58 Tabel 7. Distribusi Penduduk Desa Ciburuy Berdasarkan Mata Pencaharian
Mata Pencaharian Jumlah Penduduk orang
Persentase Petani pemilik tanah
40 2,5
Petani penggarap tanah 201
12,7 Buruh tani
520 32,8
Pengusaha 10
0,6 Pengrajin
4 0,3
Industri kecil 250
15,8 Buruh industri
150 9,5
Pertukangan 40
2,5 Buruh perkebunan
40 2,5
Pedagang 210
13,2 Pengemudijasa
30 1,9
Pegawai Negeri Sipil 40
2,5 TNIPOLRI
20 1,3
PensiunanPurnawirawan 25
1,6 Lain-lain
5 0,3
Total 1585
100
Sumber : Data Monografi Desa Ciburuy, 2007 Tabel 8. Tingkat Pendidikan Penduduk Desa Ciburuy
Tingkat Pendidikan Jumlah Penduduk orang
Persentase Tidak tamat sekolah
20 0,2
Tamat SDsederajat 2976
28,9 Tamat SLTPsederajat
3900 37,9
Tamat SLTAsederajat 1900
18,5 Tamat Akademisederajat
192 1,9
Tamat Perguruan Tinggi 28
0,3 Buta huruf
0,0 Total
9016 100
Sumber : Data Monografi Desa Ciburuy, 2007 Pada sektor pertanian, penduduk di Desa Ciburuy memproduksi beberapa
jenis tanaman, ikan, dan ternak. Terdapat jenis ikan mas dengan hasil sebanyak 300 kgtahun, dan ikan mujair sebanyak 500 kgtahun. Jenis ternak yang ada yaitu
domba hasil sebanyak 28800 kgtahun dari luasan 0.005 Ha, ayam pedaging sebanyak 200000 kgtahun dari luasan 1,2 Ha, dan bebek sebanyak 300 kgtahun
dari luasan 0,0001 Ha.
4.2 Profil Kampung Ciburuy
Kampung Ciburuy ini merupakan areal penanaman padi sawah yang terbesar di Desa Ciburuy ini. Oleh karena itu, bekerja di bidang pertanian adalah
mata pencaharian yang dominan bagi sebagian besar penduduk di kampung ini. Selain itu, di kampung ini pun ada penduduk yang bermatapencaharian sebagai
59 pedagang, pegawai negeri sipil, wiraswasta, pengojek, dan buruh pabrik. Di
kampung ini pun masih terdapat pengangguran yang mayoritas adalah para pemuda laki-laki. Hal ini dikarenakan kesempatan kerja di sektor industri - yang
banyak berdiri di sekitar Desa Ciburuy ini - lebih banyak diberikan pada tenaga kerja perempuan. Di sisi lain, untuk bekerja di sektor pertanian, para pemuda
tersebut tidak memiliki lahan, tidak memiliki pengetahuan dan pengalaman, serta tidak memiliki modal. Dengan segala keterbatasan tersebut, maka melalui
kelompok taruna tani, Ketua Gapoktan dan PPL setempat menyelenggarakan sekolah lapang bagi para pemuda tani secara berkelanjutan. Menurut Ketua
Gapoktan, para pemuda di kampung ini memiliki kemauan untuk belajar dan memiliki tenaga yang dapat mereka manfaatkan untuk berpartisipasi dalam proses
regenerasi di bidang pertanian ini. Beberapa pemuda tani pun seringkali diberi kesempatan oleh Ketua Gapoktan dan PPL setempat untuk mengikuti berbagai
tawaran pelatihan yang diselenggarakan oleh lembaga-lembaga pelatihan di luar Desa Ciburuy. Di samping itu, para pemuda setempat juga banyak yang menjadi
pengojek, menjadi pekerja di koperasi, dan membuka usaha budidaya ikan meskipun dengan modal yang relatif kecil.
Sebagai wilayah yang dominan bergerak di bidang pertanian, di Kampung Ciburuy ini terdapat sarana infrastruktur yang cukup memadai. Ketersediaan jalan
desa sepanjang 1,5 meter yang melintasi kampung ini, cukup mempermudah proses distribusi hasil pertanian. Selain itu, terdapat saung pertemuan Gapoktan
Silih Asih, ruang belajar untuk kegiatan pelatihan, sarana penjemuran dan penggilingan padi, pengeringan gabah dryer, lokasi pembuatan pupuk kompos,
lokasi pembuatan pupuk organik organic fertilizer atau OFER, gudang beras, gudang pupuk, lokasi penapian beras, gudang dan alat-alat produksi pertanian
traktor, pengukur PH tanah, spryer, kolam-kolam ikan dan areal kandang ternak kambing sebagai sarana pelatihan pertanian, gedung koperasi kelompok tani
“Lisung Kiwari”, serta 8 tokowarung yang menjual kebutuhan sehari-hari yang tersebar di sepanjang jalan Kampung Ciburuy ini.
Pada komunitas petani di Desa Ciburuy, struktur sosial terbagi menjadi pemilik lahan, pemilik-penggarap lahan, penggarap lahan, pekerja tetap buruh
harian tetap, dan buruh tani buruh harian lepas. Pemilik lahan sebagian besar
60 berada di luar Kampung Ciburuy, seperti dari Cigombong, Kota Bogor, Jakarta
dan dari perusahaan Bakrie Brothers. Pada umumnya, para pemilik lahan memiliki orang kepercayaan di Kampung Ciburuy ini yang diberi kuasa untuk
bertanggung jawab atas pengelolaan hasil lahan mereka. Dari data kelompok tani di Kampung Ciburuy diketahui bahwa hampir 50 persen petani hanya memiliki
luas lahan garapan yang relatif sempit yaitu sekitar 0,25 – 0,5 Ha Tabel 9. Jadi, sebagian besar petani di Kampung Ciburuy ini adalah petani penggarap dengan
luas lahan garapan rata-rata sekitar 3000 m
2
. Tabel 9. Sebaran Luas Lahan Garapan Petani di Kampung Ciburuy
Sebaran luas lahan garapan Ha
Jumlah petani penggarap orang
Persentase 0,25
42 33,3
0,25 – 0,5 60
47,6 0,5 - 1
19 15,1
1 5
3,9
Total 126
100
Sumber : Data diolah, 2009 Di Kampung Ciburuy ini, ada seorang tokoh masyarakat yang sangat
disegani. Beliau adalah Pak Haz 76 tahun yang menjadi Ketua Gapoktan Silih Asih. Beliau adalah seorang pemilik-penggarap lahan, namun juga sebagai
pemegang kuasa atas kepemilikan lahan yang sangat luas di Kampung Ciburuy, milik kakak beliau. Semua orang mengenalnya sebagai orang yang memiliki
kepemimpinan yang tinggi, memiliki kemampuan manajerial bahkan kemampuan analisis yang sangat baik. Beliau berwawasan luas, cerdas, memiliki ingatan yang
kuat dan memiliki kemampuan jauh di atas rata-rata dengan orang-orang seusianya. Dengan segala kemampuan yang dimilikinya, beliau berhasil
membawa nama kelompoknya menjadi kelompok teladan di tingkat nasional dalam pengembangan lembaga ekonomi pedesaan di daerahnya. Beliau seringkali
diundang dalam pertemuan-pertemuan di tingkat kecamatan, kabupaten, bahkan nasional. Namanya semakin dikenal bahkan di tingkat internasional. Beliau
pernah diundang ke Singapura dan ke Malaysia untuk menjadi pembicara dalam seminar.
Pak Haz memiliki dua orang putra yang kini membantu beliau dalam mengelola usaha pertanian di kampung ini. Kang Hk 37 tahun menjadi ketua
Koperasi Kelompok Tani “Lisung Kiwari” sekaligus bertanggung jawab dalam
61 proses distribusi beras di kampung ini, sedangkan Kang Hp 30 tahun menjadi
bendahara. Adapun Pak Sum adik Pak Haz menjadi sekertaris koperasi kelompok tani tersebut. Dengan berada di bawah manajemen “keluarga” ini,
maka Koperasi Kelompok Tani “Lisung Kiwari” dikelola dengan sangat baik bahkan menjadi teladan di tingkat Kabupaten Bogor. Selain itu, keluarga Pak Haz
ini juga tampaknya mewarisi kesuksesan dari orangtua Pak Haz sendiri yang dahulu menjadi petani sukses dengan kepemilikan lahan yang luas dan menjadi
keluarga terpandang di Kampung Ciburuy ini. Selama kurun waktu 33 tahun, sejak beliau mulai mengembangkan
kelompok tani di Kampung Ciburuy tahun 1976 lalu, hingga saat ini beliau sudah dikenal luas oleh berbagai lembaga pertanian baik atas nama beliau sendiri
maupun atas nama Gapoktan Silih Asih. Mitra Gapoktan Silih Asih pun sudah meluas. Beberapa lembaga yang disebutkan oleh Pak Haz adalah sebagai berikut
lembaga pemerintahan mulai dari pusat melalui Deptan, propinsi dan kabupaten melalui Dinas Pertanian, kecamatan melalui Petugas Penyuluh Kecamatan PPK,
Petugas Penyuluh Lapangan PPL, dan pemerintah Desa Ciburuy. Selain itu dengan Dinas Perkoperasian, LPSDM IPB, PPMSDMPP2MKP, BBDPKH,
BIOTEKBUN, Dompet Dhuafa Republika melalui Masyarakat Mandiri dan Lembaga Pertanian Sehat, PT. Coat Rejo, PT. Indokonsul, Bogor Nirwana
Regency BNR, PT. Bakrie Brothers, dengan berbagai univesitas seperti IPB, ITB, UT, UIKA, UNPAK, UIN, dan STPP. Gapoktan Silih Asih juga bermitra
dengan Gapoktan lainya yang tersebar di 3 kecamatan yaitu Kecamatan Cijeruk, Kecamatan Cigombong, dan Kecamatan Caringin. Gapoktan tersebut adalah
Gapoktan Harapan Maju, Gapoktan Maju Jaya, Gapoktan Tumeka, Gapoktan Bersaudara, Gapoktan Dewi Sri, Gapoktan Wanti Asih, Gapoktan Mekar
Sejahtera, Gapoktan Tugu Jaya, dan Gapoktan Antanan. Di Kampung Ciburuy ini, terdapat beberapa kelembagaan sosial
kemasyarakatan. Di samping kelembagaan pemerintahan seperti kelembagaan rukun tetangga dan rukun warga, juga terdapat kelembagaan pengajian,
kelembagaan arisan, dan kelembagaan kredit barang. Pada satu kampung saja hampir setiap hari terdapat jadwal pengajian baik bapak-bapak ataupun ibu-ibu.
Biasaya pengajian dilakukan pukul 4 sore sampai pukul 5 sore. Pengajian tersebut
62 khusus untuk kaum perempuan saja atau kaum laki-laki saja. Namun, pemimpin
pengajian tetap laki-laki. Untuk pengajian kaum perempuan, pemimpin pengajian tersebut menyampaikan ceramahnya dan berdiskusi dengan peserta pengajian
dengan dibatasi sehelai kain yang disebut dengan “hijab” atau pembatas, sehingga mereka tidak dapat bertatap muka secara langsung. Hal ini dtujukan untuk
menjaga pandangan mata karena mereka lawan jenis. Warga setempat menyebut guru ngaji mereka adalah “Ajengan” atau “Kyai”. Di kampung ini ada dua
ajengan, yaitu Ajengan Ij dan Ajengan Ku. Pengajian tersebut diadakan di “madrasah”, demikian warga setempat menyebut tempat pengajian. Tampak
beberapa “madrasah” tersebar di antara jalan-jalan penduduk. Adapun mesjid besar di kampung ini berjumlah 4 buah. Umumnya lebih difungsikan untuk sholat
Jum’at. Menurut ketua RT 02, Pak Ds 40 tahun, di Kampung Ciburuy ada paham
ASPEK anti speaker dan non-ASPEK pengguna speaker. Jadi, pada umumnya di kampung ini, mesjid-mesjid tidak menggunakan pengeras suara saat
mengumandangkan adzan maupun untuk memberi informasi kepada warga setempat. Kumandang adzan terlebih dahulu diawali oleh tabuhan “bedug”. Tidak
hanya di mesjid, bagi para penganut paham ini, mereka tidak mengakses televisi, radio dan barang-barang yang memiliki unsur pengeras suara. Menurut paham ini,
barang-barang tersebut hanya akan melenakan orang dari mengingat Alloh SWT. Memang hanya minoritas warga kampung yang menganut paham ini dan benar-
benar menerapkan paham tersebut. Namun, sebagian besar warga tampaknya memiliki barang-barang elektronik yang “berspeaker” tersebut. Menurut Pak Haz
yang non-ASPEK, sebagian besar warga tidak bermasalah bila tidak ada pengeras suara dari masjid.”Daripada ribut, kita ngalah aja Tapi aneh juga karena
pemimpin ajaran ASPEK tersebut punya HP, kan HP ada speakernya juga”, demikian pernyataan Pak Haz yang disampaikannya dengan tersenyum.
Di kampung inipun terdapat kelembagaan arisan yang diikuti hanya oleh kaum perempuan. Terdapat dua jenis arisan yaitu arisan dua mingguan dan arisan
bulanan. Uang arisan dua mingguan dikenakan uang arisan sebesar Rp 5000,- per kali narik, sedangkan untuk arisan bulanan dikenakan Rp 50000,-. Peserta arisan
ini tidak banyak, hanya sekitar 10 sampai 20 orang. Hanya ibu-ibu yang
63 mempunyai uang dan mempunyai pekerjaan saja yang ikut bergabung. Informasi
inipun saya diperoleh dari seorang ibu yang bekerja di penapian beras. Beliau menjadi anggota dari kedua jenis arisan tersebut. Adapun pengumpul uang arisan
adalah seorang Ibu Haji yang nampak terpandang di kampung tersebut. Sudah sejak lama kelembagaan kredit barang berlangsung di kampung ini.
Warga yang memanfaatkan kelembagaan inipun sudah banyak baik ibu-ibu, bapak-bapak, maupun para pemuda. Semua jenis kebutuhan dapat dipesan kepada
Si Jangkung, demikian panggilan warga setempat kepada tukang kredit tersebut. Baik sandal, sepatu, baju, handuk, panci, piring, lemari, kursi, bahkan tempat
menjemur pakaian dapat dipesan dan dibayar secara kredit sebesar Rp 1000,- setiap harinya. Dengan cicilan rendah seperti itu, warga pun tertarik untuk terus
memesan barang padanya. Terlebih Si Jangkung pun tidak memaksa dan sering memberi kelonggaran dalam proses pembayaran kreditan. Apabila seseorang
sudah melunasi barang pesanannya, Si Jangkung tidak segan untuk menawari kembali agar tetap kredit barang padanya.
Terkait dengan dinamika penduduk di Kampung Ciburuy ini, Pak Haz mengemukakan bahwa mobilitas penduduk tidak terlalu tinggi sehingga kampung
inipun tidak berkembang secara signifikan. Salah satu indikator yang tampak adalah dengan pertambahan pemukiman penduduk yang dikarenakan bukan oleh
faktor pendatang melainkan karena pertambahan jumlah anggota keluarga penduduk asli setempat. Anggota keluarga yang sudah menikah kemudian
membangun tempat tinggal tetap di sekitar kampung tersebut. Pak Haz menambahkan bahwa di kampung ini tidak banyak pendatang khususnya orang
Jakarta atau penduduk yang berasal dari luar kampung karena daerah kampung ini kurang menarik dan kurang menguntungkan untuk dijadikan tempat bermukim
atau tempat investasi. Para pendatang pasti lebih memilih untuk bermukim di daerah Puncak yang hanya berjarak 15 sampai 20 km dari kampung ini.
4.3 Ikhtisar