Analisis Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (Periode 2003 – 2007)

(1)

ANALISIS SEKTOR-SEKTOR EKONOMI UNGGULAN

DI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

(PERIODE 2003 – 2007)

OLEH SRI WAHYUNI

H14094002

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2009


(2)

RINGKASAN

SRI WAHYUNI. Analisis Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (Periode 2003-2007) (dibimbing oleh Muhammad Findi Alexandi).

Provinsi D.I. Yogyakarta merupakan salah satu daerah yang didalamnya terdapat berbagai macam kegiatan ekonomi. Sebagai kota pelajar, di dalamnya terdapat aktivitas pendidikan yang akan membawa pada kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, serta kemajuan sumberdaya manusia sehingga akan mendukung pertumbuhan ekonomi. Sebagai kota wisata, kegiatan yang berkaitan dengan kepariwisataan merupakan sumber pendapatan daerah. Selain itu di Provinsi D.I. Yogyakarta sedang dikembangkan beraneka ragam jenis industri, baik itu berbahan dasar kulit (industri wayang kulit), industri batik, industri gerabah dan lain-lain.

Diberlakukannya Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah bersama atribut-atribut lainnya, memberikan kewenangan kepada daerah untuk mengatur daerahnya sendiri secara mandiri dirasa akan membawa angin segar untuk mengatasi permasalahan lambannya pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Salah satu faktor penentu keberhasilan otonomi daerah adalah adanya kemampuan keuangan daerah yang ditentukan oleh seberapa besar hasil penerimaan daerah akan bisa berjalan jika sektor unggulan dapat dioptimalkan untuk menentukan skala prioritas dalam pembangunan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi sektor-sektor yang menjadi sektor ekonomi unggulan di Provinsi D.I. Yogyakarta dan mengetahui kontribusi sektor-sektor unggulan tersebut terhadap pertumbuhan ekonomi Provinsi D.I. Yogyakarta. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis Shift-Share (SS) dan analisis Location Quotient (LQ). Kedua analisis ini digunakan untuk menentukan sektor ekonomi unggulan di Provinsi D.I. Yogyakarta.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sektor-sektor ekonomi yang memberikan kontribusi yang besar dalam pembentukan PDRB di Provinsi D.I. Yogyakarta antara lain sektor jasa-jasa, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor pertanian dan sektor industri pengolahan. Sedangkan Pulau Jawa, sebagai pembanding dalam penelitian ini menunjukkan bahwa sektor-sektor ekonomi yang memberikan kontribusi yang besar dalam pembentukan PDRB di Pulau Jawa antara lain sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor pertanian dan sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan.

Analisis mengenai perubahan PDRB atas dasar harga konstan, sektor perdagangan, hotel dan restoran memiliki nilai perubahan riil yang terbesar, yaitu Rp3.097,88 miliar rupiah pada tahun 2003 dan meningkat menjadi Rp3.750,36 miliar rupiah pada tahun 2007 atau meningkat sebesar 21,06 persen. Sedangkan


(3)

itu PDRB Pulau Jawa diberikan kontribusi terbesar oleh sektor industri pengolahan dengan nilai Rp274.388,88 miliar rupiah pada tahun 2003 dan meningkat menjadi Rp339.957,31 miliar rupiah pada tahun 2007 atau sekitar 23,90 persen. Sektor ekonomi yang memiliki laju pertumbuhan terbesar adalah sektor pengangkutan dan komunikasi, yaitu 43,91 persen.

Berdasarkan rasio PDRB Provinsi D.I. Yogyakarta dengan PDRB Pulau Jawa Tahun 2003-2007, diperoleh hasil bahwa nilai Ra sebesar 0,252 artinya pertumbuhan ekonomi di Pulau Jawa selama kurun waktu 2003-2007 diperkirakan meningkat sebesar 0,252, sedangkan nilai Ri paling besar adalah sektor pengangkutan dan komunikasi (0,439), yang artinya sektor pengangkutan dan komunikasi tumbuh sebesar 0,439. Dengan melihat nilai ri yang positif di semua sektor, maka dapat dikatakan bahwa sektor-sektor perekonomian di Provinsi D.I. Yogyakarta mengalami pertumbuhan, dengan nilai terbesar 0,471 di sektor konstruksi.

Pembahasan analisis shift-share mengenai komponen pertumbuhan regional (PR) menunjukkan bahwa secara keseluruhan perekonomian Pulau Jawa telah memengaruhi peningkatan PDRB Provinsi D.I. Yogyakarta sebesar Rp3.869,97 miliar rupiah atau 25,2 persen. Sedangkan analisis komponen pertumbuhan proporsional (PP) menunjukkan bahwa sektor ekonomi yang memiliki laju pertumbuhan proporsional terbesar adalah sektor pengangkutan dan komunikasi. Berdasarkan komponen pertumbuhan pangsa wilayah (PPW), sektor konstruksi memiliki laju pertumbuhan pangsa wilayah terbesar. Untuk mengetahui sektor ekonomi yang termasuk sektor basis atau nonbasis, digunakan metode Location Quotient (LQ), dengan hasil menunjukkan bahwa sektor pertanian, sektor konstruksi, sektor pengangkutan dan komunikasi, serta sektor jasa-jasa merupakan sektor basis di Provinsi D.I. Yogyakarta.

Ditinjau dari sumber pertumbuhan ekonomi, penyumbang pertumbuhan ekonomi terbesar diberikan oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran. Dari 4,31 persen pertumbuhan ekonomi yang dicapai Provinsi D.I. Yogyakarta, sebesar 1,03 basis poin (bps) diantaranya berasal dari sektor perdagangan, hotel dan restoran, kemudian sekitar 0,87 bps berasal dari sektor konstruksi, 0,65 bps berasal dari sektor pengangkutan dan komunikasi, dan 0,61 bps berasal dari sektor jasa-jasa. Sedangkan sumber pertumbuhan yang berasal dari sektor pertanian, sektor pertambangan dan penggalian, sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas dan air bersih, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, masing-masing sebesar 0,15 bps, 0,07 bps, 0,27 bps, 0,07 bps serta 0,59 bps.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa sektor-sektor ekonomi yang menjadi sektor unggulan di Provinsi D.I. Yogyakarta adalah sektor pertanian, sektor industri pengolahan, sektor konstruksi, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi serta sektor jasa-jasa.


(4)

ANALISIS SEKTOR-SEKTOR EKONOMI UNGGULAN

DI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

(PERIODE 2003 – 2007)

Oleh SRI WAHYUNI

H14094002

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN


(5)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH

BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM

PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Oktober 2009

Sri Wahyuni H14094002


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Sri Wahyuni, lahir pada tanggal 21 Juni 1977 di Klaten, Provinsi Jawa Tengah. Penulis anak kedua dari lima bersaudara, dari pasangan Bapak Matnorejo (Alm) dan Ibu Ruki. Penulis menamatkan sekolah dasar pada SD Negeri Jiwo dan lulus pada tahun 1990. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan ke SLTP Negeri 1 Wedi dan lulus pada tahun 1993. Tiga tahun kemudian pada tahun 1996 penulis menamatkan pendidikan menengah di SMU Negeri 2 Klaten.

Pada tahun 1999 penulis menamatkan pendidikan Diploma III di Sekolah Tinggi Ilmu Statistik (STIS) Jakarta dan setahun kemudian di tempat yang sama, penulis menamatkan pendidikan Diploma IV dengan gelar Sarjana Sains Terapan (SST). Sekarang penulis sedang melalui Program Pra-S2 (Matrikulasi/Alih Jenjang S1) sebagai salah satu syarat melanjutkan studi di Sekolah Pasca Sarjana Mayor Ilmu Ekonomi Institut Pertanian Bogor.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan petunjuk-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (Periode 2003-2007)”. Skripsi ini merupakan laporan tugas akhir Program Pra-S2 (Matrikulasi/Alih Jenjang S1) sebagai salah satu syarat melanjutkan studi di Sekolah Pasca Sarjana Mayor Ilmu Ekonomi IPB.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih kepada : 1. Dr. Rusman Heriawan, Kepala Badan Pusat Statistik yang telah membuka

kesempatan bagi pegawai BPS untuk meningkatkan kemampuan melalui program tugas belajar ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

2. Dr. Wendy Hartanto, selaku Kepala Direktorat Kependudukan dan Ketenagakerjaan yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan sekolah di IPB.

3. Dedi Budiman Hakim, Ph.D., selaku Ketua Departemen Ilmu Ekonomi IPB.

4. Dr. Muhammad Findi Alexandi, M.E. yang telah memberikan bimbingan dan arahan sampai dengan selesainya penulisan skripsi ini.

5. Dr. Ir. Sri Mulatsih, M.Sc. selaku Penguji yang telah memberikan evaluasi dan masukan yang sangat berarti untuk penyempurnaan skripsi ini.

6. Suami dan anak-anakku (Tri Purwanto, Ikhlas Hanif M. (6 tahun), Aisyah Azka R. (4), Fathiya Salma H. (1) atas doa dan dukungannya.

7. Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan, saran dan kritik yang membangun penulis harapkan untuk kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis pribadi dan semua pihak yang membutuhkan.

Bogor, Oktober 2009

Sri Wahyuni H14094002


(8)

Judul Skripsi : Analisis Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (Periode 2003 – 2007)

Nama : Sri Wahyuni

NRP : H14094002

dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Muhammad Findi Alexandi, M.E. NIP. 19730124 200710 1 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi

Dedi Budiman Hakim, Ph.D. NIP. 19641022 198903 1 003


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 3

1.3. Tujuan Penelitian ... 4

1.4. Manfaat Penelitian ... 5

1.5. Ruang Lingkup ... 5

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1. Teori-Teori Pertumbuhan Ekonomi dan Pembangunan Ekonomi ... 6

2.2. Definisi Sektor Unggulan ... 8

2.3. Teori Basis Ekonomi ... 9

2.4. AnalisisShift-Share (SS)... 10

2.5. AnalisisLocation Quotient (LQ) ... 10

2.6. Penelitian Terdahulu ... 12

2.7. Kerangka Pemikiran ... 13

2.8. Regulasi Mengenai Sektor-Sektor Perekonomian ... 15

III. METODE PENELITIAN ... 20

3.1. Jenis dan Sumber Data ... 20

3.2 Metode Analisis Data ... 20

3.2.1. AnalisisShift-Share (SS)... 20

3.2.2. AnalisisLocation Quotient (LQ)... 25

3.3. Konsep Data ... 26

3.3.1. Pengertian Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) 26 3.3.2. Kegunaan Data PDRB ... 28


(10)

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH ... 29

4.1. Kondisi Geografis ... 29

4.2. Kependudukan ... ... 31

4.3. Ketenagakerjaan . ... 32

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 33

5.1. Analisis Kontribusi Sektor-Sektor Ekonomi Terhadap PDRB di Provinsi D.I. Yogyakarta Tahun 2003-2007 ... 33

5.2. Analisis Kontribusi Sektor-Sektor Ekonomi Terhadap PDRB di Pulau Jawa Tahun 2003-2007 ... 47

5.3. Analisis Perubahan PDRB Provinsi D.I. Yogyakarta dan PDRB Pulau Jawa Tahun 2003-2007 ... 57

5.4. Rasio PDRB Provinsi D.I. Yogyakarta dengan PDRB Pulau Jawa Tahun 2003-2007 ... 63

5.5. Analisis Komponen Pertumbuhan Wilayah Provinsi D.I. Yogyakarta Tahun 2003-2007 ... 64

5.6. Sektor Basis ... 70

5.7. Sektor Nonbasis ... 71

5.8. Kontribusi Sektor-Sektor Unggulan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Provinsi D.I. Yogyakarta ... 72

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 74

6.1. Kesimpulan ... 74

6.2. Saran ... 75

DAFTAR PUSTAKA ... 77


(11)

ANALISIS SEKTOR-SEKTOR EKONOMI UNGGULAN

DI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

(PERIODE 2003 – 2007)

OLEH SRI WAHYUNI

H14094002

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2009


(12)

RINGKASAN

SRI WAHYUNI. Analisis Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (Periode 2003-2007) (dibimbing oleh Muhammad Findi Alexandi).

Provinsi D.I. Yogyakarta merupakan salah satu daerah yang didalamnya terdapat berbagai macam kegiatan ekonomi. Sebagai kota pelajar, di dalamnya terdapat aktivitas pendidikan yang akan membawa pada kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, serta kemajuan sumberdaya manusia sehingga akan mendukung pertumbuhan ekonomi. Sebagai kota wisata, kegiatan yang berkaitan dengan kepariwisataan merupakan sumber pendapatan daerah. Selain itu di Provinsi D.I. Yogyakarta sedang dikembangkan beraneka ragam jenis industri, baik itu berbahan dasar kulit (industri wayang kulit), industri batik, industri gerabah dan lain-lain.

Diberlakukannya Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah bersama atribut-atribut lainnya, memberikan kewenangan kepada daerah untuk mengatur daerahnya sendiri secara mandiri dirasa akan membawa angin segar untuk mengatasi permasalahan lambannya pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Salah satu faktor penentu keberhasilan otonomi daerah adalah adanya kemampuan keuangan daerah yang ditentukan oleh seberapa besar hasil penerimaan daerah akan bisa berjalan jika sektor unggulan dapat dioptimalkan untuk menentukan skala prioritas dalam pembangunan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi sektor-sektor yang menjadi sektor ekonomi unggulan di Provinsi D.I. Yogyakarta dan mengetahui kontribusi sektor-sektor unggulan tersebut terhadap pertumbuhan ekonomi Provinsi D.I. Yogyakarta. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis Shift-Share (SS) dan analisis Location Quotient (LQ). Kedua analisis ini digunakan untuk menentukan sektor ekonomi unggulan di Provinsi D.I. Yogyakarta.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sektor-sektor ekonomi yang memberikan kontribusi yang besar dalam pembentukan PDRB di Provinsi D.I. Yogyakarta antara lain sektor jasa-jasa, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor pertanian dan sektor industri pengolahan. Sedangkan Pulau Jawa, sebagai pembanding dalam penelitian ini menunjukkan bahwa sektor-sektor ekonomi yang memberikan kontribusi yang besar dalam pembentukan PDRB di Pulau Jawa antara lain sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor pertanian dan sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan.

Analisis mengenai perubahan PDRB atas dasar harga konstan, sektor perdagangan, hotel dan restoran memiliki nilai perubahan riil yang terbesar, yaitu Rp3.097,88 miliar rupiah pada tahun 2003 dan meningkat menjadi Rp3.750,36 miliar rupiah pada tahun 2007 atau meningkat sebesar 21,06 persen. Sedangkan


(13)

itu PDRB Pulau Jawa diberikan kontribusi terbesar oleh sektor industri pengolahan dengan nilai Rp274.388,88 miliar rupiah pada tahun 2003 dan meningkat menjadi Rp339.957,31 miliar rupiah pada tahun 2007 atau sekitar 23,90 persen. Sektor ekonomi yang memiliki laju pertumbuhan terbesar adalah sektor pengangkutan dan komunikasi, yaitu 43,91 persen.

Berdasarkan rasio PDRB Provinsi D.I. Yogyakarta dengan PDRB Pulau Jawa Tahun 2003-2007, diperoleh hasil bahwa nilai Ra sebesar 0,252 artinya pertumbuhan ekonomi di Pulau Jawa selama kurun waktu 2003-2007 diperkirakan meningkat sebesar 0,252, sedangkan nilai Ri paling besar adalah sektor pengangkutan dan komunikasi (0,439), yang artinya sektor pengangkutan dan komunikasi tumbuh sebesar 0,439. Dengan melihat nilai ri yang positif di semua sektor, maka dapat dikatakan bahwa sektor-sektor perekonomian di Provinsi D.I. Yogyakarta mengalami pertumbuhan, dengan nilai terbesar 0,471 di sektor konstruksi.

Pembahasan analisis shift-share mengenai komponen pertumbuhan regional (PR) menunjukkan bahwa secara keseluruhan perekonomian Pulau Jawa telah memengaruhi peningkatan PDRB Provinsi D.I. Yogyakarta sebesar Rp3.869,97 miliar rupiah atau 25,2 persen. Sedangkan analisis komponen pertumbuhan proporsional (PP) menunjukkan bahwa sektor ekonomi yang memiliki laju pertumbuhan proporsional terbesar adalah sektor pengangkutan dan komunikasi. Berdasarkan komponen pertumbuhan pangsa wilayah (PPW), sektor konstruksi memiliki laju pertumbuhan pangsa wilayah terbesar. Untuk mengetahui sektor ekonomi yang termasuk sektor basis atau nonbasis, digunakan metode Location Quotient (LQ), dengan hasil menunjukkan bahwa sektor pertanian, sektor konstruksi, sektor pengangkutan dan komunikasi, serta sektor jasa-jasa merupakan sektor basis di Provinsi D.I. Yogyakarta.

Ditinjau dari sumber pertumbuhan ekonomi, penyumbang pertumbuhan ekonomi terbesar diberikan oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran. Dari 4,31 persen pertumbuhan ekonomi yang dicapai Provinsi D.I. Yogyakarta, sebesar 1,03 basis poin (bps) diantaranya berasal dari sektor perdagangan, hotel dan restoran, kemudian sekitar 0,87 bps berasal dari sektor konstruksi, 0,65 bps berasal dari sektor pengangkutan dan komunikasi, dan 0,61 bps berasal dari sektor jasa-jasa. Sedangkan sumber pertumbuhan yang berasal dari sektor pertanian, sektor pertambangan dan penggalian, sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas dan air bersih, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, masing-masing sebesar 0,15 bps, 0,07 bps, 0,27 bps, 0,07 bps serta 0,59 bps.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa sektor-sektor ekonomi yang menjadi sektor unggulan di Provinsi D.I. Yogyakarta adalah sektor pertanian, sektor industri pengolahan, sektor konstruksi, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi serta sektor jasa-jasa.


(14)

ANALISIS SEKTOR-SEKTOR EKONOMI UNGGULAN

DI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

(PERIODE 2003 – 2007)

Oleh SRI WAHYUNI

H14094002

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN


(15)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH

BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM

PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Oktober 2009

Sri Wahyuni H14094002


(16)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Sri Wahyuni, lahir pada tanggal 21 Juni 1977 di Klaten, Provinsi Jawa Tengah. Penulis anak kedua dari lima bersaudara, dari pasangan Bapak Matnorejo (Alm) dan Ibu Ruki. Penulis menamatkan sekolah dasar pada SD Negeri Jiwo dan lulus pada tahun 1990. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan ke SLTP Negeri 1 Wedi dan lulus pada tahun 1993. Tiga tahun kemudian pada tahun 1996 penulis menamatkan pendidikan menengah di SMU Negeri 2 Klaten.

Pada tahun 1999 penulis menamatkan pendidikan Diploma III di Sekolah Tinggi Ilmu Statistik (STIS) Jakarta dan setahun kemudian di tempat yang sama, penulis menamatkan pendidikan Diploma IV dengan gelar Sarjana Sains Terapan (SST). Sekarang penulis sedang melalui Program Pra-S2 (Matrikulasi/Alih Jenjang S1) sebagai salah satu syarat melanjutkan studi di Sekolah Pasca Sarjana Mayor Ilmu Ekonomi Institut Pertanian Bogor.


(17)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan petunjuk-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (Periode 2003-2007)”. Skripsi ini merupakan laporan tugas akhir Program Pra-S2 (Matrikulasi/Alih Jenjang S1) sebagai salah satu syarat melanjutkan studi di Sekolah Pasca Sarjana Mayor Ilmu Ekonomi IPB.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih kepada : 1. Dr. Rusman Heriawan, Kepala Badan Pusat Statistik yang telah membuka

kesempatan bagi pegawai BPS untuk meningkatkan kemampuan melalui program tugas belajar ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

2. Dr. Wendy Hartanto, selaku Kepala Direktorat Kependudukan dan Ketenagakerjaan yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan sekolah di IPB.

3. Dedi Budiman Hakim, Ph.D., selaku Ketua Departemen Ilmu Ekonomi IPB.

4. Dr. Muhammad Findi Alexandi, M.E. yang telah memberikan bimbingan dan arahan sampai dengan selesainya penulisan skripsi ini.

5. Dr. Ir. Sri Mulatsih, M.Sc. selaku Penguji yang telah memberikan evaluasi dan masukan yang sangat berarti untuk penyempurnaan skripsi ini.

6. Suami dan anak-anakku (Tri Purwanto, Ikhlas Hanif M. (6 tahun), Aisyah Azka R. (4), Fathiya Salma H. (1) atas doa dan dukungannya.

7. Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan, saran dan kritik yang membangun penulis harapkan untuk kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis pribadi dan semua pihak yang membutuhkan.

Bogor, Oktober 2009

Sri Wahyuni H14094002


(18)

Judul Skripsi : Analisis Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (Periode 2003 – 2007)

Nama : Sri Wahyuni

NRP : H14094002

dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Muhammad Findi Alexandi, M.E. NIP. 19730124 200710 1 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi

Dedi Budiman Hakim, Ph.D. NIP. 19641022 198903 1 003


(19)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 3

1.3. Tujuan Penelitian ... 4

1.4. Manfaat Penelitian ... 5

1.5. Ruang Lingkup ... 5

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1. Teori-Teori Pertumbuhan Ekonomi dan Pembangunan Ekonomi ... 6

2.2. Definisi Sektor Unggulan ... 8

2.3. Teori Basis Ekonomi ... 9

2.4. AnalisisShift-Share (SS)... 10

2.5. AnalisisLocation Quotient (LQ) ... 10

2.6. Penelitian Terdahulu ... 12

2.7. Kerangka Pemikiran ... 13

2.8. Regulasi Mengenai Sektor-Sektor Perekonomian ... 15

III. METODE PENELITIAN ... 20

3.1. Jenis dan Sumber Data ... 20

3.2 Metode Analisis Data ... 20

3.2.1. AnalisisShift-Share (SS)... 20

3.2.2. AnalisisLocation Quotient (LQ)... 25

3.3. Konsep Data ... 26

3.3.1. Pengertian Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) 26 3.3.2. Kegunaan Data PDRB ... 28


(20)

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH ... 29

4.1. Kondisi Geografis ... 29

4.2. Kependudukan ... ... 31

4.3. Ketenagakerjaan . ... 32

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 33

5.1. Analisis Kontribusi Sektor-Sektor Ekonomi Terhadap PDRB di Provinsi D.I. Yogyakarta Tahun 2003-2007 ... 33

5.2. Analisis Kontribusi Sektor-Sektor Ekonomi Terhadap PDRB di Pulau Jawa Tahun 2003-2007 ... 47

5.3. Analisis Perubahan PDRB Provinsi D.I. Yogyakarta dan PDRB Pulau Jawa Tahun 2003-2007 ... 57

5.4. Rasio PDRB Provinsi D.I. Yogyakarta dengan PDRB Pulau Jawa Tahun 2003-2007 ... 63

5.5. Analisis Komponen Pertumbuhan Wilayah Provinsi D.I. Yogyakarta Tahun 2003-2007 ... 64

5.6. Sektor Basis ... 70

5.7. Sektor Nonbasis ... 71

5.8. Kontribusi Sektor-Sektor Unggulan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Provinsi D.I. Yogyakarta ... 72

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 74

6.1. Kesimpulan ... 74

6.2. Saran ... 75

DAFTAR PUSTAKA ... 77


(21)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

5.1. Kontribusi Sektor-Sektor Ekonomi Terhadap PDRB atas Dasar Harga Berlaku di Provinsi D.I. Yogyakarta, Tahun 2003 – 2007

(Persen) ... 33 5.2. PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000 di Provinsi D.I. Yogyakarta,

Tahun 2003-2007 (Milyar Rupiah) ... 35 5.3. Kontribusi Sektor-Sektor Ekonomi Terhadap PDRB atas Dasar

Harga Berlaku di Pulau Jawa, Tahun 2003 – 2007 (Persen)... 48 5.4. PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000 di Pulau Jawa, Tahun

2003-2007 (Milyar Rupiah) ... 49 5.5. Perubahan PDRB Provinsi D.I. Yogyakarta menurut Lapangan

Usaha Berdasarkan Harga Konstan 2000, Tahun 2003 dan

2007 (Milyar Rupiah) ... 58 5.6. Perubahan PDRB di Pulau Jawa menurut Lapangan Usaha

Berdasarkan Harga Konstan 2000, Tahun 2003 dan 2007

(Milyar Rupiah) ... 62 5.7. Rasio PDRB Provinsi D.I. Yogyakarta dan PDRB Pulau Jawa

(Nilai Ra, Ri dan ri) ... 63 5.8. AnalisisShift Sharemenurut Lapangan Usaha di Provinsi

D.I. Yogyakarta Berdasarkan Komponen Pertumbuhan Regional

Pulau Jawa, Tahun 2003-2007 ... 65 5.9. AnalisisShif- Sharemenurut Lapangan Usaha di Provinsi D.I.

Yogyakarta Berdasarkan Komponen Pertumbuhan Proporsional,

Tahun 2003-2007 ... 67 5.10. AnalisisShift-Sharemenurut Lapangan Usaha di Provinsi D.I.

Yogyakarta Berdasarkan Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah, Tahun 2003-2007... 68


(22)

5.11. Nilai LQ menurut Lapangan Usaha di Provinsi D.I. Yogyakarta,

Tahun 2003-2007 ... 70 5.12. Laju Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Provinsi D.I. Yogyakarta atas dasar Harga Konstan 2000 menurut


(23)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Sistematika Kerangka Pemikiran ... 14 2. Profil Pertumbuhan Wilayah ... 24 3. Profil Pertumbuhan Sektor-Sektor Perekonomian Provinsi D.I.


(24)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Tabel Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Menurut Lapangan Usaha di Provinsi D.I. Yogyakarta Atas Dasar Harga Berlaku

Periode 2003-2007 (Juta) ... 80 2. Tabel Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Menurut Lapangan

Usaha di Provinsi D.I. Yogyakarta Atas Dasar Harga Konstan 2000

Periode 2003-2007 (Juta) ... 82 3 Tabel Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Menurut Lapangan

Usaha di Pulau Jawa Atas Dasar Harga Berlaku Periode 2003-2007

(Juta)... 84 4. Tabel Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Menurut Lapangan

Usaha di Pulau Jawa Atas Dasar Harga Konstan 2000 Periode

2003-2007 (Juta)... 86 5. Tabel Laju Pertumbuhan PDRB Provinsi D.I. Yogyakarta Atas Dasar

Harga Konstan 2000 Periode 2003-2007 (Persen) ... 88 6. Tabel Laju Pertumbuhan PDRB Pulau Jawa Atas Dasar Harga

Konstan 2000 Periode 2003-2007 (Persen) ... 90 7. Penduduk Berumur 15 Tahun Keatas yang Bekerja Selama Seminggu

yang Lalu menurut Lapangan Pekerjaan Utama di Provinsi Daerah

Istimewa Yogyakarta, 2007 ... 92 8. Contoh Penghitungan AnalisisShift-Sharedan MetodeLocation


(25)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Prestasi ekonomi suatu bangsa atau negara dapat dinilai dengan berbagai ukuran agregat. Secara umum, prestasi tersebut diukur melalui sebuah besaran dengan istilah Pendapatan Nasional. Meskipun bukan merupakan satu-satunya ukuran untuk menilai prestasi ekonomi suatu bangsa, namun cukup representatif dan sangat lazim digunakan. Pendapatan Nasional bukan hanya untuk menilai perkembangan ekonomi suatu negara dari waktu ke waktu, tapi juga membandingkannya dengan negara lain. Rinciannya secara sektoral dapat menerangkan struktur perekonomian negara yang bersangkutan. Disamping itu, dari angka pendapatan nasional selanjutnya dapat pula diperoleh ukuran turunan (derived measures)-nya seperti pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita (Dumairy, 1996).

Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan merupakan kondisi utama atau suatu keharusan bagi kelangsungan pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan. Pertumbuhan ini ditandai dengan adanya pembangunan yang lebih baik, meliputi bidang produksi maupun infrastruktur. Proses pertumbuhan ekonomi harus bersifatself generating. Hal ini berarti bahwa proses pertumbuhan menghasilkan kekuatan bagi timbulnya kelanjutan pertumbuhan tersebut dalam periode-periode selanjutnya.

Arsyad (1996) menyatakan bahwa pembangunan ekonomi pada umumnya didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita


(26)

penduduk suatu negara meningkat dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai kenaikan GDP/GNP tanpa memandang apakah kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil dari pertumbuhan penduduk, atau apakah perubahan struktur ekonomi terjadi atau tidak.

Setiap wilayah mempunyai karakteristik yang berbeda-beda dalam melakukan pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi tergantung pada potensi sumberdaya alam, sumberdaya manusia, sarana infrastruktur, aksesibilitas dan kekuasaaan dalam pengambilan keputusan, serta potensi pasar. Kondisi tersebut memungkinkan pertumbuhan suatu wilayah seringkali tidak seimbang dengan wilayah lainnya (Gunawan dalam Anjani, 2007).

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, selanjutnya disebut Provinsi D.I. Yogyakarta merupakan salah satu daerah yang didalamnya terdapat berbagai macam kegiatan ekonomi. Sebagai kota pelajar, di dalamnya terdapat aktivitas pendidikan untuk memajukan bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, serta kemajuan sumberdaya manusia sehingga akan mendukung pertumbuhan ekonomi. Sebagai kota wisata, kegiatan yang berkaitan dengan kepariwisataan merupakan sumber pendapatan daerah. Selain itu di Provinsi D.I. Yogyakarta sedang dikembangkan beraneka ragam jenis industri, baik itu berbahan dasar kulit (industri wayang kulit), industri batik, industri gerabah dan lain-lain.

Diberlakukannya Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah bersama atribut-atribut lainnya (otonomi daerah), memberikan kewenangan kepada daerah untuk mengatur daerahnya sendiri secara mandiri dirasa akan membawa angin segar untuk mengatasi permasalahan


(27)

lambannya pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Salah satu faktor penentu keberhasilan otonomi daerah adalah adanya kemampuan keuangan daerah yang ditentukan oleh seberapa besar hasil penerimaan daerah akan bisa berjalan jika sektor unggulan dapat dioptimalkan dimana sektor unggulan ini penting untuk menentukan skala prioritas dalam pembangunan.

Berbagai sektor ekonomi turut berperan dalam memajukan perekonomian di Provinsi D.I. Yogyakarta, yaitu sektor pertanian, sektor pertambangan dan penggalian, sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas dan air bersih, sektor konstruksi, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, serta sektor jasa-jasa. Oleh karena itu diperlukan kajian mengenai sektor-sektor ekonomi yang menjadi sektor unggulan, yang diharapkan akan membangkitkan sektor riil yang nantinya akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi di Provinsi D.I. Yogyakarta. Selain itu, pemerintah juga menjadi lebih fokus dan tepat sasaran dalam menentukan kebijakan terkait dengan sektor-sektor ekonomi unggulan tersebut.

1.2. Perumusan Masalah

Menindaklanjuti Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, otonomi daerah dilaksanakan dengan memberikan kewenangan yang seluas-luasnya, nyata, dan bertanggung jawab kepada daerah secara proporsional yang diwujudkan


(28)

dengan pengaturan, pembagian dan pemanfaatan sumberdaya nasional yang berkeadilan, serta perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah secara proporsional, demokratis, adil, dan transparan dengan memperhatikan potensi, kondisi dan kebutuhan daerah.

Namun dalam pelaksanaannya, pemerintah daerah seringkali menghadapi kendala keuangan dalam melaksanakan pembangunan. Hal penting yang harus dilakukan pemerintah daerah adalah kemampuan mengalokasikan dana yang ada untuk membangun perekonomian guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Maka dari itu pemerintah daerah sebaiknya mengetahui sektor-sektor unggulan di daerahnya agar pembangunan yang dilakukan lebih efektif sehingga masalah keterbatasan dana dapat teratasi.

Berdasarkan uraian di atas, dalam penelitian ini penulis mengajukan beberapa permasalahan, antara lain:

1. Sektor-sektor ekonomi apa saja yang menjadi sektor unggulan di Provinsi D.I. Yogyakarta?

2. Bagaimana kontribusi sektor-sektor ekonomi unggulan tersebut terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi D.I. Yogyakarta?

1.3. Tujuan Penelitian

1. Mengidentifikasi sektor-sektor ekonomi yang menjadi sektor ekonomi unggulan di Provinsi D.I. Yogyakarta.

2. Mengetahui kontribusi sektor-sektor ekonomi unggulan tersebut terhadap pertumbuhan ekonomi Provinsi D.I. Yogyakarta.


(29)

1.4. Manfaat Penelitian

1. Mengetahui sektor-sektor ekonomi yang menjadi sektor ekonomi unggulan di Provinsi D.I. Yogyakarta.

2. Bahan masukan bagi pemerintah daerah Provinsi D.I. Yogyakarta untuk mengembangkan sektor-sektor ekonomi unggulan yang ada di wilayah tersebut.

3. Sebagai media untuk mempublikasikan kontribusi sektor-sektor ekonomi unggulan tersebut terhadap pertumbuhan ekonomi Provinsi D.I. Yogyakarta.

1.5. Ruang Lingkup

Dalam penelitian ini ruang lingkup yang dibahas penulis hanya terbatas pada:

1. Mengidentifikasi sektor-sektor ekonomi yang menjadi sektor ekonomi unggulan di Provinsi D.I. Yogyakarta dibandingkan dengan perekonomian Pulau Jawa.

2. Mengetahui kontribusi kontribusi sektor-sektor unggulan tersebut terhadap pertumbuhan ekonomi Provinsi D.I. Yogyakarta.


(30)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Teori-Teori Pertumbuhan Ekonomi dan Pembangunan Ekonomi Menurut teori pertumbuhan klasik yang dikemukakan oleh Adam Smith (1776) menyatakan bahwa salah satu faktor yang menentukan pertumbuhan ekonomi adalah perkembangan penduduk. Penduduk yang bertambah akan memperluas pasar dan perluasan pasar akan meningkatkan spesialisasi dalam perekonomian. Selanjutnya spesialisasi akan meningkatkan produktivitas tenaga kerja sehingga meningkatkan upah dan keuntungan. Dengan demikian, proses pertumbuhan akan berlangsung sampai seluruh sumberdaya termanfaatkan.

Namun teori dari Adam Smith ini kemudian ditentang oleh David Ricardo (1917), menurutnya perkembangan penduduk yang berjalan cepat pada akhirnya akan menurunkan kembali tingkat pertumbuhan ekonomi ke taraf yang rendah. Kemudian teori pertumbuhan ekonomi dikembangkan oleh Keynes, yang menyatakan bahwa untuk menjamin pertumbuhan yang stabil pemerintah perlu menerapkan kebijakan fiskal (perpajakan dan belanja pemerintah), kebijakan moneter (tingkat suku bunga dan jumlah uang beredar), dan pengawasan langsung.

Sedangkan menurut teori Schumpter, pertumbuhan ekonomi adalah proses peningkatan dan pertumbuhan kegiatan ekonomi yang berjalan secara siklikal. Pembaruan-pembaruan yang dilakukan oleh para pengusaha berperan dalam peningkatan kegiatan ekonomi. Dalam proses siklikal tersebut, tingkat


(31)

keseimbangan yang baru akan selalu berada pada tingkat yang lebih tinggi daripada tingkat keseimbangan sebelumnya.

Menurut Rostow dalam Deliarnov (2005), proses pembangunan ekonomi bisa dibedakan dalam lima tahap yaitu :

1) Tahap tradisional statis, yang dicirikan oleh keadaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang masih sangat rendah dan belum berpengaruh terhadap kehidupan. Selain itu perekonomian pun masih didominasi sektor pertanian perdesaan. Struktur sosial politik masih bersifat kaku.

2) Tahap transisi (pra take- off) yang dicirikan oleh ilmu pengetahuan dan teknologi yang mulai berkembang, produktivitas yang meningkat dan industri yang makin berkembang. Tenaga kerja pun mulai beralih dari sektor pertanian ke sektor industri, pertumbuhan tinggi, kaum pedagang bermunculan, dan struktur sosial-politik yang makin membaik.

3) Tahap lepas landas, yang dicirikan oleh keadaan suatu hambatan-hambatan sosial politik yang umumnya dapat diatasi, tingkat kebudayaan dan ilmu pengetahuan dan teknologi yang makin maju, investasi dan pertumbuhan tetap tinggi, dan mulai terjadi ekspansi perdagangan ke luar negeri.

4) Tahap dewasa ( maturing stage ), dicirikan oleh masyarakat yang makin dewasa, dapat menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi sepenuhnya. Terjadi perubahan komposisi angkatan kerja dimana jumlah tenagaskilled lebih banyak dari pada unskilled. Serikat dagang dan gerakan buruh semakin maju dan berperan, dan tingginya pendapatan per kapita.


(32)

5) Tahap konsumsi massa (mass consumption) yang merupakan tahap akhir dimana masyarakat serba kecukupan, kehidupan dirasakan aman tentram, dan laju pertumbuhan penduduk semakin rendah.

Teori pattern of development oleh Chenery (1975) dalam Tambunan (2001) mengidentifikasi bahwa sejalan dengan peningkatan pendapatan masyarakat per kapita yang membawa perubahan dalam pola permintaan konsumen dari penekanan pada makanan dan barang-barang kebutuhan pokok lainnya ke berbagai macam barang-barang manufaktur dan jasa, akumulasi kapital fisik dan sumberdaya manusia. Perkembangan kota-kota dan industri-industri di perkotaan bersamaan dengan proses migrasi penduduk dari perdesaan ke perkotaan, dan penurunan laju pertumbuhan penduduk dan family size yang semakin kecil. Struktur perekonomian suatu negara bergeser dari yang semula didominasi oleh sektor pertanian dan atau sektor pertambangan menuju ke sektor-sektor nonprimer, khususnya industri.

Syarat utama bagi pembangunan ekonomi adalah bahwa proses pertumbuhannya harus bertumpu pada kemampuan perekonomian di dalam negeri. Hasrat untuk memperbaiki nasib dan prakarsa untuk menciptakan kemajuan material harus muncul dari warga masyarakatnya sendiri dan tidak dapat dipengaruhi atau diidentifikasi oleh daerah luar (Jhingan, 2002).

2.2. Definisi Sektor Unggulan

Sektor unggulan adalah sektor yang salah satunya dipengaruhi oleh keberadaan sektor anugerah (endowment factor). Selanjutnya faktor ini


(33)

berkembang lebih lanjut melalui kegiatan investasi dan menjadi tumpuan kegiatan ekonomi. Menurut Sambodo dalam Sondari (2007), kriteria sektor unggulan akan sangat bervariasi, hal ini didasarkan atas seberapa besar peranan sektor tersebut dalam perekonomian daerah, antara lain:

1) sektor unggulan tersebut mempunyai laju pertumbuhan yang tinggi.

2) sektor tersebut mempunyai angka penyerapan tenaga kerja yang relatif besar. 3) sektor tersebut mempunyai keterkaitan antarsektor yang tinggi baik ke depan

maupun ke belakang.

4) sektor yang mampu menciptakan nilai tambah yang tinggi.

2.3. Teori Basis Ekonomi

Menurut teori basis ekonomi, perekonomian suatu wilayah dibagi menjadi dua kategori, yaitu sektor basis dan sektor nonbasis. Sektor basis adalah sektor ekonomi yang mempunyai kemampuan untuk melakukan ekspor barang dan jasa yang dihasilkan sektor tersebut ke luar batas-batas perekonomian wilayah yang bersangkutan. Sedangkan sektor nonbasis adalah kegiatan-kegiatan yang menyediakan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang tinggal di batas-batas perekonomian wilayah yang bersangkutan.

Pengertian basis ekonomi bersifat dinamis, artinya pada tahun tertentu mungkin sektor tersebut merupakan sektor basis, namun pada tahun berikutnya belum tentu sektor tersebut menjadi sektor basis. Sektor basis dapat mengalami kemajuan maupun kemunduran. Kemajuan sektor basis dipengaruhi adanya kemajuan teknologi transportasi dan komunikasi, perkembangan pendapatan


(34)

daerah, perkembangan teknologi, dan perkembangan prasarana ekonomi dan sosial. Sedangkan kemunduran sektor basis disebabkan pengurangan permintaan dari luar daerah dan kehabisan cadangan sumberdaya.

2.4. AnalisisShift-Share(SS)

Pada prinsipnya analisis shift-share lebih mendalami perbandingan antara perbedaan laju pertumbuhan berbagai sektor dalam suatu kewilayahan tertentu, dengan laju pertumbuhan berbagai sektor yang wilayah lingkupnya lebih luas.

Keunggulan analisis shift-share diantaranya adalah memberikan gambaran mengenai perubahan struktur ekonomi yang terjadi, walau analisis shift-share tergolong sederhana, memungkinkan seorang pemula mempelajari struktur perekonomian dengan cepat, dan memberikan gambaran pertumbuhan ekonomi dan perubahan struktur dengan cukup akurat. Sedangkan kelemahannya, analisis shift-share ini hanya dapat digunakan untuk analisis ex-post, analisis ini sangat berbahaya sebagai alat peramalan, mengingat bahwa regional shift tidak konstan dari suatu periode ke periode lainnya; tidak dapat dipakai untuk melihat keterkaitan antarsektor selain itu tidak ada keterkaitan antardaerah (Lembaga Administrasi Negara, 2007).

2.5. MetodeLocation Quotient(LQ)

Location Quotient disingkat LQ adalah suatu metode untuk mengukur spesialisasi relatif dari suatu wilayah/daerah dalam sektor-sektor tertentu. Metode


(35)

LQ dapat digunakan untuk mengetahui kapasitas ekspor yang dimiliki oleh daerah. Artinya dengan menggunakan metode ini, perencana dapat mengetahui spesialisasi yang dimililki oleh daerah dibandingkan dengan daerah yang tingkatannya lebih tinggi atau sektor lain yang memiliki kategori yang sama (Tarigan dalam Savitri, 2008).

Menggunakan LQ sebagai petunjuk adanya keunggulan komparatif dapat digunakan bagi sektor-sektor yang telah lama berkembang, sedangkan bagi sektor baru atau sedang tumbuh apalagi selama ini belum pernah ada, LQ tidak dapat digunakan karena produk totalnya belum menggambarkan kapasitas riil daerah tersebut. Adalah lebih tepat untuk melihat secara langsung apakah komoditi itu memiliki prospek untuk diekspor atau tidak, dengan catatan terhadap produk tersebut tidak diberikan subsidi daerah-daerah lainnya.

Analisis LQ sesuai dengan rumusannya memang sangat sederhana dan apabila digunakan dalam bentuk one shot analysis, manfaatnya juga tidak begitu besar, yaitu hanya melihat apakah LQ berada di atas 1 atau tidak. Akan tetapi analisis LQ bisa dibuat menarik apabila dilakukan dalam bentuk analisis runtun waktu (time series/trend). Analisis dilakukan dalam beberapa periode/kurun waktu tertentu.

Pada keadaan ini, perkembangan LQ diamati untuk suatu sektor tertentu pada kurun waktu yang berbeda, apakah terjadi kenaikan atau penurunan. Hal ini menarik untuk diamati lebih lanjut, misalnya apabila naik maka dikaji faktor-faktor yang membuat daerah itu tumbuh lebih cepat dari rata-rata wilayah yang lebih tinggi. Kalau terjadi penurunan, maka dikaji faktor-faktor apa yang


(36)

menyebabkan pertumbuhan lebih lambat dari rata-rata nasional (wilayah yang lebih tinggi).

Keadaan yang diuraikan di atas dapat membantu mengetahui kekuatan/ kelemahan suatu daerah dibandingkan secara relatif dengan wilayah lain yang lebih luas. Potensi yang positif digunakan dalam strategi pengembangan daerah. Adapun faktor-faktor yang menyebabkan potensi daerah lemah, perlu dipikirkan apakah segera ditanggulangi atau dianggap tidak berpengaruh signifikan terhadap pembangunan daerah secara keseluruhan, sehingga bisa dianggap tidak prioritas.

Beberapa keunggulan dari metode LQ antara lain metode LQ memperhitungkan ekspor langsung dan ekspor tidak langsung, metode LQ sederhana dan tidak mahal serta dapat diterapkan pada data historis untuk mengetahui trend. Sedangkan beberapa kelemahan metode LQ adalah metode ini berasumsi bahwa pola permintaan di setiap daerah identik dengan pola permintaan bangsa dan bahwa produktivitas tiap pekerja di setiap sektor regional sama dengan produktivitas tiap pekerja dalam industri-industri nasional. Selain itu metode ini berasumsi bahwa tingkat ekspor tergantung pada tingkat disagregasi (Lembaga Administrasi Negara, 2007).

2.6. Penelitian Terdahulu

Sondari (2007) melakukan analisis dengan judul “ Analisis Sektor Unggulan dan Kinerja Ekonomi Jawa Barat Periode 2001-2005 ” menggunakan metode analisis LQ dan hasilnya menyimpulkan bahwa selama kurun waktu 2001-2005 sektor yang menjadi sektor basis dan merupakan sektor unggulan di Provinsi


(37)

Jawa Barat yaitu listrik, gas dan air bersih, sektor industri pengolahan, serta sektor perdagangan, hotel dan restoran.

Restiviana (2008) melakukan analisis perekonomian wilayah Banyuwangi 2003-2006 dengan menggunalan analisis shif-share dan location quotient. Kesimpulannya bahwa sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor transportasi dan komunikasi, sektor bangunan serta sektor listrik, gas dan air bersih merupakan sektor yang mempunyai pertumbuhan terbesar. Sedangkan sektor yang mempunyai pertumbuhan terkecil adalah sektor pertambangan dan penggalian.

Nurbaiti (2009) melakukan analisis kontribusi sektor-sektor unggulan terhadap pertumbuhan ekonomi Provinsi DKI Jakarta (periode 2003-2007). Hasil penelitian menyimpulkan bahwa sektor-sektor ekonomi yang menjadi sektor unggulan di Provinsi DKI Jakarta adalah sektor listrik, gas dan air bersih, sektor konstruksi, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor komunikasi dan transportasi, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan serta sektor jasa-jasa. Keenam sektor unggulan tersebut memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta dengan pertumbuhan rata-rata 5,87 persen per tahun.

2.7. Kerangka Pemikiran

Kesejahteraan masyarakat di Provinsi D.I. Yogyakarta tidak terlepas dari pertumbuhan ekonomi yang telah dicapai, dan pertumbuhan ekonomi sangat ditentukan oleh kontribusi sektor-sektor unggulan. Laju pertumbuhan menurut sektor dianalisis dengan menggunakan analisis shift-share dan location quotient.


(38)

Selanjutnya pemerintah Provinsi D.I. Yogyakarta harus membuat kebijakan dengan memperhatikan sektor-sektor unggulan agar pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi bisa tercapai. Secara skematis, kerangka pemikiran dapat dijelaskan pada gambar di bawah ini:

Gambar 1. Sistematika Kerangka Pemikiran PDRB Provinsi D.I. Yogyakarta

periode 2003-2007

9 sektor perekonomian menurut lapangan usaha atas dasar harga konstan 2000

Dianalisis dengan

MetodeLocation Quotient (LQ)

Laju pertumbuhan, dayasaing, sektor basis AnalisisShift-Share

(SS)

Pertumbuhan Ekonomi yang berkelanjutan

9 sektor perekonomian menurut lapangan usaha atas dasar harga berlaku

Analisis kontribusi sektor-sektor perekonomian terhadap

PDRB

Sektor-sektor perekonomian unggulan

Kebijakan pemerintah pusat dan daerah


(39)

2.8. Regulasi Mengenai Sektor-Sektor Perekonomian

Regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat maupun daerah sangat bermanfaat bagi perkembangan dan kemajuan sektor-sektor perekonomian nasional maupun daerah, baik sektor ekonomi tersebut unggulan atau non unggulan.

Adapun beberapa regulasi yang telah dikeluarkan pemerintah terkait dengan sektor-sektor perekonomian adalah sebagai berikut:

a. Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih diatur dengan UUD 1945 Pasal 33 Ayat 3 yang berbunyi: “Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya adalah milik negara dan digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.” Artinya seluruh komponen yang terkandung dalam bumi penggunaannya diatur oleh negara, dengan tujuan untuk pemerataan pembangunan ke seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kekayaan alam didistribusikan ke semua wilayah untuk memenuhi kebutuhan seluruh masyarakat, seperti minyak dan gas bumi.

b. Pemerintah bersama dengan P.T. PLN mengatur pemberian subsidi kepada konsumen listrik baik rumah tangga maupun pengusaha. Pemberian subsidi kepada rumah tangga dengan maksud untuk meringankan beban masyarakat dalam memenuhi kebutuhan listrik. Sedangkan subsidi yang diberikan kepada pengusaha bertujuan untuk kelangsungan produksi barang dan jasa, mengurangi biaya produksi sehingga harga barang dan jasa menjadi lebih murah.


(40)

c. Undang-Undang No. 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan menyatakan bahwa pelaku usaha penyedia listrik di Indonesia terdiri dari Badan Usaha Milik Negara, Swasta, Koperasi, dan Badan Usaha Milik Daerah. Dengan adanya undang-undang ini maka usaha listrik tidak lagi dimonopoli oleh P.T. PLN. Masyarakat luas bebas mengakses listrik dari pelaku usaha listrik manapun, sehingga penduduk yang tinggal di daerah terpencil juga bisa menikmati fasilitas listrik.

d. Sektor Konstruksi diatur dengan Undang-Undang No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi dan peraturan perundangan pelaksananya. Yang dimaksud jasa konstruksi adalah layanan jasa konsultasi perencanaan pekerjaan konstruksi, layanan jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi, dan layanan jasa konsultasi pengawasan pekerjaan konstruksi.

e. Sektor jasa-jasa yang termasuk didalamnya sub sektor pariwisata diatur dengan Undang-Undang No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan sebagai pengganti dari Undang-Undang No. 9 Tahun 1990 yang salah satunya menyebutkan tentang sertifikasi. Definisi sertifikasi menurut undang-undang ini adalah proses pemberian sertifikat kepada usaha dan pekerja pariwisata dengan tujuan untuk mendukung peningkatan mutu produk pariwisata, pelayanan, dan pengelolaan kepariwisataan. Pemberian sertifikasi ini merupakan wewenang dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP).

f. Peraturan Gubernur D.I. Yogyakarta Nomor 11 Tahun 2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) tahun


(41)

2009-2013. Terkait dengan RPJMD 2009-2013 tersebut, beberapa kebijakan di bidang ekonomi antara lain:

• Pembangunan pertanian diwujudkan melalui kegiatan penyuluhan yang merupakan proses pembelajaran bagi pelaku usaha agar mampu dan mau menolong serta mengorganisasikan dirinya sehingga dapat mengakses sumberdaya dan hasi-hasil pembangunan pertanian, perikanan dan kehutanan dalam rangka meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan.

• Di sektor pertambangan dan penggalian, kebijakan pemerintah berupa pengawasan secara mutlak, seperti penertiban terhadap penambang tanpa ijin.

• Dalam bidang ketenagalistrikan, kebijakan pemerintah adalah meningkatkan penyediaan dan pemanfaatan sumber energi yang relatif murah dan berkelanjutan (sustainable). Selain itu juga diupayakan terjadinya peningkatan pembangunan dan pemeliharaan sarana dan prasarana listrik untuk mendorong pemerataan pembangunan serta membuka isolasi masyarakat terpencil.

• Pemerintah Provinsi D.I. Yogyakarta telah berupaya dalam penyediaan air bersih dengan program pengelolaan air baku, terutama daerah Gunungkidul dengan menaikkan air sungai bawah tanah di Bribin.


(42)

• Sektor industri dan perdagangan, kebijakan pemerintah daerah melalui program pembangunan dalam mengembangkan koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) di Provinsi D.I. Yogyakarta, salah satunya adalah memberdayakan usaha mikro dan kecil dan menengah yang disinergikan dengan kebijakan program dari pemerintah pusat. Salah satu upaya pembinaan UKM adalah melalui kelompok (sentra) karena upaya ini lebih efektif dan efisien, di samping itu dengan sentra akan banyak melibatkan usaha mikro dan kecil. Dalam jangka panjang koperasi dan UKM perlu terus ditumbuhkembangkan untuk menopang roda perekonomian daerah khususnya dan perekonomian nasional umumnya.

• Sektor pengangkutan, tahun 2008 telah dilakukan penataan angkutan umum dengan sistembuy the service.

• Sektor komunikasi. Sebagai tindak lanjut dari Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2003 untuk meningkatkan efisiensi, efektifitas, transparansi dan akuntabilitas bidang telematika (telekomunikasi, media dan informatika) Pemerintah Provinsi D.I. Yogyakarta menetapkan kebijakan pengembangan Jogja Cyber Province. Pada tahun 2005 dirintis program Digital Government Services (DGS) yang ditindaklanjuti dengan pengeluaran Peraturan Gubernur D.I. Yogyakarta nomor 42 tahun 2006 tentang Blueprint Jogja Cyber Province.


(43)

• Di sektor jasa-jasa terutama pariwisata, komitmen dan konsistensi pembangunan pariwisata D.I. Yogyakarta yang berkelanjutan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat maka penerapannya dititikberatkan pada strategi pengembangan destinasi, pengembangan pemasaran dan pengembangan pemasaran, pengembangan kemitraan, ketataruangan, aksesibilitas, sumberdaya manusia, kelembagaan, investasi dan pemberdayaan masyarakat.

• Untuk mendukung predikat D.I. Yogyakarta sebagai kota pendidikan, Pemerintah D.I. Yogyakarta saat ini mengelola dan mengembangkan Jogja Study Centre (Pusat Studi Yogya) yang diharapkan dapat menjadi pusat studi pelajar dan masyarakat, pusat kegiatan pendidikan, pusat diskusi pendidikan, pusat pertemuan pemikiran kemajuan pendidikan dan kemajuan bangsa dan Negara Indonesia.


(44)

III. METODE PENELITIAN

3.1. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS). Data yang tercakup dalam penelitian ini adalah data PDRB Provinsi D.I. Yogyakarta dan data PDRB di Pulau Jawa tahun 2003 - 2007 baik Atas Dasar Harga Berlaku maupun Atas Dasar Harga Konstan, disertai dengan data-data sekunder lain yang relevan dengan tujuan penulisan skripsi ini.

3.2. Metode Analisis Data 3.2.1. AnalisisShift-Share(SS)

Analisis shift-share digunakan untuk mengetahui pergeseran dan peranan perekonomian di daerah. Metode itu dipakai untuk mengamati struktur perekonomian dan pergeserannya dengan cara menekankan pertumbuhan sektor di daerah, yang dibandingkan dengan sektor yang sama pada tingkat daerah yang lebih tinggi atau nasional.

Analisis tersebut dapat digunakan untuk mengkaji pergeseran struktur perekonomian daerah dalam kaitannya dengan peningkatan perekonomian daerah yang bertingkat lebih tinggi. Perekonomian daerah yang didominasi oleh sektor yang lamban pertumbuhannya akan tumbuh di bawah tingkat pertumbuhan perekonomian daerah di atasnya.


(45)

Untuk mengkaji kinerja berbagai sektor ekonomi yang berkembang di suatu daerah dan membandingkannya dengan perekonomian regional maupun nasional dapat digunakan teknik analisis shift-share. Dengan teknik ini, selain dapat mengamati penyimpangan-penyimpangan dari berbagai perbandingan kinerja perekonomian antar wilayah, keunggulan kompetitif suatu wilayah juga dapat diketahui melalui teknik analisis shift-share ini (Thoha dan Soekarni dalam Savitri, 2008).

Analisis shift-share dapat digunakan dengan mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:

1. Menentukan wilayah yang akan dianalisis, dalam penelitian ini wilayah yang akan dianalisis adalah Provinsi D.I. Yogyakarta.

2. Menentukan indikator kegiatan ekonomi dan periode analisis. Indikator yang digunakan adalah pendapatan daerah yang dicerminkan dengan PDRB, sedangkan periode yang digunakan adalah tahun 2003-2007.

3. Menentukan sektor ekonomi yang dianalisis. Sektor ekonomi yang dianalisis menurut lapangan usaha, yaitu sektor pertanian; sektor pertambangan dan penggalian; sektor industri pengolahan; sektor listrik, gas dan air bersih; sektor bangunan/konstruksi; sektor perdagangan, hotel dan restoran; sektor pengangkutan dan komunikasi; sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan; serta sektor jasa-jasa.

4. Menghitung perubahan indikator kegiatan ekonomi di Provinsi D.I. Yogyakarta dan Pulau Jawa, dengan menghitung persentase perubahan PDRB:


(46)

% ?nYij = [(Y'nij – Yij)/Yij] x 100% Keterangan:

?´Yij = perubahan PDRB sektor i di Provinsi D.I. Yogyakarta/Pulau Jawa Y'Øij = PDRB sektor i di Provinsi D.I. Yogyakarta/Pulau Jawa pada tahun 2007 Yij = PDRB sektor i di Provinsi D.I. Yogyakarta/Pulau Jawa pada tahun 2003 5. Menghitung rasio indikator kegiatan ekonomi yang terdiri dari:

a) ri

ri = (Y'dij – Yij)/Yij ; ri adalah rasio PDRB sektor i di Provinsi D.I. Yogyakarta Y'ij = PDRB Provinsi D.I. Yogyakarta dari sektor i pada tahun 2007

Yij = PDRB Provinsi D.I. Yogyakarta dari sektor i pada tahun 2003 b) Ri

Ri = (Y'ãi– Yi)/Yi

Ri = rasio PDRB Pulau Jawa dari sektor i

Y'pi= PDRB Pulau Jawa dari sektor i pada tahun 2007 Yi = PDRB Pulau Jawa dari sektor i pada tahun 2003 c) Ra

Ra = (Y'C..-Y..)/Y..

Ra = rasio PDRB Pulau Jawa

Y' ..= PDRB total seluruh sektor Pulau Jawa pada tahun 2007 Y.. = PDRB total seluruh sektor Pulau Jawa pada tahun 2003 6. Menghitung komponen pertumbuhan wilayah

a) Komponen Pertumbuhan Regional (PR)


(47)

sektor i di Provinsi D.I. Yogyakarta Ra = rasio PDRB Pulau Jawa

Yij = PDRB sektor i di Provinsi D.I. Yogyakarta pada tahun 2003 b) Komponen Pertumbuhan Proporsional (PP)

PPij = (Ri-Ra) x Yij ; dimana PPij adalah komponen pertumbuhan proporsional sektor i untuk Provinsi D.I. Yogyakarta.

Adapaun kriteria yang digunakan adalah sebagai berikut:

PPij < 0, menyatakan bahwa sektor i di Provinsi D.I. Yogyakarta mempunyai pertumbuhan yang lambat.

PPij > 0, menyatakan bahwa sektor i di Provinsi D.I. Yogyakarta mempunyai pertumbuhan yang cepat.

c) Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW)

PPWij = (ri-Ri) x Yij ; dimana PPWij adalah komponen pertumbuhan pangsa wilayah sektor i di Provinsi D.I. Yogyakarta.

PPWij < 0 maka sektor i di Provinsi D.I. Yogyakarta tidak dapat bersaing dengan baik apabila dibandingkan dengan wilayah lain di Pulau Jawa. PPWij > 0 maka sektor i di Provinsi D.I. Yogyakarta dapat bersaing dengan baik apabila dibandingkan dengan wilayah lain di Pulau Jawa.

Hasil analisis shift-share dapat dilengkapi dengan analisis profil pertumbuhan wilayah dengan cara mengekspresikan persentase komponen pertumbuhan proporsional (PP) dengan komponen pertumbuhan pangsa wilayah (PPW). Komponen PP diletakkan pada sumbu horizontal sebagai absis, sedangkan


(48)

komponen PPW pada sumbu vertikal sebagai ordinat. Profil pertumbuhan tersebut disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Profil Pertumbuhan Wilayah Sumber: Budiharsono, 2001.

Interpretasi ekonomi berkaitan dengan profil pertumbuhan wilayah adalah sebagai berikut:

a. Kuadran I menginterpretasikan bahwa sektor perekonomian di Provinsi D.I. Yogyakarta memiliki laju pertumbuhan yang cepat dan mampu bersaing dengan wilayah lain.

b. Kuadran II menginterpretasikan bahwa sektor perekonomian di Provinsi D.I. Yogyakarta memiliki laju pertumbuhan yang cepat, tapi sektor tersebut tidak mampu bersaing dengan wilayah lain.

Kuadran I

Kuadran II Kuadran IV

Kuadran III

PPW


(49)

c. Kuadran III menginterpretasikan bahwa sektor perekonomian di Provinsi D.I. Yogyakarta memiliki laju pertumbuhan yang lambat dan tidak mampu bersaing dengan wilayah lain.

d. Kuadran IV menginterpretasikan bahwa sektor perekonomian di Provinsi D.I. Yogyakarta memiliki laju pertumbuhan yang lambat, tapi sektor tersebut mampu bersaing dengan wilayah lain.

e. Pada kuadran II dan IV terdapat garis diagonal yang memotong kedua kuadran tersebut sehingga membentuk sudut 45°. Bagian atas atas garis diagonal mengindikasikan bahwa suatu wilayah merupakan wilayah yang progresif, sedangkan di bawah garis berarti suatu wilayah merupakan wilayah yang pertumbuhannya lambat.

3.2.2. AnalisisLocation Quotient(LQ)

Location quotient merupakan suatu teknik analisis yang digunakan untuk melengkapi analisis shift-share. Secara umum, analisis ini digunakan untuk menentukan sektor basis dan nonbasis, dengan tujuan untuk melihat keunggulan komparatif suatu daerah. Rumus LQ adalah sebagai berikut:

Sib/Sb LQ =

Sia/Sa dimana:

Sib = pendapatan sektor i di Provinsi D.I. Yogyakarta

Sb = pendapatan total semua sektor di Provinsi D.I. Yogyakarta Sia = pendapatan sektor i di Pulau Jawa


(50)

Sa = pendapatan total semua sektor di Pulau Jawa

Pengukuran terhadap derajat spesialisasi dengan kriteria sebagai berikut: 1. LQ > 1

Jika LQ lebih besar dari 1, berarti tingkat spesialisasi sektor tertentu pada Provinsi D.I. Yogyakarta lebih besar dari sektor yang sama pada tingkat Pulau Jawa.

2. LQ < 1

Jika LQ lebih kecil dari 1, berarti tingkat spesialisasi sektor tertentu pada Provinsi D.I. Yogyakarta lebih kecil dari sektor yang sama pada tingkat Pulau Jawa.

3. LQ = 1

Jika LQ sama dengan 1, berarti tingkat spesialisasi sektor tertentu pada Provinsi D.I. Yogyakarta sama dengan sektor yang sama pada tingkat Pulau Jawa.

3.3. Konsep Data

3.3.1. Pengertian Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

BPS (2007) mendefinisikan PDRB sebagai jumlah nilai tambah ynag dihasilkan oleh seluruh unit kegiatan ekonomi dalam suatu daerah, atau jumlah nilai barang dan jasa akhir (neto) yang dihasilkan oleh seluruh unit kegiatan ekonomi.


(51)

Ada tiga pendekatan yang digunakan untuk menghitung PDRB, yaitu: 1. Pendekatan Produksi

PDRB adalah jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi di suatu wilayah dalam jangka waktu tertentu (satu tahun). Unit-unit produksi tersebut dalam penyajiannya dikelompokkan menjadi 9 (sembilan) sektor atau lapangan usaha, antara lain: Pertanian; Pertambangan dan Penggalian; Industri Pengolahan; Listrik, Gas dan Air Bersih; Bangunan; Perdagangan, Hotel dan Restoran; Pengangkutan dan Komunikasi; Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan; Jasa-jasa lainnya.

2. Pendekatan pendapatan

PDRB adalah jumlah balas jasa yang diterima oleh faktor produksi yang ikut serta dalam proses produksi dalam suatu wilayah dalam jangka waktu tertentu (satu tahun). Balas jasa faktor produksi yang dimaksud adalah upah dan gaji, sewa rumah, bunga modal dan keuntungan. Semua hitungan tersebut sebelum dipotong pajak penghasilan dan pajak lainnya.

3. Pendekatan pengeluaran

PDRB adalah penjumlahan semua komponen permintaan akhir, yaitu pengeluaran konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta yang tidak mencari untung, konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap domestik bruto, perubahan stok dan ekspor netto dalam jangka waktu tertentu (satu tahun). Ekspor netto adalah ekspor dikurangi impor.


(52)

3.3.2. Kegunaan Data PDRB

Ada beberapa kegunaan dari data PDRB, antara lain:

3. PDRB atas dasar harga berlaku (nominal) menunjukkan kemampuan sumberdaya ekonomi yang dihasilkan suatu daerah.

4. PDRB atas dasar harga konstan (riil) menunjukkan laju pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan atau setiap sektor dari tahun ke tahun.

5. Distribusi PDRB atas dasar harga berlaku menurut penggunaan, menunjukkan produk barang dan jasa digunakan untuk tujuan konsumsi, investasi dan diperdagangkan dengan pihak luar negeri.

6. Distribusi PDRB atas dasar harga berlaku menurut sektor menunjukkan struktur perekonomian atau peranan setiap sektor ekonomi dalam suatu daerah.

7. Distribusi PDRB menurut penggunaan menunjukkan peranan kelembagaan dalam menggunakan barang dan jasa yang dihasilkan oleh berbagai sektor ekonomi.

8. PDRB atas dasar harga konstan bermanfaat untuk mengukur laju pertumbuhan konsumsi, investasi dan perdagangan luar negeri.

9. PDRB per kapita atas dasar harga berlaku menunjukkan nilai PDRB per satu orang penduduk.

10. PDRB per kapita atas dasar harga konstan berguna untuk mengetahui pertumbuhan nyata ekonomi per kapita penduduk suatu daerah.


(53)

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH

4.1. Kondisi Geografis

Provinsi D.I. Yogyakarta adalah salah satu provinsi dari 33 provinsi di wilayah Indonesia dan terletak di Pulau Jawa bagian tengah. Provinsi D.I. Yogyakarta di bagian selatan dibatasi Lautan Indonesia, sedangkan di bagian timur laut, tenggara, barat, dan barat laut dibatasi oleh wilayah provinsi Jawa Tengah yang meliputi:

1. Kabupaten Klaten di sebelah Timur Laut 2. Kabupaten Wonogiri di sebelah Tenggara 3. Kabupaten Purworejo di sebelah Barat 4. Kabupaten Magelang di sebelah Barat Laut.

Berdasarkan satuan fisiografis, Provinsi D.I. Yogyakarta terdiri dari: - Pegunungan Selatan

a. Luas : ± 1.656,26 km2 b. Ketinggian : 150 – 700 m - Gunung berapi Merapi

a. Luas : ± 582,81 km2 b. Ketinggian : 80 – 2.911 m

- Dataran rendah antara Pegunungan Selatan dan Pegunungan Kulonprogo a. Luas : ± 215,62 km2

b. Ketinggian : 0 - 80 m

- Pegunungan Kunlonprogo dan dataran rendah selatan 2


(54)

b. Ketinggian : 0 – 572 m.

Posisi Provinsi D.I. Yogyakarta yang terletak antara 7°.33' - 8°.12' Lintang Selatan dan 110°.00' - 110°.50' Bujur Timur, tercatat memiliki luas 3.185,80 km2 atau 0,17 persen dari luas Indonesia (1.860.359,67 km2), merupakan provinsi terkecil setelah Provinsi DKI Jakarta, yang terdiri dari:

a. Kabupaten Kulonprogo, dengan luas 586,27 km2(18,40 persen) b. Kabupaten Bantul dengan luas 506,85 km2(15,91 persen)

c. Kabupaten Gunung Kidul dengan luas 1.485,36 km2(46,63 persen) d. Kabupaten Sleman, dengan luas 574,82 km2(18,04 persen)

e. Kota Yogyakarta dengan luas 32,50 km2(1,02 persen)

Berdasarkan informasi dari Badan Pertanahan Nasional, dari 3.185,80 km2 luas Provinsi D.I. Yogyakarta, 33,05 persen merupakan jenis tanah Lithosol, 27,09 persen Regosol, 12,38 persen Lathosol, 10,97 persen Grumusol, 10,84 persen Alluvial, dan 2,47 persen adalah tanah jenis Rensina. Sebagian besar wilayah Provinsi D.I. Yogyakarta terletak pada ketinggian antara 100 m – 499 m dari permukaan laut tercatat sebesar 65,65 persen, ketinggian kurang dari 100 m sebesar 28,84 persen, ketinggian antara 500 m – 999 m sebesar 5,04 persen dan ketinggian di atas 1000 m sebesar 0,47 persen.

Provinsi D.I. Yogyakarta beriklim tropis dengan curah hujan berkisar antara 0,00 mm – 709,00 mm per-hari yang dipengaruhi oleh musim kemarau dan musim hujan. Menurut catatan Stasiun Meteorologi Bandara Adisucipto, suhu udara rata-rata di Provinsi D.I. Yogyakarta tahun 2007 menunjukkan angka 27,35°C lebih tinggi dibandingkan rata-rata suhu udara pada tahun 2006 yang


(55)

tercatat sebesar 26,6°C, dengan suhu minimum 19,0°C dan suhu maksimum 36,2°C. Curah hujan berkisar antara 0 mm – 1050,0 mm dengan hari hujan per bulan antara 0,0 kali – 27,0 kali. Sedangkan kelembaban udara tercatat antara 69 persen – 96 persen, tekanan udara antara 1.003,4 mb – 1.015,4 mb, dengan arah angin antara 60 derajat – 240 derajat dan kecepatan angin antara 1 knot sampai dengan 25 knot.

4.2. Kependudukan

Berdasarkan data BPS pada tahun 2007, jumlah penduduk di Provinsi D.I. Yogyakarta tercatat sekitar 3,43 juta jiwa (atau 1,52 persen dari total penduduk Indonesia). Rasio jenis kelamin sebesar 100,6 persen, artinya jumlah penduduk laki-laki lebih besar daripada jumlah penduduk perempuan. Sedangkan laju pertumbuhan penduduk sebesar 1,38 persen dan kepadatan penduduk sebesar 1.096 per km2.

Seiring dengan cepatnya laju pertumbuhan penduduk, jumlah rumah tangga juga terus bertambah. Pada tahun 2006 tercatat sebesar 1,013 juta menjadi 1,048 juta pada tahun 2007. Pada periode waktu 2000 – 2007, rata-rata anggota rumah tangga cenderung mengalami penurunan, hingga pada tahun 2007 tercatat sebesar 3,3 jiwa per rumah tangga. Namun kepadatan penduduknya cenderung mengalami kenaikan, tahun 2005 sebesar 1.074 penduduk per km2, tahun 2006 sebesar 1.064 penduduk per km2 dan tahun 2007 sebesar 1.096 penduduk per km2.


(56)

4.3. Ketenagakerjaan

Informasi mengenai ketenagakerjaan di Provinsi D.I. Yogyakarta mencerminkan potensi sumberdaya manusia dalam mengelola dan mengembangkan sumber-sumber ekonomi yang ada. Pada tahun 2007, jumlah angkatan kerja sebesar 1.889.445 jiwa, mengalami peningkatan sebesar 1,12 persen dari tahun 2006 (sebesar 1.868.523 jiwa). Proporsi penduduk yang bekerja sebesar 93,90 persen dan pengangguran sebesar 6,10 persen dari angkatan kerja.

Sektor pertanian bukan saja merupakan sektor ekonomi potensial di Provinsi D.I. Yogyakarta, tetapi juga penyedia lapangan kerja terbesar bagi penduduk. Pada tahun 2007, proporsi penduduk yang bekerja di sektor pertanian sebesar 30,76 persen, kemudian sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 24,52 persen, sektor jasa-jasa sebesar 16,82 persen dan sektor industri pengolahan sebesar 11,81 persen, sedangkan 16,10 persen tenaga kerja terserap di lima sektor lainnya (BPS, 2008).


(57)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Analisis Kontribusi Sektor-Sektor Ekonomi Terhadap PDRB di Provinsi D.I. Yogyakarta Tahun 2003-2007

Indikator agregat ekonomi makro yang sering digunakan untuk mengukur kemampuan perekonomian suatu wilayah adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). PDRB adalah hasil penjumlahan dari nilai tambah bruto yang dihasilkan oleh seluruh unit kegiatan ekonomi dalam batas-batas wilayah pada suatu periode tertentu biasanya satu tahun.

PDRB atas dasar harga berlaku disajikan pada Tabel 5.1 untuk mengamati perubahan struktur ekonomi suatu wilayah. Angka PDRB atas dasar harga berlaku didapatkan dengan menghitung semua produksi barang dan jasa yang dihasilkan dinilai berdasarkan harga pasar pada tahun yang bersangkutan.

Tabel 5.1. Kontribusi Sektor-Sektor Ekonomi Terhadap PDRB atas Dasar Harga Berlaku di Provinsi D.I. Yogyakarta Tahun 2003–2007 (Persen)

Lapangan Usaha 2003 2004 2005 2006 2007

Pertanian 17,02 16,50 15,75 15,55 15,01

Pertambangan dan Penggalian 0,87 0,83 0,78 0,74 0,79 Industri Pengolahan 15,65 15,18 14,16 13,86 13,60 Listrik, Gas dan Air Bersih 1,18 1,22 1,30 1,28 1,29

Konstruksi 7,40 7,92 8,80 9,75 10,54

Perdagangan, Hotel dan Restoran 19,21 18,90 19,21 19,03 19,22 Pengangkutan dan Komunikasi 9,71 9,72 10,22 10,37 10,08 Keuangan, Persew. & Jasa Perush. 9,90 9,93 9,95 9,37 9,69

Jasa-jasa 19,06 19,80 19,81 20,05 19,79

Total 100,0

0

100,00 100,00 100,00 100,00 Sumber : Badan Pusat Statistik, 2008.


(58)

Sektor-sektor ekonomi yang memberikan kontribusi yang besar dalam pembentukan PDRB di Provinsi D.I. Yogyakarta tahun 2007 antara lain sektor jasa-jasa, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor pertanian dan sektor industri pengolahan. Sedangkan sektor yang kontribusinya sangat kecil yaitu sektor pertambangan dan penggalian serta sektor listrik, gas dan air bersih.

Jika diperhatikan lebih cermat, kontribusi sektor pertanian selama periode 2003 – 2007 terus menurun, kondisi ini bisa diartikan telah terjadi perubahan struktur ekonomi dari yang semula didominasi oleh sektor pertanian lambat laun akan diambil alih sektor yang lain. Kontribusi sektor pertanian dengan sektor industri hampir sama, untuk masa yang akan datang mungkin sektor pertanian akan jauh ditinggalkan oleh sektor industri, karena saat ini sektor industri sedang dikembangkan walaupun pertumbuhannya masih berfluktuasi.

Sektor jasa-jasa, sektor perdagangan, hotel dan restoran memiliki kontribusi yang hampir sama juga karena kedua sektor ini memang seiring sejalan, apalagi Provinsi D.I. Yogyakarta yang kaya dengan daerah wisata, tentu kedua sektor ini akan terus berkembang seiring dengan dikembangkannya sektor kepariwisataan di provinsi ini. Sementara itu, kontribusi yang diberikan sektor konstruksi terus meningkat dari tahun 2003 sebesar 7,40 persen, kemudian tahun 2004, 2005, 2006 dan 2007 berturut-turut sebesar 7,92 persen, 8,80 persen, 9,75 persen dan 10,54 persen.

Jika dilihat sektor pengangkutan dan komunikasi dengan sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan, maka pada tahun 2003 dan 2004 kontribusi sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan lebih besar daripada kontribusi


(59)

sektor sektor pengangkutan dan komunikasi, namun pada tahun 2005 – 2007 keadaannya berbalik, kontribusi sektor pengangkutan dan komunikasi lebih besar daripada kontribusi sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan. Hal ini didukung oleh kemajuan teknologi transportasi dan komunikasi berkembang sangat cepat sehingga pertumbuhannya juga cenderung terus meningkat.

Secara sektoral, perekonomian di Provinsi D.I. Yogyakarta disumbang oleh sektor primer (pertanian dan pertambangan) sebesar 32,10 persen, sektor sekunder (sektor industri pengolahan dan sektor konstruksi) sebesar 20,44 persen dan sisanya sebesar 47,46 persen dari sektor tersier (sektor listrik, gas dan air bersih, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, dan sektor jasa-jasa).

Tabel 5.2. PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000 di Provinsi D.I. Yogyakarta Tahun 2003-2007 (Miliar Rupiah)

Lapangan Usaha 2003 2004 2005 2006 2007

Pertanian 2.948,4 3.052,9 3.185,8 3.306,9 3.333,4 Pertambangan dan Penggalian 119,4 120,4 122,3 126,1 138,4 Industri Pengolahan 2.325,2 2.400,8 2.463,2 2.481,2 2.528,0 Listrik, Gas dan Air Bersih 135,4 144,8 153,1 152,9 165,8 Konstruksi 1.178,0 1.284,5 1.395,1 1.580,3 1.732,9 Perdagangan, Hotel & Restoran 3.097,9 3.279,4 3.444,8 3.569,6 3.750,4 Pengangkutan dan Komunikasi 1.437,1 1.582,2 1.673,4 1.761,7 1.875,3 Keuangan, Persew.&Jasa perush 1.408,9 1.500,5 1.623,2 1.591,9 1.695,2 Jasa-jasa 2.710,1 2.780,8 2.850,0 2.965,2 3.072,2 Total 15.360,4 16.146,4 16.910,9 17.535,7 18.291,5 Sumber : Badan Pusat Statistik, 2008.


(60)

Tinjauan sektor-sektor ekonomi secara jelas dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Sektor Pertanian

Sektor pertanian adalah salah satu sektor andalan dalam perekonomian D.I. Yogyakarta, karena sebagian besar masyarakat masih bermata pencaharian di sektor pertanian. Menurut BPS (2007), proporsi penduduk yang bekerja di sektor pertanian sebesar 30,76 persen. Sektor pertanian masih memiliki kontribusi yang besar dalam pembentukan PDRB Provinsi D.I. Yogyakarta, namun kontribusi ini cenderung menurun dalam kurun waktu lima tahun terakhir ini. Pada tahun 2003 kontribusinya sebesar 17,02 persen dan cenderung menurun hingga menjadi 15,01 pada tahun 2007.

Salah satu penyebab turunnya kontribusi sektor pertanian terhadap perekonomian di Provinsi D.I. Yogyakarta adalah lahan pertanian yang semakin menurun dari tahun ke tahun terutama lahan sawah. Menurut Dinas Pertanian Kabupaten/Kota D.I. Yogyakarta, lahan pertanian sawah menurun, pada tahun 2000 lahan sawah sekitar 58.858 hektar dan pada tahun 2006 turun menjadi 57.661 hektar. Pembangunan perumahan, perkantoran dan pusat perbelanjaan di Provinsi D.I. Yogyakarta telah mengurangi lahan pertanian.

Ditinjau secara sub sektor, lebih dari 70 persen nilai tambah yang tercipta di sektor pertanian berasal dari sub sektor tanaman bahan makanan, 15 persen dari sub sektor peternakan dan hasil-hasilnya, dan sekitar 15 persen lainnya dibentuk dari sub sektor tanaman perkebunan, kehutanan dan perikanan.


(61)

Dari sisi pertumbuhannya, sektor pertanian memiliki nilai pertumbuhan yang positif dari tahun ke tahun yaitu 0,44 persen pada tahun 2003 dan cenderung menurun hingga pada tahun 2007 menjadi 0,80 persen. Namun, dari sisi nilai produksinya, secara riil produksi pertanian semakin meningkat yaitu Rp2.948,4 miliar pada tahun 2003 dan terus meningkat hingga mencapai Rp3.333,4 miliar pada tahun 2007. Hal ini bisa diartikan adanya peningkatan produktivitas lahan, karena lahannya menurun tetapi produksinya meningkat.

Berdasarkan pada uraian di atas, kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB tergolong besar jika dibandingkan dengan sektor-sektor perekonomian lainnya, demikian juga dengan kemampuan penyerapan tenaga kerja di sektor ini, sekitar 30,76 persen angkatan kerja diserap di sektor pertanian. Artinya, sektor pertanian merupakan salah satu sektor unggulan di Provinsi D.I. Yogyakarta.

b. Sektor Pertambangan dan Penggalian

Dalam perekonomian di Provinsi D.I. Yogyakarta, sektor pertambangan dan penggalian memiliki kontribusi terkecil dalam pembentukan PDRB. Dalam lima tahun terakhir, kontribusi sektor ini tidak sampai satu persen, artinya sektor ini bukan merupakan sektor unggulan. Di provinsi ini tidak ada sumberdaya alam minyak dan gas bumi, yang ada hanya penggalian saja.

Dilihat dari nilai produksinya, sektor ini cenderung meningkat setiap tahunnya walaupun peningkatannya cukup kecil. Demikian juga jika dilihat dari pertumbuhannya, sektor pertambangan dan penggalian mengalami pertumbuhan


(62)

yang cenderung meningkat dalam lima tahun terakhir ini, yaitu 0,94 persen per tahun meningkat hingga 9,69 persen per tahun.

c. Sektor Industri Pengolahan

Sektor industri sedang dikembangkan di Provinsi D.I. Yogyakarta, seperti industri batik, kerajinan perak, industri kayu, industri mebel, industri berbahan serat alam, industri kulit dan industri gerabah. Kontribusi sektor industri pengolahan terhadap PDRB cukup besar, namun cenderung mengalami penurunan selama tahun 2003-2007, secara berturut-turut kontribusinya sebesar 15,65 persen, 15,18 persen, 14,16 persen, 13,86 persen dan 13,60 persen.

Struktur nilai tambah sektor industri pengolahan jika dirinci secara sub sektor, maka sub sektor industri makanan, minuman dan tembakau menciptakan nilai tambah terbesar yaitu sebesar 38,38 persen pada tahun 2003 dan terus meningkat hingga 41,53 persen pada tahun 2007. Setelah sub sektor industri makanan, minuman dan tembakau, kontribusi yang besar diciptakan oleh sub sektor industri tekstil, barang kulit dan kaos kaki (18,22 persen), dan sub sektor industri barang kayu dan hasil hutan lainnya (12,23 persen). Dari sisi perkembangan volume riil produksi, sektor industri pengolahan mengalami peningkatan produksi. Pada tahun 2003, nilai produksinya sebesar Rp2.325,2 miliar, kemudian meningkat setiap tahunnya dengan nilai produksi tahun 2004, 2005, 2006 dan 2007 berturut-turut sebesar Rp2.400,8 miliar, Rp2.463,2 miliar, Rp2.481,2 miliar dan Rp2.528,0 miliar.


(63)

Ditinjau dari sisi laju pertumbuhannya, sektor industri pengolahan memiliki laju pertumbuhan rata-rata 2,25 persen per tahun. Namun laju pertumbuhan ini berfluktuasi setiap tahunnya, pada tahun 2003 sebesar 2,80 persen per tahun, kemudian tahun 2004 meningkat menjadi 3,25 persen per tahun, namun tahun 2005 menurun menjadi 2,60 persen per tahun dan menurun tajam hingga 0,73 persen per tahun pada tahun 2006, tetapi pada tahun 2007 meningkat lagi menjadi 1,89 per tahun. Fluktuasi pertumbuhan industri pengolahan ini tidak terlepas dari pengaruh kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) pada tahun 2005. Sektor industri pengolahan memiliki kontribusi terhadap PDRB yang cukup besar, laju pertumbuhannya terus meningkat, dan kemampuan menyerap tenaga kerja yang besar yaitu 11,81 persen, maka sektor industri pengolahan menjadi salah satu sektor unggulan di Provinsi D.I. Yogyakarta.

d. Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih

Listrik, gas dan air bersih merupakan kebutuhan pokok masyarakat, selain itu listrik, gas dan air bersih merupakan salah satu sarana penting untuk melakukan berbagai kegiatan ekonomi terutama industri pengolahan. Kontribusi sektor listrik, gas dan air bersih cukup stabil pada kisaran satu persen dari total PDRB Provinsi D.I. Yogyakarta. Dari sisi volume produksi, sektor listrik, gas dan air bersih cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2003 volume produksi sebesar Rp135,4 miliar dan meningkat menjadi Rp144,8 miliar pada tahun 2004, Rp153,1 miliar pada tahun 2005, dan sedikit menurun di tahun 2006


(64)

menjadi Rp152,9 miliar, namun pada tahun 2007 langsung melonjak menjadi Rp165,8 miliar.

Ditinjau dari sisi pertumbuhannya, maka sektor listrik, gas dan air bersih memiliki laju pertumbuhan yang positif, kecuali pada tahun 2005 sektor ini memiliki pertumbuhan – 0,17 persen per tahun. Pada tahun 2006 dan 2007 laju pertumbuhannya positif, namun mengalami penurunan dari 8,45 persen per tahun menjadi 5,20 persen per tahun. Sementara itu, kontribusi sektor listrik, gas dan air bersih terhadap penyerapan tenaga kerja sebesar 0,15 persen dari angkatan kerja yang bekerja.

Berdasarkan penjelasan di atas, walaupun sektor listrik, gas dan air bersih merupakan kebutuhan pokok masyarakat dan merupakan salah satu sarana penting dalam kegiatan ekonomi, namun baik secara kontribusi terhadap PDRB maupun dari sisi penyerapan tenaga kerja, sektor ini tergolong kecil jika dibandingkan dengan sektor-sektor ekonomi lainnya. Sehingga bisa disimpulkan bahwa sektor listrik, gas dan air bersih bukan sektor unggulan di Provinsi D.I. Yogyakarta.

e. Sektor Konstruksi

Setelah krisis ekonomi tahun 1997, sektor konstruksi mulai menunjukkan tanda-tanda perbaikan. Jumlah perusahaan konstruksi di Provinsi D.I. Yogyakarta terus bertambah setiap tahun dan mencapai jumlah 1.420 pada tahun 2006 dengan jumlah karyawan tetap sebanyak 6.189 orang dan realisasi nilai konstruksi yang diselesaikan mencapai Rp1.536,068 miliar (BPS, 2007).


(1)

  89

5. BANGUNAN 11,87 9,04 8,61 13,28 9,66

6. PERDAGANGAN, HOTEL & RESTORAN 6,30 5,86 5,04 3,62 5,06

a. Perdagangan Besar & Eceran 4,75 5,17 6,38 4,94 5,14

b. Hotel 6,08 5,50 -6,22 -18,58 10,78

c. Restoran 7,77 6,55 6,32 6,72 4,16

7. PENGANGKUTAN & KOMUNIKASI 8,16 10,10 5,76 5,28 6,45

a. Pengangkutan 8,71 11,37 5,52 3,73 4,16

1. Angkutan Rel -11,21 -9,04 -0,95 3,36 2,55

2. Angkutan Jalan Raya 7,01 6,89 5,48 4,40 4,49

3. Angkutan Laut

4. Angk. Sungai, Danau & Penyebr.

5. Angkutan Udara 50,88 65,24 6,65 0,03 1,67

6. Jasa Penunjang Angkutan 1,65 6,15 7,84 2,67 6,57

b. Komunikasi 6,87 7,06 6,36 9,10 11,83

1. Pos dan Telekomunikasi 7,67 7,51 6,18 9,04 12,09

2. Jasa Penunjang Komunikasi 0,17 2,99 8,02 9,73 9,48

8. KEUANGAN, PERSEWAAN, & JS. PRSH. 7,15 6,51 8,17 -1,93 6,49

a. Bank 20,50 8,01 16,68 -23,87 33,50

b. Lembaga Keuangan tanpa Bank -0,84 11,62 6,62 13,87 -8,39

c. Jasa Penunjang Keuangan 1,32 6,49 7,32 2,84 6,80

d. Sewa Bangunan 6,26 5,36 6,70 -0,08 4,57

e. Jasa Perusahaan 5,28 8,32 8,72 5,92 7,85

9. JASA-JASA 2,97 2,61 2,49 4,04 3,61

a. Pemerintahan Umum 3,19 1,86 1,51 3,54 3,50

1. Adm. Pemerintahan & Pertahanan 3,04 1,66 1,42 3,33 3,42

2. Jasa Pemerintah lainnya 3,44 2,21 1,67 3,92 3,65

b. Swasta 2,45 4,42 4,79 5,17 3,85

1. Sosial Kemasyarakatan 0,91 2,62 4,47 5,00 1,03

2. Hiburan & Rekreasi 2,02 12,99 3,42 4,49 8,80

3. Perorangan & Rumahtangga 4,19 4,93 5,36 5,47 5,88


(2)

Lampiran 6. LAJU PERTUMBUHAN PDRB PULAU JAWA ATAS DASAR HARGA KONSTAN 2000 MENURUT LAPANGAN USAHA TAHUN 2003 - 2007 (PERSEN)

LAPANGAN USAHA 2003 2004 2005 2006 2007

1. PERTANIAN 1,02 4,46 3,00 2,40 2,83

a. Tanaman Bahan Makanan 1,17 4,04 2,49 1,13 2,18

b. Tanaman Perkebunan 1,29 2,54 6,10 4,47 2,83

c. Peternakan dan Hasil-hasilnya 2,74 6,76 4,13 5,31 5,02

d. Kehutanan -21,52 8,89 -8,72 -1,71 -0,07

e. Perikanan 2,54 5,88 3,68 6,16 4,90

2. PERTAMBANGAN & PENGGALIAN 1,52 -3,12 -0,52 3,51 2,58

a. Minyak dan Gas Bumi 0,46 -6,24 -6,38 -1,16 -0,99

b. Pertambangan tanpa Migas 4,28 -5,49 -4,33 6,56 3,91

c. Penggalian 3,10 2,60 9,24 9,61 6,86

3. INDUSTRI PENGOLAHAN 4,42 4,72 6,03 5,69 5,57

a. Industri Migas 3,29 10,27 5,16 4,66 -0,42

1. Pengilangan Minyak Bumi 3,29 10,27 5,16 4,66 -0,42

2. Gas Alam Cair 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

b. Industri Tanpa Migas **) 4,46 4,51 6,07 5,73 5,80

1. Makanan, Minuman dan Tembakau 2,88 6,00 4,59 5,42 3,96

2. Tekstil, Brg. Kulit & Alas kaki 8,95 0,39 5,75 5,41 3,06

3. Brg. Kayu & Hasil Hutan lainnya 7,99 2,12 1,97 4,65 2,30

4. Kertas dan Barang Cetakan 9,63 11,78 2,28 4,04 6,66

5. Pupuk, Kimia & Brg. dari Karet 5,82 4,64 8,01 9,90 7,16

6. Semen & Brg. Galian bukan logam 5,38 0,55 3,09 1,65 4,66

7. Logam Dasar Besi & Baja 5,90 6,08 -3,12 3,21 3,11

8. Alat Angk., Mesin & Peralatannya 0,90 4,06 11,06 5,63 9,47

9. Barang lainnya 6,30 10,78 -3,56 5,61 4,08

4. LISTRIK, GAS & AIR BERSIH 5,99 9,41 6,48 0,48 7,43

a. Listrik 5,74 10,08 7,48 -0,01 4,04

b. Gas 10,60 8,15 1,47 1,51 34,45


(3)

5. BANGUNAN 5,39 5,41 7,30 6,00 7,02

6. PERDAGANGAN, HOTEL & RESTORAN 6,47 6,90 7,18 7,58 7,76

a. Perdagangan Besar & Eceran 6,50 6,77 7,84 7,76 8,21

b. Hotel 10,17 9,01 6,20 4,01 4,20

c. Restoran 5,65 7,13 4,17 7,41 6,19

7. PENGANGKUTAN & KOMUNIKASI 8,83 9,44 7,64 10,05 11,00

a. Pengangkutan 6,95 7,16 4,89 5,58 5,59

1. Angkutan Rel -8,02 -2,59 2,48 8,26 -0,49

2. Angkutan Jalan Raya 6,85 5,26 5,48 4,88 5,28

3. Angkutan Laut 6,82 7,27 3,33 5,47 8,55

4. Angk. Sungai, Danau & Penyebr. -5,20 7,58 13,74 3,73 3,33

5. Angkutan Udara 19,22 23,97 1,97 6,93 2,89

6. Jasa Penunjang Angkutan 4,69 6,34 5,70 6,81 6,45

b. Komunikasi 13,04 14,30 13,13 18,29 19,93

1. Pos dan Telekomunikasi 13,80 14,92 13,58 -50,80 -41,83

2. Jasa Penunjang Komunikasi 3,35 5,59 6,15 -21,36 -94,23

8. KEUANGAN, PERSEWAAN, & JS. PRSH. 4,33 4,55 4,72 4,11 5,67

a. Bank 2,78 3,09 2,83 1,27 4,45

b. Lembaga Keuangan tanpa Bank 7,14 7,09 7,81 8,94 8,65

c. Jasa Penunjang Keuangan 2,85 6,61 6,56 6,28 7,36

d. Sewa Bangunan 5,18 4,65 5,49 6,25 6,19

e. Jasa Perusahaan 6,72 7,41 7,53 6,80 6,67

9. JASA-JASA 7,16 4,72 4,99 6,40 5,56

a. Pemerintahan Umum 7,77 3,90 3,57 5,23 4,56

1. Adm. Pemerintahan & Pertahanan 7,17 3,74 3,53 18,49 4,56

2. Jasa Pemerintah lainnya 9,29 4,27 3,69 -27,09 4,54

b. Swasta 6,60 5,47 6,24 7,41 6,42

1. Sosial Kemasyarakatan 5,17 5,49 6,31 5,95 6,74

2. Hiburan & Rekreasi 7,48 9,85 7,78 9,17 11,06

3. Perorangan & Rumahtangga 7,09 5,00 6,04 7,81 5,76


(4)

92

 

Lampiran 7. Penduduk Berumur 15 Tahun Keatas yang Bekerja Seminggu yang

Lalu menurut Lapangan Pekerjaan Utama di Provinsi D.I. Yogyakarta, 2007

Lapangan Usaha

Jumlah

Persentase

1.

Pertanian 545

800

30,76

2.

Pertambangan dan Penggalian

23 693

1,34

3.

Industri Pengolahan

209 456

11,81

4.

Listrik, Gas dan Air Bersih

2 604

0,15

5.

Konstruksi 153

273

8,64

6.

Perdagangan, Hotel dan Restoran

435 072

24,52

7.

Pengangkutan dan Komunikasi

58 821

3,32

8.

Keuangan, Persewaan dan Jasa

Perusahaan

47 183

2,66

9.

Jasa-jasa 298

343

16,82

Total 1

774

245

100,00


(5)

93

 

Lampiran 8. Contoh Penghitungan Analisis

Shift-Share

dan Metode

Location

Quotient

1.

Perubahan indikator kegiatan ekonomi (Tabel 5.3.1)

Yij = Y ij – Yij

Untuk sektor pertanian:

Yij = 3.333,38 - 2.948,40 = 384,98

Persentase Perubahan PDRB:

%

Yij = [(Y ij – Yij)/Yij] x 100%

Untuk sektor pertanian: %

Yij = (384,98/3.333,38) x 100% = 13,06%

2.

Rasio indikator kegiatan ekonomi (Tabel 5.4.1)

ri = (Y ij – Yij)/Yij

Untuk sektor pertanian di Provinsi D.I. Yogyakarta:

ri = (3.333,38 - 2.948,40)/ 2.948,40 = 0,131

Ri = (Y i – Yi)/Yi

Untuk sektor pertanian di Pulau Jawa:

Ri = (124.367,31 - 109.773,05)/109.773,05 =

0,133

Ra = (Y ..-Y..)/Y..

Rasio pendapatan Pulau Jawa:

Ra = 1.137.414,29 - 908.518,25 / 908.518,25 =

0,252 (sama untuk semua

sektor)

3.

Komponen Pertumbuhan Wilayah

a)

Komponen Pertumbuhan Regional Pulau Jawa (Tabel 5.5.1)

PRij = Ra x Yij

Untuk sektor pertanian: PR = 0,252 x 2.948,40 = 742,83


(6)

94

 

Catatan: nilai laju pertumbuhan regional Pulau Jawa sama untuk semua

sektor.

b)

Komponen Pertumbuhan Proporsional (PP) (Tabel 5.5.2)

PPij = (Ri-Ra) x Yij

Untuk sektor pertanian: PP = (0,133 - 0,252) x 2.948,40 =

-350,8

Laju Pertumbuhan Proporsional: % PPij = (PPij/ Yij) x 100%

Untuk sektor pertanian: % PPij = (-350,8/2.948,40) x 100% = -11,9

c)

Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah

PPWij = (ri-Ri) x Yij

Untuk sektor pertanian: PPW = (0,131 - 0,133) x 2.948,40 = -7,0

Laju Pertumbuhan Pangsa Wilayah: %PPWij = (PPWij/ Yij) x 100%

Untuk sektor pertanian: %PPWij = (-7,0/2.948,40)x 100% = -0,2%

4.

Analisis

Location Quotient (LQ)

Sib/Sb

LQ =

Sia/Sa

Untuk sektor pertanian tahun 2003: