sedangkan jarak relatif disebut juga dengan jarak tempuh, baik yang berkaitan dengan waktu perjalanan yang dibutuhkan maupun satuan biaya angkut yang diperlukan. Disebut jarak relatif karena tidak tetap (dapat berubah). Kemajuan teknologi dan upaya efisiensi dari waktu ke waktu dapat mempengaruhi jarak tempuh maupun biaya angkutan antara dua tempat.

3) Konsep keterjangkauan

Konsep keterjangkauan atau accessability berkaitan dengan kondisi medan, yakni tersedia dan tidaknya sarana angkutan atau komunikasi yang dapat dipakai. Suatu tempat yang sukar dijangkau dari tempat-tempat lain, baik dengan sarana komunikasi atau angkutan disebut dengan tempat terasing atau terisolasi, walaupun tempat tersebut relatif tidak jauh dari tempat-tempat lain itu. Penyebab suatu tempat sukar dijangkau dapat dikarenakan faktor rintangan medan atau faktor sosial. Rintangan medan berupa rangkaian pegunungan tinggi, hutan lebat, rawa-rawa, dan gurun pasir, sedangkan faktor sosial berupa bahasa, adat istiadat, serta sikap penduduk yang berlainan.

4) Konsep pola

Konsep pola berkaitan dengan susunan bentuk ataupersebaran fenomena dalam ruang muka bumi baik


(33)

16

fenomena yang bersifat alami dan fenomena sosial budaya. Fenomena alami antara lain berupa aliran sungai, persebaran vegetasi, jenis tanah, dan curah hujan, sedangkan fenomena sosial budaya antara lain berupa permukiman, persebaran penduduk, pendapatan, mata pencaharian, dan tempat tinggal. Konsep pola dalam geografi mempelajari pola bentuk dan persebaran fenomena, memahami makna atau artinya, berupaya memanfaatkannya, serta mengintervensi atau memodifikasi pola tersebut sehingga didapatkan manfaat yang lebih besar.

5) Konsep morfologi

Morfologi merupakan perwujudan daratan muka bumi dalam bentuk pulau-pulau, dataran luas yang berpegunungan dengan lereng-lereng tererosi, lembah-lembah, dan dataran alluvial sebagai hasil proses geologi berupa pengangkatan atau penurunan wilayah disertai erosi dan sedimentasi. Konsep morfologi juga menyangkut bentuk lahan yang berkaitan dengan erosi dan pengendapan, penggunaan lahan, tebal tanah, ketersediaan air, serta jenis vegetasi yang dominan. 6) Konsep aglomerasi

Konsep aglomerasi melihat fenomena geografi sebagai kecenderungan persebaran yang bersifat mengelompok pada suatu wilayah yang relatif sempit dan menguntungkan baik mengingat kesejenisan gejala maupun adanya faktor-faktor umum yang menguntungkan.


(34)

17

7) Konsep nilai kegunaan

Konsep nilai kegunaan dalam geografi melihat fenomena atau sumber-sumber di muka bumi bersifat relatif tidak sama bagi semua orang golongan penduduk tertentu tergantung orientasi masing-masing.

8) Konsep interaksi (interdependensi)

Interaksi atau interdependensi merupakan peristiwa saling mempengaruhi antara obyek atau tempat yang satu dengan obyek atau tempat yang lain. Hal ini terjadi dikarenakansetiap tempat mengembangkan potensi sumber-sumber serta kebutuhan yang berbeda dengan apa yang dikembangkan oleh tempat lain. Oleh karena itu terjadi interaksi atau interdependensi antara tempat satu dengan tempat yang lain. Selain itu, interaksi juga dapat terjadi antara unsur atau fenomena dalam ruang itu sendiri, baik antara fenomena alam ataupun kehidupan.

9) Konsep diferensiasi areal

Konsep diferensiasi arealmemperlihatkan bahwa suatu tempat atau wilayah mempunyai corak individualitas tersendiri sebagai suatu region yang membedakannya dari tempat atau wilayah yang lain. Perbedaan antar wilayah yang satu dengan wilayah yang lainnya tersebut terwujud sebagai hasil dari integrasi berbagai unsur atau fenomena lingkungan, baik yang bersifat alam atau kehidupan.Unsur atau fenomena lingkungan


(35)

18

ini juga berubah dari waktu-waktu dikarenakan interaksi atau integrasinya bersifat dinamis.

10) Konsep keterkaitan keruangan

Konsep keterkaitan keruangan atau asosiasi keruangan menunjukan derajat keterkaitan persebaran suatu fenomena dengan fenomena yang lain di suatu tempat atau ruang, baik yang menyangkut fenomena alam, tumbuhan, maupun kehidupan sosial. Konsep ini melihat keterkaitan keruangan sebagai kovariasi region yang bersifat formal.

Selain 10 konsep di atas, menurut Biddle dalam Suharyono dan Moch. Amien (1994: 23) terdapat pula konsep-konsep dasar yang menggambarkan disiplin ilmu geografi yang meliputi :

1) Adanya lokasi fenomena pada ruang dan waktu tertentu.

2) Fakta geografi yang dihasilkan melalui observasi baik secara langsung maupun tidak langsung.

3) Persebaran keruangan yang ditunjukkan atau digambarkan dalam peta.

4) Konsep atau pengertian mengenai asosiasi keruangan dan asosiasi kewilayahan maupun interaksi keruangan dan interaksi kewilayahan serta pengertian region atau kawasan pada skala tertentu.

5) Adanya pemahaman mengenai hubungan manusia dan alam, interaksi kewilayahan, serta diferensiasi kewilayahan.


(36)

19

d. Prinsip Geografi

Prinsip geografi adalah pokok-pokok pikiran yang menjadi dasar pada uraian, pengkajian dan pengungkapan gejala, variabel, faktor, serta masalah geografi. Nursid Sumaatmadja (1981: 42-44) menguraikan empat prinsip geografi, yaitu:

1) Prinsip penyebaran

Persebaran gejala dan fakta geografi baik yang berkenaan dengan alamnya maupun manusianya tersebar tidak merata dari satu wilayah ke wilayah lainnya di permukaan bumi. Dengan melihat persebaran gejala dan fakta geografi yang tidak merata tersebut, diharapkan dapat mengungkapkan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap ketidakmerataan tersebut dengan memperhatikan hubungannya satu sama lain dan meramalkannya lebih lanjut.

2) Prinsip interelasi

Prinsip interelasi mengungkapkan karakteristik gejala atau fakta geografi yang dihasilkan dari hubungan antara faktor fisis dengan faktor fisis, antara faktor manusia dengan faktor manusia, dan antara faktor fisis dengan faktor manusia dalam suatu ruang.

3) Prinsip deskripsi

Prinsip deskripsi memberikan gambaran mengenai gejala dan masalah geografi yang dipelajari sebagai sebab akibat dari interelasi. Dalam memberikan penjelasan, prinsip ini


(37)

20

dapat menggunakan kata-kata, peta, diagram, grafik, maupun tabel.

4) Prinsip korologi

Prinsip korologi merupakan prinsip komprehensif yang merupakan ciri dari geografi modern karena memadukan ketiga prinsip lainnya. Prinsip korologi memperhatikan gejala, fakta, dan masalah geografi ditinjau dari penyebarannya, interelasinya, dan interaksinya dengan segala unsur atau segala komponen di permukaan bumi dalam suatu ruang. Ruang di dalam prinsip ini memiliki peran penting karena memberikan karakteristik kepada kesatuan gejala, kesatuan fungsi, dan kesatuan bentuk.Hal ini dikarenakan faktor, sebab, dan akibat terjadinya suatu gejala dan masalah yang terjadi selalu berhubungan dengan ruang yang bersangkutan.

e. Objek Geografi

Menurut Sutikno (2005: 86) cbjek studi geografi adalah gejala alam dan perilaku serta aktivitas budi daya manusia di permukaan bumi yang dikaji lokasinya, integrasinya, persebarannya, perkembangannya, interaksinya, interelasinya, dalam lingkup analisis keruangan, kewilayahan, ekologi, sistem dan sejarah perkembangannya.Bintarto dan Surastopo (1991: 30) menyatakan bahwa objek geografi adalah fenomena (gejala) geosfer yang diulas dari segi keruangan (spatial) dengan memperhatikan hubungan dan pengaruh timbal-balik antara komponen yang terdapat dalam fenomena tersebut.


(38)

21

2. Kondisi Geologis

Geologi merupakan bidang keilmuan yang memiliki cakupan kajian terutama pada bagian kulit bumi nterutama untuk mengetahui sejarah bumi sebagai suatu keseluruhan (Suharyono dan Moch. Amien (1994: 18). Salah satu kajian dari ilmu geologi adalah mengenai lingkungan dan sumberdaya. Dalam penelitian ini, kondisi geologis berpengaruh terhadap keterdapatan sumberdaya air terutama air tanah.Kondisi geologis yang digunakan untuk mengetahui keterdapatan air tanah adalah struktur dan jenis batuan.

Jenis batuan sangat terkait dengan sifat-sifat fisik batuan tersebut, yaitu porositas (n) dan konduktivitas hidrolik (K). Porositas dapat didefinisikan sebagai perbandingan volume ruang antarbutir dengan total volume suatu batuan.Konduktivitas hidrolik adalah kemampuan suatu lapisan batuan untuk melakukan air, berhubungan dengan bergeraknya air dalam batuan.Porositas sedimen dipengaruhi oleh bentuk dan ukuran butir. Untuk bentuk dan ukuran butir yang seragam mempunyai nilai porositas lebih tinggi dibanding dengan ukuran butir yang campuran. Ukuran butir juga merupakan faktor penting yang berpengaruh terhadap konduktivitas hidrolik. Berdasarkan uraian tersebut jelas bahwa kemampuan menyimpan maupun melakukan air suatu lapisan batuan sangat ditentukan oleh nilai porositas maupun konduktivitas hidrolik (Sudarmadji, 2013: 12).

3. Kondisi Geomorfologis

Geomorfologi adalah ilmu yang mempelajari bentuk-bentuk permukaan bumi sebagai akibat adanya pengaruh tenaga asal dalam bumi dan tenaga asal luar bumi yang menghasilkan proses-proses yang mengakibatkan berubahnya bentuk-bentuk permukaan bumi (Suharyono dan Moch. Amien, 1994: 18). Geomorfologi merupakan ilmu mengenai berbagai bentuklahan di permukaan bumi baik di atas maupun dibawah permukaan laut dengan penekanan studinya pada: asal, sifat, proses


(39)

22

perkembangan, susunan material, dan kaitannya dengan lingkungan (Heru Pramono, 2003: 2). Verstappen (1983: 3) mendefinisikan geomorfologi sebagai ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan bentuklahan penyusun muka bumi, baik diatas maupun dibawah permukaan air laut dan menekankan pada pembentukan dan perkembangan pada masa yang akan datang, serta konteksnya dengan lingkungan.

Heru Pramono (2003: 2-3) mengemukakan empat aspek besar dalam geomorfologi, yaitu:

a. Geomorfologi statik (studi bentuklahan) yaitu studi tentang relief permukaan bumi yang meliputi unsur-unsur seperti bentuk lereng, kecuraman lereng, amplitudo relief, dan tingkat pengikisan.

b. Geomorfologi dinamik (studi proses) yaitu studi tentang perubahan-perubahan bentuklahan dalam waktu yang singkat.

c. Geomorfologi genetik (studi cara terbentuk) yaitu studi tentang cara terbentuknya bentuklahan dan perkembangannya dalam waktu yang lama serta dalam hubungannya dengan waktu yang akan datang.

d. Geomorfologi lingkungan (studi lingkungan) yaitu studi tentang hubungan bentuklahan dan proses-prosesnya dengan unsur-unsur bentanglahan yang lain (misalnya tanah, air tanah, air permukaan, dan vegetasi).

Geomorfologi memiliki peran penting dalam mengkaji karakteristik dan distribusi mataair.Verstappen (1983) mengemukakan terapan geomorfologi yang meliputi geomorfologi dalam survei dan


(40)

23

pemetaan; geomorfologi dalam survei geologi, tanah, hidrologi, dan vegetasi; geomorfologi dan penggunaan lahan pedesaan, urbanisasi, keteknikan, eksplorasi dan penyelidikan mineral, dan perencanaan pengembangan wilayah; geomorfologi dan survei sintesa medan, banjir, kekeringan, stabilitas lereng dan erosi, dan bencana asal gaya endogen. a. Bentuklahan

Bentuklahan (landform) adalah bentukan pada permukaan bumi berwujud bentuk erosional, deposisional, dan bentuk sisa (residual) sebagai hasil dari proses eksogen (epygen), yaitu proses-proses yang tenaganya berasal dari atmosfer bumi (Danang, 2007: 15). Bentuklahan merupakan bentukan pada permukaan bumi sebagai hasil dari perubahan bentuk permukaan bumi oleh proses-proses geomorfologis yang beroperasi dipermukaan bumi.

1) Bentuk Lahan Vulkanik (Gunung Berapi)

Danang (2007: 23) mendefinisikan “vulkanisme sebagai segala peristiwa yang berhubungan dengan magma yang keluar mencapai permukaan bumi melalui rekahan dalam kerak bumi atau melalui sebuah pipa sentral yang disebut terusan kepundan atau diatrema”. Bentuk lahan vulkanik merupakan bentuk lahan hasil kegiatan gunungapi, baik yang berupa kegiatan gunungapi di permukaan (ekstrusi) maupun di dalam kerak bumi (intrusi). Peristiwa keluarnya magma dari dalam kerak bumi ke permukaan bumi disebut dengan erupsi. Erupsi suatu gunungapi dapat mengeluarkan material lepas maupun material cair atau lebur.


(41)

24

Daerah yang terletak pada bentuklahan vulkanik memiliki berbagai macam keuntungan, salah satunya berupa tanah yang subur yang sesuai apabila dipergunakan sebagai kawasan pertanian. Heru Pramono (2003: 81) menyatakan bahwa “abu (debu) vulkanik dapat memberikan kesuburan pada tanah yang semula gersang karena kemampuannya untuk menyimpan kelembaban”. Pada gunung berapi muda dan dewasa terbentuk tekuk-tekuk lereng yang menjadi tempat pemunculan mataair sebagai sumber air di daerah pada bentuklahan vulkanik. Kawasan gunungapi pada umumnya merupakan sebuah daerah tinggian dengan daerah tangkapan air hujan yang sangat baik (Ismawan, 2013: 1).

a) Kerucut gunungapi, merupakan bagian tubuh gunungapi paling atas yang langsung mendapat material dari kawah saat terjadi erupsi. Kerucut gunungapi memiliki ciri sebagai berikut:

(1) Gerakan material pada kerucut gunungapi adalah gerakan gravitatif.

(2) Memiliki lereng yang sangat curam dan lembah yang dalam.

(3) Material endapannya berupa material erupsi yg masih sangat kasar hingga kasar.

b) Lereng gunungapi, merupakan bentuk lahan hasil aktifitas gunungapi, yang terletak pada batas bawah kerucut


(42)

25

gunungapi sampai batas atas lereng gunungapi tengah. Lereng gunungapi memiliki ciri sebagai berikut:

(1) Proses material berupa pengangkutan bahan material secara gravitatif dan oleh tenaga air.

(2) Lereng terbentuk dari hasil endapan material erupsi secara bertahap.

c) Kaki gunungapi, adalahbentuklahan gunungapi berupa bagian kaki dari suatu tubuh gunungapi, dicirikan oleh: (1) Lereng yang agak curam sampai agak landai.

(2) Didominasi oleh pengendapan material gunungapi seperti lumpur, endapan lava, dan material piroklastik melalui lembah-lembah sungai.

d) Dataran kaki gunungapi, merupakan satuan bentuklahan yg lebih datar dan terbentuk dari pengendapan material oleh proses fluvial. Dataran kaki gunungapi memiliki karakteristik sebagai berikut:

(1) Sedimentasi mulai aktif.

(2) Kemiringan lereng dari agak landai sampai landai. (3) Material permukaan didominasi oleh kerikil dan pasir

kasar.

e) Dataran fluvio gunungapi, merupakan satuan bentuklahan dengan topografi datar dan terbentuk dari proses fluvial, dicirikan dengan:

(1) Proses pengendapan intensif.


(43)

26

(3) Pemanfaatan lahan untuk pertanian dan permukiman lebih berkembang.

4. Kondisi Hidrologis

Hidrologi adalah ilmu yang mempelajari air dalam segala bentuknya (cairan, gas, padat) pada dalam dan di atas permukaan tanah. Termasuk di dalamnya dalah penyebaran, daur dan perilakunya, sifat-sifat fisika dan kimianya, serta hubungannya dengan unsur-unsur hidup dalam air itu sendiri (Chay Asdak, 2001: 4). Hidrologi merupakan pengetahuan yang mempelajari air tawar di daratan, baik di permukaan atau di bawah tanah dalam kaitan dengan usaha pemenuhan kebutuhan akan air untuk kehidupan seperti kebutuhan sehari-hari, kebutuhan irigasi, dan kebutuhan industri (Suharyono dan Moch. Amien (1994: 20). a. Daur Hidrologi

Air berubah secara dinamis menurut ruang dan waktu, mengikuti siklus atau daur yang dikenal dengan siklus atau daur hidrologi (Sudarmadji, 2013: 7). Daur hidrologi merupakan perjalanan air dari permukaan laut, kemudian menuju ke atmosfer, jatuh ke permukaan tanah, dan kembali lagi ke laut. Daur hidrologi tidak pernah berhenti walaupun air tertahan sementara di sungai, danau/ waduk, dan dalam tanah. Ketika air tertahan sementara, air dapat dimanfaatkan oleh manusia atau mahkluk hidup lainnya.

Di dalam daur hidrologi, energi panas dari matahari menyebabkan terjadinya proses evaporasi pada permukaan air laut. Selain itu, energi panas dari matahari juga menyebabkan terjadinya transpirasi di permukaan vegetasi. Uap air sebagai hasil proses


(44)

27

evapotranpirasi tersebut selanjutnya terbawa oleh angin melintasi daratan yang bergunung maupun datar. Apabila keadaan atmosfer memungkinkan, sebagian dari uap air tersebut akan terkondesasi dan turun sebagai air hujan (presipitasi).Air hujan yang jatuh sebelum mencapai permukaan tanah akan tertahan oleh tajuk vegetasi. Sebagian dari air hujan tersebut akan tersimpan di permukaan tajuk/daun selama proses pembasahan tajuk, dan sebagian lainnya akan jatuh ke atas permukaan tanah melalui sela-sela daun (throughfall) atau mengalir ke bawah melalui permukaan batang pohon (stemflow). Sebagian air hujan tidak akan pernah sampai di permukaan tanah, melainkan terevaporasi kembali ke atmosfer (dari tajuk dan batang) selama dan setelah berlangsungnya hujan (interception loss).

Air hujan yang dapat mencapai permukaan tanah, sebagian akan masuk terserap ke dalam tanah (infiltration). Sedangkan air hujan yang tidak terserap ke dalam tanah akan tertampung sementara dalam cekungan-cekungan permukaan tanah (surface detention) untuk kemudian mengalir di atas permukaan tanah ke tempat yang lebih rendah (runoff), untuk selanjutnya masuk ke sungai. Air infiltrasi akan tertahan di dalam tanah oleh gaya kapiler yang selanjutnya akan membentuk kelembaban tanah. Apabila tingkat kelembaban air tanah telah cukup jenuh maka air hujan yang baru masuk ke dalam tanah akan bergerak secara lateral (horisontal) untuk selanjutnya pada tempat tertentu akan keluar lagi kepermukaan tanah (subsurface flow) dan


(45)

28

akhirnya mengalir ke sungai. Alternatif lainnya, air hujan yang masuk ke dalam tanah tersebut akan bergerak vertikal ke tanah yang lebih dalam dan menjadi bagian dari air tanah (groundwater). Air tanah tersebut, terutama pada musim kemarau, akan mengalir pelan-pelan ke sungai, danau atau tempat penampungan air alamiah lainnya (baseflow)(Chay Asdak, 2001: 7-8).

b. Akuifer

Terminologi maupun batasan yang terkait dengan perlapisan geologi dan mempunyai peranan penting bagi keterdapatan air tanah adalah akuifer (aquifer), akiklud (aquiclude), dan akuitard (aquitard). Akuifer merupakan lapisan permeabel tempat menyimpan dan mengalirkan air tanah. Akuifer merupakan suatu unit geologi yang dapat menyimpan dan meloloskan air dalam jumlah yang cukup. Material pada akuifer pada umumnya berupa pasir dan kerikil yang tidak padu (unconsolidated material). Akan tetapi, batuan sedimen porus seperti batu pasir, batuan vulkanik yang lapuk, dan banyak retakan juga diklasifikasikan sebagai akuifer. Akuiklud adalah suatu unit geologi yang tidak dapat melakukan air dalam jumlah yang berarti, sedangkan akuitard adalah unit geologi dengan permeabilitas yang rendah yang dapat menyimpan dan melakukan air secara lambat (Sudarmadji, 2013: 11).


(46)

29

c. Mata Air

Air tanah yang muncul ke permukaan tanah dapat dibedakan menjadi dua jenis, yakni berupa mata air (spring) dan rembesan (seepage).

Air tanah yang muncul sebagai mataair bermacam-macam bentuknya. Pemunculannya sebagai titik biasa disebut dengan mataair atau spring, dengan debit kurang dari satu liter per detik sampai kepada debit yang mencapai ribuan liter per detik. Titik pemunculannya biasanya di tempat-tempat yang rendah, pada lembah sungai, pada perubahan lereng, dan di tempat-tempat lain yang memungkinkan permukaan air tanah terpotong. Pemunculan tersebut dapat juga berupa garis memanjang dengan debit yang relatif kecil dan sulit untuk diukur. Jenis mataair seperti ini sering disebut sebagai rembesan atau seepage

(Sudarmadji, 2013: 4).

Pada prinsipnya air tanah dapat muncul sebagai mataair apabila permukaan air tanah terpotong atau tersingkap di permukaan tanah. Terpotongnya muka air tanah dapat disebabkan oleh patahan atau pergeseran formasi geologi dan terpotong oleh lembah sungai atau hal-hal lain.Air dari mataair biasanya memiliki kualitas yang baik sehingga dimanfaatkan sebagai sumber kebutuhan sehari-hari

d. Pemunculan Mataair

Pemunculan aliran air tanah dari dalam akuifer ke permukaan bumi dapat terjadi secara terpusat maupun rembesan. Pemunculan air tanah ini ditandai dengan adanya tekuk lereng atau pemotongan topografi. Pemunculan mataair juga dapat terjadi karena aliran air tanah melewati batas perlapisan batuan antara batuan yang bersifat porous, seperti bahan-bahan piroklastis atau


(47)

30

bahan-bahan aluvium di bagian atas, dengan batuan yang bersifat kedap air, seperti batuan beku di bagian bawah yang relatif kompak. Terdapat pula faktor lain yang menjadi pengontrol pemunculan dan pola sebaran mataair,yakni kedudukan antara satu perlapisan batuan dengan perlapisan yang laindan struktur geologis yang menyusunnya, seperti patahan, retakan, maupun perlipatan. Pemunculan mataair di suatu tempat, juga tidak terlepas dari kedudukan lokasi itu sendiri, kaitannya dengan tenaga gravitatif yang mempengaruhinya maupun energi-energi lain, seperti tekanan hidrostatis yang kuat akibat struktur perlapisan batuan yang sangat tebal (geyser), atau akibat dorongan energi magma pada daerah vulkanik(Sudarmadji, 2013: 11).

e. Klasifikasi Mataair

Menurut Sudarmadji (2013: 15-17) mataair begitu banyak macamnya, sehingga mataair ini pun dapat diklasifikasikan dari berbagai macam hal, yaitu:

1) Klasifikasi Berdasarkan Pemunculan Mataair

Berdasarkan pemunculannya ke permukaan tanah, mataair gravitasi dapat dikelompokkan menjadi beberapa jenis sebagai berikut:

a) Mataair Depresi (Depression Spring)

Mataair depresi adalah mataair yang terbentuk apabila muka airtanah terpotong oleh permukaan tanah.


(48)

31

b) Mataair Kontak (Contact Spring)

Mataair kontak adalah mataair yang terjadi bila lapisan lolos air yang menyimpan air terletak di atas lapisan kedap air dan selanjutnya muka airtanah terpotong oleh permukaan tanah.

c) Mataair Artesis (Artesian Spring)

Mataair artesis disebabkan oleh pemunculan air akibat tekanan air dari akuifer tertekan atau singkapan batuan melalui celah di dasar lapisan kedap air.

d) Mataair Pada Batuan Kedap (Impervious Rock Springs) Mataair pada batuan kedap adalah mataair yang terjadi pada saluran atau pada retakan batuan kedap air. e) Mataair Rekahan (Tabular Fracture Spring)

Mataair rekahan adalah mataair yang muncul karena adanya saluran di dalam batuan, seperti adanya alur lava atau alur pelarutan, adanya rekahan batuan yang kedap air yang berhubungan dengan airtanah.

2) Klasifikasi Berdasarkan Debit

Mataair dapat mempunyai debit yang bervariasi. Ada mataair yang mempunyai debit kurang dari 1 liter per detik sampai dengan yang mempunyai debit ribuan liter per detik. Berikut disajikan klasifikasi mataair berdasarkan besar debitnya pada Tabel 3.


(49)

32

Tabel 3. Klasifikasi Mataair Berdasarkan Debit

Kelas Debit

1 > 10 m3/ detik 2 1 – 10 m3/ detik 3 0,1 – 1 m3/ detik 4 10 – 100 liter/ detik 5 1 – 10 liter/ detik 6 0,1 – 1 liter/ detik 7 10 – 100 ml/ detik 8 < 10 ml/ detik Sumber: Sudarmadji, 2013

3) Klasifikasi Berdasarkan Periode Pengalirannya

Mataair ada yang dapat mengalir sepanjang tahun tanpa berkurang debitnya, tetapi ada juga mataair yang bervariasi debitnya menurut musim, bahkan ada mataair yang hanya mengalir pada periode tertentu saja, artinya pada musim tertentu tidak mengalirkan air. Klasifikasi mataair berdasarkan periode pengalirannya berupa mataair perennial, intermiten, dan periodik.

4) Klasifikasi Berdasarkan Temperatur

Mataair dapat dibedakan berdasarkan temperaturnya, yaitu:

a) Mataair Panas (Thermal Springs)

Mataair panas adalah mataair yang temperatur airnya melebihi temperatur udara di sekitarnya, biasanya berasosiasi dengan aktivitas vulkanisme atau aktivitas tektonik. Mataair jenis ini biasanya juga disertai dengan kadar zat kimia yang tinggi pada airnya, sehingga seringkali mataair ini dipakai untuk sarana pengobatan penyakit tertentu karena kadar zat kimia yang tinggi ini


(50)

33

dipercaya dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit.

b) Mataair Biasa (Non-thermal Springs)

Mataair biasa adalah mataair dengan temperatur lebih dingin daripada temperatur udara di sekitarnya.

c) Mataair dingin (Cold Springs)

Mataair dingin adalah mataaur yang suhu airnya rendah. Air dari mataair ini berasan dari pencairan salju atau es.

f. Pemanfaataan Air

Air dibutuhkan oleh setiap individu manusia secara pribadi dalam jumlah tertentu. Selain untuk keperluan domestik, air juga dimanfaatkan untuk kegiatan produksi dalam perekonomian maupun pertanian. Menurut George Tchobanoglous (1986) dalam Linsley & Joseph B.F, 1986: 92) perbedaan pemanfaatan air untuk berbagai jenis kegiatan tergantung pada:

1) Cuaca dan iklim, dimana kebutuhan air untuk mandi, menyiram taman, pengaturan udara, dan sebagainya akan lebih besar pada iklim yang hangat dan kering daripada di iklim yang lembab.

2) Ciri-ciri penduduk, dimana pemakaian air dipengaruhi oleh status ekonomi dari penduduk. Penggunaan air per kapita di daerah-daerah dengan tingkat sosial ekonomi penduduk yang lebih rendah daripada di daerah-daerah dengan kondisi sosial ekonomi yang lebih tinggi.

3) Masalah lingkungan hidup, meningkatnya perhatian masyarakat terhadap pemakaian sumber-sumber daya yang berlebihan telah menyebabkan berkembangnya alat-alat yang dapat digunakan untuk mengurangi jumlah pemakaian di daerah permukiman.

4) Industri dan perdagangan, pabrik-pabrik seringkali membutuhkan jumlah air dalam jumlah yang besar, jumlahnya tergantung pada besarnya pabrik dan jenis industrinya. Daerah-daerah perdagangan yang meliputi bangunan-bangunan kantor,


(51)

34

gudang-gudang, toko-toko membutuhkan air untuk keperluan pegawainya.

g. Kebutuhan Air Rumah Tangga

Air yang muncul dari mataair mempunyai kualitas yang baik. Sedemikian baiknya sehingga dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, baik untuk minum, mandi, mencuci, dan keperluan rumah tangga lain. Air mataair dapat dimanfaatkan untuk keperluan rumah tangga (misalnya mencuci pakaian dan mandi) langsung di tempat pemunculan mataair. Tetapi dapat pula disalurkan ke rumah tangga di bagian hilir dengan cara mengalirkannya secara gravitasi menggunakan sisitem perpipaan. Di tempat pemunculannya, baik mataair tersebut muncul sebagai titik mataair maupun muncul dalam bentuk rembesan (seepage), dibuat penampung (tandon) yang disebut dengan water capture.Dari tandon tersebut baru digunakan pipa untuk mendistribusikannya ke masyarakat (Sudarmadji, 2013: 47-48).

Kebutuhan air untuk rumah tangga atau domestik mengandung dua hal pokok yaitu air yang dapat digunakan untuk kegiatan mandi, cuci, masak, membersihkan halaman rumah, halaman, dan sebagainya serta harus memenuhi persyaratan kualitas air bersih. Penggunaan air untuk kebutuhan rumah tangga tersebut, sampai saat ini semakin berkembang sesuai dengan jenis kegiatan masing-masing individu. Menurut Hardjoso Prodjopangarso (1971) dalam Sutikno (1977: 3) air minum adalah air yang dibutuhkan untuk keperluan rumah tangga seperti masak, minum, mandi, mencuci, dan sebagainya. Sedangkan kebutuhan air


(52)

35

untuk rumah tangga (domestic consumption) adalah air yang digunakan untuk tujuan rumah tangga, menyiram bunga dan rumput-rumputan (Hardenbergh, 1961) dalam Sutikno (1977: 3). Air minum dapat dikatakan sebagai pemanfaatan air untuk kebutuhan pokok (primer), sedangkan pengertian air untuk kebutuhan rumah tangga dapat dikatakan merupakan pemanfaatan air sekunder.

Besarnya pemanfaatan air untuk kebutuhan rumah tangga juga dapat dibedakan berdasarkan jumlah penduduk. Semakin besar jumlah penduduknya, maka semakin besar pula jumlah air yang digunakan. Pemanfataan air untuk kebutuhan rumah tangga untuk setiap orang atau dalam satuan liter/kapita/hari sudah ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum. Besarnya pemanfaatan air untuk kebutuhan rumah tangga yang ditetapkan oleh Departemen Pekerjaan Umum membandingkan pemanfaatan air pada berbagai daerah dengan jumlah populasi tertentu dan tidak mempertimbangkan faktor sosial ekonomi dan kebiasaan rumah tangga dalam memanfaatkan air. Setiap daerah akan berbeda pemanfaatan airnya meskipun mempunyai kategori kota yang sama dan mempunyai jumlah penduduk yang sama.

Tabel 4. Pemanfaatan Air Domestik Berdasarkan Kategori Kota Kategori Jumlah Penduduk

(Jiwa)

Kategori Kota

Pemanfaatan Air Domestik I >1.000.000 Metropolitan 190 liter/orang/hari II 500.000 – 1.000.000 Besar 170 liter/orang/hari III 100.000 – 500.000 Sedang 150 liter/orang/hari IV 20.000 – 100.000 Kecil 130 liter/orang/hari V 3.000 – 20.000 IKK 100 liter/orang/hari VI < 3.000 Desa 60 liter/orang/hari Sumber : Direktorat Jenderal Cipta Karya Departemen PU 1994


(53)

36

h. Kebutuhan Air Irigasi

Sistem irigasi dapat diartikan sebagai satu kesatuan yang tersusun dari berbagai komponen, menyangkut upaya penyediaan, pembagian, pengelolaan dan pengaturan air dalam rangka meningkatkan produksi pertanian. Sudarmadji (2013: 51) menyatakan air yang muncul dari mataair dapat digunakan untuk irigasi di daerah pertanian di bagian hilirnya. Kebutuhan air dari mataair untuk irigasi sangat dirasakan ketika musim kemarau dan ketika air hujan sudah berkurang. Air dari mataair ini merupakan sumber utama untuk irigasi. Di tempat-tempat tertentu dibuat bendungan (dam) dan dari dam tersebut dibuatlah saluran irigasi untuk mendistribusikan air dengan sistem gravitasi ke bagian hilir untuk keperluan irigasi.

Kebutuhan air irigasi dihitung dengan metode Crop Water Requirement, Farm Water Requirement,dan Project Water Requirement. Crop Water Requirement merupakan metode perhitungan kebutuhan air irigasi berdasarkan kebutuhan air untuk pertumbuhan tanaman untuk masing-masing periode tanam. Farm Water Requirement merupakan metode perhitungan kebutuhan air irigasi dengan memperhitungkan perkolasi, penjenuhan, dan penggenangan lahan sawah. Project Water Requirement

merupakan metode untuk menghitung total kebutuhan air irigasi dengan menambah kehilangan air lainnya serta efisiensi irigasi (Sudarmadji, 2014: 202-203).


(54)

37

i. Kualitas Air

Kualitas air tidak sama antara wilayah yang satu dengan wilayah yang lain. Hal ini dikarenakan kualitas air dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik berupa faktor alami dan faktor buatan. Menurut Sudarmadji(2013: 29-31) dan (2014: 165-170) faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas air antara lain adalah:

1) Iklim

Iklim memiliki berbagai macam variabel yang dapat mempengaruhi kualitas air, antara lain kualitas curah hujan, jumlah dan intensitas hujan, kelembaban dan suhu udara, serta arah dan kecepatan angin. Air hujan dapat mempengaruhi kualitas air baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara tidak langsung, air hujan mempengaruhi proses pelapukan batuan serta distribusi jenis tanah dan jenis tanaman di bumi, sedangkan pelapukan batuan, tanah, dan tanaman itu sendiriberpengaruh terhadap kualitas air. Secara langsung, baik buruknya kualitas air hujan yang jatuh ke permukaan bumi dan unsur yang terlarut di dalamnya akan berdampak pada kualitas sumber air yang menerimanya, baik yang terinfiltasi ke dalam tanah dan menjadi airtanah maupun yang mengalir ke badan-badan air sebagai air permukaan.

Jumlah dan intensitas curah hujan akan berpengaruh terhadap kualitas air pada umumnya. Hujan yang deras memberikan kualitas air lebih baik, dalam arti bahwa kadar zat kimia yang ada di dalamnya relatif kecil dibandingkan apabila hujan hanya kecil jumlahnya. Kelembaban dan suhu menjadi


(55)

38

faktor pendorong dan penghambat terjadinya proses-proses reaksi, seperti perkembangan bakteri di dalam air. Arah dan kecepatan angin juga memberikan pengaruh terhadap kualitas air hujan yang jatuh ke suatu daerah.

2) Geologi

Kualitas air dipengaruhi oleh unsur geologi dikarenakan proses kimia yang terjadi antara mineral dalam batuan sebagai unsur terlarut dan air sebagai unsur pelarut akan memberikan komposisi kimia yang berubah-ubah dari satu tempat ke tempat lain. Oleh karena itu, faktor geologi sangat besar pengaruhnya terhadap kualitas mataair.

Air mataair merupakan pemunculan airtanah. Airtanah menempati akuifer, dimana di dalam akifer tersebut airtanah mempunyai cukup waktu untuk berinteraksi dengan material batuan penyusun akuifer. Proses-proses pelarutan material akuifer, sedimentasi, pertukaran ion, dan proses-proses biokimia dapat terjadi secara intensif di dalam akuifer, sehingga sebagai konsekuensi air mataair mempunyai kadar zat kimia yang tinggi. Sifat fisik dan kimia material penyusun akuifer sangat menentukan kualitas mataair.

Mataair panas berkaitan dengan struktur geologi, misalnya aktivitas vulkanisme dan adanya patahan akibat proses tektonik. Hal ini dikarenakan, temperature batuan akan semakin tinggi seiring dengan bertambahnya kedalaman batuan tersebut. Semakin menuju ke dalam bumi, maka


(56)

39

temperatur batuan akan semakin tinggi. Temperatur yang semakin tinggi tersebut mengakibatkan unsur anorganik dan mineral dalam batuan menjadi mudah larut sehingga konsentrasi ion terlarut dan logam juga akan semakin meningkat. Oleh karena itu, kebanyakan mataair panas memiliki kandungan ion dan logam terlarut yang lebih tinggi dibandingkan dengan mataair yang bersuhu normal.

3) Vegetasi

Vegetasi berpengaruh pula terhadap kualitas air, ketika hujan jatuh di permukaan bumi, maka sebagian akan mengalami proses-proses pada tajuk, ranting, dan batang tumbuhan, selanjutnya mengalami infiltrasi ke dalam tanah. Dalam proses infiltrasi dapat juga melalui lapisan sersah dan humus yang dapat memberikan pengaruh terhadap kualitas mataair. Dengan demikian, maka kualitas air mataair akan dipengaruhi juga oleh vegetasi di daerah tangkapannya, baik vegetasi yang masih hidup maupun vegetasi yang sudah mati, yang menjadi seresah dan menjadi humus.

4) Waktu

Faktor waktu mempengaruhi kualitas air dalam dua bentuk, yakni durasi (waktu tinggal) dan real time. Waktu tinggal akan menentukan kualitas air dari reaksi kimia yang terjadi antara air dengan mineral batuan dan unsur dalam tanah yang dilaluinya. Semakin lama air tinggal dalam suatu tempat atau semakin lama perjalanan air, maka akan semakin panjang pula


(57)

40

kesempatan untuk berinteraksi dengan vegetasi maupun batuan penyusun akuifer (terjadinya proses kimia). Hal tersebut tentu saja berakibat pada semakin banyaknya unsur dan mineral yang terlarut dalam air.

Pengaruh waktu secara real time terhadap kualitas air berkaitan dengan frekuensi hujan yang jatuh ke permukaan bumi. Pengaruh hujan terhadap kualitas air akan berbeda ketika hujan turun dengan frekuensi tinggi dan hujan yang turun dengan frekuensi rendah. Hal ini terkait dengan musim, baik musim penghujan dan musim kemarau.Ketika musim penghujan, hujan terjadi terus-menerus dan memiliki frekuensi yang tinggi dan dapat mengurangi kandungan polutan yang ada di udara. Ketika musim kemarau, hujan turun dengan frekuensi yang rendah sehingga kualitas air hujan menjadi lebih buruk. 5) Manusia

Manusia dan aktivitasnya dapat memberikan pengaruh terhadap kualitas mataair. Penggunaan lahan di daerah tangkapan berpengaruh terhadap kualitas mataair. Kegiatan pertanian yang menggunakan pupuk dan pestisida dapat memberikan kontribusi terhadap kadar zat kimia yang terdapat di dalam mataair. Limbah yang langsung maupun tidak langsung meresap masuk ke dalam akuifer akan berpengaruh terhadap kualitas airtanah, sehingga selanjutnya akan berpengaruh terhadap kualitas air mataair. Timbunan sampah dapat menghasilkan air lindi (leachate). Apabila jatuh hujan, air


(58)

41

lindi bersama air hujan dapat meresap masuk ke dalam sistem akuifer dan selanjutnya dapat menyebabkan air tanah tercemar. Air mataair yang muncul dari airtanah yang tercemar ini menunjukkan bahwa kualitasnya dipengaruhi oleh lindi yang berasal dari timbunan sampah.

j. Parameter Kualitas Air

Suripin (2001: 148) menyatakan bahwa air di alam sangat jarang ditemukan dalam keadaan murni, sekalipun air hujan, meskipun awalnya murni, namun dalam perjalanannya turun ke bumi telah mengalami reaksi dengan gas-gas di udara dalam dan selanjutnya terkontaminasi selama mengalir di atas permukaan bumi dan dalam tanah. Kualitas air menyatakan tingkat kesesuaian air terhadap penggunaan tertentu dalam memenuhi kebutuhan hidup manusia, mulai dari air untuk memenuhi kebutuhan langsung yaitu air minum, mandi dan mencuci, air irigasi atau pertanian, peternakan, perikanan, rekreasi, dan transportasi. Tabel 5 berikut ini merupakan kualitas air untuk air minum berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 492 Tahun 2010 yang meliputi dua karakteristik, yaitu kualitas fisik dan kualitas kimia, dan kualitas biologi, sedangkan yang digunakan dalam penelitian ini hanya kualitas fisik dan kimia saja.


(59)

42

Tabel 5. Parameter Wajib Persyaratan Kualitas Air Minum berdasarkan Permenkes Nomor 492 Tahun 2010

No. Jenis Parameter Satuan Kadar Maksimum yang Diperbolehkan 1. Parameter yang berhubungan langsung dengan kesehatan

a. Parameter Mikrobiologi

1) E.Coli per 100 ml 0

2) Total Bakteri Coliform

per 100 ml

0 b. Kimia An-organik

1) Arsen Mg/l 0,01

2) Fluorida Mg/l 1,5

3) Toral Kromium Mg/l 0,05

4) Kadmium Mg/l 0,003

5) Nitrit Mg/l 3

6) Nitrat Mg/l 50

7) Sianida Mg/l 0,07

8) Selenium Mg/l 0,01

2. Parameter yang tidak langsung berhubungan dengan kesehatan a. Parameter Fisik

1) Bau Tidak berbau

2) Warna TCU 15

3) Total zat padat

terlarut (DTS) Mg/l 500

4) Kekeruhan NTU 5

5) Rasa Tidak berasa

6) Suhu oC Suhu udara ±3

b. Parameter Kimiawi

1) Alumunium Mg/l 0,2

2) Besi Mg/l 0,3

3) Kesadahan Mg/l 500

4) Khlorida Mg/l 250

5) Mangan Mg/l 0,4

6) pH Mg/l 6,5 – 8,5

7) Seng Mg/l 3

8) Sulfat Mg/l 250

9) Tembaga Mg/l 2

10) Amonia Mg/l 1,5

Sumber: Sudarmadji, 2014: 187-188

Berikut penjelasan mengenai berbagai parameter kualitas air parameter fisik dan kimia menurut Karmono dan Joko (1978: 1-16) dan Suripin (2004: 148-151):


(60)

43

1) Kualitas Fisik a) Bau

Air murni adalah air yang tidak berbau. Ukuran bau sukar untuk dinyatakan dalam skala. Bau air diakibatkan oleh adanya gas-gas tertentu atau unsur kimia di dalam air yang terdapat dalam jumlah yang cukup tinggi. Gas-gas tersebut antara lain berupa gas H2S dan ammonia, sedangkan unsur kimia yang dimaksud misalnya Fe.

b) Warna

Air murni adalah air yang tidak berwarna. Warna air disebabkan oleh adanya zat-zat terlarut yang terkandung dalam air. Zat-zat terlarut tersebut antara lain adalah logam, material-material humus, gambut, ganggang atau protozoa, dan pembuangan dari industry-industri. Untuk menilai warna air digunakan standar ukuran warna sebagai pembanding yang terbuat dari garam platina dan cobal dalam konsentrasi tertentu.

c) Total zat padat terlarut (DTS)

Koloid memperngaruhi kualitas air dalam proses koagulasi dan filtrasi. Material terlarut dalam air dapat diukur dengan penguapan.

d) Kekeruhan

Kekeruhan ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan


(61)

44

yang terdapat di dalam air. Kekeruhan disebabkan oleh adanya konsentrasi partikel-partikel padat yang tidak larut dalam air. Zat-zat yang tidak larut dalam air tersebut berupa bahan organik dan anorganik yang tersuspensi, misalnya lumpur, pasir halus, plankton, dan mikroorganisme lain.

Ukuran kekeruhan air dinyatakan dalam MgSiO2per liter. Tingkat kekeruhan air biasanya diukur dengan alat yang disebut turbidmeter. Kekeruhan untuk air minum dibatasi tidak lebih dari 10mg/lt. lebih baik lagi apabila tidak melebihi 5mg/lt. Mataair yang muncul di daerah gunungapi kebanyakan mempunyai tingkat kekeruhan yang rendah. Air mataair dari daerah ini tampak jernih bening, sehingga apabila air mataair ini ditampung dalam kolam, maka dasar kolam kelihatan dengan jelas. e) Rasa

Ukuran rasa dalam air sukar dinyatakan dalam skala dan biasanya dapat dinyatakan secara langsung, misalnya air itu terasa asin, asam, dan pahit. Rasa dari air disebabkan oleh adanya unsur garam atau unsur kimia dalam air dalam kadar yang berlebihan.

f) Suhu (temperatur)

Temperatur air merupakan hal yang penting dalam kaitannya dengan tujuan penggunaan untuk menghilangkan bahan-bahan pencemar.Temperatur air


(62)

45

diukur langsung di lapangan dengan menggunakan thermometer air. Temperatur air tidak dapat dibandingkan berdasarkan pemunculan air dari litologi yang berbeda karena tidak terdapat variasi temperatur yang menunjukkan perbedaan jenis batuan. Temperatur mataair dipengaruhi oleh kedudukan asal air, di mana semakin dalam asal air, semakin tinggi temperaturnya. Peningkatan temperatur juga menyebabkan penurunan kelarutan gas dalam air, seperti oksigen dan karbondioksida. Temperatur normal air di wilayah beriklim tropis adalah antara 20oC sampai 30oC Untuk sistem air bersih, temperatur ideal berkisar antara 5oC sampai 10oC.

2) Kualitas Kimia a) Arsen

Arsen merupakan senyawa yang berasal dari limbah pembuangan pabrik yang menggunakan senyawa arsen dalam produksinya, seperti pabrik kulit, tekstil, gelas, dan obat-obat kimia. Selain itu, senyawa arsen dapat pula terkandung dalam perairan yang berada di sekitar endapan bijih arsen.

b) Fluorida

Air dari mataair yang berada di sekitar gunung api biasanya mengandung fluor. Selain itu, fluor dapat terkandung dalam perairan yang menempati batuan-batuan yang mengandung senyawa fluor dan juga pada air yang


(63)

46

tercemar hasil buangan pabrik yang menggunakan persenyawaan fluor.

c) Total Kromium

Pencemaran air oleh garam-garam kromuim sangat membahayakan. Garam-garam kromium sebagian besar dipergunakan dalam berbagai industri, seperti industri tekstil, pencelupan, penyamakan kulit, zat-zat warna dan cat, dan dapat pula dipakai sebagai larutan pencegah karat dari alat-alat besi.

d) Kadmium

Kadmium merupakan salah satu unsur kimia yang sangat membahayakan. Unsur ini sering dipergunakan dalam berbagai industri, seperti pabrik cat, keramik, pelapisan logam, eklektronik, dan fotografi. Unsur kadmium jarang terdapat dalam perairan yang masih alami.

e) Nitrit

Sumber nitrit dapat berupa limbah industri dan limbah domestik. Keberadaan nitrit dalam air dapat dijadikan sebagai identifikasi terjadinya pencemaran. Pada perairan alami, kandungan nitrit adalah sekitar 0,001 mg/l. Apabila sampel air mataair memiliki kandungan nitrit yang sangat kecil, maka hal ini menunjukkan bahwa belum adanya pencemaran pada mataair tersebut.


(64)

47

f) Nitrat

Unsur nitrat dipergunakan untuk pengawetan daging, pabrik korak atau kembang api, serta industri zat-zat warna dan keramik. Kadar nitrat dalam perairan alami hampir tidak pernah lebih dari 0,1 mg/l. Kadar nitrat lebih dari 5 mg/l menggambarkan terjadinya pencemaran antropogenik yang berasal dari aktivitas manusia dan tinja hewan. Kadar nitrat dalam airtanah dapat mencapai 100 mg/l.

g) Sianida

Senyawa sianida jarang sekali terdapat di dalam perairan alami. Senyawa sianida ini merupakan racun yang sangat berat dan sering dipergunakan oleh perusahaan untuk ekstraksi emas dan perak dari bijinya. Larutan sianida juga banyak digunakan dalam penyepuhan atau galvanisasi logam-logam.

h) Selenium

Seleniumadalah mineral yang ditemukan di dalam tanah. Selenium secara alami muncul dalam air. Selenium bukan logam, tetapi zat kimia yang berhubungan dengan sulfur dan telurium, dan merupakan unsur di alam. Manusia hanya perlu jumlah seleniumdalam kadar yang sangat kecil. Unsur elenium ini memainkan peran penting dalam metabolisme.


(65)

48

i) Alumunium

Aluminium alami terjadi di perairan dalam konsentrasi yang sangat rendah. Konsentrasi yang lebih tinggi berasal dari limbah tambang yang akan berdampak negatif terhadap biocoenosis air.

j) Besi

Hampir semua perairan alami mengandung besi. Adanya besi yang berlebih pada air dapat menyebabkan air berwarna kuning kecoklatan dan memiliki rasa logam.Kandungan besi (Fe) pada mataair yang berasal dari daerah gunungapi biasanya relatif tinggi.

k) Kesadahan

Kesadahan dibedakan menjadi dua, yakni kesadahan karbonat dan kesadahan non karbonat. Kesadahan adalah gambaran kation logam divalen (valensi dua). Pada perairan tawar, kation divalen yang paling berlimpah adalah kalsium dan magnesium, sehingga kesadahan pada dasarnya ditentukan oleh jumlah kalsium dan magnesium.

l) Khlorida

Adanya kandungan klorida mengakibatkan rasa asin di dalam air. Ion klorida adalah anion yang dominan di perairan laut. Kadar klorida bervariasi menurut iklim. Pada perairan di wilayah yang beriklim basah (humid), kadar klorida biasanya kurang dari 10 mg/l, sedangkan pada


(66)

49

perairan di wilayah semi-arid dan arid (kering), kadar klorida mencapai ratusan mg/l. Keberadaan klorida pada perairan alami berkisar antara 2 – 20 mg/l. Sumber utama keberadaan klorida adalah batuan sedimen, sedangkan batuan beku sebagai sumber tambahan.

m) Mangan

Mangan terdapat di sebagian besar perairan alami. Unsur logam mangan secara tidak langsung merupakan zat yang penting dalam nutrisi manusia. Kandungan mangan yang berlebihan dalam air mengakibatkan air tersebut berwarna kuning atau coklat dan berasa logam.

n) Derajat Keasaman (pH)

Pengukur sifat keasaman dan kebasaan air dinyatakan dengan nilai pH. pH mataair berkaitan dengan kondisi geologi dan batuan secara umum, sehingga pH mataair juga berpengaruh terhadap kualitas air. Nilai dari pH air murni adalah 7. Air dengan pH di atas 7 bersifat asam, sedangkan air yang memiliki pH di bawah 7 bersifat basa.

o) Seng

Seng merupakan salah satu unsur umum yang terdapat di alam.Air minum dapat mengandung sejumlah seng yang mungkin akan semakin tinggi bila disimpan dalam wadah logam.Limbah industri berpotensi


(67)

50

menyebabkan peningkatan jumlah seng dalam air minum sehingga memicu masalah kesehatan.Seng terjadi secara alami di udara, air dan tanah, tetapi peningkatan konsentrasi seng umumnya disebabkan oleh aktivitas manusia.

p) Sulfat

Unsur sulfat pada airtanah dapat berasal dari oksida biji besi sulfide, gipsum, dan anhidrit. Kadar sulfat pada perairan tawar alami berkisar antara 2-80 mg/l, sedangkan sulfat pada perairan yang melewati batuan gipsum dapat mencapai 1.000 mg/l. Sampel mataair yang mengandung sulfat dalam kadar yang rendah dan normal dalam kisaran sebagai air tawar alami menunjukkan belum terjadi pencemaran oleh aktivitas pertanian.

q) Tembaga

Garam-garam tembaga dapat digunakan sebagai pencegah tumbuhnya lumut pada kolam air dan pemberantas hama pertanian. Adanya kandungan tembaga menyebabkan air minum terasa tidak enak.

r) Amonia

Amonia (NH3) merupakan senyawa nitrogen. Pada bentuk cairan, amonia terdapat dalam dua bentuk yaitu amonia bebas atau tidak terionisasi (NH3) dan dalam bentuk ion amonia (NH4). Kadar amonia pada perairan alami biasanya kurang dari 0,1 mg per liter. Kadar amonia


(68)

51

bebas yang tidak terionisasi pada perairan tawar sebaiknya tidak lebih dari 0,2 mg per liter. Kadar amonia yang tinggi dapat merupakan indikasi adanya pencemaran bahan organik yang berasal dari limbah domestik, industri, dan limpasan (run off) pupuk pertanian.


(1)

250

LAMPIRAN 7


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)