Korelasi antara self monitoring dan customer orientation pada perawat di rumah sakit.
KORELASI ANTARA SELF MONITORING DAN CUSTOMER ORIENTATION PADA PERAWAT DI RUMAH SAKIT
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Disusun Oleh: Nia Sulastry Siagian
129114067
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
(2)
(3)
(4)
Tetapi seperti ada tertulis:
“ apa
yang tak pernah dilihat oleh mata,
Dan tidak pernah didengar oleh telinga,
Dan yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia:
Semua di sediakan Allah untuk mereka yang
Mengasihi Dia.”
-1 Korintus 2:9-
Tetapi jawab Tuhan kepadaku:
Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu,
Sebab justru dalam kelemahanlah
Kuasa-
Ku menjadi Sempurna.”
-2 Korintus 12:9a-
“ Kita Harus Selalu ingat, bahwa Tidak ada Kekalahan
Sebelum Waktu Benar-Benar Sudah Habis.
Kalau Kita Tetap Tidak Menyerah, Selalu Ada Kesempatan
Di Detik-Detik Terakhir.
Itulah Yang Menjadi Suluh Semangatku. “
-Unknown-
(5)
My Beloved Family
And You
(6)
(7)
KORELASI ANTARA SELF MONITORING DAN CUSTOMER ORIENTATION PADA PERAWAT DI RUMAH SAKIT
Nia Sulastry Siagian ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui korelasi antara self monitoring dan customer orientation. Peneliti berhipotesis bahwa terdapat hubungan yang positif antara self monitoring dan cutomer orientation. Subjek dalam penelitian ini adalah perawat yang telah memiliki pengalaman kerja di rumah sakit minimal satu tahun berjumlah 84 perawat. Data penelitian mengenai self monitoring dan
customer orientation diungkap dengan menggunakan adaptasi self monitoring scale dan customer orientation scale. Skala self monitoring versi adaptasi
memiliki estimasi reliabilitas 0.896 dan customer orientation scale versi adaptasi memiliki estimasi reliabilitas sebesar 0.886. analisis data menggunakan korelasi
Spearman’s rho. Hasil penelitian menunjukan korelasi antara self monitoring dan
customer orientation sebesar 0.842 dengan nilai p = 0,000 ( p < 0,05), yang berarti
ada hubungan positif yang kuat antara self monitoring dan customer orientation pada taraf signifikansi 5%.
(8)
CORRELATION BETWEEN SELF MONITORING AND CUSTOMER ORIENTATION ON NURSES IN HOSPITAL
Nia Sulastry Siagian ABSTRACT
This research aimed to know the correlation between self monitoring and customer orientation. The hypothesis was there was a positif correlation between self monitoring and customer orientation. The subject were 84 nurses who had work experience in hospital minimized one year. The data about self monitoring was revealed by the adaptation of self monitoring scale with the reliability 0,896 and, customer orientation was revealed by the adaptation of customer orientation scale with the reliability 0,886. The result were shown that correlation coefficient of self monitoring and customer orientation was 0,842, p = 0,000 (p < 0,05), that means there was a positif and strong correlation between self monitoring and customer orientation at 5% significant level.
(9)
(10)
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya hanturkan kepda Tuhan Yesus Kristus atas semua kasih dan karuniaNya selama proses penulisan skripsi ini sehingga dapat selesai dengan baik. Terima kasih Tuhan Yesus karena selalu memberikan kekuatan serta jalan keluar bagi setiap permasalahan atau kendala yang saya hadapi selama proses penulisan skripsi ini.
Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana psikologi di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak dapat selesai dengan baik tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis hendak mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak T. Priyo Widiyanto, M. Si., selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
2. Bapak Eddy Suhartanto, S. Psi., M. Si., selaku Kepala Program Studi Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
3. Suster Lidwina, selaku Dosen Pembimbing Akademik selama penulis menempuh studi di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
4. Bapak T. M. Raditya Hernawa, M. Psi., selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang selalu meluangkan waktunya untuk membimbing, memberikan saran, semangat, motivasi, dan jalan keluar dari setiap kendala yang saya hadapi dalam penyusunan skripsi ini.
(11)
ii
5. Segenap Dosen Psikologi yang telah mendidik, memberikan banyak ilmu pengetahuan dan pengalamannya selama penulis menempuh pendidikan di fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
6. Segenap karyawan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta (Mas Gandung, Mas Muji, dan Bu Nanik) yang selalu ramah dalam membantu serta terbuka untuk memberikan berbagai informasi yang dibutuhkan sehingga dpat melancarkan proses penulisan Skripsi ini sampai selesai.
7. Mr. Mark Synder selaku pembuat skala Self Monitoring versi asli yang telah terbuka dan bersedia memberikan izin untuk adaptasi skala ke dalam Bahasa Indonesia agar dapat digunakan penulis dalam penyusunan skripsi ini
8. Mr. Brown selaku pembuat skala Customer Orientation versi asli yang telah memberikan izin untuk mengadaptasi skala ke dalam Bahasa Indonesia agar dapat digunakan penulis dalam penyusunan skripsi ini. 9. Papa, Mama, abang Andry, dan Abang Very, terima kasih untuk cinta
kasih, semangat, dan dukungan yang selalu kalian berikan. Terima kasih untuk waktu yang telah kalian luangkan untuk mendengar semua sukacita maupun keluh kesah yang penulis ceritakan. Terima kasih untuk doa yang selalu dipanjatkan serta dukungan materi yang diberikan selama penulis menempuh pendidikan di perguruan tinggi ini.
10. Felix Bernando Sitanggang, terima kasih untuk cinta kasih, dukungan, dan motivasi yang selalu diberikan. Terima kasih sudah selalu ada untuk
(12)
iii
mendengarkan keluh kesah dan jadi tempat bertukar pikiran. Terima kasih untuk setiap hal yang sudah dilakukan agar penulis tetap ceria dan semangat dalam proses penyusunan skripsi dari awal hingga skripsi ini selesai.
11. Delvi, Dara, Guerika, Priska, Nikur, Rini, Novia, Elga, dan Ajeng yang sudah memberikan semangat, saling mendukung
12. Bella Tesalonika sebagai adik kos yang selalu menemani penulis pergi jalan-jalan dan juga dalam pengerjaan skripsi. Terima kasih untuk semangatnya, dukungannya, dan waktunya.
13. Terima kasih buat Hana, kak Evi, kak Jeni, mas Yus sebagai keluarga di Yogyakarta. Terima kasih untuk kasih sayang, perhatian, dan dukungannya kepada penulis. Terima kasih untuk setiap waktu yang sudah diberikan untuk kebersamaannya
14. Terima kasih untuk semua perawat yang sudah membantu penulis dengan cara menjadi subjek dalam peneltian ini. Terima kasih untuk waktu yang telah diluangkan untuk mengisi skala penulis dan terima kasih sudah memberikan jawaban dengan baik.
15. Seluruh teman-teman Fakultas Psikologi 2012 yang saling mendukung dan berproses bersama. Sukses untuk kita semua
16. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah mendukung dan membantu subjek dalam penyusunan skipsi ini.
(13)
iv
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna dan masih terdapat banyak kekurangan dalam penelitian ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan adanya kritik dan saran dari pembaca untuk memperbaiki karya penulis ini. Terima kasih.
Yogyakarta, Penulis, Nia Sulastry Siagian
(14)
v
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ………... i
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ………... ii
HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI ………... iii
HALAMAN MOTTO ……… iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ………. v
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ………... vi
ABSTRAK ……… vii
ABSTRACT ……….viii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ………... ix
KATA PENGANTAR ……… x
DAFTAR ISI ……… xiv
DAFTAR TABEL ………... xvii
DAFTAR SKEMA ………... xix
DAFTAR GAMBAR ……… xx
DAFTAR LAMPIRAN ……… xxi
BAB I PENDAHULUAN ………... 1
A. Latar Belakang Masalah ………. 1
B. Rumusan Masalah ……….. 7
C. Tujuan Penelitian ……… 8
D. Manfaat Penelitian ……….. 8
(15)
vi
2. Manfaat Praktis ………... 8
BAB II LANDASAN TEORI ………... 10
A. Customer orientation ………...... 10
1. Pengertian Customer Orientation ……… 10
2. Dimensi Customer Orientation ………....11
3. Faktor yang mempengaruhi Customer Orientation ………. 12
B. Self Monitoring ………. 14
1. Pengertian Self Monitoring ……….. 14
2. Bentuk Self Monitoring ………... 15
3. Komponen Self Monitoring ………. 17
4. Dampak Self Monitoring ………. 20
C. Dinamika hubungan antara Self Monitoring dan Customer Orientation ..21
D. Skema Penelitian ……….. 24
E. Hipotesis ………... 25
BAB III METODE PENELITIAN ………... 26
A. Jenis Penelitian ………. 26
B. Identifikasi Variabel ………. 26
1. Variabel Tergantung ……… 26
2. Variabel Bebas ………. 26
C. Definisi Operasional ………. 26
1. Self Monitoring ……… 26
2. Customer Orientation ……….. 27
(16)
vii
E. Alat Pengambilan Data ………. 28
F. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ……….31
1. Validitas ……….31
2. Reliabilitas ………. 33
G. Analisis Data ……… 38
1. Uji Asumsi ………. 38
a. Uji Normalitas ……….... 38
b. Uji Linieritas ………...39
2. Uji Hipotesis ……….. 39
BAB 1V HASIL DAN PEMBAHASAN ……….. 41
A. Persiapan Penelitian ………..41
B. Pelaksanaan Penelitian ………..41
C. Deskripsi Subjek Penelitian ………...42
D. Deskripsi Data Penelitian ………..43
E. Hasil Penelitian ………..47
1. Uji Normalitas ………....47
2. Uji Linieritas ………..50
3. Uji Hipotesis ………...52
4. Analisis Tambahan ……… 54
a. Analisis One Sample T-Test antara Jenis Kelamin dan Customer Orientation ………....54
b. Korelasi Lama Bekerja dan Customer Orientation ………...56
(17)
viii
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ……….60
A. Kesimpulan ………....60
B. Keterbatasan Penelitian ……….60
C. Saran ………..61
1. Bagi Penelitian Selanjutnya ………..61
2. Bagi Rumah Sakit ……….61
3. Bagi perawat ……….61
DAFTAR PUSTAKA ………....62
(18)
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Sebaran Item Self Monitoring Scale ...……….29 Tabel 2. Sebaran Item Customer Orientation Scale ..………30 Tabel 3. Ringkasan Koefisien Alpha dan Varians tiap Dimensi Self
Monitoring………35
Tabel 4. Ringkasan Koefisien Alpha dan Varians tiap Dimensi Customer
Orientation………37
Tabel 5. Deskripsi Jenis Kelamin Subjek………..42 Tabel 6. Deskripsi Lama Bekerja Subjek………...43 Tabel 7. Hasil Pengukuran Deskripsi Variabel Self Monitoring dan Customer
Orientation………43
Tabel 8. Analisis One Sample T-test Mean Empirik dan Mean Hipotetik Self
Monitoring………44
Tabel 9. Analisis One Sample T-test Mean Empirik dan Mean Hipotetik
Customer Orientation………...44
Tabel 10. Rumus Kategori Self Monitoring dan Customer Orientation……45 Tabel 11. Kategorisasi Self Monitoring dan Customer Orientation………..46
Tabel 12. Test of Normality………48
Tabel 13. Test of Liniearity………51 Tabel 14. Korelasi Self Monitoring dan Customer Orientation……….53 Tabel 15. Uji Mann Whitney Jenis Kelamin dan Customer Orientation…...54 Tabel 16. Korelasi Lama Bekerja dan Customer Orientation………56
(19)
x
DAFTAR SKEMA
(20)
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Kurva Normal Self Monitoring………49 Gambar 2. Kurva Normal Customer Orientation………..50 Gambar 3. Kurva Linearitas Self Monitoring dan Customer Orientation….52
(21)
xii
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN 1. Perhitungan Alpha Cronbach, Varians dan rit Tiap Dimensi Self Monitoring………...65
LAMPIRAN 2. Perhitungan Alpha Cronbach, Varians dan rit Tiap Dimensi Customer Orientation……….72
LAMPIRAN 3. Self Monitoring Scale………...76 LAMPIRAN 4. Customer Orientation Scale……….79 LAMPIRAN 5. Hasil Direct-Translation Self Monitoring Scale dan
Customer Orientation Scale………82
LAMPIRAN 6. Hasil Back Translation Self Monitoring Scale dan Customer
Orientation Scale………87
LAMPIRAN 7. Hasil Pemeriksaan Native Speaker Self Monitoring Scale dan Customer Orientation Scale……….92 LAMPIRAN 8. Skala Adaptasi Self Monitoring……….104 LAMPIRAN 9. Skala Adaptasi Customer Orientation………...108 LAMPIRAN 10. Hasil Perhitungan SPSS Uji Asumsi dan Uji Hipotesis...110 LAMPIRAN 11. Data Subjek Penelitian……….113
(22)
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Saat ini kesehatan merupakan salah satu peluang bisnis yang cukup baik. Hal ini terbukti dengan semakin banyaknya rumah sakit atau klinik swasta yang berdiri. Bahkan, di Indonesia juga telah berdiri beberapa rumah sakit bertaraf internasional. Rumah sakit baik swasta maupun milik pemerintah berusaha menjaring pasien sebanyak-banyaknya dengan meningkatkan pelayanan kesehatannya.
Pelayanan kesehatan yang berkualitas merupakan kebutuhan bagi setiap individu, untuk itu diperlukan penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang terkendali biaya dan kualitasnya. Dalam hal ini, rumah sakit sebagai organisasi sosial bertanggung jawab untuk memberikan pelayanan yang berkualitas kepada setiap pasien. Pelayanan kesehatan yang ada di Indonesia sendiri pun belum bisa di akses dengan mudah dan murah. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya pengaduan-pengaduan masyarakat mengenai pelayanan yang ada di rumah sakit.
Taufik Yasak selaku Kepala Perwakilan Ombudsman Provinsi Jambi, mengatakan jumlah pengaduan masyarakat kepada Ombudsman terkait buruknya pelayanan publik, salah satunya pelayanan di rumah sakit terus meningkat selama tiga tahun terakhir. Jumlah pengaduan tahun 2014 sebanyak 107 laporan, tahun 2015 sebanyak 117 laporan, dan tahun 2016 jumlahnya meningkat hampir 2 kali lipat. (http://kabarjambi.net).
(23)
Selain itu, Ade Irawan selaku Koordinator Divisi Monitoring Pelayanan Publik Indonesia Corruption Watch (ICW) menyatakan bahwa berbagai rumah sakit baik pemerintah maupun swasta umumnya masih belum bersikap ramah terhadap pasien miskin. Keluhan-keluhan umum seperti buruknya pelayanan perawat, sedikitnya kunjungan dokter pada pasien rawat inap dan lamanya pelayanan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan (apoteker dan petugas laboratorium) (http://health.kompas.com) menjadi pemicu rendahnya kepercayaan masyarakat terhadap mutu pelayanan yang ada di Indonesia dan lebih memilih untuk mencari pelayanan kesehatan ke luar negeri. http://rona.metrotvnews.com/.
Henky Hermanto selaku Sekretaris Direktorat Jenderal Pengembangan Destinasi Pariwisata, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, dalam
Medical Excellence Japan Seminar: Indonesia-Japan Medical Collaboration,
menyebutkan beberapa alasan penduduk Indonesia berobat ke luar negeri antara lain mencari teknologi pengobatan yang lebih canggih, mencari layanan kedokteran yang lebih unggul, mendapatkan layanan keperawatan yang lebih baik, dan ada pula yang berobat ke luar negeri karena biayanya lebih murah. (http://health.kompas.com).
Tingginya migrasi pasien ke luar negeri untuk mendapatkan layanan kesehatan menjadi suatu fenomena di Indonesia. Fakta menunjukkan bahwa beberapa tahun terakhir ini ditemukan suatu kecenderungan yang cukup tinggi dalam masyarakat untuk melakukan pemeriksaan kesehatan dan pengobatan di luar negeri.
(24)
Menurut MenKes, mengutip data National Health Care Group
International Business Dev Unit (NHG-IBDU) Singapura, tercatat 50% pasien
international yang berobat di Singapura adalah warga Indonesia. Tercatat juga rata-rata jumlah pasien dari Indonesia yang berobat ke Malaysia pada tahun 2012 adalah 12.000 orang/tahun atau sekitar 32 pasien per hari (www.depkes.go.id). Selain itu, Ketua Kongres Dokter Bedah Paul Tahalele, menyebutkan bahwa pada tahun 2013 ada sekitar 600 ribu warga Indonesia dari kelompok menengah ke atas yang berobat keluar negeri.
Salah satu SDM terpenting dalam rumah sakit adalah perawat. Menurut Swansburg (dalam Fitrianasari dkk, 2014) jumlah perawat yang ada di rumah sakit sekitar 40% - 60% dari seluruh tenaga yang ada. Seorang perawat memiliki tanggung jawab yang cukup besar dalam melakukan praktek keperawatan seperti, menjaga dan merawat pasien, memberikan obat kepada pasien, serta memberikan motivasi dan perhatian kepada pasien ( www.jobdesc.net). Dari tugas-tugas yang telah dijelaskan diatas maka penting untuk pihak manajemen rumah sakit memberikan perhatian terhadap praktik pelayanan keperawatan.
Kualitas pelayanan yang sering disebut dengan singkatan SERVQUAL (service quality) menurut Parasuraman (1996) dibangun atas adanya perbandingan dua faktor utama yaitu persepsi pelanggan atas layanan yang nyata mereka terima/rasakan (perceived service) dengan layanan yang sesungguhnya diharapkan/diinginkan (expected service). Jika kenyataan lebih dari yang diharapkan maka layanan dapat dikatakan bermutu. Apabila kenyataan sama dengan harapan, maka layanan disebut memuaskan. Dengan demikian, kualitas
(25)
pelayanan (service quality) dapat didefinisikan sebagai seberapa jauh perbedaan antara kenyataan dan harapan pelanggan atas layanan yang mereka terima/peroleh.
Rumah sakit sebagai pusat pelayanan kesehatan masyarakat harus berusaha membentuk karyawan yang berorientasi kepada pelanggan. Menurut Chang (dalam Ratnasiri, 2012) orientasi pada pelanggan itu penting, terutama pada karyawan yang menjadi frontline dan secara langsung memberikan pelayanan kepada pelanggan. Hal ini dikarenakan akan berdampak pada penilaian pelanggan terhadap pelayanan yang mereka rasakan.
Penelitian yang dilakukan oleh Saxe dan Weitz (1982) menemukan bahwa ada hubungan yang positif dan signifikan antara customer orientation dan kinerja pada tenaga penjual untuk membantu dan menjaga hubungan dengan pelanggannya.
Brown, John, Todd, dan Jane (2002) mendefinisikan customer orientation sebagai tendensi atau kecenderungan karyawan dalam memenuhi kebutuhan pelanggan dan mereka menikmati dalam melakukan pekerjaannya tersebut. Lebih jauh lagi Brown, dkk (2002) mengemukakan bahwa dalam melakukan pelayanan
customer orientation terdiri dari dua dimensi. Dimensi pertama adalah Need dimension atau dimensi kebutuhan. Dimensi ini merepresentasikan kemampuan
memberikan kepuasan terhadap pelanggan. Dimensi kedua yaitu Enjoyed
dimension atau dimensi kenikmatan yang merepresentasikan derajat kecenderungan saat mereka memberi pelayanan kepada pelanggan sekaligus
(26)
mereka menikmati dalam melakukan kegiatan pemenuhan kebutuhan pelanggan tersebut.
Customer orientation sendiri merupakan dasar dari fungsi pemasaran,
dimana perusahaan selalu berusaha memuaskan kebutuhan pelanggan dan berhubungan erat dengan pelanggan. Hal ini tercermin dari upaya perusahaan untuk selalu dapat dengan tepat mengidentifikasikan apa yang dibutuhkan dan diinginkan oleh pelanggannya, dan berupaya untuk memperkecil perbedaan (gap) apa yang diinginkan dari produk atau jasa yang dihasilkan dengan apa yang seharusnya mereka terima (Franke & Eun Park (2006)..
Stock & Hoyer (2005) menyebutkan bahwa customer orientation dapat dianalisis berdasarkan dua level, yaitu analisis pada level organisasi dan level individu pemberi jasa. Prespektif keduanya, menjelaskan bahwa customer
orientation mengacu pada sejauh mana seorang pemberi jasa berusaha untuk
meningkatkan kepuasan pelanggan jangka panjang, yang berakibat pada terbentuknya hubungan jangka panjang.
Hingga saat ini, cukup banyak penelitian yang fokus pada faktor-faktor yang mempengaruhi customer orientation di level individu pemberi jasa, salah satunya penelitian yang dilakukan oleh Dawn, Deerer, dan Jane (2007) yang meneliti pengaruh kepribadian terhadap perilaku customer orientation. Eppler (dalam Noor, 2005) dalam penelitiannya pada sejumlah sales di Malaysia menemukan bahwa ada hubungan positif antara self-monitoring terhadap
(27)
Snyder (1974) mengungkapkan bahwa individu dengan self monitoring adalah seseorang yang sangat sensitif terhadap perubahan ekspresi dalam pengaturan sosial, selanjutnya digunakan sebagai pedoman untuk berprilaku yang tepat. Ajzen (dalam Moningka & Widyarini, 2005) menyebutkan bahwa individu yang memiliki prototip high self monitoring, biasanya sangat memperhatikan penyesuaian tingkah laku dengan situasi yang dihadapi. Akibatnya, individu ini menjadi sangat peka terhadap isyarat-isyarat sosial, dan berusaha menampilkan perilaku; baik secara verbal maupun non verbal berdasarkan isyarat tersebut. Menurut Synder (1974) individu dengan low self monitoring adalah individu yang melakukan segala kegiatannya berdasarkan pada apa yang dirasakan dan dipercayai.
Penelitian yang dilakukan oleh Baron & Byrne (dalam Moningka & Widyarini, 2005) mengemukakan bahwa self monitoring sebagai faktor yang dapat mempengaruhi hubungan interpersonal. Hasil penelitiannya membuktikan bahwa individu dengan self monitoring yang tinggi mempunyai hubungan interpersonal yang baik. Hal ini disebabkan karena individu ini mampu mengatur perilakunya sesuai dengan tuntutan lingkungan. Miller dan Cardy (2002), juga mengemukakan bahwa self monitoring dapat mempengaruhi performansi kerja individu. Individu dengan self monitoring yang baik (high self monitor) akan lebih mudah beradaptasi, sehingga dapat mempengaruhi performansi mereka.
Jika dikaitkan dengan customer orientation, self monitoring akan menjadi sifat yang bermanfaat dalam melakukan pemberian jasa (Dawn dkk, 2007). Tampak bahwa seseorang dengan self-monitoring tinggi memiliki kecenderungan
(28)
lebih baik untuk berorientasi kepada pelanggan daripada seseorang dengan
self-monitoring rendah (Noor & Muhammad, 2006). Hal ini membuat orang yang
memiliki self-monitoring tinggi memiliki kemampuan untuk “membaca” isyarat dari pelanggan dan menyesuaikan perilaku dan penjualannya dengan tampilan yang sesuai (Dawn, dkk, 2007) dengan demikian pelanggan mendapatkan kepuasan dari pelayanan yang diberikan oleh karyawan.
Penelitian yang dilakukan oleh Eppler (dalam Noor & Muhammad, 2005), menemukan bahwa ada hubungan yang signifikan antara self monitoring dan
customer orientation. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Noor (2005)
pada 445 orang agen asuransi yang ada di Malaysia menemukan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara self monitoring dan customer orientation. Dengan adanya penelitian yang kontradiktif pada dua penelitian sebelumnya, peneliti tertarik untuk meneliti hubungan antara antara self monitoring dan
customer orientation pada perawat di rumah sakit.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan fenomena tingginya masyarakat Indonesia yang berobat keluar negeri untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang berkualitas, maka peneliti tertarik untuk meneliti apakah ada hubungan antara self-monitoring dan customer
orientation pada perawat ?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara self
(29)
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memiliki manfaat, yaitu : 1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya kajian ilmu psikologi konsumen dan psikologi sosial, terutama yang berkaitan dengan self-monitoring dan customer orientation karyawan.
2. Manfaat Praktis Bagi Rumah Sakit
Sebagai bahan masukan bagi manajemen rumah sakit dalam pelaksanaan pembinaan perawat khususnya pengetahuan tentang
self monitoring dan customer orientation dalam menjalankan
tugasnya. Bagi Perawat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi pengetahuan bagi perawat tentang self monitoring dan customer orientation agar dapat memberikan pelayanan yang berkualitas kepada pasien.
(30)
BAB II
LANDASAN TEORI
A. CUSTOMER ORIENTATION
1. Pengertian Customer Orientation
Saxe dan Weitz (1982) menyebutkan orientasi pelanggan mencerminkan kesediaan karyawan untuk memenuhi kebutuhan konsumen dan tidak hanya fokus pada peningkatan volume penjualan secara keseluruhan. Karyawan dengan orientasi pelanggan yang tinggi mengeluarkan lebih banyak waktu dan usaha untuk memenuhi kebutuhan pelanggan, dengan demikian mereka lebih berhasil dalam mempertahankan hubungan jangka panjang dengan pelanggan.
Menurut Hoffman dan Ingram (1992) perilaku orientasi pelanggan dapat dilihat sebagai pelaksanaan dari konsep pemasaran pada tingkat penyediaan pelayanan individual terhadap pelanggan. Sehingga, karyawan yang berorientasi tinggi terhadap pelanggan memiliki perilaku yang mengarah pada terciptanya kepuasan pelanggan untuk jangka panjang dan menghindari perilaku yang dapat menimbulkan ketidakpuasan pelanggan.
Brown, John, Todd, dan Jane (2012) juga mengatakan bahwa orientasi pelanggan merupakan kecenderungan karyawan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan dalam konteks pekerjaan. Lebih jauh lagi Brown, dkk (2012) mengartikan orientasi pelanggan sebagai
(31)
kecenderungan karyawan untuk memenuhi kebutuhan konsumen dan derajat dimana mereka menikmati dalam melakukannya.
Berdasarkan berbagai pendapat yang telah dikemukakan oleh para ahli tersebut, peneliti menggunakan definisi yang diungkapkan oleh Brown (2002) untuk digunakan dalam penelitian ini. Hal ini dikarenakan definisi tersebut sesuai dan dapat menggambarkan tujuan dari penelitian ini .
2. Dimensi Customer Orientation
Brown, dkk (2002) mengemukakan bahwa dalam melakukan pelayanan orientasi pelanggan terdiri dari dua dimensi yaitu dimensi kebutuhan (need dimesion) yang diadaptasi dari skala yang disusun oleh Saxe and Weitz (1982) dan dimensi kenikmatan (enjoyment dimension) yang disusun berdasarkan hasil diskusi dengan praktisi bank dan industri rumah sakit. Berikut penjelasan masing-masing dimensi:
1. Need Dimension
Need dimension atau dimensi kebutuhan yang merepresentasikan kebutuhan karyawan untuk dipercaya mampu memberikan kepuasan terhadap pelanggan.
2. Enjoyment Dimension
Enjoyment dimension atau dimensi kenikmatan yang merepresentasikan kecendrungan karyawan saat mereka memberikan pelayanan kepada pelanggan sekaligus mereka menikmati dalam melakukan kegiatan pemenuhan kebutuhan pelanggan tersebut.
(32)
3. Faktor yang mempengaruhi Customer Orientation 1. Sifat-sifat Kepribadian
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Eppler (dalam Noor, 2005) menyebutkan sifat-sifat kepribadian dapat mengukur orientasi pelanggan. Contohnya: kepribadian self monitoring meningkatkan orientasi pelanggan.
2. Dukungan Pengawas
Susskin, Kacmar, & Borchgrevink (2003) menyebutkan bahwa karyawan layanan yang merasa didukung, mungkin memiliki lebih banyak kekuatan untuk memenuhi kebutuhaan pelanggan dan untuk menangani pelanggan yang sulit. Hal ini pada akhirnya akan meningkatkan orientasi pelanggan pada karyawan.
3. Dukungan teman sekerja
Tsai, Chen, & Cheng (2009) mengatakan bahwa karyawan yang menerima banyak dukungan dari rekan kerja mereka, mendapatkan lebih banyak kekuatan untuk menangani pelanggan yang sulit untuk dilayani. Hal ini juga didukung oleh pernyataan Ducharme dan Martin (2000) yang menyebutkan bahwa karyawan menerima lebih banyak pertimbangan, dukungan emosional, informasi mengenai pelanggan, dan pedoman kerja dari rekan kerja mereka dalam menjalankan pekerjaan.
4. Tingkat pengalaman/masa kerja
Saxe dan Weitz (1982) menyebutkan bahwa tenaga penjual yang berpengalaman dan akrab dengan kebutuhan pelanggan dalam jangka waktu yang panjang, kemungkinan akan menampilkan perilaku
(33)
berorintasi pelanggan yang lebih tinggi daripada rekan-rekan mereka yang kurang berpengalaman.
5. Jenis kelamin
Studi yang dilakukan oleh Bartol (1976) di tempat kerja telah menunjukkan bahwa perempuan lebih mementingkan komponen sosial dan interpersonal dalam pekerjaan mereka dibandingkan laki-laki. Busch dan Bush (1978) juga menyatakan bahwa dalam lingkungan penjualan, wanita lebih menempatkan nilai yang lebih besar pada hubungan mereka dengan pelanggan dibandingkan dengan laki-laki.
6. Komitmen Organisasi
DeCotiis dan Summers (1987) menyebutkan bahwa anggota yang sangat berkomitmen dengan organisasi akan bekerja lebih keras untuk melaksanakan tujuan dan nilai-nilai perusahaan. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Dunlap. B. J., Michael. D. & Terry. M. C. (1988) bahwa tenaga penjual yang mengidentifikasi diri dengan organisasi, yaitu komitmen organisasi, akan bekerja keras untuk memuaskan kebutuhan pelanggan mereka.
(34)
B. SELF MONITORING
1. Pengertian Self monitoring
Synder & Gangestead (1986) menyatakan bahwa self monitoring merupakan konsep yang berhubungan dengan pengaturan kesan (impression management) atau konsep pengaturan diri. Synder (1974) mengungkapkan bahwa self monitoring sebagai kemampuan individu untuk mengatur perilakunya berdasarkan situasi lingkungan dan reaksi orang lain atau berdasarkan faktor internal seperti kepercayaan, sikap dan kepentingan dari individu yang bersangkutan. Lebih lanjut Synder & Gangestead (1986) mengungkapkan bahwa self monitoring lebih menunjukkan pada cara indivdu dalam merencanakan, mengekspresikan penampilannya, dan berprilaku dalam situasi sosial.
Kreitner dan Kinicki (2001) menyebutkan self monitoring sebagai tingkatan dimana seseorang mengobservasi perilakunya dan mengadaptasi sesuai dengan tuntutan sosial. Self monitoring juga dijelaskan sebagai tingkat dimana seseorang mulai sensitif dengan orang lain dan mulai menyesuaikan tingkah lakunya dengan mengharapkan sesuatu dari luar dirinya dan berdasarkan kebutuhan situasi. Adapun kemampuan menyesuaikan tingkah laku ini di dapatkan melalui petunjuk-petunjuk yang berasal dari situasi-situasi sosial yang ada disekitarnya.
Berdasarkan berbagai pendapat yang telah dikemukakan oleh para ahli tersebut maka dapat disimpulkan bahwa self monitoring merupakan
(35)
kemampuan individu dalam menampilkan dirinya terhadap orang lain dengan menggunakan petunjuk petunjuk yang ada pada dirinya maupun petunjuk-petunjuk yang berasal dari situasi-situasi sosial yang ada di sekitarnya, guna menjalin hubungan yang baik dengan dengan individu lain.
2. Bentuk Self monitoring
Synder (1974) menyebutkan dua jenis bentuk dari self monitoring yaitu: High Self Monitors (self monitoring tinggi) dan Low Self Monitors (self monitoring rendah). Faktor internal dan faktor eksternal merupakan dua faktor penyebab timbulnya kedua bentuk self monitoring tersebut. Berikut penjelasan dari masing-masing bentuk dari self monitoring.
a. High Self Monitoring
Snyder (1974) menyatakan bahwa individu yang memiliki prototip
high self monitoring, biasanya sangat memperhatikan penyesuaian
tingkah laku dengan situasi yang dihadapi. Akibatnya, individu ini menjadi sangat peka terhadap isyarat-isyarat sosial, dan berusaha menampilkan perilaku; baik secara verbal maupun non verbal berdasarkan isyarat tersebut Selanjutnya, Snyder (1974) juga mengemukakan karakteristik individu dengan prototif high self
monitoring yaitu:
1) Tanggap terhadap situasi-situasi yang mengharuskan atau menuntutnya untuk menampilkan diri.
(36)
2) Memperhatikan informasi sosial yang merupakan petunjuk baginya untuk menampilkan diri.
3) Mampu mengendalikan diri dan merubah penampilan, serta ekspresif.
4) Menggunakan kemampuan self monitoringnya dalam situasi-situasi penting.
5) Tingkah lakunya bervariasi pada bermacam macam situasi.
b. Low self monitoring
Synder (1974) Individu dengan low self monitoring adalah individu yang melakukan segala kegiatannya berdasarkan pada apa yang dirasakan dan dipercayai. Selanjutnya, Snyder (1974) menjelaskan ciri-ciri individu yang tergolong low self monitoring yaitu:
1) Mengekspresikan diri atau menampilkan diri.
2) Kurang memperhatikan ekspresi orang lain.
3) Kurang dapat menjaga serta mengendalikan penampilannya.
4) Penampilan serta pengekspresian dirinya lebih dipengaruhi oleh pendapat dirinya ketimbang oleh situasi sekitar.
5) Hubungan interpersonalnya terbatas.
Berdasarkan ciri di atas tersebut, dapat disimpulkan bahwa individu yang memiliki prototip low self monitoring menggunakan informasi yang bersifat internal (yang ada pada dirinya sendiri) yang dianggap benar, dan kurang memperhatikan tuntutan lingkungan sosialnya.
(37)
3. Komponen Self monitoring
Mark Synder (1974) mengungkapkan bahwa self monitoring mempunyai lima komponen, yang meliputi:
1. Kesesuaian lingkungan sosial dengan prensentasi diri seorang individu berarti menyesuaikan peran seperti yang diharapkan orang lain dalam situasi sosial.
2. Memperhatikan informasi perbandingan sosial sebagai petunjuk dalam mengekspresikan diri agar sesuai dengan situasi tertentu berarti memperhatikan informasi eksternal yang berasal dari lingkungan sekitarnya sebagai pedoman bagi dirinya dalam berperilaku.
3. Kemampuan mengontrol dan memodifikasi prensentasi diri berarti berhubungan dengan kemampuan untuk mengontrol dan mengubah perilaku.
4. Kesediaan untuk menggunakan kemampuan yang dimilikinya (pada nomer 3) pada situasi-situasi khusus berarti mampu untuk menggunakan kemampuan yang dimilikinya pada situasu-situasi yang penting.
5. Kemampuan membentuk tingkah laku ekspresi dan presentasi diri pada situasi yang berbeda-beda agar sesuai dengan situasi di lingkungan sosialnya berarti tingkah lakunya bervariasi pada berbagai macam situasi di lingkungan sosial.
Baron & Greenberg (1990) menyatakan bahwa self monitoring mempunyai tiga komponen, yaitu:
(38)
a. Kesediaan untuk menjadi pusat perhatian. Hal ini berhubungan dengan kemampuan sosial dalam mengekspresikan emosional individu.
b. Kecenderungan yang menggambarkan kepekaan individu dalam reaksinya terhadap orang lain.
c. Kemampuan dan kesediaan individu untuk menyesuaikan perilaku sehingga menimbulkan reaksi yang positif terhadap orang lain.
Bringgs dan Cheek (1986) menyempurnakan pendapat Synder (1974) maupun Baron & Greenberg (1990) mengenai komponen self
monitoring. Briggs & Cheek (1986) menyatakan bahwa pendapat para
pendahulunya tersebut kurang dapat digunakan untuk mengukur secara individual. Ketiga komponen self monitoring yang dikemukakan oleh Briggs & Cheek (1986) adalah sebagai berikut:
a. Ekspressive Self Control
Kemampuan untuk secara aktif mengontrol tingkah lakunya. Individu yang mempunyai self monitoring tinggi suka mengontrol tingkah lakunya agar terlihat baik. Adapun ciri-cirinya adalah sebagai berikut:
1) Acting, termasuk didalamnya kemampuan untuk bersandiwara,
berpura-pura, dan melakukan kontrol ekspresi baik secara verbal maupun non verbal serta kontrol emosi.
2) Entertaining, yaitu menjadi penyegar suasana.
(39)
b. Social Stage Presence
Kemampuan untuk bertingkah laku yang sesuai dengan situasi yang dihadapi. Kemampuan untuk mengubah-ubah tingkah laku dan kemampuan untuk menarik perhatian sosial. Adapun ciri-cirinya adalah sebagai berikut:
1) Ingin tampil menonjol atau menjadi pusat perhatian. 2) Suka melucu.
3) Suka menilai kemudian memprediksi secara tepat suatu perilaku yang belum jelas.
c. Other Directed Self Present
Kemampuan untuk memainkan peran seperti yang diharapkan oleh orang lain dalam suatu situasi sosial. Kemampuan untuk tanggap terhadap situasi yang dihadapi. Adapun ciri-cirinya adalah sebagai berikut:
1) Berusaha untuk menyenangkan orang lain.
2) Berusaha untuk tampil menyesuaikan diri dengan orang lain
(conformity).
3) Suka menggunakan topeng untuk menutupi perasaannya 4. Dampak Self monitoring
1. Performansi kerja
Penelitian yang dilakukan oleh Bryan, Araiza & Leung (2011) menunjukkan bahwa dalam organisasi, self monitoring mempengaruhi performansi seseorang, dimana individu dengan self monitoring yang
(40)
tinggi akan menerima penilaian kinerja yang lebih baik, tampil sebagai pemimpin, dan kurang berkomitmen terhadap organisasi dibandingkan dengan self monitoring yang rendah
2. Peluang promosi
Penelitian yang dilakukan oleh Kreitner & Kinicki (2001) menyebutkan bahwa terdapat hubungan yang positif anatara self
monitoring yang tinggi dengan kesuksesan berkarir. Hasil dari
penelitian ini menyebutkan karyawan dengan tingkat self monitoring yang tinggi memiliki peluang promosi yang lebih banyak dibandingkan dengan rekan kerja mereka dengan self monitoring yang rendah.
3. Hubungan Interpersonal
Baron & Byrne (dalam Moningka & Widyarini, 2005) menyebutkan bahwa self monitoring merupakan salah satu faktor yang berperan dalam membangun hubungan interpersonal yang baik karena berkaitan dengan bagaimana individu mampu menampilkan kesan yang tepat pada situasi atau individu yang berbeda. Individu dengan
self monitoring yang tinggi secara umum lebih sensitif dan
menyesuaikan perilaku mereka untuk situasi tertentu sehingga memiliki kemampuan komunikasi dan keterampilan interpersonal yang lebih baik jika dibandingkan dengan individu dengan self
(41)
C. DINAMIKA HUBUNGAN ANTARA SELF MONITORING DAN CUSTOMER ORIENTATION
Menurut Eppler (dalam Noor, 200t5) Self monitoring berkenaan dengan konstruk psikologi sosial yang berhubungan dengan kecendrungan seseorang untuk mengatur (regulated) self presentationnya. Self monitoring sendiri didefinisikan oleh Synder & Gangested (1986) sebagai tingkatan individu dalam mengatur perilakunya berdasarkan situasi eksternal dan reaksi orang lain (high self monitoring) atau atas dasar faktor internal seperti keyakinan, sikap, dan minat (low self monitoring).
Individu yang self monitoring-nya tinggi akan lebih cepat untuk mempelajari apa yang menjadi tuntutan pekerjaan yang diberikan kepadanya sesuai dengan situasi dan kondisi di lingkungan kerjanya. Individu yang memiliki self monitoring tinggi akan senantiasa menunjukkan kinerja yang baik, dengan harapan apabila dirinya mampu bekerja sesuai dengan tuntutan dari lingkungan kerja maka dirinya akan mendapat citra diri yang positif di mata orang lain sehingga lingkungan kerja pun dapat menerima dirinya dengan baik (Synder, 1974).
Sebaliknya, individu dengan self monitoring rendah cenderung untuk lebih mempercayai informasi dan petunjuk-petunjuk yang berasal dari dalam dirinya sebagai pedoman dalam bekerja tanpa memperhatikan apa yang menjadi tuntutan bagi dirinya. Individu dengan self monitoring rendah cenderung akan berperilaku sama terhadap semua situasi Keadaan ini tentu
(42)
saja menyebabkan karyawan tersebut kurang dapat menunjukkan kinerja yang optimal (Synder, 1974).
Self monitoring sebagai konsep kepribadian sering dikaitkan dengan penelitian-penelitian yang berkaitan dengan pemberian jasa. Salah satunya dikaitkan dengan customer orientation (Noor, 2005). Penelitian yang dilakukan oleh Eppler (dalam Noor, 2005) pada sejumlah sales di Malaysia memberikan hasil bahwa ada hubungan yang positif antara self monitoring dan customer orientation.
Penelitian dilakukan oleh Eppler, dkk (dalam Noor, 2005) yang menunjukkan bahwa seseorang dengan self monitoring yang tinggi, mampu meningkatkan kemampuannya untuk membaca situasi penjualan dengan memodifikasi perilaku agar sesuai dengan harapan pelanggan. Penelitian yang sama juga dilakukan oleh Spiro dan Weitz (1990) menyatakan bahwa
salesman dengan trait self monitoring tinggi memiliki peluang lebih besar
untuk membangun hubungan dengan pelanggan daripada salesman yang memiliki trait self monitoring rendah.
Saxe dan Weitz (1982) menyebutkan bahwa orientasi pelanggan mencerminkan kesediaan karyawan untuk memenuhi kebutuhan konsumen dan tidak hanya fokus pada peningkatan volume penjualan secara keseluruhan. Karyawan dengan orientasi pelanggan yang tinggi mengeluarkan lebih banyak waktu dan usaha untuk memenuhi kebutuhan pelanggan. Hoffman dan Ingram (1992) juga mengatakan bahwa karyawan yang berorientasi kepada pelanggan akan mengarahkan seluruh perilakunya untuk menciptakan kepuasan pelanggan dan mempertahankan hubungan jangka panjang.
(43)
Jika dihubungkan antara self monitoring dengan customer orientation, tampak bahwa seseorang dengan self monitoring tinggi memiliki kecenderungan lebih baik untuk berorientasi kepada pelanggan dibandingkan seseorang dengan self monitoring rendah (Noor & Muhammad, 2005). Hal ini membuat karyawan dengan kemampuan self monitoring tinggi mampu mengubah perilakunya sesuai dengan tuntutan lingkungan sekitarnya dan menyebabkan karyawan tersebut bertahan dalam tuntutan pekerjaannya selanjutnya karyawan dengan self monitoring tinggi akan menampilkan kinerja yang baik dengan cara memberikan informasi secara tepat kepada pelanggan sehingga pelanggan mendapatkan kepuasan dari pelayanan yang diberikan oleh karyawan.
(44)
D. SKEMA PENELITIAN
Self Monitoring
Self Monitoring Rendah
Customer Orientation Tinggi Self Monitoring Tinggi
Customer Orientation Rendah
Menggunakan informasi dari lingkungan sekitar dalam bekerja dan memperhatikan apa yang menjadi tuntutan bagi dirinya
Menggunakan informasi dari dalam diri tanpa memperhatikan apa yang menjadi tuntutan bagi dirinya
(45)
E. HIPOTESIS
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah adanya hubungan positif dan signifikan antara self monitoring dengan
customer orientation. Semakin tinggi self monitoring seseorang,
semakin tinggi customer orientationnya. Sebaliknya, semakin rendah
self monitoring seseorang, senakin rendah pula customer orientationnya.
(46)
BAB III
METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian
Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Tujuan dari jenis penelitian kuantitatif adalah mengkaji teori secara objektif dengan cara menguji hubungan antar variabel-variabel yang diteliti (Supratiknya, 2015). Jenis penelitian ini adalah penelitian korelasional yang bertujuan untuk mengetahui sejauh mana variasi pada satu variabel berkaitan dengan satu atau lebih variabel lain berdasarkan koefisien korelasi (Azwar, 2009). Pada penelitan ini, peneliti ingin melihat apakah terdapat korelasi antara self monitoring dengan customer orientation pada perawat rumah sakit.
B. Identifikasi Variabel
1. Variabel Tergantung : Customer Orientation 2. Variabel Bebas : Self Monitoring C. Definisi Operasional
1. Self monitoring
Self monitoring merupakan kemampuan perawat dalam menampilkan
dirinya terhadap orang lain dengan menggunakan petunjuk petunjuk yang ada pada dirinya maupun petunjuk-petunjuk yang berasal dari situasi-situasi sosial yang ada di sekitarnya, guna menjalin hubungan yang baik dengan individu lain.
(47)
Semakin tinggi skor total pada skala self monitoring yang diperoleh perawat menandakan bahwa semakin tinggi juga self monitoring yang dimiliki oleh perawat. Sebaliknya, semakin rendah skor total pada skala self monitoring, maka semakin self monitoring yang dimiliki oleh perawat. 2. Customer orientation
Orientasi pelanggan atau customer orientation merupakan kecenderungan perawat untuk membantu pasien dalam memenuhi kebutuhannya dan perawat menikmati dalam melakukan pekerjaannya.
Semakin tinggi skor total pada skala customer orientation yang diperoleh perawat menandakan bahwa semakin tinggi juga customer
orientation yang dimilikinya. Sebaliknya, semakin rendah skor total pada
skala customer orientation, maka semakin rendah customer orientation yang dimiliki perawat.
D. Subjek Penelitian
Subjek penelitian adalah orang-orang yang menjadi sumber data dari penelitian, memiliki karakteristik yang sesuai variabel penelitian dan pada dasarnya yang akan dikenai pada kesimpulan akhir penelitian (Azwar, 2015). Penentuan subjek penelitian menggunakan teknik nonprobability atau convience sample (Creswell, 2010). Pada penelitian ini kemudahan dan ketersediaan subjek yang dapat dijangkau peneliti adalah perawat rumah sakit X.
Perawat rumah sakit yang dipilih adalah perawat yang memiliki pengalaman kerja di bidang keperawatan minimal 1 tahun. Karyawan yang
(48)
memenuhi kriteria di asumsikan telah mengenal suasana di lingkungan kerjanya.
E. Alat Pengambilan Data
Pengambilan data pada penelitian ini dilakukan dengan metode penyebaran skala psikologis. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan dua skala, yaitu Self Monitoring Scale dan Customer
Orientation Scale. Skala psikologis yang digunakan dalam penelitian ini
termasuk dalam skala Likert. Pada skala Likert subjek diminta untuk menyatakan kesetujuan-ketidaksetujuan dalam sebuah kontinum terhadap pernyataan-pernyataan dan pertanyaan-pertanyaan yang digunakan untuk mengukur atribut psikologis (Supratiknya, 2014).
Self-Monitoring Scale yang dikembangkan oleh Synder (1974) digunakan
untuk mengukur tingkat self-monitoring perawat. Self-Monitoring Scale terdiri dari pernyataan-pernyataan yang mencakup 3 dimensi yaitu
Ekspressive Self Control, Sosial Stage Presence, dan Other Direct Self Present.
Pada skala ini perawat diminta untuk menilai seberapa tepat pernyataan tersebut menggambarkan diri perawat. Pilihan jawaban yang disediakan dalam self-monitoring scale ada lima pilihan yaitu, Sangat Tidak Setuju (STS), Tidak Setuju (TS), Ragu-Ragu (R), Setuju (S), dan Sangat Setuju (SS). Skala ini terdiri dari 25 pernyataan. 13 pernyataan benar dan 12 pernyataan salah. Kunci jawaban pada masing-masing pernyataan dapat di lihat pada tabel 1. Pemberian nilai untuk self-monitoring scale
(49)
memiliki rentang nilai 1 – 5. Nilai 1 untuk Sangat Tidak Setuju (STS, nilai 2 untuk Tidak Setuju (TS), nilai 3 untuk Ragu-Ragu (R), nilai 4 untuk Setuju (S), dan nilai 5 untuk Sangat Setuju (SS). Berikut ini merupakan sebaran item dari Self Monitoring Scale.
Tabel 1.
Sebaran Item Self Monitoring Scale
Komponen Item Proporsi Jumlah
Ekspressive Self Control
4, 9, 12, 14, 20,
21, 22, dan 23 24 % 8
Sosial Stage Presence
1, 2, 3, 6, 7, 13, 15, 16, 17, 19, 23,
dan 25
44 % 12
Other Direct Self Present
5, 8, 11, 18, 20,
dan 24 20 % 6
Total 100% 20
Skala psikologis selanjutnya adalah Customer Orientation Scale yang dikembangkan oleh Brown (2002). Skala ini digunakan untuk mengukur tingkat customer orientation perawat. Customer orientation scale terdiri dari penyataan-pernyataan yang mencakup 2 dimensi yaitu Need dimension dan
Enjoyment Dimension. Dalam pengukuran ini, kedua dimensi tersebut akan
diperlakukan seperti mengukur aspek.
Pada skala ini perawat diminta untuk menilai seberapa tepat pernyataan tersebut menggambarkan diri perawat. Pilihan jawaban yang disediakan dalam customer orientation scale ada 5 pilihan, yaitu Sangat Tidak Setuju
(50)
(STS), Tidak Setuju (TS), Ragu-Ragu (R), Setuju (S), dan Sangat Setuju (SS).
Pada Customer Orientation Scale terdiri atas 12 pernyataan. 6 pernyataan untuk Need Dimension dan 6 pernyataan untuk Enjoyed
Dimension. Pemberian nilai untuk Customer Orientation Scale memiliki
rentang skor 1 – 5. Nilai 1 untuk Sangat Tidak Setuju (STS, nilai 2 untuk Tidak Setuju (TS), nilai 3 untuk Ragu-Ragu (R), nilai 4 untuk Setuju (S), dan nilai 5 untuk Sangat Setuju (SS). Berikut ini merupakan sebaran item dari Customer Orientation Scale.
Tabel 2.
Sebaran Item Customer Orientation Scale
Dimensi Item Proporsi Jumlah
Need Dimension 1, 2, 3, 4, 5, dan
6 50% 6
Enjoyed Dimension 7, 8, 9, 10, 11,
dan 12 50% 6
Total 100% 12
F. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur 1. Validitas
Validitas merupakan sejauh mana tingkat akurasi suatu alat tes atau skala dalam menjalankan fungsi pengukurannya (Azwar, 2014). Suatu alat pengukuran dikatakan memiliki validitas yang tinggi apabila menghasilkan data yang akurat memberikan gambaran mengenai variabel yang diukur seperti yang dikehendaki oleh tujuan pengukuran tersebut.
(51)
Ketika suatu alat tes menghasilkan data yang tidak relevan dengan tujuan pengukuran, maka alat tes tersebut dikatakan sebagai pengukuran yang memiliki validitas yang rendah. (Azwar, 2014). Uji validitas yang dilakukan pada Self Monitoring Scale dan Customer Orientation Scale yang diadaptasi oleh peneliti dalam penelitian ini dengan tujuan untuk melihat sejauh mana skala tersebut mampu benar-benar mengungkapkan tingkat Self Monitoring seorang perawat terhadap Customer Orientation yang dimiliki oleh perawat rumah sakit.
Metode penerjemahan skala yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah back-translation. Back-translation melibatkan pengambilan protokol dari suatu penelitan dalam bahasa tertentu, kemudian menerjemahkan kedalam bahasa lain, dan meminta orang lain untuk menerjemahkan kembali ke bahasa yang asli (Matsumoto & Juang, 2008). Metode ini dipilih untuk menekan kemunculan bias (Matsumoto & Juang, 2008). Langkah pertama yang dilakukan adalah menerjemahkan Self Monitoring Scale dan Customer Orientation Scale dalam Bahasa Inggris menjadi Self Monitoring Scale dan Customer
Orientation Scale dalam Bahasa Indonesia. Proses penerjemahan dilakukan dengan menggunakan jasa penerjemah dari Lembaga Bahasa Universitas Sanata Dharma. Hasil terjemahan dapat dilihat pada Lampiran 1.
Setelah didapatkan hasil terjemahan Self Monitoring Scale dan
(52)
melanjutkan proses adaptasi ke tahap berikutnya, yaitu back-translation. Pada tahap ini, peneliti akan menerjemahkan kembali Self Monitoring
Scale dan Customer Orientation Scale versi Bahasa Indonesia ke dalam
Bahasa Inggris. Proses penerjemahan ini juga dilakukan dengan menggunakan jasa penerjemah dari Lembaga Bahasa Universitas Sanata Dharma. Hasil terjemahan dapat dilihat pada Lampiran 2.
Tahap selanjutnya yang dilakukan peneliti setelah mendapatkan hasil terjemahan adalah proses generalisasi konsep dan bahasa dari dua budaya yang berbeda atau bisa disebut decentering (Hambleton, Merenda, & Spielnberger, 2005; Matsumoto & Juang, 2008). Pada tahap ini, peneliti meminta bantuan seorang native speaker untuk membandingkan Self Monitoring Scale dan Customer Orientation Scale versi asli (Bahasa Inggris) dengan Self Monitoring Scale dan Customer
Orientation Scale hasil back translation (Bahasa Inggris). Hal ini perlu
dilakukan untuk melihat adanya kesetaraan antara Self Monitoring Scale dan Customer Orientation Scale yang telah diterjemahkan dengan Self
Monitoring Scale dan Customer Orientation Scale versi aslinya. Ketika
ditemukan ada kata-kata yang tidak setara atau memiliki makna dan nuansa yang berbeda, maka peneliti memeriksa kembali hasil terjemahan
Self Monitoring Scale dan Customer Orientation Scale pada tahap
pertama dan memperbaikinya. Hasil pemeriksaan native speaker dapat dilihat pada Lampiran 3.
(53)
Setelah peneliti mendapatkan hasil terjemahan Self Monitoring
Scale dan Customer Orientation Scale dalam Bahasa Indonesia yang
telah diperbaiki, peneliti melakukan validitas isi terhadap skala tersebut. Validitas isi merujuk pada kesesuaian antara isi tes dan konstruk yang diukur. Hal ini diperoleh melalui analisis logis atau empiris terhadap seberapa memadai isi tes mewakili ranah isi, serta seberapa relevan ranah isi tersebut sesuai dengan interpretasi skor tes yang dimaksudkan (Supratiknya, 2014). Validitas isi diperoleh melalui penilaian pakar dan ahli terhadap kesesuaian antara bagian tes dan kontruk yang diukur (Supratiknya, 2014). Hal ini bertujuan untuk melihat skala yang diterjemahkan sesuai dengan ranah dan batasan pengukuran. Peneliti melakukan validasi skala penelitian melalui konsultasi bersama Dosen Pembimbing Skripsi sebagai pakar atau ahli yang memberikan penilaian. 2. Reliabilitas
Reliabilitas berbicara mengenai sejauh mana hasil suatu proses pengukuran dapat dipercaya (Azwar, 2014). Hasil suatu pengukuran dapat dipercaya apabila dalam beberapa kali pelaksanaan pengukuran terhadap kelompok subjek yang sama diperoleh hasil yang relatif sama, selama aspek yang diukur dalam diri subjek memang belum berubah (Azwar, 2014). Meskipun ada toleransi terhadap perbedaan-perbedaan kecil di antara hasil beberapa kali pengukuran, namun ketika perbedaan itu sangat besar maka hasil pengukuran tidak dapat dipercaya dan dikatakan tidak reliabel (Azwar, 2014). Peneliti menggunakan koefisien
(54)
alpha (α) dari Cronbach dan alpha berstrata untuk menentukan reliabilitas alat ukur yang digunakan. Berikut merupakan reliablitas alat ukur dalam penelitian ini
a. Reliabilitas Self-Monitoring Scale
Skala asli Self Monitoring telah diukur internal konsistensinya pada 192 mahasiswa Stanford. Hasil analisis dengan koefisien reliabilitas Kuder-Richardson 20 adalah 0,70 dan reliabilitas tes-retest. sebesar 0,83 dengan interval waktu satu bulan. Hasil yang diperoleh tersebut menunjukkan Self Monitoring Scale memiliki reliabilitas yang baik (Synder, 1974)
Meskipun telah diketahui bahwa skala asli Self Monitoring memiliki reliabilitas yang baik, koefisien reliabilitas hasil ukur bagi subjek penelitian masih tetap diperlukan. Pada subjek penelitian, hasil alpha Cronbach yang diperoleh skala Self Monitoring secara keseluruhan adalah 0.896.
Selanjutnya, berdasarkan perhitungan dengan menggunakan SPSS, di dapatkan varians skor total skala Self Monitoring adalah 172.303, sedangkan hasil perhitungan koefisien alpha dan varians setiap dimensi dalam skala Self Monitoring dapat dilihat pada tabel 4.
(55)
Tabel 3.
Ringkasan Koefisien Alpha dan Varians Tiap Dimensi Self Monitoring
Komponen Varians Koefisien Alpha
Ekspressive self control 11.438 0.753
Social stage presence 30.083 0.721
Other directed
self-present 12.817 0.728
b. Reliabilitas Customer Orientation
Skala asli Customer Orientation telah diukur internal konsistensinya pada 70 sales dari 10 perusahaan dengan jenis penjualan yang berbeda. Hasil analisis dengan koefisien alpha
Cronbach adalah 0,86. Customer Orientation Scale diujikan ulang
setelah enam minggu dengan reliabiltas tes-retes pada 46 sales pada perusahaan elektronik menghasilkan skor korelasi sebesar 0.67. Hasil yang diperoleh tersebut menunjukkan Customer Orientation
Scale memiliki reliabilitas yang baik (Saxe & Weitz, 1982)
Meskipun telah diketahui bahwa skala asli customer orientation memiliki reliabilitas yang baik, koefisien reliabilitas hasil ukur bagi subjek penelitian masih tetap diperlukan. Pada subjek penelitian, hasil alpha Cronbach yang diperoleh skala customer orientatation secara keseluruhan adalah 0.886.
(56)
Selanjutnya, berdasarkan perhitungan dengan menggunakan SPSS, di dapatkan varians skor total skala customer orientation adalah 61.077, sedangkan hasil perhitungan koefisien alpha dan varians setiap dimensi dalam skala customer orientation dapat dilihat pada tabel 5 dibawah ini:
Tabel 4.
Ringkasan Koefisien Alpha dan Varians Tiap Dimensi Customer Orientation
Dimensi Varians Koefisien Alpha
Need Dimension 16.411 0.794
Enjoyment Dimension 17.074 0.785
G. Analisis Data 1. Uji Asumsi
Uji asumsi perlu dilakukan peneliti sebelum melakukan uji hipotesis. Hal ini dikarenakan beberapa metode analisis data untuk pengujian hipotesis memiliki prasyarat yang harus terpenuhi untuk dapat dilakukan. a. Uji Normalitas
Uji asumsi pertama yang perlu dilakukan peneliti adalah uji normalitas. Uji normalitas dilakukan untuk melihat sebaran data yang ada apakah terdistribusi normal atau tidak. Analisis parametrik mensyaratkan data yang akan diolah mengikuti distribusi normal (Santoso, 2012). Sebaran data dikatakan terdistribusi normal ketika
(57)
nilai signifikansi lebih dari 0,05 (p > 0,05) (Santoso, 2012). Ketika nilai signifikansi kurang dari 0,05 (p < 0,05) maka sebaran data yang ada dapat dikatakan tidak terdistribusi normal (Santoso, 2012). Pada penelitian ini, uji normalitas akan dilakukan dengan menggunakan
Kolmogorov-Smirnov dilakukan ketika subjek penelitian lebih dari 50
subjek (Santoso, 2012). Ketika subjek penelitian tidak lebih dari 50 subjek, maka uji normalitas harus dilakukan dengan Shapiro-Wilk (Santoso, 2012).
b. Uji Linieritas
Apabila data terdisitribusi normal, maka uji asumsi berikutnya yang perlu dilakukan adalah uji linieritas. Uji linieritas bertujuan untuk melihat apakah korelasi antar variabel bersifar linier atau tidak. Hal ini diperlukan karena teknik korelasi produk momen dan turunannya cenderung melakukan underestimasi kekuatan hubungan antara dua variabel apabila hubungannya tidak linier (Santoso, 2012). Uji linieritas ini dilakukan dengan menggunakan bantuan SPSS versi 22. Jika nilai signifikansi kurang dari 0,05 (p < 0,05) maka hubungan antar variabel tergantung dengan variabel bebas bersifat linier. Oleh karena itu, hubungan antara variabel tergantung dengan variabel bebas tidak linier ketika nilai signifikansi lebih dari 0,05 (p > 0,05) (Santoso, 2012).
2. Uji Hipotesis
Setelah uji asumsi semuanya terpenuhi, peneliti melanjutkan uji hipotesis. Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan analisis
(58)
korelasi Pearson Product Moment dengan bantuan SPSS versi 22. Pada penelitian ini, peneliti ingin melihat korelasi antara self
monitoring dengan customer orientation pada perawat rumah sakit.
Taraf signifikansi yang digunakan adalah p < 0,05. Apabila korelasi yang didapat memiliki p < 0,05, maka dapat dikatakan bahwa korelasi antar variabel signifikan. Sedangkan jika nilai p > 0,05 maka dapat dikatakan bahwa tidak ada korelasi yang signifikan antar variabel.
Apabila data yang ada tidak dapat memenuhi syarat dilakukannya statistik parametik, maka peneliti perlu melakukan uji hipotesis dengan statistik non parametik (Santoso, 2012). Pada uji hipotesis dengan statistik non parametik, peneliti melakukan uji hipotesis dengan analisis korelasi Spearman’s rho. Pada penelitian ini peneliti akan menguji korelasi antara self monitoring dan customer orientation. Korelasi antar variabel dikatakan signifikan ketika p < 0,05 (Santoso, 2016).
(59)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Persiapan Penelitian
Persiapan penelitian yang pertama kali dilakukan peneliti adalah meminta izin kepada pembuat skala Self-Monitoring dan Customer
Orientation untuk mengadaptasi dan menggunakan skala tersebut dalam
penelitian ini. Peneliti meminta izin dengan menghubungi pembuat skala
Self-Monitoring dan Customer Orientation melalui email. Setelah mendapatkan
izin, peneliti melakukan penerjemahan dengan metode back-translation. Setelah proses back translation selesai, peneliti langsung membawa skala
Self-Monitoring dan Customer orientation yang sudah diterjemahkan ke
dosen pembimbing untuk melakukan validasi isi. Selanjutnya setelah melakukan validasi isi, peneliti langsung mengirim skala self monitoring dan
customer orientation kepada salah satu perawat yang bekerja di rumah sakit
tempat peneliti melakukan penelitian untuk membagikan skala
Self-Monitoring dan Customer orientation kepada perawat yang bekerja di rumah
sakit tersebut.
B. Pelaksanaan Penelitian
Pengambilan data penelitian dilaksanakan dari tanggal 29 November 2016 – 02 Desember 2016 di salah satu rumah sakit swasta di daerah Semanggi, Jakarta Selatan. Rumah sakit ini memiliki beberapa fasilitas yaitu seperti Instalasi Gawat Darurat (IGD), Diagnostic, Radiologi, Laboratorium
(60)
dan unit rawat inap. Penyebaran skala dilakukan dengan bantuan salah satu perawat di rumah sakit tersebut.
Jumlah skala yang disebarkan untuk pengambilan data sebanyak 100 eksemplar. Skala yang sudah diisi dan dikembalikan ke peneliti sebanyak 89 eksemplar. Dari semua skala yang diterima peneliti, ada 5 skala yang tidak dapat digunakan karena ada beberapa pernyataan yang tidak diisi. Jadi total data yang dapat dianalisis dalam penelitian ini sebanyak 84.
C. Deskripsi Subjek Penelitian
Subjek penelitian dalam penelitian ini merupakan perawat di sebuah rumah sakit dengan pengalaman bekerja minimal satu tahun. Setelah melalui proses penyaringan data, diperoleh 84 data yang dapat dianalisis. Berikut merupakan gambaran subjek secara umum.
Tabel 5.
Deskripsi Jenis Kelamin Subjek
Jenis Kelamin Jumlah Subjek
Laki-Laki 20
Perempuan 64
Total 84
Tabel 6.
Deskriptif Lama Bekerja Subjek
Lama Bekerja Jumlah Subjek
1-5 tahun 38
> 5 tahun 44
Total 84
(61)
D. Deskripsi Data Penelitian
Pada penelitian ini, analisis deskripsi data penelitian dilakukan pada variabel Self-Monitoring dan Customer orientation. Analisis deskripsi data penelitian yang diperoleh perlu dilakukan untuk mengetahui tinggi rendahnya self-monitoring dan customer orientation yang dimiliki subjek. Analisis deskripsi data penelitian dilakukan dengan cara membandingkan mean teoritik dengan mean empiris dari data yang diperoleh menggunakan
sample t-test. Berikut merupakan hasil deskripsi data dan analisis one-sample t-test yang diperoleh:
Tabel 7.
Hasil pengukuran deskripsi variabel Self Monitoring dan Customer orientation
Teoritik Empirik
Min Max Mean Min Max Mean SD
SM 25 125 75 58 115 84 13
CO 12 60 36 25 57 38 7
Tabel 8.
Analisis One Sample T-test Mean Empirik dan Mean Hipotetik Self Monitoring
Test Value = 75
95% Cofidence
Interval of the Difference t df sig. (2-tailed) Mean Difference Lower Upper
(62)
Berdasarkan perhitungan data pada tabel 7, dapat dilihat bahwa mean
empiris pada self monitoring lebih besar daripada mean teoritik. Hasil uji T
pada tabel 8 menunjukkan signifikansi yang lebih kecil dari 0,05 (p= 0,000). Hal tersebut menunjukkan bahwa perawat dalam penelitian ini secara signifikan memiliki self monitoring yang tinggi
Tabel 9.
Analisis One Sample T-test Mean Empirik dan Mean Hipotetik Customer Orientation
Test Value = 36
95% Cofidence
Interval of the Difference t df sig. (2-tailed) Mean Difference Lower Upper
CO 3.137 83 0.002 2.571 0.94 4.20
Berdasarkan perhitungan data pada tabel 7, dapat dilihat bahwa mean
empiris pada Customer Orientation lebih besar daripada mean teoritik. Hasil
uji T pada tabel 9 menunjukkan signifikansi yang lebih kecil dari 0,05 (p= 0,002). Hal tersebut menunjukkan bahwa perawat dalam penelitian ini secara signifikan memiliki customer orientation yang tinggi
(63)
Tabel 10.
Rumus kategori skala self monitoring dan customer orientation Sangat Rendah X ≤ mean - 1,5 ϭ
Rendah mean - 1,5 ϭ < X ≤ mean - 0,5 ϭ Sedang mean - 0,5 ϭ < X ≤ mean + 0,5 ϭ Tinggi mean + 0,5 ϭ < X ≤ mean +1,5 ϭ Sangat Tinggi mean +1,5 ϭ < X
Tabel 11.
Kategorisasi self monitoring dan customer orientation
Skala Rentang nilai Jumlah Presentase Kategori
Self Monitoring
X ≤ 50 0 0 % Sangat Rendah
50 < X ≤ 66,66 10 11.90 % Rendah
66,66 < X ≤ 83,335 26 30.95 % Sedang
83,335 < X ≤ 100 40 47.61 % Tinggi
100 < X 8 9.52 % Sangat Tinggi
Customer Orientation
X ≤ 24 0 0 % Sangat Rendah
24 < X ≤ 32 18 21.4 % Rendah
32 < X ≤ 40 35 41.6 % Sedang
40 < X ≤ 48 21 25 % Tinggi
48 < X 10 11.9 % Sangat Tinggi
Berdasarkan data yang terdapat pada tabel di atas, diketahui bahwa tidak ada perawat yang memiliki self monitoring yang tergolong sangat rendah, selanjutnya sebanyak 10 atau sekitar 11,90 % perawat memiliki self
(64)
monitoring sedang sebanyak 26 atau sekitar 30.95 %, lalu sebanyak 40 atau
sekitar 47.61 % perawat memiliki self monitoring yang tergolong tinggi, dan sebanyak 8 atau sekitar 9.52 % perawat memiliki self monitoring yang tergolong sangat tinggi.
Selain itu dari tabel di atas dapat juga diketahui juga bahwa tidak ada perawat yang memiliki customer orientation yang tergolong sangat rendah selanjutnya sebanyak 18 atau sekitar 21,4 % perawat memiliki cutomer
orientation yang tegolong rendah, perawat yang tergolong memiliki customer orientation sedang sebanyak 35 atau sekitar 41,6 %, lalu sebanyak 21 atau
sekitar 25 % perawat memiliki customer orientation yang tergolong tinggi, dan sebanyak 10 atau sekitar 11.9 % perawat memiliki customer orientation yang tergolong sangat tinggi.
E. Hasil Penelitian
Sebelum melakukan uji hipotesis, harus dilakukan pengujian asumsi terhadap data penelitian. Hal ini bertujuan untuk mengetahui bahwa data yang diperoleh telah memenuhi syarat-syarat data yang tepat yang disesuaikan dengan analisis data yang akan dilakukan. Pada penelitian ini digunakan statististik non parametrik karena jumlah data yang ada hanya 84 subjek (santoso, 2012).
1. Uji Normalitas
Pertama uji normalitas bertujuan untuk melihat data yang digunakan terdistribusi secara normal. Kaidah normal untuk uji normalitas ini adalah jika p > 0,05 maka sebaran data terdistribusi normal, sedangkan
(65)
jika p < 0,05 maka sebaran data tidak terdistribusi normal (Santoso, 2012). Pada penelitian ini, uji normalitas dilakukan dengan uji
Kolmogorov Smirnov Z menggunakan bantuan SPSS versi 22.
Tabel 12.
Test of Normality
Kolmogorov-Smirnov
Statistic df Sig
Total SM 0,071 84 0,200
Total CO 0,099 84 0,039
a.Lilliefors significance Correction
*.This is a lower bound of the true significance
Berdasarkan tabel 13 dapat dilihat bahwa skala self monitoring memiliki nilai Sig. (2-tailed) sebesar 0,200 dengan p > 0,05 (0,200 > 0,05). Dengan demikian, skala pengukuran self monitoring terbukti tidak menyimpang dari distribusi normal. Sedangkan pada skala customer
orientation memiliki nilai Sig. (2-tailed) sebesar 0,039 dengan p > 0,05
(0,039 < 0,05). Hal ini berarti, skala pengukuran customer orientation terbukti menyimpang dari distribusi normal. Data yang tidak normal ini menggambarkan bahwa data berasal dari populasi yang tidak normal. Hasil yang tidak normal kemungkinan dipengaruhi oleh keberadaan nilai ekstrim atau outlier. Terdapat dua macam nilai ekstrim, yaitu ekstrim atas dan ekstrim bawah. Hasil ini dapat dilihat berdasarkan sebaran data yang ada pada kurva sebagai berikut :
(66)
Gambar 1
Kurva Normal Self Monitoring
Kurva normal self monitoring menggambarkan sebaran data pada variabel self monitoring. Pada kurva tersebut dapat terlihat bahwa data sebaran data normal.
(67)
Gambar 2
Kurva Normal Customer Orientation
Kurva normal customer orientation menggambarkan sebaran data pada variabel customer orientation Pada kurva tersebut dapat terlihat bahwa sebaran data tidak normal karena banyaknya data yang berada pada skor 40.
2. Uji Linieritas
Uji asumsi berikutnya yang perlu dilakukan adalah uji linieritas yang bertujuan untuk melihat korelasi antara variabel tergantung dan variabel bebas bersifat linier atau tidak. Jika nilai signifikansi kurang dari 0,05 (p < 0,05), maka hubungan antara variabel tergantung dengan
(68)
variabel bebas bersifat linier. Demikian pula sebaliknya, apabila nilai signifikansi lebih dari 0,05 (p > 0,05) maka hubungan antara variabel tergantung dan variabel bebas bersifat tidak linier (Santoso, 2012). Berikut merupakan hasil perhitungan uji linieritas dengan menggunakan
test for linearity dengan bantuan SPSS versi 22.
Tabel 13.
Test for Linearity pada Self Monitoring dan Customer Orientation
f Sig.
CO*SM Between
Groups (Combined) 6.626 0.000 Linearity 193.586 0.000
Deviation from
Linearity 1.573 0.074
Berdasarkan tabel 14 dapat dilihat bahwa uji linieritas antara
self-monitoring dan customer orientation menunjukkan nilai signifikansi
sebesar 0,000 (p < 0,05). Hasil tersebut menunjukkan bahwa hubungan antara self monitoring dan customer orientation bersifat linier.
(69)
Gambar 3
Kurva liniearitas Self Monitoring dan Customer Orientation
3. Uji Hipotesis
Uji korelasi dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
Spearman’s rho (Santoso, 2016). Angka korelasi Spearman’s rho
berkisar pada 0 (tidak ada korelasi sama sekali) dan 1 (korelasi sempurna). Sedangkan tanda korelasi negatif (-) menunjukkan adanya hubungan yang berlawanan dan tanda korelasi positif (+) menunjukkan adanya hubungan arah yang sama (Santoso, 2016).
Uji signifikansi angka korelasi dilakukan untuk melihata ada atau tidak adanya hubungan atau korelasi antar variabel. Taraf signifikansi yang digunakan adalah p < 0,05 (Santoso, 2016). Analisis ini dilakukan
(1)
AK 3 2 4 2 5 5 4 5 2 4 4 2 5 4 4 5 2 5 4 4 4 4 2 4 5 wanita 6 AKL 3 4 4 5 5 4 5 5 4 5 4 5 4 5 4 5 3 5 5 3 4 4 3 5 5 wanita 7 BI 1 4 2 3 4 5 4 5 2 5 4 2 5 3 4 4 4 5 4 2 4 2 4 4 5 wanita 7 OS 4 4 3 4 5 3 2 3 2 4 4 3 2 3 2 3 3 3 4 3 4 4 5 2 2 wanita 6 DSI 1 4 4 3 4 4 4 4 2 5 4 2 4 4 5 4 2 4 5 4 4 5 4 4 5 wanita 7 HL 3 3 2 2 4 4 4 5 4 4 5 2 4 2 5 4 4 4 5 4 4 4 2 4 5 wanita 7 AV 4 4 4 3 4 4 5 4 4 4 4 4 4 3 3 4 4 5 4 4 3 3 4 4 4 wanita 7 FLX 4 4 2 2 5 5 4 4 5 4 5 4 2 4 2 2 4 4 4 5 4 4 4 4 3 wanita 7 BRD 2 4 4 4 4 5 4 4 4 4 4 2 5 4 4 4 4 4 4 4 4 2 4 4 5 Pria 6 SLS 4 4 4 4 4 5 4 5 4 4 3 4 4 4 4 4 3 4 3 3 4 4 4 4 5 wanita 7 SGN 2 4 4 4 5 3 4 5 4 5 5 4 5 2 5 5 3 4 3 4 4 5 4 4 4 wanita 7 ST 2 2 4 4 4 4 4 5 4 4 4 4 5 2 5 4 4 5 4 3 3 4 4 4 5 wanita 6 PJT 3 5 5 3 5 5 4 5 2 5 5 2 4 4 5 5 4 4 5 2 4 4 4 5 5 Pria 6 TMP 2 4 4 3 4 5 4 4 3 4 4 2 5 3 4 4 3 4 4 3 4 4 3 4 5 Pria 6 TN 4 5 5 5 4 5 4 5 4 5 5 5 5 4 5 5 4 5 4 3 4 5 3 5 5 wanita 7 SG 3 4 4 2 5 5 4 4 3 4 4 4 4 4 2 4 2 4 3 2 5 5 5 4 4 wanita 6 MT 3 4 5 5 4 5 5 5 4 4 4 4 5 3 4 5 4 5 4 3 4 3 4 4 5 wanita 7 RY 3 4 4 4 2 4 2 4 4 4 4 4 3 4 4 4 3 3 4 2 4 4 3 3 3 wanita 6 MGD 2 4 5 4 4 5 4 5 3 4 5 2 5 2 4 4 4 4 4 4 5 4 4 4 4 wanita 8 LKW 2 4 4 4 4 5 4 5 2 4 4 4 5 2 5 4 2 4 5 2 5 4 2 5 5 wanita 6 GUT 4 4 5 4 2 2 4 2 4 2 2 4 4 2 3 2 4 2 2 5 5 4 4 4 4 wanita 7 XB 2 4 4 3 5 5 4 5 3 5 4 2 3 5 3 5 3 4 5 4 5 4 4 4 4 wanita 7 ACT 4 4 5 3 5 5 4 5 2 5 4 4 5 4 5 4 2 5 5 4 4 4 4 5 5 wanita 6 HA 5 5 5 3 5 5 4 5 4 5 5 4 5 4 5 5 4 5 5 3 4 5 5 5 5 wanita 7 RO 2 5 4 5 4 5 4 5 4 4 4 4 5 3 5 4 4 5 4 2 3 4 4 5 5 wanita 7
(2)
106
Inisial 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Jenis Kelamin Lama
Bekerja
HNM 1 2 1 1 4 4 2 2 2 2 2 2 Pria
2
BAS 1 2 4 2 2 4 2 2 1 2 1 2 Pria
3
DM 2 1 2 1 4 4 2 2 2 2 2 2 Pria
2
PLS 1 1 1 2 4 4 2 2 3 2 2 2 Pria
2
AS 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 2 Pria
2
KJ 4 4 2 4 2 1 2 2 1 2 1 1 Pria
4
RW 1 1 2 2 4 4 4 2 2 2 2 2 wanita
4
TPL 2 4 2 1 1 2 3 4 2 4 1 2 Pria
4
JDS 1 3 2 2 4 3 2 2 2 4 2 2 Pria
3
AW 1 2 2 2 4 4 2 3 2 3 2 2 Pria
2
NAS 2 3 3 2 2 2 2 3 3 2 2 3 wanita
3
BSD 1 4 1 2 4 1 2 4 2 2 4 4 wanita
2
LK 2 1 2 2 4 4 3 3 2 2 4 2 Pria
3
MI 2 1 2 2 4 4 2 2 2 2 4 4 wanita
4
TP 2 2 3 2 3 2 4 2 2 2 3 4 Pria
4
RT 2 1 2 2 4 4 3 4 2 4 2 2 wanita
4
SAD 1 3 2 1 4 4 1 4 4 2 2 4 Pria
4
OP 2 2 3 3 3 4 2 3 2 2 2 4 Pria
3
MN 2 2 2 4 4 4 2 2 3 2 4 2 wanita
4
FBS 2 2 2 2 4 4 2 3 3 2 3 4 Pria
3
NSS 2 2 2 2 3 4 2 2 4 4 2 4 Pria
3
AFS 2 4 2 2 4 4 2 4 2 2 4 2 wanita
4
MS 2 2 3 2 4 4 4 4 2 3 2 2 Pria
4
NP 2 2 3 3 4 4 4 2 2 4 2 2 wanita
4
CHS 1 4 2 3 4 4 2 2 4 2 2 4 Pria
4
BRS 4 2 3 3 3 4 2 3 3 2 2 3 wanita
4
HBT 4 2 4 3 4 2 4 2 3 2 2 2 wanita
6
(3)
SMC 4 4 2 2 2 3 3 2 3 4 4 2 wanita
4
PLK 2 4 4 2 4 4 4 2 2 4 2 2 wanita
4
HS 2 4 3 3 2 2 4 4 2 4 2 4 wanita
4
BMN 4 4 2 4 2 2 4 3 2 2 4 3 wanita
6
JDR 2 2 3 4 4 4 4 2 2 4 2 4 wanita
4
AT 1 3 4 2 4 4 4 4 2 4 3 2 wanita
3
RI 2 4 4 4 4 4 4 2 2 2 2 3 wanita
5
PS 4 4 2 2 3 2 4 3 3 4 3 3 wanita
5
VPS 3 3 3 3 4 4 4 2 4 2 4 2 wanita
5
MNS 4 4 2 4 2 2 3 4 4 2 4 3 wanita
5
VS 5 2 4 3 4 4 2 4 2 2 4 2 wanita
6
IT 4 2 2 4 4 4 2 4 4 2 2 4 wanita
6
PLW 4 2 2 4 4 4 2 4 4 2 2 4 wanita
6
UT 4 2 4 2 4 4 4 2 4 4 2 2 wanita
6
DG 4 2 2 4 4 4 2 4 4 2 2 4 wanita
6
JK 3 2 3 4 4 3 3 2 4 2 4 4 wanita
6
DRS 3 3 4 4 4 4 2 4 3 2 3 2 wanita
7
PMN 5 3 4 2 4 2 4 2 3 2 4 3 wanita
6
KMR 4 2 3 4 4 4 2 4 4 2 2 4 wanita
7
CD 4 3 4 4 3 2 4 4 3 2 4 2 wanita
7
TKR 5 4 4 2 4 4 4 2 3 3 2 2 wanita
7
AM 4 4 2 4 2 4 4 4 2 4 2 4 wanita
5
GA 2 4 4 2 4 2 4 4 4 4 4 2 wanita
7
BCE 4 2 4 2 4 3 4 4 4 2 4 3 wanita
7
LJK 2 4 2 4 4 4 4 2 4 4 2 4 wanita
7
SL 4 4 4 1 4 4 2 4 4 4 2 4 wanita
5
BM 3 2 4 4 4 2 2 4 4 4 4 4 Pria
7
LM 4 4 4 4 4 4 3 3 3 4 2 2 wanita
6
ATN 5 2 2 2 5 5 4 3 4 4 3 2 laki-laki
6
DHJ 4 4 3 4 4 4 4 3 2 2 4 3 wanita
7
(4)
108
AK 4 4 3 4 4 4 4 3 2 2 4 3 wanita
6
AKL 4 3 4 4 3 2 4 5 4 3 3 2 wanita
7
BI 4 4 2 3 3 4 4 3 3 3 4 4 wanita
7
OS 3 3 3 4 4 4 2 4 3 4 4 4 wanita
6
DSI 4 4 4 4 4 4 4 2 4 2 4 2 wanita
7
HL 4 2 4 4 2 3 4 3 4 4 4 4 wanita
7
AV 4 4 4 4 5 4 4 5 2 3 3 3 wanita
7
FLX 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 2 4 wanita
7
BRD 4 4 3 4 4 4 3 4 4 4 3 4 Pria
6
SLS 4 4 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 wanita
7
SGN 4 4 4 3 4 4 4 3 4 4 4 4 wanita
7
ST 4 3 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 wanita
6
PJT 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 Pria
6
TMP 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 Pria
6
TN 5 4 5 4 5 5 4 4 2 4 2 4 wanita
7
SG 4 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4 4 wanita
6
MT 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 4 wanita
7
RY 5 4 5 5 4 4 4 5 4 4 4 3 wanita
6
MGD 5 4 5 4 5 5 4 5 4 4 3 3 wanita
8
LKW 4 4 5 4 4 4 5 4 4 5 4 4 wanita
6
GUT 5 4 5 4 5 5 4 5 4 4 4 3 wanita
7
XB 5 5 4 4 5 4 5 4 4 4 4 4 wanita
7
ACT 5 4 5 4 5 4 5 4 5 4 4 5 wanita
6
HA 5 4 4 5 4 5 4 5 4 5 4 5 wanita
7
(5)
KORELASI ANTARA SELF MONITORING DAN CUSTOMER
ORIENTATION PADA PERAWAT DI RUMAH SAKIT
Nia Sulastry Siagian
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui korelasi antara self monitoring
dan customer orientation. Peneliti berhipotesis bahwa terdapat hubungan yang
positif antara self monitoring dan cutomer orientation. Subjek dalam penelitian ini
adalah perawat yang telah memiliki pengalaman kerja di rumah sakit minimal satu
tahun berjumlah 84 perawat. Data penelitian mengenai self monitoring dan
customer orientation diungkap dengan menggunakan adaptasi self monitoring
scale dan customer orientation scale. Skala self monitoring versi adaptasi
memiliki estimasi reliabilitas 0.896 dan customer orientation scale versi adaptasi
memiliki estimasi reliabilitas sebesar 0.886. analisis data menggunakan korelasi
Spearman’s rho
. Hasil penelitian menunjukan korelasi antara self monitoring dan
customer orientation sebesar 0.842 dengan nilai p = 0,000 ( p < 0,05), yang berarti
ada hubungan positif yang kuat antara self monitoring dan customer orientation
pada taraf signifikansi 5%.
(6)