Survei penyelenggaraan sekolah dasar inklusi di wilayah Kabupaten Sleman

(1)

i

SURVEI PENYELENGGARAAN SEKOLAH DASAR INKLUSI

DI WILAYAH KABUPATEN SLEMAN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh: Ristya Ferinda NIM: 131134105

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2017


(2)

ii

SURVEI PENYELENGGARAAN SEKOLAH DASAR INKLUSI

DI WILAYAH KABUPATEN SLEMAN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh: Ristya Ferinda NIM: 131134105

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2017


(3)

(4)

(5)

iv

PERSEMBAHAN

Skripsi ini peneliti persembahkan untuk:

1. Allah SWT yang senantiasa memberikan rahmat dan hidayahNya dalam hidupku.

2. Orang tuaku, Bapak Hartiyo dan Ibu Indar Ristiningsih yang selalu memberikan doa, kasih sayang, dan dukungan yang tak terhingga besar dan waktunya.

3. Tunanganku, Arif Yuono yang selalu memberikan doa, semangat, dan kasih sayang untuk berbagai hal yang kulakukan khususnya dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

4. Bapak Suhartono dan Ibu Nurjanah yang selalu memberikan doa dan kasih sayang. Serta kakakku tersayang Aniza Sudarmini yang selalu memberikan doa, menghiburku, dan membantuku untuk berbagai hal.

5. Dosen pembimbingku, Ibu Erlita dan Ibu Laura yang selalu membantu dan membimbingku dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

6. Saudaraku semuanya yang selalu memberikan doa dan kasih sayang untuk berbagai hal

7. Sahabat-sahabatku seperjuangan skripsi, Lela, Rosita, dan Yovita, yang selalu memberiku semangat dan membantuku untuk menyelesaikan tugas akhir ini. 8. Sahabat-sahabatku, yang selalu mendengarkan keluh kesahku dan

menyemangatiku.

9. Almamaterku tercinta Universitas Sanata Dharma, yang telah memberikan berbagai pengalaman dan kenangan.


(6)

v MOTTO

”Doa adalah lagu hati yang membimbing ke arah singgahsana Tuhan meskipun ditingkah oleh suara ribuan orang yang sedang meratap”

(Kahlil Gibran)

“Ilmu pengetahuan tanpa agama lumpuh, agama tanpa ilmu pengetahuan buta” (Albert Einstein)

“Sejumlah godaan akan datang kepada mereka yang tekun dan rajin, tapi seluruh godaan akan menyerang mereka yang bermalas-malasan”


(7)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 07 Maret 2017 Peneliti


(8)

vii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertandatangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama : Ristya Ferinda

Nomor Mahasiswa : 131134105

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

“SURVEI PENYELENGGARAAN SEKOLAH DASAR INKLUSI DI

WILAYAH KABUPATEN SLEMAN”

Dengan demikian saya memberitahukan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelola dalam bentuk pangkalan data mendistribusikan secara terbatas dan mempublikasikan ke dalam internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa meminta ijin dari saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal: 07 Maret 2017 Yang menyatakan


(9)

viii ABSTRAK

SURVEI PENYELENGGARAAN SEKOLAH DASAR INKLUSI DI WILAYAH KABUPATEN SLEMAN

Ristya Ferinda Universitas Sanata Dharma

2017

Dinas pendidikan telah menunjuk beberapa sekolah untuk menyelenggarakan pendidikan inklusi. Konsep pendidikan inklusi merupakan konsep pendidikan yang merepresentasikan keseluruhan aspek yang berkaitan dengan keterbukaan dalam menerima anak berkebutuhan khusus untuk memperoleh hak dasar mereka sebagai warga negara. Sekolah dasar inklusi adalah sekolah yang menampung semua siswa di kelas yang sama dengan mengakomodir dan merespon keberagaman melalui kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan setiap anak dan bermitra dengan masyarakat untuk memerangi sikap diskriminatif. Tujuan penelitian ini mengetahui besar presentase sekolah dasar inklusi di Wilayah Kabupaten Sleman yang sesuai dengan prinsip sekolah inklusi dan mendeskripsikan penerapan setiap prinsip sekolah dasar inklusi yang diselenggarakan oleh sekolah dasar inklusi di Wilayah Kabupaten Sleman.

Penelitian ini merupakan penelitian kuantatif non eksperimental dengan metode survei cross sectional. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner dengan bentuk pertanyaan terbuka, yang telah dilakukan validasi kepada dua orang validator sebelum dibagikan kepada responden. Ada 32 sekolah dasar inklusi di Kabupaten Sleman yang ditunjuk Dinas Pendidikan Kabupaten Sleman untuk menyelenggarakan pendidikan inklusi.

Kuesioner yang dibagikan kepada responden berjumlah 54 dan kuesioner yang kembali berjumlah 47 kuesioner. Dari hasil olah data, peneliti mendapatkan hasil bahwa hanya 22% penyelenggara sekolah dasar inklusi yang memenuhi prinsip-prinsip sekolah inklusi dan penerapan penyelenggaraan sekolah dasar inklusi di wilayah Kabupaten Sleman telah mencakup 8 prinsip, yaitu penerimaan peserta didik baru (PPDB); identifikasi; kurikulum fleksibel; merancang bahan ajar dan kegiatan pembelajaran yang ramah anak; penataan kelas yang ramah anak; asesmen; pengadaan dan pemanfaatan media pembelajaran adaptif; penilaian dan evaluasi pembelajaran.


(10)

ix ABSTRACT

SURVEI OF THE IMPLEMENTATION OF INCLUSION PRIMARY SCHOOL IN SLEMAN REGENCY

Ristya Ferinda Sanata Dharma University

2017

Education Authorities has appointed several schools to implement inclusion education. Concept of inclusion education is an education concept that represent all aspects relating to openness in accepting children with special needs to acquire their basic rights as citizens. Inclusion primary school is a school that accommodate every child in the same class by accommodating and responds to diversity through the curriculum that appropriate to each children’s needs and partnering with the society to fight against discriminatory attitudes. The purpose of this research knowing a large percentage of inclusion primary school in Sleman regency in accordance with the principles of inclusion school and describe the application of any principle of inclusion school of implementation by inclusion primary school in Sleman regency.

This research was a quantitative non experimental research with cross sectional survey method. Instrument that used in this research was questionnaire with open question which has been validated to two validators before being given to the respondents. There are 32 inclusion primary schools in Sleman District that had been appointed by the Education Authorities of Sleman District to implement inclusive education.

Questionnaire that given to the respondents were 54 respondents and there were 47 respondents which bring back the questionnaire. From the data processing, researcher got the result that approach 22% of the schools that

implement inclusion education have comply inclusion school’s principles. The

implementation of inclusion primary school in Sleman District included 8 principles, there were the new student’s admission; identifications; flexible curriculum; designing child-friendly teaching materials and learning activities; child-friendly classroom arrangement; assessment; procurement and utilization of adaptive media learning; assessment and evaluation of learning.


(11)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena rahmat dan hidayahNya, penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan baik yang berjudul

“Survei Penyelenggaraan Sekolah Dasar Inklusi di Wilayah Kabupaten Sleman”. Skripsi disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan. Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bimbingan dan bantuan dalam penyusunan skripsi ini, sehingga skripsi ini dapat berhasil dengan baik. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Rohandi, Ph.D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma.

2. Ibu Christiyanti Aprinastuti, S.Si., M.Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Sanata Dharma.

3. Bapak Apri Damai Sagita Krissandi, S.S., M.Pd., selaku Wakil Ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Sanata Dharma. 4. Ibu Brigitta Erlita Tri Anggadewi, S.Psi., M.Psi., selaku dosen pembimbing I

yang telah memberikan kritik, saran, arahan, motivasi, waktu, pikiran, tenaga, dan bantuan kepada penulis dengan penuh kesabaran dari awal penyusunan hingga akhir penyusunan skripsi selesai.

5. Ibu Laurensia Aptik Evanjeli, S.Psi., M.A. selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan kritik, saran, arahan, motivasi, waktu, pikiran, tenaga, dan


(12)

xi

bantuan kepada penulis dengan penuh kesabaran dari awal penyusunan hingga akhir penyusunan skripsi selesai.

6. Validator instrumen kuesioner yang telah memberikan kritik dan saran pada instrumen penelitian ini.

7. Kepala Sekolah Dasar Inklusi se-Kabupaten Sleman yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk mengadakan penelitian sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan lancar.

8. Guru Sekolah Dasar Inklusi se-Kabupaten Sleman yang sudah membantu dan bersedia menjadi responden dalam penelitian ini.

9. Kedua orang tuaku, Bapak Hartiyo dan Ibu Indar Ristiningsih yang selalu memberikan doa, dukungan, dan kasih sayang.

10.Tunanganku, Arif Yuono yang selalu memberiku doa, semangat, bantuan, dan kasih sayang.

11.Lela Mustikasari, Rosita Cahayani, Yovita Ratri yang bersama-sama berjuang dan saling membantu dalam menyelesaikan skripsi.

Penulis menyadari bahwa penelitian skripsi ini masih banyak kekurangan. Semoga skripsi ini berguna bagi pembaca sekaligus menjadi sumber belajar bagi peneliti lain yang memiliki tujuan memperkembangkan pendidikan inklusi.


(13)

xii DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR BAGAN ... xiv

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. LATAR BELAKANG MASALAH ... 1

B. RUMUSAN MASALAH ... 6

C. TUJUAN PENELITIAN ... 6

D. MANFAAT PENELITIAN ... 7

E. DEFINISI OPERASIONAL ... 8

BAB II LANDASAN TEORI ... 9

A. KAJIAN TEORI ... 9

1. Pendidikan Inklusi ... 9

a. Pengertian Pendidikan Inklusi ... 9

b. Tujuan Pendidikan Inklusi ... 10

c. Karakteristik Pendidikan Inklusi ... 12

d. Prinsip Dasar Pendidikan Inklusi ... 12

2. Sekolah Dasar Inklusi ... 13

3. Anak Berkebutuhan Khusus ... 14

a. Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus ... 14

b. Jenis-jenis Anak Bekebutuhan Khusus ... 15

4. Prinsip Penyelenggaraan Pendidikan Inklusi ... 23

a. Penerimaan Peserta Didik Baru yang Mengakomodasi Semua Anak ... 23

b. Identifikasi ... 23

c. Adaptasi Kurikulum ... 25

d. Merancang Bahan Ajar dan Kegiatan Pembelajaran Yang Ramah Anak ... 26

e. Penataan Kelas Ramah Anak ... 26

f. Asesmen ... 27

g. Pengadaan dan Pemanfaatan Media Pembelajaran Adaptif ... 29


(14)

xiii

h. Penilaian dan Evaluasi Pembelajaran ... 29

B. HASIL PENELITIAN RELEVAN ... 30

C. KERANGKA BERPIKIR ... 34

D. HIPOTESIS ... 36

BAB III METODE PENELITIAN ... 37

A. JENIS PENELITIAN ... 37

B. SETTING PENELITIAN ... 38

1. Tempat dan Waktu Penelitian ... 38

2. Subjek Penelitian ... 39

3. Objek Penelitian ... 39

C. POPULASI DAN SAMPEL ... 40

1. Populasi ... 40

2. Sampel ... 40

D. TEKNIK PENGUMPULAN DATA ... 41

E. INSTRUMEN PENELITIAN ... 43

F. TEKNIK PENGUJIAN INSTRUMEN ... 45

1. Uji Validitas Instrumen ... 45

2. Uji Reliabilitas Instrumen ... 54

G. TEKNIK ANALISIS DATA ... 55

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 59

A. DESKRIPSI PENELITIAN ... 59

B. TINGKAT PENGEMBALIAN KUESIONER ... 61

C. HASIL PENELITIAN ... 61

D. PEMBAHASAN ... 71

1. Kesesuaian Penyelenggaraan Sekolah Dasar Inklusi di Wilayah Kabupaten Sleman ... 71

2. Penerapan Prinsip Penyelenggaraan Sekolah Dasar Inklusi di Wilayah Kabupaten Sleman ... 74

BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN, DAN SARAN ... 82

A. KESIMPULAN ... 82

B. KETERBATASAN PENELITIAN ... 83

C. SARAN ... 83

DAFTAR PUSTAKA ... 85

LAMPIRAN ... 87


(15)

xiv

DAFTAR BAGAN


(16)

xv

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Daftar 9 sekolah dasar inklusi di Kabupaten Sleman sebagai sampel

penelitian ... 41

Tabel 3.2 Kisi-kisi instrumen penelitian tentang penyelenggaraan sekolah inklusi di Wilayah Kabupaten Sleman ... 43

Tabel 3.3 Skala Likert ... 47

Tabel 3.4 Contoh Coding Data ... 57

Tabel 4.1 Hasil jawaban prinsip pertama dengan jawaban terbanyak ... 62

Tabel 4.2 Hasil jawaban prinsip kedua dengan jawaban terbanyak ... 63

Tabel 4.3 Hasil jawaban prinsip ketiga dengan jawaban terbanyak ... 63

Tabel 4.4 Hasil jawaban prinsip keempat dengan jawaban terbanyak ... 64

Tabel 4.5 Hasil jawaban prinsip kelima dengan jawaban terbanyak ... 64

Tabel 4.6 Hasil jawaban prinsip keenam dengan jawaban terbanyak ... 65

Tabel 4.7 Hasil jawaban prinsip ketujuh dengan jawaban terbanyak ... 67

Tabel 4.8 Hasil jawaban prinsip kedelapan dengan jawaban terbanyak ... 67

Tabel 4.9 Prinsip-prinsip Sekolah Inklusi yang Terlaksana di Sekolah Dasar Inklusi di Wilayah Kabupaten Sleman ... 68


(17)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Rekomendasi Penelitian dari Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan

Politik Kabupaten Sleman ... 88

Lampiran 2 Surat Izin Penelitian dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Sleman ... 89

Lampiran 3 Daftar Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusi di Kabupaten Sleman ... 90

Lampiran 4 Validasi Dosen Ahli A ... 93

Lampiran 5 Validasi Dosen Ahli B ... 109

Lampiran 6 Bentuk Kuesioner ... 125

Lampiran 7 Contoh Instrumen Kuesioner yang Diisi Responden ... 148


(18)

1 BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini diuraikan latar belakang masalah, rumusan masalah, identifikasi masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan definisi operasional.

A. Latar Belakang Masalah

Hak asasi manusia merupakan hak dasar yang secara kodrati melekat pada diri manusia, bersifat universal dan langgeng sehingga itu harus dilindungi, dihormati, dan dipertahankan (Kustawan, 2013: 1). Ada berbagai macam hak asasi yang dimiliki manusia, yakni hak asasi pribadi yang berkaitan dengan kehidupan pribadi manusia, hak asasi politik yang berkaitan dengan kehidupan politik, hak asasi hukum yang berkaitan dengan hukum juga pemerintahan, hak asasi ekonomi yang berkaitan dengan kegiatan perekonomian, hak asasi peradilan yang berkaitan dengan perlakuan yang sama terhadap tata cara pengadilan, dan hak asasi sosial budaya yang berkaitan dengan kehidupan dalam bermasyarakat. Salah satu contoh hak asasi sosial budaya adalah mendapatkan pendidikan yang layak.

Pendidikan merupakan hal yang penting dalam membangun peradaban bangsa. Pendidikan adalah satu-satunya aset untuk membangun sumber daya manusia yang berkualitas (Shoimin, 2014:20). Pendidikan dapat diperoleh melalui 3 jalur, yaitu pendidikan formal yang diselenggarakan di sekolah-sekolah pada umumnya; pendidikan nonformal yang terdapat di luar


(19)

pendidikan formal bisa sebagai tambahan belajar, sekolah pada usia dini, kursus, dan sebagainya yang dapat diselenggarakan secara terstruktur dan berjenjang; dan pendidikan informal merupakan pendidikan dalam keluarga dan lingkungan. Jalur pendidikan tersebut dapat dimanfaatkan untuk menambah wawasan, pengetahuan, pengalaman, serta meningkatkan akademik maupun nonakademik yang dimiliki karena pendidikan formal, nonformal, dan informal ini dapat saling melengkapi untuk mengembangkan potensi diri. Potensi diri dapat dikembangkan melalui meningkatkan akademik juga nonakademik, sehingga sumber daya manusia semakin berkualitas dan dapat membangun peradaban bangsa yang semakin maju.

UNESCO (dalam Kustawan, 2013: 3) The International Commission on Education for the Twenty-first Century, mengingatkan bahwa kebijakan pendidikan harus dirancang agar dapat merespon keberagaman kebutuhan peserta didik dan harus menghindari atau tidak menyebabkan munculnya ekslusivisme/pemisahkan dan diskriminasi. Sementara Salamanca Statement

dan framework for Action (dalam Kustawan, 2013 : 17), menjelaskan bahwa sekolah regular yang berorientasi inklusif adalah cara yang paling efektif untuk mengatasi diskriminasi, menciptakan masyarakat yang ramah, membangun masyarakat inklusif dan mencapai cita-cita pendidikan untuk semua.

Pendidikan hendaknya mampu memberikan wadah dan juga fasilitas belajar yang layak untuk semua peserta didik tanpa membeda-bedakan kebutuhan, penampilan fisik, suku, ras, agama, ekonomi, dan lainnya. Bagi


(20)

pihak sekolah harus bisa menghilangkan sikap diskriminasi yang sering menjadi kekhawatiran bagi orangtua yang akan menyekolahkan anaknya. Semua orangtua menginginkan pendidikan yang terbaik bagi anaknya, pendidikan yang mampu merespon keberagaman kebutuhan peserta didik. Sekolah hendaknya tidak membedakan siswa yang tidak memiliki kebutuhan khusus dan siswa yang memiliki kebutuhan khusus. Setiap sekolah wajib menerima semua peserta didik tanpa prasyarat tertentu dan menerima dengan keterbukaan.

Undang-undang nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 15 menyatakan bahwa pendidikan khusus merupakan penyelenggaraan pendidikan untuk peserta didik yang berkelainan atau peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa yang diselenggarakan secara inklusi atau berupa satuan pendidikan khusus pada tingkat pendidikan dasar dan menengah. Konsep pendidikan inklusi merupakan konsep pendidikan yang merepresentasikan keseluruhan aspek yang berkaitan dengan keterbukaan dalam menerima anak berkebutuhan khusus untuk memperoleh hak dasar mereka sebagai warga negara. Pendidikan inklusi didefinisikan sebagai konsep yang menampung semua anak yang berkebutuhan khusus maupun anak yang memiliki kesulitan membaca dan menulis (Ilahi, 2013: 23).

Di Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) yang menyelenggarakan pendidikan inklusi akan terjadi perubahan praktis yang memberi kesempatan kepada semua anak dengan latar belakang dan


(21)

kemampuan yang berbeda untuk belajar bersama (Kustawan, 2013: 61). Sekolah Dasar Inklusi juga terselenggara di Kabupaten Sleman dengan jumlah sebanyak 32 sekolah. Sekolah yang ditunjuk dianggap mampu untuk menyelanggarakan sekolah inklusi. Sekolah tersebut tersebar di beberapa kecamatan di Kabupaten Sleman, yakni di Kecamatan Seyegan, Mlati, Tempel, Turi, Pakem, Cangkringan, Ngemplak, Ngaglik, Moyudan, Godean, Gamping, Depok, Kalasan, dan Prambanan.

Sekolah yang menyelenggarakan pendidikan inklusi memberi tanggungjawab kepada semua pihak sekolah untuk bertanggungjawab juga mengupayakan bantuan dalam berbagai hal dalam kegiatan sekolah dan hubungannya dengan masyarakat, dengan tujuan untuk memberikan pendidikan yang layak bagi peserta didik. SD/MI harus mampu mengakomodasi semua peserta didik tanpa membedakan dari sudut pandang apapun. Pihak sekolah diharapkan mampu merancang model, fasilitas, kurikulum, tenaga pendidik, administrami, dan lain sebagainya yang berkaitan dengan sekolah dengan baik agar menjadikan sekolah yang ramah anak, terbuka, dan tidak mendiskriminasi.

Kepala SD/MI harus memahami atau menguasai filosofi dan konsep pendidikan inklusi yang diyakininya dan harus berani menjamin dan bertanggungjawab tugas mulianya atas penyelenggaraan kegiatan pendidikan yang dapat mengakomodasi semua anak ketika dalam pelaksanaannya ada tantangan atau permasalahan (Kustawan, 2013: 60). Berdasarkan data yang didapatkan dari Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Kabupaten Sleman


(22)

sekolah dasar penyelenggara pendidikan inklusi berjumlah 32 sekolah yang tersebar di beberapa kecamatan. Jumlah sekolah dasar ini sudah cukup memadai untuk menampung siswa yang mengalami kebutuhan khusus di wilayah Kabupaten Sleman. Berdasarkan penelitian terdahulu dari Supardjo (2016) bertujuan mendeskripsikan pengelolaan pembelajaran anak berkebutuhan khusus dalam sistem inklusi di sekolah dasar penyelenggaraan pendidikan inklusi dari perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, dan evaluasi pembelajaran di SD Negeri III Giriwono Wonogiri dan penelitian terdahulu dari Ery Wati (2014) yang menyatakan di SD Negeri 32 Kota Banda Aceh ditemukan adanya kesalahan-kesalahan terkait aspek pemahaman, kebijakan internal sekolah, kurikulum, serta tenaga kependidikan dan pembelajarannya mendorong peneliti untuk melakukan penelitian yang relevan di Wilayah Kabupaten Sleman. Peneliti terdorong untuk melanjutkan penelitian tersebut dengan menambahkan prinsip-prinsip penyelenggaraan pendidikan inklusi pada penelitian ini untuk mengetahui kondisi penyelenggaraan sekolah dasar inklusi di Wilayah Kabupaten Sleman. Berakar dari latar belakang yang disebutkan di atas, peneliti ingin meneliti dengan judul “Survei Penyelenggaraan Sekolah Dasar Inklusi di Wilayah Kabupaten Sleman”.


(23)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan di atas maka rumusan masalah yang diperoleh sebagai berikut :

1. Berapa jumlah persentase sekolah dasar inklusi di Wilayah Kabupaten Sleman yang sesuai dengan prinsip sekolah inklusi? 2. Bagaimana penerapan setiap prinsip sekolah inklusi yang

diselenggarakan oleh sekolah dasar inklusi di Wilayah Kabupaten Sleman?

C. Tujuan Penelitian

Mengacu pada rumusan masalah di atas, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk :

1. Mengetahui jumlah persentase sekolah dasar inklusi di Wilayah Kabupaten Sleman yang sesuai dengan prinsip sekolah inklusi. 2. Mendeskripsikan penerapan setiap prinsip sekolah inklusi yang

diselenggarakan oleh sekolah dasar inklusi di Wilayah Kabupaten Sleman.


(24)

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan bermanfaat dalam pendidikan baik secara langsung maupun tidak langsung. Manfaat penelitian ini antara lain sebagai berikut :

1. Manfaat teoritis

Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan referensi tentang kondisi penyelenggaraan sekolah dasar inklusi di Wilayah Kabupaten Sleman.

2. Manfaat praktis a. Bagi Peneliti

Peneliti memperoleh pengalaman langsung untuk menggali kesesuaian prinsip-prinsip sekolah inklusi dengan penyelenggaraan sekolah dasar inklusi di Wilayah Kabupaten Sleman.

b. Bagi Guru

Guru mendapatkan informasi kondisi penyelenggaraan sekolah dasar inklusi di Wilayah Kabupaten Sleman.

c. Bagi Sekolah Dasar Inklusi

Sekolah mendapatkan data tentang kondisi penyelenggaraan sekolah dasar inklusi di Wilayah Kabupaten Sleman.


(25)

E. Definisi Operasional

1. Pendidikan inklusi adalah pendidikan yang melayani anak berkebutuhan khusus di kelas reguler bersama-sama teman seusianya untuk memperoleh hak dasar mereka sebagai warga negara.

2. Sekolah dasar inklusi adalah satuan pendidikan selama enam tahun yang menampung semua siswa di kelas yang sama dengan mengakomodir dan merespon keberagaman melalui kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan setiap anak untuk memerangi sikap diskriminatif.

3. Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang membutuhkan pendidikan yang disesuaikan dengan hambatan belajar dan kebutuhan masing-masing individu karena dimaknai dengan anak-anak yang tergolong cacat atau yang menyandang ketunaan, dan juga anak potensial dan berbakat.

4. Prinsip penyelenggaraan sekolah inklusi adalah penyelenggaraan sekolah inklusi yang menuntut pihak sekolah melakukan penyesuaian baik dari segi kurikulum, sarana dan prasarana pendidikan, maupun sistem pembelajaran untuk memberi kesempatan kepada semua anak dengan latar belakang dan kemampuan yang berbeda untuk belajar bersama. Ada 8 prinsip penyelenggaraan sekolah inklusi yang digunakan peneliti, sebagai berikut: penerimaan peserta didik baru (PPDB), identifikasi, kurikulum fleksibel, merancang bahan ajar dan kegiatan pembelajaran yang ramah anak, penataan kelas yang ramah anak, asesmen, pengadaan dan pemanfaatan media pembelajaran adaptif, penilaian dan evaluasi pembelajaran.


(26)

9 BAB II

LANDASAN TEORI

Pada bab ini membahas kajian teori, hasil penelitian yang relevan, kerangka berpikir, dan hipotesis.

A. Kajian Teori 1. Pendidikan Inklusi

a. Pengertian Pendidikan Inklusi

Konsep pendidikan inklusi merupakan konsep pendidikan yang merepresentasikan keseluruhan aspek yang berkaitan dengan keterbukaan dalam menerima anak berkebutuhan khusus untuk memperoleh hak dasar mereka sebagai warga negara (Ilahi, 2013: 24). Pernyataan tersebut didukung oleh Staub dan Peck (dalam Ilahi, 2013: 27) yang menyatakan bahwa pendidikan inklusi adalah penempatan anak berkelainan tingkat ringan, sedang, dan berat secara penuh di kelas reguler. Sedangkan O’Neil (dalam Ilahi, 2013: 27) menambahkan, pendidikan inklusi sebagai sistem layanan pendidikan mempersyaratkan agar semua anak berkelainan dilayani di sekolah-sekolah terdekat, di kelas regular bersama-sama teman seusianya.

Rosilawati (2013: 9) memaparkan bahwa pendidikan inklusi adalah pendidikan yang memberikan layanan kepada setiap anak tanpa terkecuali. Tiarni (2013: 4) berpendapat pendidikan inklusi dimaksudkan sebagai sistem layanan pendidikan yang mengikutsertakan anak berkebutuhan


(27)

khusus belajar dengan anak sebayanya di sekolah regular yang terdekat dengan tempat tinggalnya.

Dari beberapa pengertian yang telah disebutkan di atas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan inklusi adalah pendidikan yang melayani anak berkebutuhan khusus di kelas regular bersama-sama teman seusianya untuk memperoleh hak dasar mereka sebagai warga negara.

b. Tujuan Pendidikan Inklusi

Menurut Ilahi (2013: 39), tujuan pendidikan inklusi, yaitu :

1) Memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, dan sosial atau memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya.

2) Mewujudkan penyelenggaraan pendidikan yang menghargai keanekaragaman, dan tidak diskriminatif bagi semua peserta didik. Sembodo (2008: 7) menyebutkan beberapa manfaat pendidikan dibuat agar anak-anak istimewa belajar bersama-sama anak-anak lain diantaranya adalah :

1) Meningkatkan interaksi sosial

2) Lebih banyak tingkah laku normal yang dapat dicontoh oleh mereka

3) Meningkatkan perkembangan bahasa 4) Menjadikan mereka lebih mandiri


(28)

5) Perkembangan dan nilai guna pendidikan bergantung pada program dan intervensi yang dijalankan oleh guru

Rosilawati (2013: 10) menyatakan bahwa manfaat dan sisi positif lain yang diperoleh dari adanya pendidikan inklusi diantaranya :

1) Melibatkan dan memberdayakan masyarakat untuk melakukan analisis situasi pendidikan lokal, mengumpulkan informasi semua anak pada setiap distrik dan mengidentifikasi alasan mengapa mereka tidak sekolah.

2) Mengidentifikasi hambatan berkaitan dengan kelainan fisik, sosial dan masalah lainnya terhadap akses dan pembelajaran.

3) Melibatkan masyarakat dalam melakukan perencanaan dan monitoring mutu pendidikan bagi semua anak.

Dari beberapa pengertian yang telah disebutkan di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan inklusi adalah

1) Memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, dan sosial atau memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya.

2) Mewujudkan penyelenggaraan pendidikan yang menghargai keanekaragaman, dan tidak diskriminatif bagi semua peserta didik. 3) Meningkatkan interaksi sosial


(29)

5) Mengidentifikasi hambatan berkaitan dengan kelainan fisik, sosial dan masalah lainnya terhadap akses dan pembelajaran.

c. Karakteristik Pendidikan Inklusi

Direktorat Pendidikan Luar Biasa (dalam Ilahi, 2013: 44) menyatakan bahwa pendidikan inklusi memiliki empat karakteristik makna, antara lain: 1) Proses yang berjalan terus dalam usahanya menemukan cara-cara

merespon karagaman individu.

2) Mempedulikan cara-cara untuk meruntuhkan hambatan-hambatan anak dalam belajar.

3) Anak kecil yang hadir (di sekolah), berpartisipasi dan mendapatkan hasil belajar yang bermakna dalam hidupnya.

4) Diperuntukkan utamanya bagi anak-anak yang tergolong marginal, ekslusif, dan membutuhkan layanan pendidikan khusus dalam belajar.

d. Prinsip Dasar Pendidikan Inklusi

Ilahi (2013: 48) menjelaskan bahwa prinsip dasar pendidikan inklusi sebagai sebuah paradigma pendidikan yang menekankan pada keterbukaan dan penghargaan terhadap anak berkebutuhan khusus. Salamanca Statement dan Framework for Action (dalam Ilahi, 2013: 49) menyatakan prinsip penyelenggaraan pendidikan inklusi bagi anak berkebutuhan khusus adalah semua anak mendapatkan kesempatan yang sama untuk bersekolah tanpa memandang perbedaan latar belakang kehidupannya. Kedua pernyataan tersebut didukung oleh Florian (dalam Ilahi, 2013: 50)


(30)

yang menyatakan bahwa pendidikan inklusi lahir atas dasar prinsip bahwa layanan sekolah seharusnya diperuntukkan untuk semua siswa tanpa menghiraukan perbedaan yang ada, baik siswa dengan kondisi kebutuhan khusus, perbedaan sosial, emosional, kultural, maupun bahasa.

Dari beberapa pengertian yang telah disebutkan di atas, dapat disimpulkan bahwa prinsip pendidikan inklusi adalah sebuah paradigma pendidikan yang menekankan pada keterbukaan dimana semua anak mendapatkan kesempatan yang sama untuk bersekolah tanpa menghiraukan perbedaan yang ada.

2. Sekolah Dasar Inklusi

Stainback dan Stainback (dalam Ilahi, 2013: 83) mengemukakan bahwa sekolah inklusi adalah sekolah yang menampung semua siswa di kelas yang sama. Pernyataan tersebut didukung oleh perjanjian Salamanca Statement dan

Framework for Action (dalam Kustawan, 2013: 17) bahwa sekolah regular dengan orientasi inklusi merupakan cara yang paling efektif untuk memerangi sikap diskriminatif, menciptakan masyarakat yang terbuka, membangun suatu masyarakat inklusi dan mencapai pendidikan yang efektif kepada mayoritas anak dan meningkatkan efisiensi sehingga menekan biaya untuk keseluruhan sistem pendidikan. Menurut Rosilawati (2013: 18), sekolah inklusi merupakan tempat bagi setiap anak untuk dapat diterima menjadi bagian dari kelas, dapat mengakomodir dan merespon keberagaman melalui kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan setiap anak dan bermitra dengan masyarakat. Bafadal


(31)

(2006: 03) menyatakan bahwa sekolah dasar merupakan satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan enam tahun.

Dari beberapa pengertian yang telah disebutkan di atas, dapat disimpulkan bahwa sekolah dasar inklusi adalah satuan pendidikan selama enam tahun yang menampung semua siswa di kelas yang sama dengan mengakomodir dan merespon keberagaman melalui kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan setiap anak dan bermitra dengan masyarakat untuk memerangi sikap diskriminatif.

3. Anak Berkebutuhan Khusus

a. Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus

Mulyono (dalam Ilahi, 2013: 137) menjelaskan bahwa anak berkebutuhan khusus dapat dimaknai dengan anak-anak yang tergolong cacat atau yang menyandang ketunaan, dan juga anak potensial dan berbakat. Sunanto (dalam Ilahi, 2013: 137) mendukung pernyataan tersebut dengan menyatakan bahwa anak berkebutuhan khusus bukan berarti hendak menggantikan anak penyandang cacat atau anak luar biasa, melainkan memiliki pandangan yang lebih luas dan positif bagi anak dengan keberagaman yang berbeda.

Anak berkebutuhan khusus adalah mereka yang memiliki kebutuhan khusus sementara atau permanen sehingga membutuhkan pelayanan pendidikan yang lebih intens. Anak berkebutuhan khusus dapat diartikan sebagai anak yang membutuhkan pendidikan yang disesuaikan dengan


(32)

segala hambatan belajar dan kebutuhan masing-masing individu (Ilahi, 2013: 138).

Sunan & Rizzo (dalam Subini, 2014: 13) memaparkan, anak berkebutuhan khusus merupakan anak yang memiliki perbedaan dalam beberapa dimensi penting dari fungsi kemanusiaannya.

Dari beberapa pengertian yang telah disebutkan di atas, dapat disimpulkan bahwa anak berkebutuhan khusus adalah sebagai anak yang membutuhkan pendidikan yang disesuaikan dengan segala hambatan belajar dan kebutuhan masing-masing individu karena dimaknai dengan anak-anak yang tergolong cacat atau yang menyandang ketunaan, dan juga anak potensial dan berbakat.

b. Jenis-Jenis Anak Berkebutuhan Khusus

Menurut Tiarni (2013: 24), dalam panduan penganganan ABK bagi pendaming orang tua, keluarga, dan masyarakat, jenis-jenis ABK ada 12 macam, antara lain:

1) Anak disabilitas penglihatan adalah anak yang mengalami gangguan daya penglihatan berupa kebutaan menyeluruh (total) atau sebagian (lowvision).

2) Anak disabilitas pendengaran adalah anak yang mengalami gangguan pendengaran, baik sebagian maupun menyeluruh, dan biasanya memiliki hambatan dalam berbahasa dan bicara.

3) Anak disabilitas intelektual adalah anak yang memiliki inteligensi yang signifikan berada dibawah rata-rata anak seusianya dan sertai


(33)

dengan ketidakmampuan dalam adaptasi perilaku, yang muncul dalam masa perkembangan.

4) Anak disabilitas fisik adalah anak yang mengalami gangguan gerak akibat kelumpuhan, tidak lengkap anggota badan, kelainan bentuk, dan fungsi tubuh atau anggota gerak.

5) Anak disabilitas sosial adalah anak yang memiliki masalah atau hambatan dalam mengendalikan emosi dan kontrol sosial, serta berperilaku menyimpang.

6) Anak dengan gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktif (GPPH) atau attention deficit and hyperactivity disorder (ADHD) adalah anak yang mengalami gangguan perkembangan, yang ditandai dengan sekumpulan masalah berupa gangguan pengendalian diri, masalah rentang atensi atau perhatian, hiperativitas, dan impulsivitas, yang menyebabkan kesulitan berperilaku, berpikir, dan mengendalikan emosi.

7) Anak dengan gangguan spektrum autisma atau autism spectrum disorders (ASD) adalah anak yang mengalami gangguan dalam tiga area dengan tingkatan berbeda-beda, yaitu kemampuan komunikasi dan interaksi sosial, serta pola-pola perilaku yang repititif dan stereotipi.

8) Anak dengan gangguan gada adalah anak yang memiliki dua atau lebih gangguan sehingga diperlukan pendampingan, layanan, pendidikan khusus, dan alat bantu pelajar yang khusus.


(34)

9) Anak lambat belajar atau slow learner adalah anak yang memiliki potensi intelektual sedikit di bawah rata-rata tetapi belum termasuk gangguan mental. Mereka butuh waktu lama dan berulang-ulang dan untuk dapat menyelesaikan tugas-tugas akademik maupun non akademik.

10) Anak dengan kesulitan belajar khusus atau specific learning disabilities adalah anak yang mengalami hambatan atau penyimpangan pada satu atau lebih proses psikologis dasar berupa ketidakmampuan mendengar, berpikir, berbicara, membaca, menulis, mengeja dan berhitung.

11) Anak dengan gangguan kemampuan komunikasi adalah anak yang mengalami penyimpangan dalam bidang perkembangan bahasa wicara, suara, irama, dan kelancaran dari usia rata-rata yang disebabkan oleh faktor fisik, psikologis, dan lingkungan, baik reseptif maupun ekspresif.

12) Anak dengan potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa adalah anak yang memiliki skor inteligensi yang tinggi (gifted), atau mereka yang unggul dalam bidang-bidang khusus (talented) seperti musik seni, olah raga, dan kepemimpinan.

Permendiknas No 70 Tahun 2009 tentang Pendidik Inklusi Bagi Peserta Didik yang Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa, bahwa peserta didik yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, atau memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa adalah:


(35)

1) Tunanetra (hambatan indra penglihatan) tunanetra adalah individu yang memiliki hambatan dalam penglihatan. Tunanetra dapat diklasifikasikan kedalam dua golongan yaitu: buta total (blind) dan

low vision.

2) Tunarungu (hambatan pendengaran) adalah individu yang memiliki hambatan dalam pendengaran baik permanen maupun tidak permanen. Klasifikasi tunarungu berdasarkan tingkat gangguan pendengaran adalah:

a) Gangguan pendengaran sangat ringan (27-40dB) b) Gangguan pendengaran ringan (41-55dB)

c) Gangguan pendengaran sedang (56-70dB) d) Gangguan pendengaran berat (71-90dB)

e) Gangguan pendengaran ekstrim/tuli (di atas 91dB)

3) Tunawicara (hambatan bicara) adalah seseorang yang mengalami kesulitan dalam mengungkapkan pikiran melalui bahasa verbal, sehingga sulit bahkan tidak dapat dimengerti orang lain.

4) Tunagrahita (hambatan intelektual) adalah individu yang memiliki itelegensi yang signifikan berada dibawah rata-rata dan disertai dengan ketidakmampuan dalam adaptasi perilaku yang muncul dalam masa perkembangan.

5) Tunadaksa (kelainan motorik dan mobilitas) adalah individu yang memiliki gangguan gerak yang disebabkan oleh kelainan


(36)

neuro-muskular dan struktur tulang bersifat bawaan, sakit atau akibat kecelakaan, termasuk celebral palsy, amputasi, polio, dan lumpuh. 6) Tunalaras adalah individu yang mengalami hambatan dalam

mengendalikan emosi dan kontrol sosial. Public Law (dalam Hidayat, 2013:13) mengemukakan pengertian tunalaras dengan istilah gangguan emosi, yaitu gangguan emosi adalah suatu kondisi yang menunjukan salah satu atau lebih gejala-gejala berikut dalam satu kurun waktu tertentu dengan tingkat yang tinggi yang mempengaruhi prestasi belajar :

a) Ketidakmampuan belajar dan tidak dapat dikaitkan dengan faktor kecerdasan, pengindraan, atau kesehatan

b) Ketidakmampuan menjalin hubungan yang menyenangkan teman dan guru

c) Berperilaku yang tidak pantas dalam keadaan normal d) Perasaan tertekan atau tidak bahagia terus menerus

e) Cenderung menunjukan gejala-gejala fisik seperti takut pada masalah-masalah sekolah.

Karakteristik yang dikemukakan oleh Hallahan dan Kauffman (dalam Hidayat, 2013: 32-33) berdasarkan dimensi tingkah laku:

a) Anak yang mengalami kekacauan tingkah laku memperlihatkan ciri-ciri : suka berkelahi, memukul, menyerang, tidak mau bekerja sama, cemburu dan mudah terpengaruh.


(37)

b) Anak yang sering merasa cemas dan menarik diri, dengan ciri-ciri khawatir, cemas, ketakutan, sedih, dan kurang percaya diri.

c) Anak yang kurang dewasa, dengan ciri-ciri yaitu pelamun, kaku, pasif, dan pembosan.

d) Anak yang agresif bersosialisasi, dengan ciri-ciri, yaitu mempunyai kelompotan jahat, mencuru bersama kelompoknya, dan bolos sekolah.

7) Kesulitan belajar (learning disability) adalah suatu gangguan dalam satu atau lebih proses psikologis dasar yang melibatkan pemahaman atau atau penggunaan bahasa, lisan maupun tertulis, yang termanifestasikan dalam suatu kemampuan yang tidak sempurnauntuk mendengarkan, berpikir, bicara, membaca, menulis, mengeja, maupun melakukan perhitungan matematika. Jenis-jenis kesulitan belajar diantaranya dyscalculia, dysgraphia, dyslexia, dan dyspraxia.

8) Lambat belajar (slow learner) adalah mereka yang memiliki prestasi belajar rendah, di bawah rata-rata anak pada umumnya pada salah satu atau seluruh area akademik, tapi mereka ini bukan tergolong anak keterbelakang mental.

Anak lambat belajar atau slow learner adalah mereka yang memiliki prestasi belajar rendah atau sedikit dibawah rata-rata dari anak pada umumnya, pada salah satu atau seluruh area akademik. Jika dilakukan pengetesan pada IQ mereka menunjukkan skor antara 70-90. Wiley


(38)

(dalam Triani, 2013:3) menyebutkan karakteristik anak yang mengalami slow learner:

a) Inteligensi

Dari segi inteligensi anak-nak lambat belajar atau slow learner

berada pada kisaran di bawah rata-rata yaitu 70-90 berdasarkan skala WISC

b) Bahasa

Anak-anak lambat belajar atau slow learner mengalami masalah dalam berkomunikasi.

c) Emosi

Dalam hal emosi, anak-anak lambat belajar atau slow learner

memiliki emosi yang kurang stabil. Mereka cepat marah dan sensitif.

d) Sosial

Anak-anak lambat belajar atau slow learner dalam bersosialisasi biasanya kurang baik. Mereka sering memeilih jadi pemain pasif atau penonton saat bermain atau bahkan menarik diri.

e) Moral

Anak-anak lambat belajar atau slow learner tahu aturan yang berlaku tetapi mereka tidak paham untuk apa peraturan tersebut dibuat. (Triani. 2013: 10-12)

f) Autis (autism child) adalah keadaan anak yang mengalami gangguan autisme.


(39)

Menurut Tiarni (2013: 26-28), anak berkebutuhan khusus yang biasa masuk di sekolah inklusi antara lain anak yang:

1) Berkesulitan belajar

Adalah anak yang memiliki gangguan pada satu atau lebih kemampuan dasar psikologis yang mencakup pemahaman dan penggunaan bahasa, berbicara, dan menulis yang dapat memengaruhi kemampuan berfikir, membaca, berhitung, berbicara yang disebabkan karena gangguan persepsi, brain injury, disfungsi minimal otak, disleksia, dan afasia perkembangan.

2) Lamban belajar

Jika anak yang berkesulitan belajar memiliki IQ rata-rata atau diatas rata-rata maka sebaliknya dengan anak-anak lamban belajar. Mereka memiliki IQ di bawah lancar. Ingatannya sangat pendek sekali.

3) ADHD

Attention Deficits and hiperactivity disorder, adalah gangguan yang berupa kekurangannya perhatian dan hiperaktivitas (aktivitas yang berlebihan).

4) Spectrum Autisma

Spectrum Autisma atau autisme adalah kelainan perkembangan sistem saraf pada seseorang yang dialami sejak lahir ataupun saat masa balita. Dari beberapa pengertian yang telah disebutkan di atas, dapat disimpulkan bahwa jenis-jenis anak berkebutuhan khusus adalah tunanetra, tunarungu,


(40)

tunawicara, tunagrahita, GPPH, kesulitan belajar khusus, Slow learner,

spectrum autis, gifted, tunalaras, tunadaksa.

4. Prinsip-prinsip Penyelenggaraan Sekolah Inklusi

a. Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang Mengakomodasikan Semua Anak

Kustawan (2013: 90-91) menyatakan bahwa penerimaan peserta didik baru di SD/MI pada setiap tahun pelajaran perlu mempertimbangkan sumber daya yang dimiliki sekolah. Dalam pelaksanaan penerimaan peserta didik baru, sekolah membentuk Panitia Penerimaan Peserta Didik Baru yang dilengkapi dengan pendidik (guru pendidik khusus dan/ atau konselor) yang sudah memahami tentang pendidikan inklusi dan keberagaman karakteristik peserta didik berkebutuhan khusus. Bagi sekolah yang memiliki psikolog atau bekerjasama dengan psikolog, maka psikolog tersebut dapat ikut serta dalam kepanitiaan PPDB. SD/MI Penyelenggara pendidikan inklusi menerima peserta didik berkebutuhan khusus dengan mempertimbangkan sumber daya yang dimiliki sekolah dan mengalokasikan kursi/quota untuk peserta didik berkebutuhan khusus. b. Identifikasi

Kustawan (2013: 93) menyatakan bahwa identifikasi adalah upaya guru (pendidik) dan tenaga kependidikan lainnya untuk menemukan dan mengenali anak yang mengalami hambatan/kelainan/gangguan baik fisik,


(41)

intelektual, mental, emosional dan sosial dalam rangka pemberian layanan pendidikan yang disesuaikan dengan kebutuhan khususnya.

Pedoman Umum Penyelenggaraan Pendidikan Inklusi (dalam Kustawan, 2013: 93) menjelaskan istilah identifikasi dimaknai sebagai proses penjaringan, sedangkan asesmen dimaknai sebagai suatu upaya seseorang (orang tua, guru maupun tenaga kependidikan lainnya) untuk melakukan proses penjaringan terhadap anak yang mengalami kelainan/ penyimpangan (fisik, intelektual, sosial, emosional/ tingkah laku) dalam rangka pemberian layanan pendidikan yang sesuai.

Buku Modul Pelatihan Pendidikan Inklusi (dalam Kustawan, 2013: 93) memaparkan, identifikasi dapat diartikan menemukenali. Identifikasi anak berkebutuhan khusus adalah suatu upaya menemukenali anak berkebutuhan khusus, dalam hal ini anak berkelainan dengan gejala-gejala yang menyertainya.

Lerner (dalam Kustawan, 2013: 95) mengemukakan bahwa identifikasi dilakukan untuk lima keperluan yaitu penjaringan(screening), pengalihtanganan (referral), klasifikasi (classification), perencanaan pembelajaran (instructional planning), dan pemantauan kemajuan belajar

(monitoring pupil progress).

Tujuan dilaksanakan identifikasi adalah untuk menghimpun informasi atau data apakah seorang anak mengalami kelainan/penyimpangan dalam pertumbuhan/perkembangannya dibandingkan dengan anak-anak pada umumnya, dimana hasil identifikasi


(42)

dijadikan dasar untuk penyusunan program pembelajaran yang disesuiakan dengan kebutuhan khususnya dan/atau untuk menyusun program dan pelaksanaan intervensi/penanganan/terapi berkaitan dengan hambatannya (Kustawan, 2013: 95).

c. Adaptasi Kurikulum (Kurikulum Fleksibel)

Kurikulum fleksibel yakni mengakomodasi anak dengan berbagai latar belakang dan kemampuan, maka kurikulum tingkat satuan pendidikan akan lebih peka mempertimbangkan keragaman anak agar pembelajarannya relevan dengan kemampuan dan kebutuhannya (Kustawan, 2013: 107). Pendapat tersebut didukung oleh Nasution (dalam Ilahi, 2013: 168) yang menyatakan, kurikulum merupakan salah satu komponen penting pada lembaga pendidikan formal yang digunakan sebagai acuan untuk menentukan isi pengajaran, mengarahkan proses mekanisme pendidikan, tolok-ukur keberhasilan, dan kualitas hasil pendidikan. Pengembangan dan pembenahan kurikulum harus senantiasa dilakukan secara berkesinambungan dan menyesuaikan diri dengan tantangan zaman. Menurut Arifin (dalam Ilahi, 2013: 169), kurikulum tidak sekadar dijabarkan serangkaian ilmu pengetahuan yang harus diajarkan anak didik oleh pendidiknya, tetapi juga segala kegiatan yang menyangkut kependidikan dan memberikan pengaruh terhadap perkembangan anak didik dalam rangka mencapai hakikat tujuan pendidikan yang sebenarnya, terutama perubahan tingkah laku yang menjadi cerminan dari kualitas anak didik yang berkepribadian luhur.


(43)

d. Merancang Bahan Ajar dan Kegiatan Pembelajaran Yang Ramah Anak Guru yang baik akan melakukan pembelajaran yang interaktif agar perhatian anak didiknya terpusat penuh kepada guru. Guru juga harus menggunakan metode pembelajaran yang cocok bagi anak didiknya agar anak didiknya mampu berpartisipasi di dalam pelajaran. Jenis materi pelajaran yang digunakan oleh para guru dapat memberikan pengaruh besar terhadap keberhasilan akademis siswa-siswa penyandang disabilitas (Kustawan, 2013: 111). Ilahi (2013: 172-173) menjelaskan bahwa untuk mencapai tujuan mengajar yang telah ditentukan, diperlukan bahan ajar. Bahan ajar tersusun atas topik-topik dan sub-sub topik tertentu yang mengandung ide pokok yang relevan dengan tujuan yang ditetapkan. e. Penataan Kelas Ramah Anak

Everton dan Weintein (dalam Friend, 2015: 285) mengemukakan bahwa pengelolaan ruang kelas mencakup semua hal yang dilakukan oleh para guru demi mengoptimalkan proses belajar-mengajar yang efektif, mulai dari mengatur siswa-siswa, ruang, waktu, hingga materi. Kerr dan Nelson (dalam Friend, 2015: 274) menyatakan bahwa cara penataan unsur-unsur fisik dalam suatu ruang kelas dapat berdampak pada proses belajar dan perilaku siswa di sejumlah area. Menurut Friend (2015: 270), penataan unsur-unsur fisik ruang kelas dapat mempengaruhi kondisi dan suasana belajar bagi anak yang tidak berkebutuhan khusus dan anak yang


(44)

berkebutuhan khusus. Penataan unsur fisik mencakup penampilan ruang kelas dan pemanfaatan ruang kelas, yaitu meliputi area dinding, pencahayaan, area lantai serta ruang penyimpanan.

f. Asesmen

Asesmen didefinisikan sebagai proses pengumpulan informasi untuk memantau kemajuan dan mengambil keputusan pendidikan ketika diperlukan (Overton dalam Friend, 2015: 209). Triani (2013: 25) menambahkan asesmen merupakan kegiatan secara utuh dan menyeluruh untuk tujuan tertentu, kegiatan yang dilakukan dalam asesmen adalah mengumpulkan data dan informasi yang akan digunakan untuk bahan pertimbangan dan keputusan yang berkaitan dengan pembelajaran.

a) Screening

Friend (2015: 210) menyatakan bahwa screening meliputi keputusan untuk menentukan jika proses kemajuan seorang siswa dianggap cukup berbeda dengan teman-teman sekelasnya sehingga patut untuk menerima perubahan pengajaran, atau pada akhirnya, asesmen yang lebih mendalam untuk menetapkan adanya kondisi disabilitas. Menurut Tiarni (2013: 22), screening dilakukan terhadap semua anak di kelas dengan alat identifikasi anak berkebutuhan khusus.

b) Diagnosis

Keputusan besar yang terkait dengan diagnosis menyangkut kelayakan atas layanan pendidikan khusus, pertimbangan berdasarkan


(45)

ketentuan hukum bahwa siswa dianggap layak untuk dianggap menyandang disabilitas atau tidak (Friend, 2015: 211).

c) Penempatan program

Friend (2015: 215) mengemukakan bagian utama dari keputusan penempatan program berkenaan dengan ranah yang menjadi tempat berlangsungnya layanan pendidikan khusus yang diterima siswa, misalnya saja di ruang kelas pendidikan umum, ruang sumber, atau ruang kelas pendidikan khusus yang terpisah.

d) Penempatan kurikulum

Friend (2015: 216) mengungkapkan bahwa penempatan kurikulum meliputi keputusan mengenai level mana yang akan dipilih untuk memulai pengajaran siswa. Informasi mengenai penempatan kurikulum tentu juga dapat dijadikan sebagai patokan pengukuran bagi para guru untuk mengetahui sejauh apa siswa-siswa penyandang disabilitas mengakses kurikulum pendidikan umum yang juga menjadi tujuan tegas dari IDEA.

e) Evaluasi pengajaran

Keputusan dalam evaluasi pengajaran meliputi keputusan untuk melanjutkan atau mengubah prosedur pengajaran yang telah diterapkan pada siswa. Keputusan ini dibuat dengan memantau kemajuan siswa secara cermat (Friend, 2015: 217).


(46)

f) Evaluasi program

Friend (2015: 217) menjelaskan bahwa keputusan evaluasi program meliputi keputusan untuk menghentikan, melanjutkan, atau memodifikasi program pendidikan khusus seorang siswa.

g. Pengadaan dan Pemanfaatan Media Pembelajarn Adaptif

Kustawan (2013: 117) berpendapat bahwa media pembelajaran adaptif bagi anak berkebutuhan khusus hakekatnya adalah media yang dirancang, dibuat, dipilih dan digunakan dalam pembelajaran sehingga dapat bermanfaat atau berguna dan cocok dalam kegiatan pembelajaran. Pemilihan media pembelajaran disesuaikan dengan tujuan, kebutuhan, materi, kemampuan, dan karakteristik anak akan sangat menunjang efisiensi dan efektivitas proses dan hasil pembelajaran.

h. Penilaian dan evaluasi pembelajaran

Evaluasi merupakan proses yang penting dalam bidang pengambilan keputusan, memilih informasi yang tepat, mengumpulkan dan menganalisis informasi tersebut agar diperoleh data yang tepat yang akan digunakan pengambilan keputusan dalam memilih diantara beberapa alternatif. Adapun karakteristik evaluasi adalah: (1) mengidentifikasi aspek-aspek yang akan dievaluasi, (2) memfasilitasi pertimbangan-pertimbangan, (3) menyediakan informasi yang berguna, (4) melaporkan penyimpangan/kelemahan untuk memperoleh remediasi dari yang dapat diukur saat itu juga (Kustawan, 2013: 124).


(47)

B. Hasil Penelitian Relevan

Penelitian ini juga didasarkan pada hasil penelitian yang telah dilakukan terdahulu. Adapun penelitian tersebut adalah :

Pertama, penelitian yang berjudul “Pengelolaan Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus Di Sekolah Dasar Penyelenggaraan Pendidikan Inklusi Sekolah dasar Negeri III Giriwono Wonogiri” yang ditulis oleh Supardjo. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan pengelolaan pembelajaran anak berkebutuhan khusus dalam sistem inklusi di sekolah dasar penyelenggaraan pendidikan inklusi dari perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, dan evaluasi pembelajaran. Data dikumpulkan berupa kata-kata, gambar, dokumen, angka yang ditampilkan merupakan data pelengkap.

Kedua, penelitian yang berjudul “Pelaksanaan Inklusi Di Sekolah

Dasar Negeri 14 Pakan Sinayan Payakumbuh” yang ditulis oleh Winda Quida

Sari. Penulis menyatakan bahwa penelitian ini penting dilakukan agar pelaksanaan inklusi dapat terlaksana sebagaimana semestinya dan dapat mencapai tujuan sesuai dengan tujuan pendidikan. Metode yang digunakan peneliti adalah desktiptif untuk memahami perubahan atau intervensi terhadap sasaran penelitian. Analisis data merupakan suatu proses penyusunan data agar dapat ditafsirkan, karena penelitian ini bersifat deskriptif maka teknik analisis data yang digunakan adalah gambaran dengan kata-kata.

Ketiga, penelitian yang berjudul “Manajemen Pendidikan Inklusi di Sekolah Dasar Negeri 32 Kota Banda Aceh” yang ditulis oleh Ery Wati. Latar


(48)

belakang dari penelitian ini adalah meskipun sudah banyak sekolah dasar yang ditunjuk sebagai sekolah inklusi, tetapi dalam implementasinya masih banyak yang tidak sesuai dengan konsep-konsep yang mendasar, bahkan tidak jarang ditemukan adanya kesalahan-kesalahan praktek terutama terkait dengan aspek pemahaman, kebijakan internal sekolah, kurikulum, serta tenaga kependidikan dan pembelajarannya. Bahkan seperti diberitakan oleh beberapa media massa di Aceh bahwa sekolah dasar yang sudah ditunjuk menjadi sekolah inklusi menolak untuk menerima anak berkebutuhan khusus dikarenakan belum adanya guru yang professional. Penelitiannya menguak beberapa aspek penting terkait dengan pelaksanaan dan kendala pendidikan inklusi di Banda Aceh.

Ketiga penelitian tersebut memiliki relevansi dengan penelitian yang akan peneliti lakukan. Pada penelitian pertama memiliki relevansi dengan penelitian yang akan dilakukan peneliti tentang tujuan dilakukannya penelitian, yaitu untuk mendeskripsikan pengelolaan pembelajaran anak berkebutuhan khusus dalam sistem inklusi di sekolah dasar penyelenggaraan pendidikan inklusi dari perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, dan evaluasi pembelajaran. Sedangkan penelitian kedua memiliki relevansi dengan penelitian yang akan dilakukan peneliti tentang tujuan dilakukannya penelitian. Pada penelitian ini, tujuannya adalah agar pelaksanaan inklusi dapat terlaksana sebagaimana semestinya dan dapat mencapai tujuan sesuai dengan tujuan pendidikan. Sedangkan pada penelitian ketiga memiliki relevansi tentang latar belakang yang bertujuan menguak


(49)

beberapa aspek penting terkait dengan pelaksanaan dan kendala pendidikan inklusi. Pada penelitian tersebut dijelaskan bahwa meskipun sudah banyak sekolah dasar yang ditunjuk sebagai sekolah inklusi, tetapi dalam implementasinya masih banyak yang tidak sesuai dengan konsep-konsep yang mendasar. Ketiga penelitian tersebut memberi relevansi kepada peneliti yang melakukan penelitian mengenai kesesuaian prinsip sekolah inklusi dengan penyelenggaraan sekolah dasar inklusi. Penelitian ini juga melanjutkan dari penelitian-penelitian terdahulu terkait prinsip-prinsip yang diteliti. Pada penelitian terdahulu ada 3 hingga 5 prinsip yang diteliti, penelitian ini menambahkan jumlah prinsip yang diteliti menjadi 8 prinsip. Peneliti menambahkan jumlah prinsip yang diteliti dengan tujuan melanjutkan ruang lingkup penelitian dan mengetahui perbedaan penyelenggaraan sekolah inklusi di wilayah yang diteliti. Penelitian terdahulu menjadi pendukung pada penelitian ini terkait prinsip-prinsip penyelenggaraan sekolah inklusi. Literature map penelitian yang relevan dapat dilihat pada berikut :


(50)

Gambar 2.1 bagan literature map Supardjo (2016)

Pengelolaan

Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus Di Sekolah Dasar Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif Sekolah dasar Negeri III Giriwono Wonogiri

Winda Quida Sari (2012)

Pelaksanaan Inklusi Di Sekolah Dasar Negeri 14 Pakan Sinayan Payakumbuh

Ery Wati (2014)

Manajemen Pendidikan Inklusi di Sekolah Dasar Negeri 32 Kota Banda Aceh

mendeskripsikan pengelolaan pembelajaran ABK dalam sistem inklusi di sekolah dasar penyelenggaraan pendidikan inklusi Ristya Ferinda Survei Penyelenggaraan Sekolah Inklusi di Kabupaten

Sleman

dalam

implementasinya masih banyak yang tidak sesuai dengan konsep-konsep yang mendasar pelaksanaan inklusi dapat terlaksana sebagaimana semestinya sesuai dengan tujuan pendidikan


(51)

C. Kerangka Berpikir

Sekolah yang menyelenggarakan pendidikan inklusi memberi tanggungjawab kepada semua pihak sekolah untuk bertanggungjawab juga mengupayakan bantuan dalam berbagai hal dalam kegiatan sekolah dan hubungannya dengan masyarakat, dengan tujuan untuk memberikan pendidikan yang layak bagi peserta didik. SD/MI harus mampu mengakomodasi semua peserta didik tanpa membedakan dari sudut pandang apapun. Pihak sekolah diharapkan mampu merancang model, fasilitas, kurikulum, tenaga pendidik, administrami, dan lain sebagainya yang berkaitan dengan sekolah dengan baik agar menjadikan sekolah yang ramah anak, terbuka, dan tidak mendiskriminasi.

Undang-undang nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 15 menyatakan bahwa pendidikan khusus merupakan penyelenggaraan pendidikan untuk peserta didik yang berkelainan atau peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa yang diselenggarakan secara inklusi atau berupa satuan pendidikan khusus pada tingkat pendidikan dasar dan menengah. Kustawan (2013: 60) berpendapat, kepala SD/MI harus memahami atau menguasai filosofi dan konsep pendidikan inklusi yang diyakininya dan harus berani menjamin dan bertanggungjawab tugas mulianya atas penyelenggaraan kegiatan pendidikan yang dapat mengakomodasi semua anak ketika dalam pelaksanaannya ada tantangan atau permasalahan.


(52)

Penelitian ini mengembangkan dari penelitian-penelitian terdahulu terkait prinsip-prinsip yang diteliti. Pada penelitian terdahulu ada 3 hingga 5 prinsip yang diteliti, penelitian ini menambahkan jumlah prinsip yang diteliti menjadi 8 prinsip. Sehingga peneliti menambahkan jumlah prinsip yang diteliti dengan tujuan mengembangkan ruang lingkup penelitian dan mengetahui perbedaan penyelenggaraan sekolah inklusi di wilayah yang diteliti. Penelitian terdahulu menjadi pendukung pada penelitian ini terkait prinsip-prinsip penyelenggaraan sekolah inklusi. Peneliti terdorong untuk mengembangkan penelitian tersebut dengan menambahkan prinsip-prinsip penyelenggaraan pendidikan inklusi pada penelitian ini untuk mengetahui kondisi penyelenggaraan sekolah dasar inklusi di Wilayah Kabupaten Sleman. Peneliti mengambil judul penelitian “Survei Penyelenggaraan Sekolah Dasar Inklusi di Wilayah Kabupaten Sleman” dengan jenis penelitian kuantitatif non eksperimental dengan metode survei cross-sectional yang menggunakan instrumen berupa kuesioner terbuka untuk mengumpulkan data. Tes ini berbentuk uraian (esai) yang memberi kebebasan kepada subjek yang diteliti dalam memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut. Data yang diperoleh kemudian akan diolah dan dianalisis.

Peneliti akan memberikan kuesioner dengan pertanyaan terbuka kepada guru kelas 1 hingga guru kelas 6 di sekolah dasar inklusi se-Kabupaten Sleman yang menjadi sampel penelitian. Kuesioner yang diperoleh dari berbagai sekolah dasar inklusi dikumpulkan, kemudian data tersebut akan diolah sehingga dapat disimpulkan jumlah persentase sekolah dasar inklusi di


(53)

Wilayah Kabupaten Sleman yang sesuai dnegan prinsip sekolah inklusi dan mendeskripsikan penerapan setiap prinsip sekolah inklusi yang diselenggarakan oleh sekolah dasar inklusi di Wilayah Kabupaten Sleman.

D. Hipotesis Penelitian

1. Sebesar 50% penyelenggaraan sekolah dasar inklusi di Wilayah Kabupaten Sleman sudah sesuai prinsip-prinsip penyelenggaraan sekolah inklusi. 2. Penerapan penyelenggaraan sekolah dasar inklusi di Wilayah Kabupaten

Sleman mencakup prinsip penerimaan peserta didik baru (PPDB), identifikasi, kurikulum fleksibel, merancang bahan ajar dan kegiatan pembelajaran yang ramah anak, penataan kelas yang ramah anak, asesmen, pengadaan dan pemanfaatan media pembelajaran adaptif, penilaian dan evaluasi pembelajaran.


(54)

37 BAB III

METODE PENELITIAN

Bagian metode penelitian ini memaparkan jenis penelitian, setting penelitian, populasi dan sampel, teknik pengumpulan data, instrumen penelitian, validasi dan reliabilitas, dan teknik analisis data.

A. Jenis Penelitian

Pada penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif non eksperimental dengan metode survei cross-sectional. Menurut Suharsaputra (2014: 50), poin dari penelitian kuantitatif adalah menjelaskan fenomena atau gejala untuk mencari penjelasan akan sesuatu, dari masalah yang dihadapi yang memerlukan kejelasan dan menggambarkan keingintahuan dan keinginan untuk mendapatkan pemahaman akan kondisi atau kejadian.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah survei dimana peneliti berusaha untuk mengetahui kondisi penyelenggaraan sekolah inklusi di Wilayah Kabupaten Sleman. Menurut Jogiyanto (2008: 03), survei (survey) atau jajak-pendapat atau lengkapnya self-administered survey adalah metoda pengumpulan data primer dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan kepada responden-responden secara tertulis. Survei dibatasi pada penelitian dengan data yang dikumpulkan dari sampel untuk mewakili seluruh populasi (Effendi, 2012: 03). Prasetyo (2008: 45) mengemukakan bahwa penelitian dengan cross-sectional adalah penelitian yang dilakukan dalam satu waktu tertentu, dan tidak akan dilakukan penelitian lain di waktu yang berbeda untuk diperbandingkan.


(55)

B. Setting Penelitian

1. Tempat dan Waktu Penelitian a. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di beberapa sekolah dasar inklusi di Wilayah Kabupaten Sleman. Pemilihan sekolah dasar inklusi ini berdasarkan data yang didapat peneliti dari Dinas Pendidikan Kabupaten Sleman. Tempat penelitian di sekolah dasar se-Kabupaten Sleman yang telah mendapatkan surat keputusan (SK) berupa keputusan untuk menyelenggarakan sekolah inklusi. Berdasarkan SK dari Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Kabupaten Sleman sekolah dasar yang menyelenggarakan pendidikan inklusi berjumlah 32 sekolah dasar inklusi yang ada di Kabupaten Sleman, namun pada penelitian ini hanya 9 sekolah dasar inklusi yang dijadikan sebagai sampe penelitian.

b. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus 2016 sampai dengan bulan Maret 2017. Adapun kegiatan yang dilakukan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah peneliti menentukan judul skripsi yang dilakukan awal bulan Agustus 2016. Penyusunan instrumen kuesioner yang dilakukan dari bulan Agustus hingga awal bulan November 2016. Di akhir bulan November 2016 penulis konsultasi pembuatan surat pengantar validasi dengan dosen pembimbing dan dilanjutkan pembuatan surat pengantar validasi instrumen kuesioner.


(56)

Pada bulan Desember 2016 peneliti melakukan validasi instrumen kuesioner dan penyusunan skripsi bab I dan II. Pada awal bulan Januari 2017 melakukan perizinan kepada pemerintah melalui pengajuan surat izin ke Kantor Kesatuan Bangsa yang dilanjutkan ke Kantor Bappeda Kabupaten Sleman, selanjutnya peneliti mengantarkan tembusan surat ke Dinas Pendidikan Kabupaten Sleman, Kantor Bupati Kabupaten Sleman, UPT dan Kantor Kecamatan di setiap kecamatan yang terdapat sekolah dasar inklusi yang digunakan sebagai penelitian. Pada pertengahan bulan Januari hingga pertengahan bulan Februari 2017 membagikan kuesioner dan pengambilan data di sekolah dasar inklusi di Kabupaten Sleman dilanjutkan mengerjakan bab III. Pengolahan data, revisi, dan penyusunan bab IV dan V dilakukan pada bulan Februari 2017. Awal bulan Maret 2017 dilanjutkan konsultasi bab I hingga V dan revisi. 2. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah guru kelas 1 hingga kelas 6 sekolah dasar inklusi di Kabupaten Sleman.

3. Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah pengelenggaraan sekolah dasar inklusi di Kabupaten Sleman.


(57)

C. Populasi dan Sampel 1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2012: 80). Menurut Nawawi (dalam Taniredja, 2011: 33) populasi adalah keseluruhan subyek yang terdiri dari manusia, benda-benda, hewan, tumbuhan, gejala-gejala atau peristiwa-peristiwa yang terjadi sebagai sumber. Populasi dari penelitian ini adalah semua guru di sekolah dasar inklusi di Wilayah Kabupaten Sleman dengan jumlah 32 sekolah dasar inklusi. Populasi dibatasi hanya berjumlah 32 sekolah dasar karena berdasarkan surat keputusan yang peneliti dapatkan dari Dinas Pendidikan Kabupaten Sleman sekolah dasar yang menyelenggarakan sekolah inklusi berjumlah 32 sekolah dasar inklusi dengan jumlah guru sebanyak 192 guru.

4. Sampel

Sugiyono (2012: 81) sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Menurut Ali (dalam Taniredja, 2011: 34) sampel penelitian adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan obyek yang diteliti yang dianggap mewakili terhadap seluruh populasi dan diambil dengan menggunakan teknik tertentu. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sampel penelitian adalah obyek/subyek yang diteliti yang mewakili keseluruhan populasi.


(58)

Teknik sampling merupakan teknik pengambilan sampel (Sugiyono, 2015: 118). Pada penelitian ini teknik sampling yang digunakan adalah

probability sampling dengan teknik simple random sampling. Teknik pengambilan sampel ini memberikan peluang yang sama bagi setiap unsur (anggota) populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel dan dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi itu. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 9 sekolah dasar inklusi di Wilayah Kabupaten Sleman dengan 47 guru sebagai responden.

Tabel 3.1 Daftar 9 sekolah dasar inklusi di Kabupaten Sleman sebagai sampel penelitian

No. Sekolah Dasar Inklusi Kecamatan

1. SD Negeri Ngijon 2 Moyudan

2. SD Negeri Semarangan 5 Godean 3. SD Muhammadiyah Kasuran Seyegan 4. SD Negeri Plaosan 1 Mlati 5. SD Negeri Sendangadi 2 Mlati

6. SD Negeri Bedelan Mlati

7. SD Negeri Gejayan Depok

8. SD Negeri Puren Depok

9. SD Negeri Mustokorejo Depok

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data (Sugiyono, 2014: 62). Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan kuesioner. Kuesioner ini digunakan untuk mengumpulkan data, yang diharapkan dapat mengungkapkan kondisi


(59)

penyelenggaraan sekolah inklusi di Wilayah Kabupaten Sleman. Menurut Sugiyono (2010: 199), kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberikan seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawab. Kuesioner adalah instrumen survei untuk mendapatkan datanya (Jogiyanto, 2008: 17). Jadi, dapat disimpulkan bahwa kuesioner adalah teknik pengumpulan data dengan cara memberikan seperangkat pertanyaan kepada responden untuk mendapatkan data.

Kuesioner termasuk dalam teknik pengumpulan data non tes. Kuesioner ini disebarkan kepada wali kelas 1 hingga wali kelas 6 di sekolah dasar inklusi di Wilayah Kabupaten Sleman. Kuesioner berisikan pertanyaan terbuka terkait dengan prinsip-prinsip penyelenggaraan sekolah inklusi. Jangka waktu pengisian kuesioner berdasarkan kesepakatan antara peneliti dan pihak sekolah namun dengan batas waktu tertentu.

Langkah pertama yang dilakukan peneliti adalah mendatangi sekolah-sekolah yang dijadikan sampel penelitian. Selanjutnya peneliti melakukan ijin penelitian dengan kepala sekolah. Setelah mendapat ijin dari kepala sekolah, peneliti membagikan angket kuesioner kepada guru kelas 1 hingga kelas 6, peneliti menjelaskan cara pengisian kuesioner dan membuat kesepakatan waktu pengumpulan bersama kepala sekolah. Langkah selanjutnya saat tiba waktu pengumpulan yang telah disepakati, peneliti kembali datang ke sekolah tersebut untuk mengambil hasil kuesioner yang telah diisi, apabila ada responden yang belum menyelesaikannya, peneliti membuat kesepakatan ulang dalam menentukan waktu pengumpulan.


(60)

E. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian merupakan alat yang dipakai untuk menjembatani antara subjek dan objek (secara substansial antara hal-hal teoritis dengan empiris, antara konsep dengan data), sejauh mana data mencerminkan konsep yang ingin diukur tergantung pada instrumen (yang substansinya disusun berdasarkan penjabaran konsep/penentuan indikator) yang dipergunakan untuk mengumpulkan data (Suharsaputra, 2014: 94).

Penelitian ini menggunakan alat ukur berupa lembar kuesioner dengan bentuk pertanyaan terbuka. Lembar kuesioner terbuka ini digunakan untuk mengetahui kondisi penyelenggaraan sekolah inklusi di Wilayah Kabupaten Sleman. Kuesioner ini dibagikan kepada wali kelas 1 hingga wali kelas 6 yang menjadi sampel penelitian. Lembar kuesioner terbuka ini berisi indikator-indikator tentang prinsip penyelenggaraan sekolah inklusi. Menurut Effendi (2012: 185) pertanyaan terbuka, baik alasan utama atau alasan apa saja tidak disediakan variasi jawaban dari pertanyaan tersebut oleh peneliti, responden diberikan kebebasan untuk memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut. Instrumen kuesioner dalam penelitian ini berbentuk pertanyaan terbuka (terlampir). Peneliti menyusun beberapa soal dengan indikator-indikator yang akan diteliti. Berikut kisi-kisi kuesioner yang digunakan peneliti:

Tabel 3.2 Kisi-kisi Instrumen Penelitian tentang penyelenggaraan sekolah inklusi di Wilayah Kabupaten Sleman

No. Prinsip Indikator No. Item


(61)

Didik Baru (PPDB) yang

mengakomodasikan semua anak

berkebutuhan khusus

Mengukur sumber daya pendidikan dan tenaga kependidikan yang ada di sekolah

6, 7, 8

Mempersiapkan sarana dan prasarana

9, 10, 11 Merencanakan sumber daya

biaya

12, 13, 14, 15 2 Identifikasi Mengidentifikasi tipe anak

berkebutuhan khusus

16, 17, 18, 19 3 Adaptasi Kurikulum

(Kurikulum fleksibel)

Menyusun Kurikulum 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29

4 Merancang bahan ajar

dan kegiatan

pembelajaran yang ramah anak

Menyusun perencanaan pembelajaran bagi siswa

30, 31, 32, 33 Menentukan bahan ajar yang

terdiri dari pengetahuan, keterampilan, dan sikap.

34, 35, 36, 37, 38, 39, 40 5 Penataan kelas yang

ramah anak

Mengelola kelas untuk mengoptimalkan proses belajar mengajar

41, 42, 43, 44, 45

Mengarahkan pengelompokan siswa untuk pengajaran di ruang kelas

46, 47, 48, 49, 50

6 Asessmen Upaya pengumpulan informasi untuk memantau kemajuan pendidikan

51, 52, 53, 54, 55

Melakukan penyaringan atau

screening

56, 57, 58, 59, 60

Melakukan diagnosis menyangkut kelayakan atas layanan pendidikan khusus

61, 62, 63, 64

Melakukan penempatan

program pada anak

berkebutuhan khusus

65, 66, 67

Melakukan penempatan kurikulum untuk memulai pengajaran siswa

68, 69

Melakukan evaluasi pengajaran untuk anak berkebutuhan khusus

70, 71, 72, 73

Melakukan evaluasi program pada anak berkebutuhan khusus

74, 75, 76, 77 7 Pengadaan dan Memahami pentingnya Media 78, 79, 80, 81,


(62)

pemanfaatan media pembelajaran adaptif

Pembelajaran Adaptif sebagai sarana dalam pembelajaran

82, 83 8 Penilaian dan evaluasi

pembelajaran

Menentukan KKM 84, 85, 86, 87 Menjelaskan karakteristik

evaluasi

88, 89, 90, 91, 92

Menunjukkan kegunaan kegiatan evaluasi

93, 94, 95, 96, 97, 98, 99, 100 Berdasarkan tabel 3.2 terkait kisi-kisi instrumen, teori yang digunakan untuk penyusunan berlandaskan teori dari Kustawan, Friend, Ilahi, Tiarni, dan Triani yang lebih lengkapnya terdapat pada kajian teori BAB II penelitian ini halaman 23-29. Teori dari Kustawan digunakan untuk menentukan prinsip-prinsip sekolah inklusi yang digunakan peneliti sebagai acuan penelitian. Teori-teori dari beberapa tokoh yang lain digunakan untuk mengembangkan prinsip-prinsip sekolah inklusi menjadi beberapa indikator yang kemudian dikembangkan menjadi pertanyaan-pertanyaan dengan jumlah 100 aitem untuk menguak kondisi penyelenggaraan sekolah inklusi di Wilayah Kabupaten Sleman.

F. Teknik Pengujian Instrumen

Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian harus melalui pengujian validitas dan reliabilitas. Uji validitas yang digunakan dalam penelitian ini meliputi dua hal yaitu validitas isi dan validitas konstruk.

1. Uji Validitas Instrumen

Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauhmana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Suatu tes atau instrumen pengukur dapat dikatakan mempunyai


(63)

validitas yang tinggi apabila alat tersebut menjalankan fungsi ukurnya, atau memberikan hasil ukur, yang sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut. (Azwar, 2008: 5-6).

a. Validitas Isi

Validitas isi merupakan validitas yang diestimasi lewat pengujian terhadap isi tes dengan analisis rasional atau lewat professional judgment (Azwar, 2008: 45). Validitas isi pada penelitian ini menggunakan pendapat dari tim ahli (judgement experts). Dalam hal ini instrumen yang akan dilakukan validasi adalah instrumen kuesioner dengan bentuk pertanyaan terbuka, setelah instrumen dikonstruksi tentang prinsip-prinsip yang akan diukur dengan berlandaskan teori tertentu, maka selanjutnya dikonsultasikan dengan tim ahli. Validitas isi diberikan oleh para ahli yang bidang keahliannya berhubungan dengan penelitian ini. Para ahli diminta pendapatnya tentang instrumen yang telah disusun. Setelah dikonsultasikan kemudian dilihat apakah instrumen tanpa perbaikan, ada perbaikan, dan apakah instrumen dirombak total.

Peneliti memberikan rentang skor atas komentar para ahli menjadi data interval saat melakukan validasi. Skala penilaian terhadap lembar kuesioner dengan bentuk pertanyaan terbuka mengenai penyelenggaraan sekolah dasar inklusi meliputi: sangat baik (4), baik (3), cukup (2), tidak baik (1). Untuk menyusun tabel klasifikasi, dicari skor tertinggi, skor terendah, jumlah kelas, dan jarak interval.


(1)

Ya 82.b 17 36.2% Menyesuaikan kegiatan

pembelajaran 82.c 5 10.6%

Menyeleksi sesuai kebutuhan 82.d 10 21.3%

83 Sudah 83.a 38 80.9%

Belum 83.b 9 19.1%

84

Tidak ada patokan 84.a 7 14.9%

Kompleksitas, intaks, dan daya serap 84.b 9 19.1%

Kemampuan siswa 84.c 8 17.0%

Daya dukung 84.d 1 2.1%

Indikator, sarana, daya dukung, dan

kemampuan siswa 84.e 5 10.6%

Daya dukung dan sarana 84.f 2 4.3%

Jika sudah memenuhi KKM 84.g 3 6.4%

Rapat dengan wali murid 84.h 1 2.1%

Materi 84.i 2 4.3%

SK, KD, media, sumber belajar, dll 84.j 1 2.1% Kemampuan siswa dan hasil uji coba

soal evaluasi 84.k 8 17.0%

85

Tidak menetapkan 85.a 5 10.6%

Tidak menjawab 85.b 3 6.4%

Menganalisis kompleksitas, intaks,

dan daya serap 85.c 11 23.4%

Menyesuaikan sarpras, materi, siswa,

dan guru 85.d 5 10.6%

Dimusyawarahkan seluruh guru

dilanjutkan perkelas 85.e 17 36.2%

Sudah ada rumus/prosedur 85.f 2 4.3%

Melihat hasil dan kemampuan siswa 85.g 2 4.3% Melihat ketercapaian indikator 85.h 2 4.3%

86 Tidak ada 86.a 14 29.8%

Ada 86.b 33 70.2%

87

Disesuaikan oleh keadaan anak 87.a 1 2.1%

Menurunkan KD bagi ABK 87.b 3 6.4%

Tidak menjawab 87.c 2 4.3%

Tidak dibedakan 87.d 11 23.4%

Sesuai dengan kemampuan siswa 87.e 29 61.7%


(2)

88

Tidak menjawab 88.a 9 19.1%

Mempermudah evaluasi 88.b 23 48.9%

Tercapai secara tepat 88.c 2 4.3%

Agar siswa bisa mengerjakan soal

yang diberikan 88.d 2 4.3%

Supaya lebih efektif 88.e 3 6.4%

Agar sesuai kebutuhan siswa 88.f 1 2.1%

Untuk menentukan nilai 88.g 3 6.4%

Untuk mengetahui kemampuan siswa

dalam memahami 88.h 2 4.3%

Mempermudah tindak lanjut 88.i 2 4.3%

89

Tidak menjawab 89.a 11 23.4%

Konsultasi dengan GPK 89.b 2 4.3%

Memahami materi 89.c 8 17.0%

Dilihat indikator yang akan dicapai 89.d 5 10.6% Sesuai kebutuhan yang diperlukan 89.e 2 4.3%

Sesuai kemampuan 89.f 1 2.1%

Pengamatan dan pengalaman guru 89.g 1 2.1%

Dengan hasil kerja siswa 89.h 5 10.6%

Sesuai prosedur 89.i 1 2.1%

Dengan memperhatikan proses RPP 89.j 2 4.3%

Melihat hasil sebelumnya 89.k 9 19.1%

90

Tidak menjawab 90.a 8 17.0%

Ya 90.b 33 70.2%

Ya, berdiskusi dengan GPK 90.c 2 4.3%

Ya, sesuai kemampuan dan

kebutuhan siswa 90.d 4 8.5%

91

Tidak ada teknik 91.a 4 8.5%

Tertulis dan sikap 91.b 3 6.4%

Tes 91.c 3 6.4%

Tergantung kegiatan dan tujuan

pembelajaran 91.d 5 10.6%

Macam-macam 91.e 2 4.3%

Lisan, tertulis, dan sikap 91.f 4 8.5%

Sesuai kondisi 91.g 1 2.1%

Tes dan non tes 91.h 3 6.4%

Lisan dan tertulis 91.i 15 31.9%

Sesuai kriteria 91.j 1 2.1%

Laporan kegiatan siswa di sekolah


(3)

92

Tidak menjawab 92.a 5 10.6%

Ada perbedaan 92.b 34 72.3%

Tidak ada perbedaan 92.c 5 10.6%

Menyesuaikan kemampuan anak 92.d 3 6.4%

93

Untuk mengetahui hasil akhir 93.a 11 23.4% Untuk mengetahui kekurangan siswa 93.b 2 4.3% Untuk mengetahui keberhasilan

pembelajaran 93.c 10 21.3%

Untuk mengetahui sejauh mana

kemampuan anak 93.d 11 23.4%

Untuk mengetahui kondisi siswa 93.e 1 2.1% Keberhasilan KBM dan kemampuan

siswa 93.f 1 2.1%

Sebagai tindak lanjut 93.g 11 23.4%

94

Sebulan sekali 94.a 4 8.5%

Akhir perbatasan per KD 94.b 4 8.5%

Akhir pembelajaran 94.c 14 29.8%

Jika materi sudah selesai 94.d 7 14.9%

Akhir subtema 94.e 1 2.1%

Ulangan harian, UTS, TKM 94.f 4 8.5%

Akhir pembelajaran dan selesai

materi 94.g 1 2.1%

Setelah 2/3 KD 94.h 1 2.1%

Setelah 3-4 kali pertemuan 94.i 1 2.1%

Akhir semester 94.j 1 2.1%

Awal, akhir, dan tengah semester 94.k 1 2.1%

1 minggu 1 kali 94.l 8 17.0%

95

Ditindak lanjuti sesuai kemampuan

siswa 95.a 17 36.2%

Remidi atau pengayaan 95.b 8 17.0%

Menganalisis hasil test 95.c 4 8.5%

Mengadakan perbaikan 95.d 10 21.3%

Mengulang materi 95.e 1 2.1%

Memberi tambahan pelajaran 95.f 1 2.1%

Laporan ke orangtua dan perbaikan 95.g 6 12.8%

96

Guru kelas 96.a 17 36.2%

Guru, siswa, orang tua 96.b 16 34.0%

Guru, siswa, dan GPK 96.c 2 4.3%

Guru kelas dan kepala sekolah 96.d 1 2.1%


(4)

Wali kelas, guru bidang studi, dan

orangtua 96.f 1 2.1%

Guru kelas dan guru bidang studi 96.g 2 4.3%

97

Mendapatkan laporan secara

berkelanjutan 97.a 16 34.0%

Menemani belajar dan mengerjakan

tugas siswa di rumah 97.b 17 36.2%

Tidak menjawab 97.c 3 6.4%

Memberikan arahan terhadap hasil

evaluasi 97.d 5 10.6%

Mendukung dan memberi nasehat 97.e 5 10.6% Melaksanakan terapi dari rumah 97.f 1 2.1%

98

Untuk mengetahui perkembangan

siswa 98.a 11 23.4%

Mengetahui ketuntasan KD siswa

berkebutuhan khusus 98.b 2 4.3%

Mengetahui pembelajaran siswa

berkebutuhan khusus 98.c 3 6.4%

Menambah ketrampilan 98.d 2 4.3%

Mengukur kemajuan siswa 98.e 2 4.3%

Sebagai media belajar, mandiri, dan

mengetahui kemampuan siswa 98.f 1 2.1%

Tidak menjawab 98.g 4 8.5%

Mengetahui tingkat kemampuan

belajar siswa 98.h 16 34.0%

Agar siswa tidak minder dan bisa

mandiri 98.i 1 2.1%

Sudah efektif 98.j 4 8.5%

Sebagai tindak lanjut 98.k 1 2.1%

99

Untuk melihat perkembangan anak

berkebutuhan khusus 99.a 15 31.9%

Sebagai alat refleksi siswa dan guru 99.b 2 4.3%

Tidak menjawab 99.c 3 6.4%

Latihan soal dan memecahkan

masalah 99.d 2 4.3%

Mengukur sejauhmana materi yang

diterima siswa 99.e 12 25.5%

Agar mendapat pelayanan sesuai

kebutuhan 99.f 1 2.1%

Menumbuhkan rasa percaya diri 99.g 1 2.1% Untuk melakukan tindak lanjut 99.h 4 8.5%


(5)

Mengetahui tipe anak berkebutuhan

khusus 99.i 1 2.1%

Untuk meningkatkan kemampuan 99.j 6 12.8%

100

Dilaksanakan sebulan sekali 100.a 3 6.4%

Remidi dan pemberian tugas 100.b 2 4.3%

Dengan tes 100.c 6 12.8%

Menyesuaikan dengan kemampuan 100.d 7 14.9% Disamakan dengan siswa lainnya 100.e 14 29.8% Menurunkan materi yang digunakan

untuk evaluasi 100.f 2 4.3%

Mengamati dan mempelajari yang

dilakukan anak 100.g 2 4.3%

Tidak menjawab 100.h 2 4.3%

Jumlah soal yang berbeda 100.i 2 4.3%

Disendirikan dalam proses belajar 100.j 1 2.1%


(6)

BIOGRAFI PENELITI

Ristya Ferinda, lahir di Sleman pada tanggal 26 Februari 1995 sebagai anak tunggal dari pasangan Bapak Hartiyo dan Ibu Indar Ristiningsih. Menempuh pendidikan non formal di TK ABA Kalikotak lulus pada tahun 2001, dilanjutkan menempuh pendidikan formal di SD Negeri Sutan lulus pada tahun 2007, SMP Negeri 1 Godean lulus pada tahun 2010, dan SMA Negeri 1 Godean lulus pada tahun 2013. Peneliti melanjutkan studi S1 di Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma. Selama menempuh pendidikan S1 PGSD, peneliti mengikuti berbagai macam kegiatan, antara lain:

1. Peserta seminar “free sex: thumbs up or thumps down?” 2013

2. Sebagai Anggota Divisi Dampok Parade Gamelan Anak 2013 Se-Jawa

3. Pesera Kuliah Umum “Indonesia Mengajar” 2014

4. Sebagai Koordinator Divisi Acara Insipro 2014

5. Sebagai Sekretaris Pelepasan Wisudawan-wisudawati PGSD 2014 6. Sebagai Koordinator Divisi Acara Malam Kreativitas PGSD 2015 7. Sebagai Ketua Bidang Acara Insipro 2015

8. Peserta Seminar “Reinventing Childhood Education” 2015

Masa pendidikan di Universitas Sanata Dharma diakhiri dengan menulis skripsi sebagai tugas akhir dengan judul “Survei Penyelenggaraan Sekolah Dasar Inklusi Di Wilayah Kabupaten Sleman”