STRUKTUR DAN MAKNA JALAN SUNYI BHISMA KARYA PUPUT PRAMUDITYA.
SKRIPSI
Diajukan kepada
Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta guna memenuhi sebagian persyaratan untuk memperoleh
Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh Arya Yudistira
10208241001
JURUSAN PENDIDIKAN SENI MUSIK FAKULTAS BAHASA DAN SENI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
(2)
(3)
(4)
(5)
v
Bahkan jam rusak pun benar dua kali dalam sehari.”
(6)
vi
(7)
vii
memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar sarjana pendidikan. Penulisan skripsi ini dapat terselesaikan karena bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis menyampaikan terima kasih secara tulus kepada Rektor Universitas Negeri Yogyakarta, Dekan Fakultas Bahasa dan Seni, dan Ketua Jurusan Pendidikan Seni Musik yang telah memberikan kesempatan dan berbagai kemudahan kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa penelitian ini tidak akan berhasil tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak yang telah berpartisipasi dalam penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih dan hormat secara mendalam kepada:
1. Prof. Dr suminto A Sayuti, selaku Dosen pembimbing I, yang senantiasa mengarahkan dan membimbing dengan sabar hingga terselesaikanya skripsi ini;
2. Drs Herwin Yogo Wicaksono M.Pd., selaku Dosen pembimbing II, yang senantiasa memberikan dorongan semangat belajar, wawasan ilmu, pengarahan dan dengan sabar telah membimbing hingga terselesaikanya skripsi ini;
3. Birul Walidaini S.Pd., selaku narasumber dalam peneitian ini yang telah meluangkan waktunya dalam memberikan segala informasi khususnya tentang bentuk, struktur musik dan tanda pada karya musik Jalan Sunyi Bhisma;
4. Puput Pramuditya S.Sn., selaku narasumber dalam penelitian ini yang telah memberikan wawasan serta arahan khususnya tentang bentuk, struktur, dan makna dalam karya musikJalan Sunyi Bhismakarya Puput Pramuditya;
(8)
(9)
ix
PENGESAHAN ... iii
PERNYATAAN ... iv
MOTTO ...v
PERSEMBAHAN ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xvii
ABSTRAK ... xviii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ...1
B. Fokus Penelitian ...4
C. Tujuan Penelitian ...4
D. Manfaat Penelitian ...5
BAB II KAJIAN TEORI A. Pengertian Struktur Komposisi ...6
1. Irama ……….. 7
2. Melodi ……… 7
3. Harmoni ………... 11
4. Tema ……… 11
5. Kadens ………. 11
6. Bentuk Musik ……….. 12
7. Musik Program………. 13
B. Musik Sebagai Tanda dalam Komunikasi Estetis ...15
C. SemiotikPierceian ...17
D. Penelitian yang Relevan ...18
E. Pertanyaan Penelitian ...19
BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian ...21
B. Tahap-Tahap Penelitian ...21
(10)
x
BAB IV IDENTIFIKASI DAN KLASIFIKASI TANDA YANG MEMBANGUN STRUKTUR DAN MAKNA PADA TEKSJALAN SUNYI BHISMA
A. Identifikasi dan Klasifikasi Tanda ...30
1. Makna Tanda-Tanda Tipe Ikon ...32
2. Makna Tanda-Tanda Tipe Indeks ...33
3. Makna Tanda-Tanda Tipe Simbol ...37
B. Pembahasan ...39
1. Pembahasan Hasil Analisis pada Tanda dan Makna Tanda-Tanda Tipe Ikon...37
2. Pembahasan Hasil Analisis pada Tanda dan Makna Tanda-Tanda Tipe Indeks ...41
3. Pembahasan Hasil Analisis pada Tanda dan Makna Tanda-Tanda Tipe Simbol...42
C. Analisis Struktur dan Makna TeksJalan Sunyi Bhisma……… 43
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ...85
B. Saran ...86
DAFTAR PUSTAKA ...88
(11)
xi
Tabel 2 : Makna Tanda-Tanda Tipe Ikon ...32
Tabel 3 : Makna Tanda-Tanda Tipe Indeks ...34
(12)
xii
dihadapkan pada pilihan sulit ...46
Gambar 2 : Birama 13-20, bassoon dan cello mengungkapkan kebimbangan Bhisma ...46
Gambar 3 : Melodi jembatan birama 21-22 untuk efek gemuruh ...47
Gambar 4 : Efek gemuruh pada jembatan birama 21-22 ...47
Gambar 5 : Efek gemuruh pada jembatan birama 21-22 ...48
Gambar 6 : Birama 31-34 Melodi Instrumen Tiup yang Bersifat Tegang ...49
Gambar 7 : Birama 31-34 Melodi Instrumen Tiup yang Bersifat Tegang ...49
Gambar 8 : Birama 31-34 Melodi Instrumen Tiup yang Bersifat Tegang ...49
Gambar 9 : Birama 31-34 Melodi Instrumen Tiup yang Bersifat Tegang ...50
Gambar 10 : Birama 33-34, suasana emosional sebagai jembatan untuk tensi yang lebih tinggi ...51
Gambar 11 : Birama 66-68, motif sebagai wujud pergolakan hati Bhisma yang akan terus dipakai ...52
Gambar 12 : Bagian B, seksi gesek untuk efek pergolakan bathin yang mencapai puncak ...52
Gambar 13 : Birama 100, glockenspiel dan vibraphone ...53
Gambar 14 : Cello menggambarkan kesunyian jalan kehidupan Bhisma pada birama 101-110 ...53
(13)
xiii
perasaan yang ikhlas ...54
Gambar 17 : Tiup Kayu dan Tiup Logam Menambah Tebal Melodi dan Harmoni di sub bagian b’ birama131-136 ...55
Gambar 18 : Birama 139-144, biola 1 dan flute dan diakhiri akord augmented menggambarkan jalan kesunyian Bhisma belum berakhir ...56
Gambar 19 : Seksi gesek dengan ritme statis dan aksen membuat nuansa tegang pada birama 1-10...56
Gambar 20 : Birama 12-14, seksi tiup kayu dan logam membuat suasana perasaan campur aduk ...57
Gambar 21 : Melodi kekecewaan Amba yang dimainkan piano pada birama 15-23 ...57
Gambar 22 : Melodi kekecewaan yang dimainkan oleh cello membuat nuansa lebih sendu pada birama 24-33 ...58
Gambar 23 : Birama 34-42, melodi kekecewaan Amba terus diulang kali ini dimainkan flute dan oboe ...58
Gambar 24 : Cuplikan melodi kekecewaan dengan emosi yang tinggi dimainkan oleh seksi gesek dengan dinamik forte pada birama 43-50 ...59
Gambar 25 : Cuplikan transisi di birama 52-59 untuk menuju sebuah titik pergolakan bathin yang dialami Bhisma ...59
(14)
xiv
Gambar 28 : Cuplikan ketegangan Bhisma saat mendengar sumpah Amba pada birama 85-94 ...62
Gambar 29 : Instrumen tiup kayu memainkan nada-nada kesedihan dan penyesalan Bhisma di birama 97-112 ...63
Gambar 30 : Nada panjang seksi tiup logam yang menggambarkan kesedihan Bhisma yang tak bisa menikahi Amba karena terhalang dinding sumpahnya sendiri, birama 113-114 ...63
Gambar 31 : Seksi gesek menggambarkan penantian Bhisma akan karmanya birama 115-123 ...64
Gambar 32 : Birama 115-123, flute dan klarinet memainkan melodi ekspresi ketegaran Bhisma dalam menanti karmanya ...64
Gambar 33 : Birama 125-130, ekspresi kesendirian Bhisma dalam menanti karmanya ...64
Gambar 34 : Introduksi suasana dilema yang dialami Bhisma birama 1-4 ...65
Gambar 35 : Sedikit aksen emosional dalam kebimbangan Bhisma ada di birama 5-7 ...66
Gambar 36 : Jembatan menuju tensi yang lebih tinggi birama 7-10 ...66
Gambar 37 : Suasana tegang yang dibuat oleh seksi gesek sebagai wujud dilema Bhisma di birama 11-18 ...67
(15)
xv
mencapai puncaknya di birama 41-48 ...69
Gambar 40 : Birama 49-52, biola 2 dan kontrabas ketegangan Bhisma dalam perenungan mengingat kedua belah pihak adalah cucunya ...70
Gambar 41 : Birama 53-56, seksi gesek menggambarkan Bhisma yang sedang tegang dalam bayangan ketakutan terhadap perang Bharatayuda ...70
Gambar 42 : Variasi motif biola 1 membuat emosi ketakutan lebih tinggi ...71
Gambar 43 : Interpretasi penulis tentang Bhisma yang terlihat membela Kurawa namun sebenarnya tidak pada birama 66-83 ...71 Gambar 44 : Sub bagian transisi, tensi bertambah naik birama 87-91 ...72
Gambar 45 : Seksi gesek pada bagian D birama 96-99 yang menggambarkan Bhisma sebagai sosok hitam di mata orang banyak ...73
Gambar 46 : Menggambarkan sosok Bhisma yang lekat dengan Kurawa dan bersifat angkara murka pada birama 102-105 ...73
Gambar 47 : Menggambarkan Bhisma yang tersamar di pihak hitam atau putih .74
Gambar 48 : Bag. E, birama 116-129, menggambarkan kegagahan Bhisma dalam perang Bharatayuda ...74
Gambar 49 : Timpani sebagai penutup gerakan ketiga di birama terakhir membuat klimaks yang tertahan ...75
Gambar 50 : Keberpihakan Bhisma pada Kurawa digambarkan seksi tiup logam dengan nuansa gelap yang terdapat pada birama 130-148...75
(16)
xvi
Gambar 53 : Birama 49-56, ratapan kesedihan Bhisma ...78
Gambar 54 : Melodi kekecewaan Amba kembali terdengar secara samar sebagai tanda datangnya Srikandhi di birama 55-62 ...78
Gambar 55 : Cuplikan birama 63-68 yang menggambarkan kedatangan Srikandhi sebagai titisan Amba ...79
Gambar 56 : Melodi renungan Bhisma yang akan terus diulang di birama 73-80 ...79
Gambar 57 : Pengulangan melodi renungan Bhisma di birama 81-88 ...80
Gambar 58 : Melodi renungan Bhisma yang divariasi birama 89-94 ...81
Gambar 59 : Cuplikan melodi renungan Bhisma yang lebih emosional di birama ...82
Gambar 60 : Panah Srikandhi yang menemui sasaran diibaratkan suara triangel di birama 113-117 ...82
Gambar 61 : Cuplikan bag D, sub bagian a, birama 118-133. Sebuah perenungan tentang kematian sosok Bhisma 73-80 ...83
Gambar 62 : Melodi yang menggambarkan sosok Bhisma yang selalu dihadapkan pada situasi sulit dan kesedihan pada birama 142-154 ...84
Gambar 63 : Coda sustain piano dan grand cassa menggambarkan Bhisma yang terbang menuju alam keabadian di birama 153-154 ...85
(17)
xvii
Lampiran 2 : Transkip Wawancara Komposer (2) ...93
Lampiran 3 : Partitur ...95
(18)
xviii Arya Yudistira
10208241001 ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan makna dari tanda-tanda yang terdapat pada partiturJalan Sunyi Bhismakarya Puput Pramuditya.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Subjek penelitian yaitu partitur laguJalan Sunyi Bhisma karya Puput Pramuditya. Penelitian difokuskan pada karya Jalan Sunyi Bhisma karya Puput Pramuditya sebagai representasi dari cerita pewayangan Bhisma yang dikaji berdasarkan pendekatan semiotik tipologi tanda dari Carles Sander Pierce yang membentuk sebuah makna dan diteliti lebih dalam untuk bentuk dan struktur musiknya. Teknik analisis data dilakukan dengan tahapan analisis sebelum di lapangan dan pada saat di lapangan dengan menggunakan model interaktif yang terdiri atas data reduction (reduksi data), data display (penyajian data), dan verification (kesimpulan). Keabsahan data dilakukan dengan triangulasi teknik dan triangulasi waktu.
Karya musikJalan Sunyi Bhismateridiri dari empat gerakan yang masing-masing memiliki bentuk dan strukur yang berbeda. Karya ini termasuk dalam musik program dan memiliki bentuk freeform atau musik bebas. Pada gerakan pertama memiliki bentuk ABC, bagian kedua ABC, bagian ketiga ABCDE, dan bagian keempat ABCD. Serta terdapat subbagian, transisi, dan coda.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa makna Jalan Sunyi Bhisma karya Puput Prmuditya sebagai representasi dari cerita pewayangan Bhisma. Cerita Bhisma direpresentasikan melalui hubungan persamaan/simulasi antara tanda dan objek, hubungan sebab akibat antara tanda dan objek serta hubungan tanda dengan objek melalui kesepakatan. Tanda dan hubungan antar tanda pada teks Jalan Sunyi Bhisma yang teridentifikasi menunjukan bahwa karya tersebut merupakan karya modern dengan bentuk minimalis yang merepresentasikan unsur musikal dan ekstra musikal pada cerita pewayangan Bhisma.
Kata Kunci: Makna, Jalan Sunyi bhisma, Bentuk dan Struktur, Semiotik Pierceian.
(19)
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Musik merupakan media seni di mana manusia mengungkapkan kreativitas
dan ekspresi seninya melalui bunyi-bunyian atau suara. McDermott (2013: 8)
mendefinisikan bahwa musik adalah kekuatan hidup manusia. Musik merupakan
ilmu pengetahuan dan seni tentang kombinasi ritmik dari nada-nada, baik vokal
maupun instrumental, yang meliputi melodi dan harmoni sebagai ekspresi dari
segala sesuatu yang ingin diungkapkan terutama aspek emosional. Musik
mencerminkan kebudayaan masyarakat pendukungnya yang ditandai dengan
karakteristik jenis musik yang beranekaragam serta mengandung nilai dan
norma-norma yang menjadi bagian dari proses enkulturasi budaya, baik dalam bentuk
formal maupun informal (Ewen, 1971: 4). Danesi (2004: 195) menjelaskan bahwa
musik merupakan bentuk seni yang melibatkan penggunaan bunyi secara
teroganisir melalui kontinum waktu tertentu dan musik memainkan peran dalam
tiap kehidupan masyarakat.
Berbagai musik tercipta mulai dari yang sangat sederhana hingga yang sangat
rumit. Musik juga terdiri dari berbagai jenis. Jenis musik dapat dibagi berdasarkan
fungsi, format, zaman, bentuk, genre, dan lain-lain. Jenis musik berdasarkan
fungsi misalnya musik untuk pendidikan, hiburan, upacara, dan ibadah. Musik
berdasarkan zaman misalnya prasejarah, barok, klasik, romatik, dan modern.
Musik berdasarkan bentuk yaitu sonata, rondo, dan lain-lain. Jenis musik
(20)
tersebut disebabkan oleh kreativitas, lingkungan, dan tujuan masing-masing
komponis.
Tambajong (1992: 85) menyatakan bahwa komponis merupakan pencipta
karya musik berdasarkan komposisinya. Prier (2011: 92) menyatakan bahwa
komponis merupakan seorang pengubah atau pencipta lagu/nyanyian. Seorang
komponis dalam menciptakan musik memiliki tujuan yang khusus. Tujuan setiap
komponis dicapai dengan cara menyampaikan pesan melalui karya musik. Pesan
yang akan disampaikan diungkapkan secara tersurat maupun tersirat. Pesan
tersurat biasanya terdapat pada lirik lagu-lagu yang menggunakan instrumen
vokal. Vokal merupakan instrumen paling efektif dalam menyampaikan pesan
karena vokal mampu menyanyikan kalimat-kalimat verbal. Pesan tersirat biasanya
terdapat pada karya musik instrumental. Pesan tersirat dapat diidentifikasi melalui
struktur suatu karya musik.
Karya musik sering disebut juga dengan istilah komposisi. Komposisi
merupakan bentuk tertulis suatu karya musik (Tambajong 1992: 85). Kusumawati
(2013: ii) mendefinisikan bahwa komposisi merupakan suatu karya yang utuh dan
memenuhi persyaratan kompositoris atau ciri-ciri penentu (limiting factors),
secara teknis disebut parameter. Miller dalam Bramantyo (TT: 356) berpendapat
bahwa komposisi instrumental terbagi menjadi dua yaitu komposisi musik
‘mutlak’ (absolute) dan musik ‘programa’ (program).
Tambajong (1992: 3) menjelaskan bahwa musik absolute merupakan istilah untuk menunjukkan suatu musik yang hakekatnya lepas hubungan dengan ihwal
(21)
yang berbeda dari setiap pendengarnya. Hal ini disebabkan karena musikabsolute tidak mengikat, tetapi diciptakan untuk keindahan musik tersebut. Selain musik
absoluteterdapat juga musikprogram.
Musik program merupakan istilah untuk musik di mana komponis selain notasi juga mencantumkan pula suatu keterangan tambahan tentang isi non
musikal dari komposisi tersebut (Prier, 2011: 169). Musik program merupakan
jenis musik yang memiliki konteks ekstramusikal (pesan). Konteks ekstramusikal
berarti sebuah cerita yang akan disampaikan kepada audience melalui musik tersebut. Musik program juga mengandung rangkaian-rangkaian cerita yang
membentuk imajinasi bagi pendengarnya (Andrieseen, 183: 197). Salah satu
komponis di Indonesia yang membuat karya musik program adalah Puput
Pramuditya.
Puput Pramuditya merupakan salah satu dari banyak komponis modern yang
ingin merepresentasikan unsur cerita daerah ke dalam karyanya. Dalam dunia
akademis yang mempelajari musik barat maupun timur, pemain musik
menginterpretasikan pesan yang akan disampaikan oleh komposer melalui teks
musik/partitur. Namun untuk menginterpretasikan pesan komponis melalui
partitur musik, seorang pemain tidak hanya membunyikan apa yang dituliskan
komposer di dalam partitur musik untuk dapat memaknai karya tersebut. Pada
tahap memaknai pesan sebuah karya musik, terkadang seorang pemain harus
melihat dari sisi sejarah, teori musik, ilmu bentuk, hingga ilmu-ilmu lain yang
(22)
bebas menemukan gagasan atau ide-ide dalam proses pembuatan komposisi musik
seperti gagasan Puput Pramuditya dalam karyaJalan Sunyi Bhisma.
Salah satu karya musik instrumental yang menarik untuk dianalisis pesannya
adalahJalan Sunyi Bhismakarya Puput Pramuditya yang ditulis pada tahun 2013. Jalan Sunyi Bhisma adalah karya musik yang menceritakan tentang kisah tokoh pewayangan Bhisma. Karya musik Jalan Sunyi Bhisma merupakan (komposisi) musik program.
Berdasarkan semua pernyataan tersebut mengenaiJalan Sunyi Bhisma,kajian terhadap dasar dan proses penggarapan karya tersebut dan sebagai dasar
interpretasi terhadap karya musikJalan Sunyi Bhismakarya Puput Pramuditya.
B. Fokus Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan tersebut, masalah
difokuskan pada makna karya musik berjudul Jalan Sunyi Bhisma sebagai represenatsi dari epos pewayangan Mahabarata dalam perang Bharatayuda.
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan fokus masalah yang telah diuraikan tersebut, maka tujuan
penelitian ini adalah mendeskripsikan makna dan srtruktur karya musik Jalan Sunyi Bhismakarya Puput Pramuditya.
(23)
D. Manfaat Penelitian
1. Secara teoretis, untuk menambah literatur penelitian tentang analisis karya
seni musik dan sebagai sumber bagi yang membutuhkan uraian struktur
musik dan makna dalam laguJalan Sunyi Bhismakarya Puput Pramuditya. 2. Secara praktis, untuk menambah referensi musik program serta referensi
media penyampaian budaya Indonesia, khususnya budaya jawa yaitu berupa
cerita pewayangan yang disajikan berupa karya musik dengan format
(24)
BAB II
DESKRIPSI TEORI
A. Pengertian Struktur Komposisi
Djlantik (2001: 31) menyatakan bahwa kata struktur mengandung arti bahwa
di dalam karya seni terdapat suatu pengorganisasian, penataan dan ada hubungan
tertentu antara bagian-bagian yang tersusun tersebut. Menurut Poerwodharminto
(1985: 965), struktur merupakan cara bagaimana sesuatu disusun. Struktur
memiliki unsur-unsur yang saling berkaitan antara yang satu dengan lainnya dan
memiliki sifat totalitas serta transformatif.
Pengertian komposisi musik menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi
ketiga (2007: 585) adalah gubahan, baik instrumental maupun vokal; susunan
lagu, baik instrumental maupun vokal Prier (1989: 87) menyatakan bahwa
komposisi musik merupakan suatu komposisi yang berupa bentuk lagu, bentuk
ansambel, bentuk sonata, bentuk opera, bentuk oratorio, dan bentuk simphoni.
Komposisi yang paling dasar dan sederhana adalah bentuk lagu. Komposisi
merupakan suatu karya musik yang diciptakan oleh seorang komponis atau
pencipta lagu dan dicatat dengan pasti hingga dapat dibunyikan orang lain tanpa
bantuan atau kehadiran komponis (Prier, 2011: 92).
Berdasarkan pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa struktur
komposisi merupakan suatu hasil karya musik yang mencakup seluruh susunan
unsur-unsur dasar komposisi secara sistematis menjadi satu kesatuan karya musik
yang utuh. Secara garis besar, unsur-unsur yang terdapat dalam suatu komposisi
(25)
1. Irama
Irama merupakan rangkaian gerak yang berurutan dan menjadi unsur dasar
dari musik. Irama terbentuk dari sekelompok bunyi dan diam, panjang pendeknya
bunyi dan diam dalam waktu yang bermacam-macam membentuk pola irama serta
bergerak menurut pulse dalam setiap ayunan birama (Jamlus, 1998: 7). Pulse merupakan rangkaian denyutan yang terjadi berulang-ulang dan berlangsung
secara teratur, dapat bergerak cepat maupun lambat (Ibid, 1998: 9).
Menurut Prier (2011: 76), irama merupakan unsur musik pokok yang
menghidupkan penyajian musik berhubungan dengan panjang pendek nada dan
tekanan pada melodi, sebagai unsur pokok yang pertama. Tambajong (1997: 243)
menambahkan irama sama dengan ritme atau rhythm. Sejalan dengan pendapat tersebut menurut Sumaryo (dalam Joseph 2005: 52), irama secara populer adalah
unsur-unsur dalam musik sebagai pembagian berlangsungnya waktu yang
memberi pernyataan hidup kepada musik, irama membuat musik terasa
mempunyai gerak.
Berdasarkan pernyataan tersebut, maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa
ritme berhubungan dengan waktu dan panjang pendeknya nada yang berlangsung
dalam suatu komposisi musik.
2. Melodi
Tambajong (1997: 28) mendefinisikan bahwa melodi merupakan nada, naik
turunnya nada, yang seyogyanya dilihat sebagai gagasan inti musikal yang sah
menjadi musik bila ditunjang dengan gagasan yang memadukannya dalam suatu
(26)
16) melodi merupakan susunan rangkaian nada (bunyi dengan rangkaian teratur)
yang terdengar secara berurutan serta berirama dan mengungkapkan suatu
gagasan pikiran dan perasaan. Melodi merupakan naik turunnya nada yang
seyogyanya dilihat sebagai gagasan inti musikal yang sah menjadi musik bila
ditunjang dengan gagasan yang memadukannya dalam suatu kerjasama dengan
irama, tempo, bentuk, dan lain-lain (ensiklopedi musik, 1992: 28).
Berdasarkan pernyataan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa melodi
memiliki unsur ritme dan nada yang mengungkapkan suatu gagasan dan pikiran
seorang komposer. Unsur yang terdapat dalam sebuah melodi adalah sebagai
berikut.
a. Motif
Motif merupakan unsur lagu yang mencakup nada, ritme, dan harmoni yang
dipersatukan dengan suatu gagasan dan memiliki makna musikal, maka dari itu
sebuah motif biasanya diulang-ulang dan diolah. Secara normal, sebuah motif
memenuhi dua ruang birama (Prier, 2011: 3). Joseph (2005: 59) menjelaskan
bahwa istilah motif dalam musik merupakan bagian terkecil dari kalimat musik
yang sudah memiliki arti. Motif didukung dengan semua unsur-unsur musik
seperti melodi, ritmis, dan harmoni. Meskipun unsur terkecil dalam musik adalah
(27)
Menurut Prier (1996: 27) untuk pengolahan motif sendiri terdapat tujuh cara,
yaitu sebagai berikut.
1) Ulangan Harafiah
Ulangan harafiah merupakan ulangan/repetisi motif. Ulangan harafiah mengungkapkan suatu kesan (misalnya keheningan malam) dan ulangannya bermaksud menegaskan suatu pesan untuk meningkatkan perhatian.
2) Sekuens (Ulangan pada Tingkat Lain)
Sekuens merupakan variasi termudah. Sekuens memiliki dua kemungkinan, yaitu:
a) Sekuens naik: sebuah motif dapat diulang pada tingkat nada yang lebih tinggi. Sekuen naik sering terdapat di dalam kalimat pertanyaan.
b) Sekuens turun: sebuah motif dapat diulang pada tingkat nada yang lebih rendah. Sekuens ini digunakan untuk menurunkan ketegangan dalam sebuah motif.
3) Perbesaran Interval(Augmentation of the Ambitus)
Sebuah motif terdiri dari beberapa nada, dan dengan demikian terbentuklah pula beberapa interval yang dapat diperbesar. Tujuannya adalah untuk menciptakan suatu peningkatan ketegangan guna membangun “busur” kalimat.
4) Pemerkecilan Interval(Diminuation of the Ambitus)
Pemerkecilan interval merupakan kebalikan dari perbesaran interval, di mana interval dapat diperkecil. Tujuan pemerkecilan nada selain sebagai variasi, juga mengurangi ketegangan dalam sebuah kalimat. Biasanya pemerkecilan tidak terjadi berulang-ulang.
5) Pembalikan(Inversion)
Setiap interval yang naik dijadikan turun dan setiap motif asli menuju ke bawah, dalam pembalikannya diarahkan keatas. Bila pembalikannya bebas, maka besarnya interval tidak dipertahankan, tetapi disesuaikan dengan harmoni lagu.
6) Perbesaran Nilai Nada(Augmentation of the Value)
Suatu pengolahan melodis yang menggandakan nilai nada, sehingga melodi seakan-akan lebih lambat. Secara tidak langsung, perbesaran nilai nada merubah ritme sebelumnya.
7) Pemerkecilan Nilai Nada(Diminuation of the Ambitus)
Suatu pengolahan melodis yang membagi nilai nada sehingga melodi seakan-akan lebih cepat. Secara tidak langsung, pemerkecilan nilai nada merubah ritme sebelumnya.
b. Frase
Frase merupakan anak kalimat lagu, dalam tulisan musik lazim ditandai
(28)
frase dalam musik merupakan gabungan beberapa motif menjadi satu. Frase
dalam melodi terdiri atas frase pertanyaan dan frase jawaban. Frase merupakan
bagian dari kalimat lagu seperti dalam kalimat bahasa dan dinyanyikan dalam satu
pernafasan. Frase sederhana biasanya terdiri atas dua atau empat birama. Kalimat
musik terbentuk dari sepasang frase dan dua kalimat musik atau lebih akan
membentuk lagu. Frase memiliki dua fungsi, yaitu:
1) Kalimat pertanyaan/frase antecedens
Kalimat pertanyaan/frase antecedens merupakan awal kalimat (biasanya birama 1-4 atau 1-8), disebut pertanyaan atau kalimat depan karena biasanya
berhenti dengan nada yang mengambang atau biasa disebut dengan koma. Pada
umumnya kalimat ini berhenti di dominan.
2) Kalimat jawaban /frase consequens
Kalimat jawaban / frase consequens merupakan bagian kedua dari kalimat (biasanya birama 5-8 atau 9-16), disebut sebagai jawaban karena melanjutkan
pertanyaan dan berhenti dengan akor tonika. Kalimat jawaban memberikan kesan
selesailah sesuatu di nada akhir kalimatnya.
3. Harmoni
Harmoni merupakan elemen musikal yang didasarkan atas penggabungan
nada secara simultan, sebagaimana dibedakan oleh rangkaian nada-nada dan
melodi. Melodi merupakan sebuah konsep horizontal, sedangkan harmoni
merupakan konsep vertikal, oleh sebab itu harmoni sangat berhubungan dengan
akor (Bramantyo, 1998: 48). Kodijat (1989: 32) menyatakan bahwa harmoni
(29)
tentang keterkaitan nada-nada dalam akor serta hubungan antara akor yang satu
dengan akor yang lainya.
Berdasarkan pernyataan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa harmoni
merupakan rangkaian gerak nada secara simultan, selaras dan sepadan yang
memiliki hubungan antara nada-nada dan akor serta akor dengan akor lainnya.
4. Tema
Menurut Syafiq (2003: 299), tema adalah rangkaian nada yang merupakan
pokok bentukan sebuah komposisi karena sebuah komposisi dapat memakai lebih
dari satu tema. Rahma (2013:1) mendifinisikan bahwa tema merupakan kumpulan
dari beberapa kalimat musik. Tema merupakan gagasan utama dalam sebuah
komposisi musik. Pada umumnya sebuah komposisi musik merupakan kumpulan
dari beberapa tema. Di sisi lain, tema merupakan wajah dari sebuah komposisi
musik yang memberikan penekanan-penekanan tertentu sehingga pendengar
memiliki pemahaman tertentu pada saat mendengarkan sebuah komposisi musik
5. Kadens
Menurut Sumaryanto (2001), wujud penerapan harmoni lebih lanjut dalam
musik yaitu berupa rangkaian akor (progresi akor) yang mengiringi suatu melodi
atau ritme tertentu dan rangkaian akor yang berada pada bagian akhir suatu
melodi, frase atau ritme disebut kadens (cadence). Kadens ialah suatu titik peristirahatan yang menandai berakhirnya suatu frase atau seksi (Leon, 1979
terjemahkan oleh andre, 2011: 11) Banoe (2003: 68-68) menyatakan bahwa
kadens merupakan cara yang ditempuh untuk mengakhiri komposisi musik
(30)
berakhirnya sebuah lagu atau sebuah frasa lagu. Terdapat beberapa macam
kadens, antara lain:
a. Kadens Authentic : progresi akor V – I
b. Kadens Plagal : progresi akor IV –I
c. Deceptif Kadens : progresi akor V – VI
d. Kadens Setengah : progresi akor I – V – I – IV
Berdasarkan pernyataan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa kadens
merupakan rangkaian nada dan harmoni yang menunjukkan akhir dari kalimat.
6. Bentuk Musik
Menurut Prier (1996:2) Bentuk musik adalah suatu gagasan/ide yang nampak
dalam pengolahan/susunan semua unsur musik dalam sebuah komposisi (melodi,
irama, harmoni dan dinamika).
Prier mengatakan bahwa “ide ini mempersatukan nada-nada musik serta terutama bagin-bagian komposisi yang dibunyikan satu per satu sebagai kerangka. Bentuk musik dapat dilihat juga secara praktis : sebagai ‘wadah’ yang ‘diisi’ oleh seorang komponis dan diolah sedemikian hingga menjadi musik yang hidup”.
Menurut Banoe (2013:151) bentuk musik merupakan susunan kerangka lagu
yang ditentukan menurut bagian-bagian kalimatnya.
Menyimpulkan dari keterangan di atas, bentuk musik adalah suatu susunan
unsur-unsur musik yang kemudian membentuk sebuah gagasan, nada-nada dan
melodi menjadi suatu kesatuan kerangka pembentuk musik sehingga sebuah lagu
atau musik memiliki karakteristik yang menonjolkanstyle(gaya) ataupun karakter musik seorang komponis.
(31)
Kumpulan kalimat yang dijadikan suatu gagasan dalam bentuk musik, bentuk
yang paling sering digunakan adalah bentuk lagu atau bentuk bait (lied form).
Artinya bentuk ini memperlihatkan suatu kesatuan utuh dari satu atau beberapa
kalimat dengan penutup yang meyakinkan (Prier , 2011:5). Prier menambahkan
bahwa bentuk dalam musik sederhana dibagi menjadi 3 macam:
a. Bentuk lagu satu bagian adalah bentuk lagu yang terdiri atas satu bagian
berupa kalimat yang utuh/bait saja, tetapi memenuhi satu kesatuan yang lengkap.
b. Bentuk lagu dua bagian: dengan dua kalimat yang berlainan.
c. Bentuk lagu tiga bagian: dengan tiga kalimat yang belainan. (a,b,c nya
sejajar dengan angka 3)
Selain bentuk musik sederhana diatas bentuk musik yang terdapat bentuk
musik atau lagu yang umum lainnya. Stein (2011:69) mengatakan bahwa tipe
bentuk-bentuk lagu pada umumnya adalah sebagai berikut yaitu:
(1) Satu Bagian, (2) Dua bagian yang sederhana, (3) Dua bagian yang
dikembangkan, (4) Tiga bagian embrionis, (5) Tiga bagian, (6) Tiga bagian yang
diperluas, (7) Lima bagian, (8) Bentuk bebas atau bentuk kelompok.
7. Musik Program
Musik program merupakan jenis musik yang memiliki konteks ekstramusikal
di dalamnya. Konteks ekstramusikal berarti sebuah cerita yang akan disampaikan
kepada audiens melalui musik tersebut. Musik program juga mengandung
rangkaian-rangkaian cerita yang membentuk imajinasi bagi pendengarnya.
Banyak komponis yang menciptakan karya musik program, seperti karya
(32)
karya sastra Shakespeare dengan judul yang sama yang mengisahkan drama
percintaan antara Romeo dan Juliet. Contoh kedua yang juga sangat terkenal
yakni karya Serge Prokofiev, ‘Peter and the Wolf’ untuk orkestra. Karya ini pada
mulanya merupakan karya permintaan dari Natalya Sats, direktur Moscow Musical Theatre for Children, sebuah kelompok teater musikal khusus untuk anak-anak di kota Moskow, Russia. Natalya meminta Prokofiev untuk mebuat
karya orkestra dan narasi yang mengandung cerita menarik bagi anak-anak.
Akhirnya Prokofiev menciptakan karya ‘Peter and The Wolf’ yang mengisahkan
dinamika hidup seorang anak laki-laki bernama Peter dan pertarungannya dengan
seekor serigala, untuk menyelamatkan bebek peliharaan Peter. Prokofiev
merangkai cerita dengan memilih instrumentasi yang mewakili setiap tokoh dalam
‘Peter and the Wolf’.
Peter digambarkan dengan seksi instrument gesek, bebek digambarkan
dengan oboe, burung dengan flute, kucing dengan clarinet, serigala dengan seksi
horn, dan kakek Peter dengan bassoon.
Musik program berbeda dengan musik absolut yang murni tanpa konteks
ekstramusikal. Musik absolut berdiri sendiri, tidak mengandung cerita diluar
musik tersebut yang disampaikan kepada audiens. Dalam musik absolut, cerita di
luar musik dianggap akan mengurangi kemurnian dan estetika dari musik itu
sendiri. Contoh dari musik absolut yakni Symphony No. 1 op. 68 in C minor
(33)
B. Musik Sebagai Tanda dalam Komunikasi Estetis
Ada beberapa pendapat dari para ahli mengenai tanda, di antaranya yaitu
Danesi (2012: 6) yang berpendapat bahwa tanda adalah segala sesuatu warna,
isyarat, kedipan mata, objek, rumus matematika, dan lain-lain yang
merepresentasikan sesuatu yang lain selain dirinya. Kemudian menurut Martinet
(2010: 45), tanda adalah sesuatu yang bisa ditangkap yang memperlihatkan hal
selain dirinya sendiri.
Sejalan dengan pendapat tersebut Nurgiyantoro (2005: 40) mendefinisikan
bahwa tanda adalah sesuatu yang mewakili sesuatu yang lain yang dapat berupa
pengalaman, pikiran, perasaan, gagasan, dan lain-lain. Jadi, sesuatu dikatakan
sebagai tanda apabila diinterpretasikan oleh interpreter sebagai tanda. Tanda-tanda
dapat berupa gerakan anggota badan, gerakan mata, mulut, bentuk tulisan, warna,
bendera, bentuk dan potongan rumah, pakaian, karya seni: sastra, lukis, musik,
tari, dan lain-lain yang berada di sekitar kita.
Berdasarkan pendapat tersebut, maka partitur atau teks dari Jalan Sunyi Bhisma karya Puput Pramuditya dikatakan sebagai tanda karena di dalam sebuah partitur bisa memberikan isyarat, rumus, atau perintah yang digunakan para
pembaca teks untuk mempresentasikan apa yang diinginkan komposer dalam
sebuah teks musik atau partitur. Puput Pramuditya tidak begitu saja menciptakan
sebuah karya musik, pasti ada makna yang tersimpan dalam tanda yang dia tulis
ke dalam partitur. Untuk mengetahui makna dalam suatu karya musik, dapat
(34)
Secara etimologis, istilah semiotika berasal dari kata Yunani ”Semeion“yang
berarti tanda. Wibowo (2013: 7) berpendapat bahwa tanda itu sendiri
didefinisikan sebagai suatu yang atas dasar konvensi sosial yang terbangun
sebelumnya dan dapat dianggap mewakili sesuatu yang lain. Tanda adalah segala
sesuatu warna, isyarat, kedipan mata, objek, rumus matematika, dan lain-lain yang
merepresentasikan sesuatu yang lain selain dirinya. Secara terminologis,
semiotika dapat diidentifikasikan sebagai ilmu yang mempelajari sederetan luas
objek-objek, peristiwa-peristiwa, dan seluruh kebudayaan sebagai tanda (Danesi,
2012: 6). Danesi (2012: 19) menjelaskan bahwa analisis semiotika memang
sebuah ikhtiar untuk merasakan sesuatu yang aneh, sesuatu yang perlu
dipertanyakan lebih lanjut ketika kita membaca teks atau narasi tertentu. Istilah
teks mengandung hal-hal seperti percakapan, huruf, ujaran, puisi, mite, novel
program televisi, lukisan teori ilmiah, komposisi musik, dan seterusnya.
Berdasarkan pendapat tersebut, maka partitur atau teks dari Jalan Sunyi Bhismabisa dikatakan sebagai tanda karena secara fungsional partitur merupakan media komunukasi antara komposer dan pemain musik, di mana komposer ingin
menyatakan sesuatu di luar teks musik tersebut. Seorang komposer memiliki
tujuan tertentu di dalam komposisi musiknya. Gagasan bisa diambil dari dirinya
sendiri, orang lain, dan lingkungan sekitar yang memiliki makna dan ditulis ke
dalam partitur. Pembaca teks menginterpretasikan apa yang diinginkan komposer
(35)
C. SemiotikPierceian
Konsep pemikiran semiotika salah satunya berasal dari Charles Sander Peirce
(1839-1914). Teori dari Pierce sering disebut sebagai “ grand theory” dalam semiotika. Teori tersebut mengungkapkan bahwa Pierce mengidentifikasi partikel
dasar dari tanda dan menggabungkan kembali semua komponen dalam struktur
tunggal. Sebuah tanda atau representament menurut Pierce merupakan sesuatu yang bagi seseorang mewakili sesuatu yang lain dalam beberapa hal atau
kapasitas. Sesuatu yang lain itu, oleh Pierce disebut interpretant dan pada giliranya akan mengacu pada objeknya. Charles Sander Peirce (1839-1914) juga
membahas tentang teori trikotomi. Trikotomi adalah teori yang membahas
mengenai tanda yaitu sign (tanda), objek, dan interpretant. Teori ini membahas hubungan tanda dengan tanda itu sendiri (sign/representament), tanda dengan
objek, dan tanda dengan interpretan. Peirce mengatakan bahwa dalam semiotika terdapat hubungan yang tidak dapat dipisahkan dari ketiga unsur yang berbeda.
Hubungan tersebut disebut triadik, yakni tanda atau representament(sign), objek, daninterpretant.
Trikotomi pertama yaitu hubungan tanda dengan tanda itu sendiri, di
dalamnya tanda dibagi menjadi qualisign, sinsign, dan legisign. Qualisign yaitu tanda berdasarkan kualitasnya, sinsign adalah sebuah tanda tentang eksistensi keberadaannya, sedangkan legisign adalah sebuah tanda tentang aturan umum. Trikotomi kedua adalah hubungan tanda dengan objeknya, di dalamnya terdapat
ikon, indeks, dan simbol. Ikon adalah jika tanda memiliki hubungan kesamaan
(36)
sedangkan simbol adalah tanda konvensional.Trikotomi ketiga adalah hubungan
tanda kepada interpretan sebagai tanda tentang kemungkinan kualitatif (rheme), tentang fakta (decisign/dicentsign), dan tentang pemikiran (argument) (Peirce via
Wahono dan Kustap 2007: 54).
Berdasarkan penjelasan tersebut, maka teori konsep trikotomi dari Peirce
dianggap tepat untuk penelitian ini, karena di dalamnya berisi pembahasan yang
diperlukan untuk langkah awal dalam mencari makna yang terdapat pada
tanda-tanda musikal dalam laguJalan Sunyi Bhisma.Namun agar penelitian dan analisis tidak meluas maka dalam penelitian ini hanya akan menggunakan analisis tanda
berdasarkan trikotomi kedua yaitu hubungan tanda dengan objeknya.
D. Penelitian yang Relevan
1. Makna Lagu Koyunbaba (Suite Für Gitarre Op.19) karya Carlo Domeniconi: Semiotik Pierceian
Penelitian ini ditulis oleh Birul Walidaini. Fokus dari penelitian ini yaitu pada
permasalahan partikularitas atau keunikan yang dituangkan komposer ke dalam
lagu tersebut yang dikaji berdasarkan bentuk dan strukturnya terlebih dahulu,
kemudian dianalisis maknanya melalui pendekatan semiotika tipologi tanda dari
Charles Sander Pierce. Hasil penelitian menunjukan bahwa tanda-tanda yang
bersifat partikular dalam teks Koyunbaba (Suite Für Gitarre Op.19) tidak meninggalkan pondasi dasar dari sebuah musik suita, sehingga bisa dikatakan
bahwa teksKoyunbaba (Suite Für GitarreOp.19) ini merupakan representasi dari suita modern dengan ciri khas tersendiri.
(37)
2. Makna Lagu The Spirit of Kuda Lumping (In Trance) karya Iwan Tanzil: Semiotik Pierceian
Penelitian ini ditulis oleh Mardian Bagus Prakosa. Fokus dari penelitian ini
yaitu pada bentuk serta struktur musik yang dituangkan komposer ke dalam lagu
tersebut yang dikaji dengan tipologi semotik dari Charles Sander Pierce. Hasil
penelitian menunjukan bahwa tanda-tanda yang bersifat partikular dalam teksThe Spirit of Kuda Lumping (In Trance) tidak meninggalkan pondasi dasar dari sebuah musik suita, sehingga bisa dikatakan bahwa teks The Spirit of Kuda Lumping (In Trance) ini merupakan representasi dari suita modern dengan ciri khas tersendiri.
Kedua penelitian tersebut relevan dengan penelitian ini karena sama-sama
meneliti tanda-tanda dalam teks musik yaitu semiotik dari Peirce, serta kesamaan
zaman dari karya yang diteliti.
E. Pertanyaan Penelitian
Puput Pramuditya menunjukan identitas tanah kelahirannya melalui karya
Jalan Sunyi Bhisma. Sebuah kesenian lokal diangkat menjadi sebuah karya musik untuk orkestra dengan struktur musik yang jarang digunakan dalam orkestra pada
umumnya.
Berdasarkan fokus masalah dan kajian pustaka yang dituliskan dalam bab ini,
maka peneliti menemukan beberapa penelitian yang akan dibahas lebih dalam
(38)
1. Bagaimana penggunaan struktur karya musikJalan Sunyi Bhisma membawa makna tertentu?
2. Bagaimana komposer merepresentasikan cerita pewayangan Mahabarata
dalam perang Bharatayuda ke dalam karya musik Jalan Sunyi Bhisma untuk format orkestra?
(39)
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu penelitian yang
memberikan gambaran mengenai keadaan atau gejala yang terjadi tanpa
melepaskan objek yang diteliti dan ditelaah dengan semiotik pierceian. Hal tersebut dikarenakan data yang terkumpul berbentuk kata-kata atau gambar dan
bukan berupa angka-angka, seperti yang diungkapkan Bogdan dan Biklen (via
Sugiyono, 2011: 13) bahwa penelitian kualitatif lebih bersifat deskriptif, data yang
terkumpul berbentuk kata-kata atau gambar sehingga tidak menekankan pada
angka.
Dalam penelitian kualitatif data berasal dari dokumentasi penelitian,
pengawasan, evaluasi, pengamatan pendahuluan dan pernyataan dari
narasumber-narasumber yang dipercaya. Hipotesis dalam penelitan kualitatif bersifat
menemukan teori bukan merumuskan atau merinci hipotesis secara jelas sebelum
terjun ke lapangan.
B. Tahap-Tahap Penelitian
Dalam penelitian ini, agar pelaksanaannya dapat terarah dan sistematis maka
disusun tahap-tahap penelitian. Menurut Moleong (2007: 127-148), ada empat
(40)
1. Tahap pra lapangan
Dalam tahap ini peneliti menentukan Data utama dalam penelitian ini yaitu
teks partitur dari karya musikJalan Sunyi Bhisma karya Puput. Ditambah dengan data-data pendukung atau eksternal berupa video pertunjukan karya tersebut untuk
kepentingan audio visual, buku-buku yang berkaitan dengan bentuk analisa
musik, artikel mengenai komposisi musik serta dilakukan wawancara dengan
narasumber untuk kepentingan analisis dan identifikasi karya. Selain itu, peneliti
melakukan wawancara secara informal dengan pemain dan pendengar karya
tersebut. Tahap pra lapangan dilakukan peneliti selama bulan Februari - April
2016.
2. Tahap pekerjaan lapangan
Tahap pekerjaan lapangan terkait dengan penelitian yang dilakukan di
lapangan. Peneliti membaca fullscore partitur dan mendngear karya musik Jalan Sunyi Bhisma dengan video yang sudah ada.Dalam proses penggarapan, peneliti menemukan beberapa keunikan dalam karya tersebut. Salah satunya terdapart
pada bentuk dan struktur musik Jalan Sunyi Bhisma merupakan struktur yang memiliki perbedaan dengan karya-karya orkestra pada umumnya. Berawal dari
kesulitan-kesulitan yang dialami sendiri oleh peneliti, maka dari itu peneliti
melakukan wawancara dengan Puput Pramuditya selaku komposer Jalan Sunyi Bhisma. Selain itu, peneliti juga menempuh upaya konfirmasi ilmiah melalui penelusuran literatur buku dan referensi pendukung penelitian. Pada tahap ini
(41)
3. Tahap analisis data
Pada tahap ini, peneliti akan menganalisis bentuk karya tersebut yang terdiri
dari 4 bagian yang masing-masing memiliki bentuk yang berbeda, struktur musik
serta makna dari karya Jalan Sunyi Bhisma. kemudian memilih data yang diperlukan dan yang tidak diperlukan, setelah itu dilakukan penyajian data serta
penarikan kesimpulan.
4. Tahap evaluasi dan pelaporan
Pada tahap evaluasi dan pelaporan, peneliti akan melakukan konsultasi dan
bimbingan mengenai hasil penelitian tentang karya tersebut dengan dosen
pembimbing yang telah ditentukan.
C. Data Penelitian
Data dalam penelitian ini berupa fullscore partiturekarya musik Jalan Sunyi Bhisma karya Puput Pramuditya, kemudian ditambah dengan data-data pendukung untuk membantu dalam proses penelitian berupa video pertunjukan
untuk kepentingan audio dan visual. tidak lupa juga berupa buku-buku yang
berhubungan dengan ilmu bentuk musik serta semiotik. Selain itu juga berupa
artikel mengenai bentuk dan struktur musik. Kemudian dilanjutkan dengan
wawancara dengan narasumber untuk kepentingan analisis, dan identifikasi karya
(42)
D. Instrumen Penelitian
Menurut Moleong (2000: 19), dalam penelitian kualitatif peneliti sendiri atau
bantuan orang lain adalah alat pengumpul data utama. Peneliti sebagai instrumen
penelitian berfungsi dalam mengambil inisiatif yang berhubungan dengan
penelitian. Inisiatif ini meliputi pencarian data, pembuatan pertanyaan untuk
wawancara, dan sebagai pengolah data. Berdasarkan pengertian tersebut, maka
instrumen penelitian dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri.
E. Metode dan Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini
dilakukan dengan cara mengamati, mendengarkan, dan memainkan Jalan Sunyi Bhisma karya Puput Pramuditya serta melakukan wawancara terhadap ahli.
Metode yang digunakan, yaitu:
1. Observasi
Observasi merupakan peran serta atau partisipatif (participant observation). Sugiono (2010: 204) mengatakan bahwa dalam observasi ini, peneliti terlibat
dengan kegiatan sehari-hari orang yang sedang diamati atau yang digunakan
sebagai sumber data penelitian. Selain melakukan pengamatan, penelitian juga
melakukan apa yang dikerjakan oleh sumber data, sehingga data yang diperoleh
akan lebih lengkap, tajam, dan mengetahui makna dari setiap perilaku yang
nampak.
Dalam tahap awal peneliti melakukan observasi, dengan cara berpartisipasi
(43)
lebih dalam tentang karya tersebut. Selain memainkan karya tersebut peneliti juga
berperan menjadi penonton dalam pertunjukan musik yang menyajikan karya
musik Jalan Sunyi Bhisma. Selain observasi dalam pertunjukan musik, peneliti juga melakukan pengamatan terhadapfullscore partiturekarya musikJalan Sunyi Bhsimakarya Puput Pramuditya.
2. Wawancara
Wawancara bertujuan untuk memperoleh data secara maksimal. Sugiono
(2010: 194) mengatakan bahwa wawancara digunakan sebagai teknik
pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk
menemukan permasalahan yang harus diteliti, dan juga apabila peneliti ingin
mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam dan jumlah
respondennya sedikit.
Wawancara dapat dilakukan dengan cara terstruktur dan tidak terstruktur.
Sugiyono (2010: 197) mengatakan bahwa wawancara tidak terstruktur merupakan
wawancara yang bebas di mana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara
yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya.
Setelah melakukan observasi karya musik Jalan Sunyi Bhisma peneliti melakukan wawancara kepada narasumber yang merupakan komposer karya
musik Jalan Sunyi bhisma. Puput Pramuditya merupakan komposer dari karya musik Jalan sunyi Bhisma. Dari hasil wawancara tersebut didapatkan informasi tentang karya musik Jalan Sunyi Bhisma. Informasi mengenai bentuk, struktur, dan cerita dalam isi karya musik tersebut. Semua data yang didapat secara tidak
(44)
3. Dokumentasi
Dokumentasi dilakukan untuk menunjang data hasil penelitian. Dokumentasi
merupakan bahan tertulis atau film lain dari rekaman yang dipersiapkan karena
adanya permintaan seorang penyidik (Moleong, 2000: 161). Dokumentasi yang
dilakukan berupa partitur karya music Jalan Sunyi Bhisma, rekaman video seorang mahasiswa Institut Seni Indonesia Yogyakarta (Puput Pramuditya), dan
rekaman (audio)orkestra dalam memainkan karya tersebut.
4. Studi kepustakaan
Peneliti melakukan studi pustaka yang bertujuan untuk melengkapi data
penelitian melalui penelusuran literatur mengenai analisis bentuk struktur musik
dan teori tentang tanda serta makna baik berupa buku, jurnal, dan artikel dari
internet untuk mendapatkan data yang menunjang penelitian ini.
F. Teknik Analisis Data
Menurut Creswell (2010: 275), analisis data merupakan proses berkelanjutan
yang membutuhkan refleksi terus-menerus terhadap data, mengajukan
pertanyaan-pertanyaan analitis, dan menulis catatan singkat sepanjang penelitian. Selain itu,
analisis data melibatkan pengumpulan data yang terbuka, didasarkan pada
pertanyaan-pertanyaan umum, dan analisis informasi dari para partisipan.
Keterkaitan hal-hal tersebut berpengaruh pada tingkat pemahaman dan
interpretasi. Seperti dijelaskan oleh Creswell (2010: 274) bahwa peneliti perlu
(45)
berbeda, memperdalam pemahaman terhadap data tersebut, menyajikan data, dan
membuat interpretasi makna yang lebih luas terhadap data tersebut.
Data yang telah terkumpul dalam penelitian ini dianalisis dengan metode
penelitian deskriptif kualitatif. Jadi data yang telah didapatkan kemudian
dianalisis dan dideskripsikan dengan kenyataan yang ada, tujuannya yaitu untuk
mendeskripsikan makna Jalan Sunyi Bhisma. Berikut merupakan komponen-komponen dalam analisis data di lapangan dengan model Miles dan Huberman.
1. Data Reduction(Reduksi Data)
Data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak, untuk itu maka
perlu dicatat secara teliti dan rinci. Seperti telah dikemukakan, semakin lama
peneliti dilapangan, maka jumlah data akan semakin banyak, kompleks dan rumit.
Untuk itu perlu segera dilakukan analisis data melalui reduksi data (Sugiyono,
2012: 247).
Dalam penelitian ini, data yang dihasilkan dari observasi, wawancara
mendalam, dan dokumentasi dicatat dan dirangkum, memilih hal-hal yang pokok,
dan mefokuskan pada hal-hal yang penting, sehingga data-data yang dirasa tidak
dibutuhkan dapat dibuang agar data yang dianalisis tidak terlalu banyak dan
data-datanya terfokus pada pokok permaslahan, yaitu terkait dengan makna dan
struktur karya musikJalan Sunyi Bhismakarya Puput Pramuditya. 2. Data Display(Penyajian Data)
Dengan mendisplaykan data, maka akan mempermudah untuk memahami apa
yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah
(46)
bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori,flowerchartdan sejenisnya (Sugiyono, 2012: 248).
Dalam penelitian tentang analisis makna karya musik Jalan Sunyi Bhisma karya Puput Pramuditya, setelah data hasil penelitian disajikan, maka dihasilkan
bahwa analisis makna karya musik Jalan Sunyi Bhisma dibagi dalam dua bagian yaitu struktur dan makna karya musik Jalan Sunyi Bhisma. Dengan hasil tersebut maka langkah selanjutnya adalah mengelompokan struktur dan makna pada karya
musikjalan Sunyi Bhsmakarya Puput Pramuditya. 3. Verification(Kesimpulan)
Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif menurut Miles dan Huberman
adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan awal yang dikemukakan
masih bersifat sementara, dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang
kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya (Sugiyono,
2012:252).
Dalam penelitian ini tentang makna dalam karya musik Jalan Sunyi Bhisma karya Puput Pramuditya, setelah dilakukan Conclution Drawing, maka dihasilkan
bahwa struktur meliputi; irama, melodi, harmoni, tema, dan kadens. Dan makna
meliputi; tanda tipe ikon, indeks,dan symbol.
G. Validitas Data
Teknik yang akan digunakan untuk memeriksa keabsahan data dalam
penelitian ini yaitu melakukan tanya jawab dengan sesama peneliti (peer de
(47)
Craswell (2010: 288), strategi ini melibatkan interpretasi lain selain interpretasi
dari peneliti yang dapat menambah validitas atas hasil penelitian. Peneliti memilih
teknik tanya jawab dengan sesama peneliti karena hasil penelitian dalam
penelitian ini bisa dibagikan kepada peneliti lain dan mendapatkan tanggapan
sertareviewdari sesama peneliti.
Dalam validitas ini peneliti melakukan wawancara tanya jawab dengan Birul
Walidaini, S.Pd. Beliau adalah seorang mahasiswa jurusan History of art di Universitas Calabria, Italia yang juga melakukan penelitian semiotika musik.
Peneliti mempresentasikan hasil identifikasi, klasifikasi, dan pembahasan
mengenai tiga tipe tanda. Selanjutnya, narasumber memberikan tanggapan dan
masukan mengenai tanda–tanda yang belum disadari oleh peneliti. Peneliti
melakukan wawancara kepada narasumber pada bulan Juni 2015 via email
(48)
BAB IV
IDENTIFIKASI DAN KLASIFIKASI TANDA YANG MEMBANGUN STRUKTUR DAN MAKNA PADA TEKSJALAN SUNYI BHISMA
A. Identifikasi dan Klasifikasi Tanda
Identifikasi dan klasifikasi tanda pada penelitian ini dilakukan dengan cara
mengadaptasi jenis-jenis tanda berdasarkan hubungan objek dengan tanda yang
dikemukakan oleh Pierce. Sebuah tanda atau representament menurut Pierce merupakan sesuatu yang bagi seseorang mewakili sesuatu yang lain dalam
beberapa hal atau kapasitas. Sesuatu yang lain itu, oleh Pierce disebutinterpretant dan pada giliranya akan mengacu pada objeknya. Charles Sander Peirce
(1839-1914) juga membahas tentang teori trikotomi. Trikotomi adalah teori yang
membahas mengenai tanda yaitu sign (tanda), objek, dan interpretant. Teori ini membahas hubungan tanda dengan tanda itu sendiri (sign/representament), tanda
dengan objek, dan tanda dengan interpretan. Peirce mengatakan bahwa dalam semiotika terdapat hubungan yang tidak dapat dipisahkan dari ketiga unsur yang
berbeda. Hubungan tersebut disebut triadik, yakni tanda atau representament (sign), objek, daninterpretant.
Pada teks Jalan Sunyi bhisma dapat diidentifikasi dan diklasifikasikan beberapa jenis tanda dalam struktur teks sebagai unit analisis yang diteliti. Hasil
(49)
Tabel 1:Identifikasi dan Klasifikasi Tanda pada TeksJalan Sunyi Bhisma Jenis
Tanda Penjelasan Unit Analisis
Ikon (icon)
Tanda dirancang untuk merepresentasikan sumber acuan melalui simulasi atau persamaan, contoh: Peta, potret, dll.
1. Penggunaan tanda kunci
2. Penggunaanped
3. Penggunaan8va
4. Penggunaan tandasolo
Indeks (index)
Adanya kedekatan eksistensi antara tanda dengan objek atau adanya hubungan sebab akibat, contohnya sebuah tiang penunjuk jalan, ada asap maka ada api.
1. Jalan Sunyi Bhisma
2. Nama komposer (Puput Pramuditya) 3. Tahun kelahiran komposer (1989) 4. PenggunaanRitardando
5. Penggunaana tempo
6. Penggunaanfermata
7. Penggunaansimilar
8. Penggunaantril
9. Penggunaanpizzicato
10. Penggunaanarco
Simbol (symbol)
Hubungan ini bersifat konvensional dalam artian adanya persetujuan tertentu antara para pemakai tanda. Contohnya adalah bahasa, bendera.
1. Penggunaan teknik pengulangan/repetisi 2. Penggunaan kadens
3. Penggunaan tanda-tanda ekspresi (piano, pianisimo, mesoforte, forte, fortesimo, sforzando, cressendo, decressendo)
(50)
1. Makna Tanda-Tanda Tipe Ikon
Dari identifikasi dan klasifikasi pada tabel di atas, ditemukan beberapa tanda
tipe ikon pada teks Jalan Sunyi Bhisma. Tanda-tanda bersama maknanya dijelaskan melalui tabel 2. Tabel ini diadaptasi dari segitiga elemen makna Peirce.
Tabel 2:Makna Tanda–Tanda Tipe Ikon
No Tanda Objek Interpretant
1. Penggunaan tanda kunci Sama dengan tanda
Tanda kunci yang dipakai dalam instrumen orkestra .2. Penggunaan tandaPed Sama dengan
tanda
Ped(pedal) merupakan teknik memperpanjang sustain pada instrumen piano.
4. Penggunaansolo Sama dengan
tanda
Solopadafullscore orkestra, khususnya pada partitur cello, digunakan agar pemain memainkan melodi tersebut sendiri.
Tanda ikon nomor satu terdapat tanda kunci G, C, F, dan perkusi.
Berdasarkan hubungan tanda dan objek pada tanda tipe ikon maka tanda dan
objek yang dirujuk itu sama melalui simulasi. Interpretan mengacu pada range nada terendah dan tertinggi pada instrumen orkestra yang dimainkan.
Tanda ikon nomor dua terdapat tanda Ped. Ped merupakan singkatan dari pedal, dalam bahasa Indonesia memiliki arti alat yang diinjak kaki untuk
memberikan sekaligus mengatur bunyi. Tanda ini mengacu pada teknik
(51)
Teknik Ped memiliki kesan tersendiri dan memiliki tujuan untuk merepresentasikan instrumen pada semua peristiwa Bhisma yang selalu
dihadapkan pada pilihan yang sulit.
Tanda ikon nomor empat terdapat tanda solo. Penjelasan dari solo merupakan perintah untuk memainkan sendiri apa yang ada di dalam teks karya
musik yang dimainkan. Biasanya terdapat dalam format besar seperti ansambel
atau orkestra sehingga akan lebih terlihat perbedaan ketika bermain bersama dan
bermainsoloatau sendiri.
2. Makna Tanda-Tanda Tipe Indeks
Dari identifikasi dan klasifikasi pada tabel di atas, ditemukan beberapa tanda
tipe indeks pada teks Jalan Sunyi Bhisma. Tanda-tanda bersama maknanya dijelaskan melalui tabel 3. Tabel ini diadaptasi dari segitiga elemen makna Peirce.
(52)
Tabel 3:Makna Tanda–Tanda Tipe Indeks No
Tanda Objek Interpretant
1. Jalan Sunyi Bhisma Mengacu pada salah satu epos pewayangan yaitu perang mahabarata
Judul lagu.
2. Puput Pramuditya Mengacu pada nama orang Indonesia
Nama komposer.
3. 1989 Mengacu pada
zaman musik modern
Tahun kelahiran komposer.
4. Ritardando Tanda musik Digunakan komposer untuk memperlambat tempo permainan.
5. A tempo Tanda musik Digunakan komposer untuk
mengembalikan tempo permainan.
6. Fermata Tanda musik Digunakan komposer untuk
menghentikan hitungan notasi untuk sementara.
7. Similar Tanda musik Tanda agar pemain
instrument memainkan ulang birama sebelumnya.
8. Tril Tanda musik Tanda agar pemain
instrument memainkan 2 nada dengan cepat antara nada pokok dan nada tetangga atas.
9. Pizz Tanda musik Digunakan dalam instrument
gesek (teknikpizzicato).
10. Arco Tanda musik Tanda bantu untuk
memainkan kembali dengan bow. Biasanya terdapat dalam instrument gesek (Vion, Viola, Cello, C.Bass).
Tanda indeks nomor satu merupakan judul karya Jalan Sunyi Bhisma.Judul tersebut mengacu pada salah satu dari 2 epos besar dalam cerita pewayangan yaitu
(53)
Mahabharata. Kisah besar dalam kitab Mahabarata adalah konflik antara Pandawa
dan Kurawa berkenaan dengan sengketa hak pemerintahan di Negara Astina.
Puncaknya adalah perang Barathayuda yang terjadi di padang Kurusetra selama
delapan belas hari. Perang Barathayudha sering dimaknai sebagai simbolisasi
kebaikan melawan kejahatan. Dalam alur peperangan dahsyat antara Pandawa dan
Kurawa sesungguhnya ada sosok penting yang seringkali terlewatkan
keberadaanya, yakni Bhisma. Bhisma merupakan sesepuh di Negara Astina dan ia
juga merupakan kakek tiri dari kedua belah pihak yang sedang berperang,
Pandawa dan Kurawa.
Tanda indeks nomer dua merupakan nama Puput Pramuditya sendiri sebagai
seorang komposer. Nama seseorang dapat mengacu pada beberapa hal, yakni:
tempat kelahiran, marga, agama, dll. Puput Pramuditya lahir di Yogyakarta tahun
1989. Keterangan tentang hubungan nama Puput Pramuditya dan negara kelahiran
(Indonesia) diperkuat dengan arti nama Puput Pramuditya yang hanya dapat
diartikan dengan bahasa Indonesia. “Puput” menurut bahasa Indonesia yaitu
penghabisan dan ”Pramuditya” berasal dari bahasa Indonesia yang memiliki arti
kebijaksanaan.
Tanda indeks nomer tiga merupakan tahun kelahiran komposer. Pembagian
era dalam konteks musik dapat diklasifikasikan melalui beberapa hal yang salah
satunya adalah tahun kelahiran komposer. Puput Pramuditya lahir di era modern
(1989). Klasifikasi zaman musik menyatakan bahwa musik modern berkisar
(54)
Tanda indeks nomor empat merupakan tanda Rit. Notasi dan tanda Rit
tersebut mengacu pada hubungan eksistensi antar tanda. Notasi menunjukan nada
yang dimainkan harus lebih diperlambat sedikit demi sedikit.
Tanda indeks nomer lima merupakan tanda yang mengacu pada tempo lagu.
Tanda tersebut berhubungan dengan tanda indeks nomor empat. Tanda indeks
nomer lima memiliki tujuan agar pemain mengembalikan tempo permainanya.
Tanda indeks nomor enam merupakan tanda fermata yang mengacu pada salah satu bagian lagu dan berfungsi untuk menghentikan hitungan untuk
sementara, dan kemudian dilanjutkan kembali. Bila tanda fermata terdapat diatas
sebuah nada, maka nada tersebut yang ditahan, bila fermata terdapat diatas tanda
istirahat, maka istirahat itu yang ditahan, bila tanda fermata terdapat di atas garis
birama/sukat, maka antara birama sebelumnya dan birama berikutnya disisipkkan
waktu ”kosong”.
Tanda indeks nomor tujuh merupakan tanda yang mengacu pada permainan
yang sama dengan permainan birama sebelumnya.
Tanda indeks nomor delapan merupakan tanda yang mengacu pada teknik
bermain nadan dengan cepat, antara nada awal dengan nada berikutnya pada
tingkat atasnya.
Tanda indeks nomor sembilan merupakan tanda yang mengacu pada teknik
memetik dawai dengan jari pada instrument gesek.
Tanda indeks nomor sepuluh merupakan tanda yang mengacu pada teknik
bermain pada instrument untuk kembali meminkan kembali menggunakan bow. Tanda indeks nomor sepuluh berhubungan dengan tanda indeks nomor Sembilan.
(55)
3. Makna Tanda-tanda Tipe Simbol
Dari identifikasi dan klasifikasi pada tabel di atas, ditemukan beberapa tanda
tipe indeks pada teks Jalan Sunyi Bhisma.Tanda-tanda bersama maknanya dijelaskan melalui tabel 4. Tabel ini diadaptasi dari segitiga elemen makna Peirce.
Tabel 4:Makna Tanda–Tanda Tipe Simbol
No Tanda Objek Interpretant
1. Ulangan harafiah Teknik pengolahan motif
Pengolahan motif dengan menggunakan pengulangan harafiah akan menimbulkan kesan tertentu.
2. Kadens Akhir dari
sebuah kalimat
Kadens memberikan kesan disetiap akhir frase dan dan menentukan frase tersebut kedalam frase Tanya ataupun frase jawab.
3. Tanda-tanda ekspresi (piano, pianissimo, mesoforte, forte, fortesimo,
sforzando,crescendo, decressendo)
Tanda musik Gabungan dari dinamika dan tempo yang memiliki tujuan membantu interpretan dalam menginterpretasikan sebuah karya.
4. Tanda tempo
Tanda musik yang mengacu pada kecepatan
Tanda tempo merupakan tanda yang menentukan kecepatan pada sebuah karya. Satuan hitungan tempo adalah bpm/beat per minutes.
Tanda simbol nomor satu merupakan penggunaan teknik pengulangan motif.
Pengulangan motif merupakan teknik komposisi berupa pengulangan. Kesan yang
timbul dalam teknik pengulangan ini yaitu kesan penegasan pada sesuatu hal dan
kesan monotone yang sengaja ditonjolkan dalam sebuah karya musik. Keseluruhan dari karya Jalan Sunyi Bhisma pada dasarnya menggunakan teknik
(56)
pengolahan motif repetisi/pengulangan. Tema pokok diulang-ulang dengan
perkembangan ritme, melodi dan progresi. Hal ini mengacu pada pola iringan
kuda lumping yang juga merupakan rangkaian repetisi/pengulangan.
Tanda simbol nomor dua merupakan penggunaan kadens. Kadens merupakan
salah satu poin terpenting dalam sebuah karya, yang memiliki fungsi sebagai
penanda frase tanya dan jawab dalam kalimat/periode musik. Secara umum
kadens memiliki aturan. Namun, dalam karya Jalan Sunyi Bhisma, kadens tidak dinyatakan dengan cara yang konvensional. Kadens pada karya tersebut lebih
menekankan kesan “selesailah sesuatu” dan kesan mengambang yang memiliki
hakikat layaknya kalimat Tanya.
Tanda simbol nomor tiga merupakan tanda ekspresi. Tanda ekspresi
merupakan gabungan dari tanda tempo dan dinamika. Tanda-tanda tersebut secara
tidak sadar merupakan suatu presepsi yang bersifat konvensional. Jalan Sunyi Bhismamemiliki tanda ekspresi, seperti: 1)Piano,dalam bahasa indonesia berarti lembut, lemah, halus, tenang. Presepsi masyarakat tentang sesuatu yang lembut
merupakan presepsi yang bersifat konvensional. Jika dikaitkan dengan cerita
Jalan Sunyi Bhisma, masyarakat akan sepakat ketika iringan dan fenomena pada cerita tersebut terkesan misterius sehingga pembaca teks akan
menginterpretasikan suasana misterius dan mengaplikasikannya ke dalam sikap
saat membawakan karya tersebut; 2) Forte, merupakan tanda ekspresi yang mengacu pada keras lembutnya nada.Forte dalam bahasa indonesia berarti keras. Tanda ini memotifasi tanda yang dirujuknya dengan tujuan membantu pemain
(57)
merujuk pada suasana. Cressendo dalam bahasa Indonesia mempunyai arti semakin keras. Pemain orkestra sepakat bahwa semakin keras dapat diwujudkan
melalui tone, duration, pitch dan volume. Kesepakatan-kesepakatan berupa kualitas (tone, duration, pitch dan volume) juga tampak pada kemunculan tanda-tanda tipe simbol yang lain, seperti:secure,maestoso, dolce,dll.
Tanda tipe simbol nomor empat merupakan tanda tempo. Tanda tempo
merupakan tanda yang berhubungan dengan waktu dan memiliki satuan bpm
(beat/minutes).Tempo pada karya Jalan Sunyi Bhisma adalah tempo 67 (pada bagian pertama). Secara umum, tanda tersebut bisa diartikan dalam satu menit
terdapat 67 denyutan. Tempo sangat berkaitan dengan suasana suatu karya musik.
Kesalahan tempo merupakan suatu kesalahan vatal yang mengakibatkan sebuah
karya kehilangan jati dirinya. Pesan yang hendak disampaikan juga akan terasa
kabur sebagai akibat kesalahan interpretasi dalam konteks tempo.
B. Pembahasan
1. Pembahasan Hasil Analisis pada Tanda dan Makna Tanda-Tanda Tipe Ikon
Dari hasil analisis tanda pada karya musik Jalan Sunyi Bhisma karya Puput Pramuditya di atas ditemukan lima tanda yang bersifat ikon. Dari kelompok tanda
ini, cerita jalan sunyi bhisma direpresentasikan melalui tanda itu sendiri dan
hubungan antar tanda yang secara holistik merupakan media komunikasi
komposer dan pembaca teks musik. Tanda-tanda yang tampak pada teks karya
(58)
konvensional dan non-konvensional. Tanda kunci G, C, F merupakan salah satu
tanda yang bersifat konvensional dan digunakan komposer sebagai tanda yang
mengacu pada range nada pada instrument yang ada didalam karya musik tersebut. Hal ini diperkuat oleh penjelasan Puput Pramuditya seperti kutipan
berikut.
“Di dalam karyaJalan Sunyi Bhisma ini saya menggunakan format orkestra, maka dari itu beberapa tanda kunci berbeda-beda di setiap instrumentnya. Sebagai contoh pada isntrumen flute, oboe, clarinet in bes, horn, trompet, violin 1, dan violin 2 terdapat kunci G. Instrumen midle seperti viola terdapat kunci C, dan low section seperti fagot, tuba, cello, dan contra bass terdapat tanda F).”
Kemunculan tanda tersebut menyatakan bahwa karya musik Jalan Sunyi Bhisma merupakan karya musik untuk orkestra yang merepresentasikan unsur-unsur cerita Bhisma. Salah satu unsur-unsur dari cerita Bhisma adalah iringan musik
yang menggambarkan kepribadian dan situasi yang didalam cerita yang dihasilkan
dari instrumen-instrumen musik didalamnya. Ada pun beberapa teknik yang
dipakai, salah satunya terdapat pada instrumen piano yang terdapat tanda Ped. Teknik tersebut memiliki kesan tersendiri dan tujuan merepresentasikan
instrument pada semua peristiwa Bhsima yang selalu diahadapkan pada masa
yang sulit. Hal ini diperkuat oleh penjelasan Puput Pramuditya seperti kutipan
berikut.
“Dengan penggunaan instrumen piano disertai teknik Ped untuk menambah durasi nada, saya bertujuan untuk memberi kesan bahwa sosok Bhisma selalu dihadapkan pada masa yang sulit.”
Di dalam teks Jalan Sunyi Bhsima terdapat tanda solo pada instrument bassoon yang di lanjutkan instrumen cello. Menurut informasi yang didapatkan peneliti dalam proses wawancara dengan komposer,interpretan menunjukan
(59)
bahwa makna yang terbentuk dari kemunculan tanda tersebut menggambarkan
pada suasana kebimbangan hati Bhisma. Hal ini diperkuat oleh penjelasan Puput
Pramuditya seperti kutipan berikut.
“Saya munculkan permainan solo pada beberapa instrument dengan tujuan penggambaran suasana Bhisma dalam kebimbangan dapat tersampaikan.”
2. Pembahasan Hasil Analisis pada Tanda dan Makna Tanda-Tanda Tipe Indeks
Dari hasil analisis di atas ditemukan enam tanda indeks. Representasi dari
cerita pewayangan tokoh Bhisma dalam kelompok tanda ini beberapa mengacu
pada suatu tempat dan masa sebagai objeknya. Selain itu juga ada tanda panah
yang menjadi penunjuk eksistensi hubungan tanda dan objeknya. Jika semua
tanda-tanda ini dihubungkan, maka tanda-tanda tersebut akan mengungkap
makna-makna yang tersembunyi. Peneliti mengambil beberapainterpretantdalam pembahasan berikut ini.
1. Jalan Sunyi Bhisma merupakan karya musik yang tercipta dari salah satu komposer Indonesia.
2. Jalan Sunyi Bhisma merupakan karya musik untuk orkestra yang merepresentasikan cerita pewayangan yang mengutamakan tokoh Bhisma
dalam karya tersebut. Nada pentatonis, ritmis, dinamika, dan lain-lain dalam
karya Jalan SunyiBhisma merupakan wujud representasi dari aspek musikal pada cerita pewayangan dari perang Mahabarata. Dalam wawancara yang
telah dilakukan peneliti, hal tersebut diperkuat oleh penjelasan Puput
(60)
“Karya ini mengusung tokoh Bhisma dalam perjalanan sunyinya dan di kemas menggunakan format orkestra.”
3. Era modern memicu penciptaan dan penggunaan tanda dalam teks musik.
Interpretan yang terbentuk menyatakan bahwa, objek-objek yang ingin direpresentasikan oleh komposer era modern mengalami perkembangan.
Banyak perkembangan objek yang tidak bisa direpresentasikan dengan
penggunaan tanda yang bersifat konvensional, dalam konteks karya musik
Jalan Sunyi Bhisma.
3. Pembahasan Hasil Analisis pada Tanda dan Makna Tanda-Tanda Tipe Simbol
Dari hasil analisis, ditemukan empat tanda tipe simbol. Pada tanda-tanda tipe
ini, interpretant mengarah pada pengolahan motif beruparepetisi yang mengacu pada karakter Bhisma. Secara holistik,Jalan Sunyi Bhismamerupakan karya yang yang dibentuk dari struktuk pengolahan motif berupa pengulangan. Puput
Pramuditya mengambil gagasan pokok berupa motif pada karakter bhisma dan
dikembangkan dengan pengolahan nada,ritme, dinamika, dan lain-lain. Puput
Pramuditya menyatakan bahwa bentuk musik pada karya Jalan Sunyi Bhisma merupakan bentuk musik minimalis. Hal tersebut menunjukaninterpretant bahwa Jalan Sunyi Bhismadibentuk melalui sesuatu yang bersifat minimal berupa motif pokok (minimal) yang menjadi dasar dari keseluruhan karya musik tersebut. Hal
ini diperkuat oleh penjelasan Puput Pramuditya seperti kutipan berikut.
“Di dalam karya Jalan Sunyi Bhisma saya menggunakan bentuk musik ABC atau Freeform.”
(61)
Musik memiliki frase layaknya bahasa. Frase dalam musik digolongkan
menjadi dua, yaitu: frase tanya dan frase jawab. Salah satu penanda dari sebuah
frase adalah kadens. Kadens dalam karya Jalan Sunyi Bhisma pada dasarnya berbeda dengan kadens dalam karya-karya musik secara umum. Interpretant menunjukan bahwa Puput Pramuditya tidak sepenuhnya mengikuti aturan-aturan
kadens. Kadens diwujudkan melalui kesan mengambang (frase tanya) dan kesan
”selesailah sesuatu” (frase jawab melalui nada dan ritmis). Hal ini diperkuat oleh
penjelasan Puput Pramuditya seperti kutipan berikut.
“Karya jalan sunyi bhisma menggunakan bentuk freform (musik terbuka)
dengan alasan musik bersifat naratif.”
C. Analisis Struktur Dan Makna TeksJalan Sunyi Bhisma
Jalan Sunyi Bhismakarya Puput Pramuditya merupakan karya untuk orkestra dengan format orkestra simponi, karya tersebut memiliki empat bagian yaitu.
Dalam proses penulisan karya musik ini komponis lebih menekankan dan
mementingkan aspek-aspek kisah Bhisma dalam tiap-tiap bagianya dan di
transformasi unsure ekstra musikal menjadi unsure musikal dalam jalan cerita
Jalan sunyi bhisma. Hasil analisis struktur teks Jalan Sunyi Bhismamenunjukan bahwa karya tersebut terdiri dari.
Gerakan I berjudul Bhisma Dewabrata memiliki bentuk tiga bagian yaitu
ABC. Bagian A dimulai dari birama 1-71, bagian B terdapat di birama 72-110,
sedangkan bagian C ada di birama 111-144. Bagian A memiliki subbagian yaitu
(62)
birama 13-34, b dimulai dari birama 35-55, sedangkan transisi di birama 56-71.
Pada bagian B terdapat subbagian a – b. Sub bagian a terdapat di birama 72-99,
kemudian b ada di birama 100-110. Bagian C terdiri dari subbagian a – b – b’ –
coda. Subbagian a ada di birama 111-122, b terdapat di birama 123-130,
sedangkan b’ dimulai dari birama 131-138. Terakhir adalah subbagian coda yang
ada di birama 139-144.
Gerakan II yang berjudul Sumpah Sang Amba ini mempunyai bentuk tiga
bagian yaitu ABC. Bagian A dimulai dari birama 1-59, bagian B adalah birama
60-96, kemudian bagian C dimulai dari birama 97-130. Bagian A terdiri dari
subbagian introduksi – a – b – c – d – transisi. Subbagian introduksi terdapat di
birama 1-14, subbagian a ada di birama 15-23, sub bagian b terletak di birama
24-33, subbagian c ada di birama 34-42, subbagian d terdapat di birama 43-50,
sedangkan transisi ada di birama 51-59. Bagian B terdiri dari subbagian a – b.
Subbagian a ada di birama 60-84, sedangkan subbagian b ada di birama 85-96.
Gerakan ketiga ini mempunyai bentuk lima bagian yaitu ABCDE. Bagian A
ada pada birama 1-48, bagian B birama 49-65, bagian C terdapat pada birama
66-94, bagian D mulai birama 95-115, dan bagian E ada di birama 116-149.Bagian A
mempunyai subbagian a – b – c. Subbagian a ada di birama 1-20, subbagian b ada
di birama 21-40, sedangkan subbagian c di birama 41-48.Bagian B mempunyai
subbagian a – b. Subbagian a terdapat di birama 49-56, subbagian b ada di birama
57-65. Bagian C mempunyai subbagian a – transisi. Subbagian a di birama 66-83,
sub bagian transisi terdapat di birama 84-94. Bagian D mempunyai subbagian a –
(63)
112-115. Bagian E mempunyai subbagian a – b. Subbagian a ada di birama
116-129, dan subbagian b mulai dari birama 130-149.
Gerakan ini mempunyai bentuk 4 bagian yaitu ABCD. Bagian A ada di
birama 1-44, bagian B terdapat di birama 45-72, bagian C ada di birama 73-117,
dan bagian D mulai dari birama 118-154.Bagian A mempunyai subbagian a – b –
transisi. Subbagian a ada di birama 1-26, subbagian b di birama 27-38, dan
transisi mulai dari birama 39 -44. Bagian B mempunyai subbagian a – b – c.
Subbagian a dimulai dari birama 45-54, subbagian b ada di birama 55-62,
sedangkan subbagian c ada di birama 63-72. Bagian C mempunyai subbagian a –
a’ – b – c – c’ – d. Sub bagian a dimulai dari birama 73-80, subbagian b ada di
birama 81-88, subbagian c ada di birama 89-94, subbagian d terdapatn di birama
95-102, sedangkan subbagian d’ ada di birama 103-110, dan subbagian e ada di
birama 111-117.Bagian D mempunyai sub bagian a – transisi – coda. Subbagian a
dimulai dari birama 118-133, transisi ada di birama 134-141, dan coda terdapat di
birama 142-154.
Secara garis besar perwujudan suasana dari peristiwa di gerakan I ini adalah
emosi yang bergejolak dan penuh gemuruh. Diawali dengan tempo andante dari
bagian A dengan subbagian introduksi, nada A yang dimainkan kontrabas dan
ditahan sepanjang introduksi, kemudian instrumen piano masuk di birama 5
dengan memainkan nada A juga tetapi dengan interval oktaf dengan dinamika
lembut. Lalu pada birama 9 instrumen cello melakukan pendobelan nada A untuk
memperkuat kontrabas tetap dengan dinamika lembut bertujuan untuk membuat
(64)
melodi bernuansa gelap dan kosong yang mengartikan dalam semua peristiwa
Bhisma selalu dihadapkan pada pilihan yang sulit.
Gambar 1. Introduksi bag A birama 1-12 menggambarkan Bhisma selalu dihadapkan pada pilihan sulit
Pada subbagian a birama 13, muncul bunyi instrumen bassoon yang
memainkan melodi tema sepanjang delapan birama yang akan dikembangkan
pada bagian A selanjutnya. Instrumen cello yang dimainkan solo seakan
bersahutan dengan tema awal ini menggambarkan kebimbangan hati Bhisma.
Gambar 2. Birama 13-20, bassoon dan cello mengungkapkan kebimbangan Bhisma.
Setelah tema pada instrumen basoon selesai dimainkan muncul melodi dua
birama yang dimainkan trombone dan flute bergantian sebagai jembatan ke
(65)
Gambar 3. Melodi jembatan birama 21-22 untuk efek gemuruh.
Instrumen vibraphone juga memberi sentuhan notasi seperenam belasan
ditambah seksi gesek dengan memainkan teknik tremolo membuat efek gemuruh
yang masih samar.
Gambar 4. Efek gemuruh pada jembatan birama 21-22.
Di birama 23 dengan suasana gejolak yang kembali agak menurun tetapi lebih
tinggi daripada birama 13, instrumen klarinet mengambil alih tema yang
dimainkan bassoon untuk dimainkan kembali tetapi dengan register 1 oktaf lebih
tinggi dan didukung warna suara instrumen ini yang lebih jernih daripada bassoon
(66)
bassoon. Ditambah dengan counter melodyyang dimainkaninstrumen frenc horn, piano yang bermain dengan notasi seperenam belasan, dan nada panjang seksi
gesek dengan register rendah, penulis berharap suasana kebimbangan akan
semakin terasa. Di gerakan ini juga, lebih tepatnya di birama 25 instrumen oboe
mengimitasi motif dari vibraphone yang diulang dua kali dengan pengembangan
ritmis di pengulangan kedua.
Gambar 5. Birama 23-30 Pengembangan Motif Tema Awal oleh Klarinet
Empat birama selanjutnya, di birama 31-34 terdapat sedikit jembatan untuk
masuk ke pengembangan melodi tema awal. Di jembatan ini dimainkan melodi
baru yang dimainkan flute kemudian diteruskan dengan trombone bersama
bassoon dengan suasana yang mirip dengan tema awal dengan tujuan untuk
menyambungkan tema awal dengan tema pengembangannya. Di bagian ini juga
seksi gesek (biola alto, cello, dan kontrabas) memainkan nada yang membentuk
akor A minor, hanya saja dengan ritme seper empatan dan ditambah instrumen
(67)
Gambar 6. Birama 31-34 Melodi Instrumen Tiup yang Bersifat Tegang.
Gambar 7. Birama 31-34 melodi seksi gesek dan piano sebagai penguat ketegangan
Pada subbagian b birama 35-42, klarinet dan cello mengadaptasi tema awal
yang kembali dimainkan tetapi dengan pengembangan ritme dan variasi melodi.
Gambar 8. Subbagian b pengembangan melodi tema awal oleh cello Kontrabas yang memainkan nada seperempatan membuat efek menjadi lebih bergejolak dari yang sebelumnya. Dibantu dengan biola II dan biola alto yang memainkan motif seperenam belasan yang terus diulang membuat efek gejolak yang dihasilkan kontrabas lebih jelas. Pada bagian ini juga biola I dan piano memainkan melodi sendiri yang seakan bersahutan dengan klarinet dan cello sebagai pemegang melodi utama sehingga menambah efek bimbang yang lebih tebal.
(68)
Notasi 9.
Gambar 9. Birama 35-38, ritme yang membuat efek lebih bergejolak Sama seperti di bagian sebelumnya, terdapat jembatan empat birama di birama 43-46. Kali ini melodi untuk jembatan dimainkan flute dan oboe kemudian disambung dengan piano dan vibraphone yang mengimitasi melodi yang sebelumnya dimainkan piano sebagai melodi pendamping untuk klarinet dan cello.
Namun seksi tiup logam secara bersamaan membunyikan nada panjang dengan akor A minor ditambah seksi gesek yang mengolah aksen dan spiccato membuat suasana jembatan ini lebih emosional daripada sebelumnya.
Gambar 10. Birama 33-34, suasana emosional sebagai jembatan untuk tensi yang lebih tinggi.
Di birama 47-54 tema awal kembali dikembangkan secara melodi dan ritme
(69)
yang masuk di bagian ini seperti menyahut melodi utama, kemudian oboe dan
bassoon juga ikut masuk dan menyahut seperti yang dilakukan flute dan
glockenspiel. Kontrabas yang tetap memainkan notasi seper empatan di bagian ini
terdengar lebih jelas karena dibantu oleh cello yang memainkan nada seper
delapanan. Suasana kebimbangan dan gejolak terkesan lebih naik dibantu dengan
tuba yang mendobeli kontrabas.
Pada birama 54-55 terdapat kenaikan tempo ke moderato dengan seksi gesek
yang juga mengalami kenaikan dinamik dari agak keras ke keras. Timpani dan
snare yang memainkan roll seakan menambah gemuruh gejolak di hati Bhisma.
Pada birama 56-65 muncul suasana baru yang berbeda dari yang sebelumnya.
Di bagian ini ada instrumen xylophone yang terus memainkan motif yang sama
dan diulang-ulang. Kontrabas memainkan nada seper empatan yang kali ini
ditambah dengan aksen. Cello, biola alto, biola 1, dan biola 2 masuk satu per satu
dengan ritme yang sama dengan snare. Keluarga tiup logam juga masuk satu per
satu dimulai dari horn, trumpet, kemudian trombone. Flute yang memainkan
seperenam belasan tetap menggambarkan kebimbingan yang kian bergejolak
dalam hati Bhisma. Bagian ini merupakan transisi untuk masuk ke bagian B
Pada birama 66-71 gejolak kian terasa dengan biola 2 dan trumpet
memainkan motif baru yang akan terus dipakai sebagai wujud pergolakan hati
Bhisma. Biola 1 memainkan notasi sepertiga puluh duaan dan instrumen perkusi
untuk efek emosi yang kian bertambah, sampai pada akhirnya tempo yang
(1)
dinantikan Bhisma sebagai karma hidupnya dalam perang Bharatayuda.
Dalam perang Bharatayuda, Bhisma akhirnya menjalani takdir karmanya tertembus ribuan panah Srikandhi. Pandawa dan Kurawa yang melihat Bhisma tak berdaya dengan ribuan panah sebagai penopang punggung, segera mengerumuninya dan menghentikan perang sementara. Hal inilah yang menjadi momen terakhir Bhisma dalam sejarah panjang perjalanan hidupnya, yakni ketika dia meminta secawan air untuk penghilang dahaga, Kurawa berusaha melayani Bhisma untuk yang terakhir kali dengan menyediakan tuak khusus dan istimewa. Namun Pandawa justru melayani Bhisma dengan memberi secawan darah korban perang kepada Bhisma dan justru darah dari Pandawa yang diterima oleh Bhisma. Kemudian Bhisma kembali meminta bantal sebagai penopang kepalanya. Kurawa menyerahkan bantal istana. dengan kualitas terbaik, sedang Pandawa mengumpulkan senjata perang mereka masing-masing untuk diberikan kepada Bhisma dan pemberian Pandawa juga yang kemudian diterima Bhisma. Permintaan Bhisma yang terakhir adalah pelindung sengatan matahari. Kurawa kembali menyediakan payung kebesaran istana, tetapi Pandawa membawakan satu pohon besar yang kemudian ditancapkan di samping kepala Bhisma untuk melindungi dari sengatan matahari. Kembali pemberian Pandawa yang akhirnya diterima. Dengan melihat sikap Bhisma yang demikian dapat ditangkap suatu kesan mendalam tentang figur Bhisma. Dia adalah orang yang sangat kesatria. Bahkan di akhir hidupnya pun bukan keduniawian yang ingin dia nikmati, melainkan hal-hal yang sangat lekat dengan jiwa keprajuritan yang dimilikinya.
Dari peristiwa-peristiwa tersebut, terlihat bahwa jalan hidup Bhisma adalah jalan sunyi. Sunyi dalam arti sedikit orang yang
(2)
menempuhnya. Bhisma adalah figur yang sangat menjaga hubungan baiknya dengan Sang Pencipta sehingga dia lebih memilih untuk ikhlas dalam menyerahkan takhta, menerima dan menanti karmanya, setia dalam dharma untuk membela negaranya sampai akhirnya datang buah karma yang membawanya untuk menemui Sang Pencipta yang sangat dicintainya. Hal tersebut menginspirasi penulis untuk membuat karya komposisi musik untuk orkestra dengan judul Jalan Sunyi Bhisma.
Begitulah Arya sedikit penjelasan tentang karya saya yang berjudul Jalan Sunyi Bhisma. Semoga informasi tersebut bermanfaat untuk proses penelitianmu.
Peneliti: Terima kasih banyak, Mas Puput. Informasi tersebut akan saya gunakan sebaik-baiknya. Terimakasih juga sudah memberikan partitur secara cuma-cuma. Jika saya membutuhkan informasi lagi, jika berkenan, saya akan menghubungi Mas Puput kembali. Terimakasih.
(3)
LAMPIRAN 2. TRANSKIP WAWANCARA KOMPOSER
Wawancara 2
Peneliti: Selamat malam, Mas Puput. Saya mau konsultasi mengenai struktur musik Jalan Sunyi Bhisma. Ini hasil marking saya untuk analisa strukturnya, apakah sudah sesuai, Mas?
Puput P: Baik, saya sudah sepakat dengan marking struktur yang sudah anda kerjakan. Di dalam karya Jalan Sunyi Bhisma saya menggunakan format orkestra, maka dari itu beberapa tanda kunci berbeda-beda di setiap instrumentnya. Sebagai contoh pada isntrumen flute, oboe, clarinet in bes, horn, trompet, violin1, dan violin 2 terdapat kunci G. Instrumen midle seperti viola terdapat kunci C, dan low section seperti fagot, tuba, cello, dan contra bass terdapat tanda F. Di dalam karya Jalan Sunyi Bhisma saya menggunakan bentuk musik ABC atau Freeform (musik terbuka) dengan alasan musik bersifat naratif. Eksplorasi teknik juga saya tekankan pada karya ini. Jangan lupa juga disusun dengan rapi ya untuk penulisan struktur pada tiap-tiap bagian. Peneliti: Oh iya Mas, yang dimaksud penyusunan rapi yang seperti apa? Apa
bisa saya diberikan contoh sedikit dari yang telah saya tulis?
Puput P: Jadi begini Arya, saya coba beri contoh salah satu bagian nanti tinggal anda yang meneruskan. Gerakan I berjudul Bhisma Dewabrata memiliki bentuk tiga bagian yaitu ABC. Bagian A dimulai dari birama 1-71, bagian B terdapat di birama 72-110, sedangkan bagian C ada di birama 111-144. Bagian A memiliki subbagian yaitu introduksi – a – b – transisi. Introduksi ada di birama 1-12, subbagian a ada di birama 13-34, b dimulai dari birama 35-55, sedangkan transisi di birama 56-71. Pada bagian B terdapat subbagian a – b. Subbagian a terdapat di birama 72-99, kemudian b ada di birama 100-110. Bagian C terdiri
(4)
dari subbagian a – b – b’ – coda. Subbagian a ada di birama 111-122, b terdapat di birama 123-130, sedangkan b’ dimulai dari birama 131-138. Terakhir adalah subbagian coda yang ada di birama 139-144. Nah, disusun seperti ini nanti pada bagian gambar langsung bisa dijelaskan secara terperinci. Paham?
Peneliti: Baik, Mas Puput. Trima kasih banyak, Mas. Saya rasa informasi yang telah Mas Puput berikan sudah sangat membantu. Mohon bantuannya ya Mas jika saya menemukan kesulitan lagi.
(5)
LAMPIRAN 3. PARTITUR
PARTITUR 1 - BHISMA DEWABRATA PARTITUR 2 - SUMPAH SANG AMBA
PARTITUR 3 - ATAS NAMA DHARMA KSATRIA PARTITUR 4 - PANAH SRIKANDHI
(6)
LAMPI RAN 4. SURA T
Surat Keterangan
Yang bertanda tangan dibawah ini, saya: Nama : Arya Yudistira
Nim : 10208241001
Program studi : Pendidikan Seni musik
Fakultas : Bahasa dan Seni Universitas Negri Y ogyakarta
Telah melakukan wawancara langsung dengan narasumber guna memenuhi keabsahan hasil penelitian yang berjudul Makna Karya Musik Jalan Sunyi Bhisma
Karya Puput Pramuditya demikian surat pemyataan ini saya buat dengan sebenar-benamya dan untuk digunakan sebagaimana mestinya.
Puput Pramuditya, M.Sn.
Y ogyakarta, 11 Agustus 2016 Peneliti,