Pertanian Berkelanjutan Tinjauan Pustaka

29 dikembangkan dalam satuan usahatani keluarga rumahtangga petani. Hubungan “bapak-anak buah” antara petani dan buruh tani itu digambarkan sebagai kompleks beragam kaitan pasaran dengan saling mengenal pribadi dimana syarat ekonomi dan efisiensi dapat terjamin. Kano 1980 menguraikan sejarah perekonomian masyarakat pedesaan di Jawa dengan menyajikan tinjauan kritis Collier terhadap konsep Geertz mengenai involusi pertanian. Collier dalam Kano 1980 menyampaikan pandangan bahwa introduksi pertanian modern melalui penerapan dan perluasan program Bimas, khususnya dengan penggunaan jenis-jenis bibit unggul, telah meningkatkan pemakaian tenaga kerja dan produktivitas sawah. Ropke 1986 menguraikan inovasi pertanian melalui kebijakan revolusi hijau telah menyebabkan perubahan pada hak-hak panen dalam budidaya padi. Berkembangnya teknologi pupuk dan benih telah menyebakan perubahan pada institusi panen yaitu dari hak panen dengan sistem terbuka menjadi lebih eksklusif dengan sistem kontraktual. Hak panen yang lebih terbatas diberikan kepada pekerja yang menandatangani kontrak, untuk melakukan kegiatan “tanpa bayaran” seperti memindahkan tanaman padi yang masih muda, membersihkan gulma, dan lain-lain. Berbagai bentuk perubahan kelembagaan sebagai dampak munculnya introduksi pertanian modern pada padi sawah sebagaimana yang diuraikan oleh para ahli di atas dapat dilihat dalam Tabel 4.

2.1.6 Pertanian Berkelanjutan

Pembangunan pedesaan berkelanjutan menjadi salah satu fokus pembangunan yang berkelanjutan. Pedesaan memiliki karakteristik sumberdaya alam yang berbeda dengan wilayah lainnya. Sumberdaya alam tersebut baik dataran tinggi maupun dataran rendah memiliki daya dukung yang berbeda-beda. Selain memperhatikan hubungan manusia dengan manusia, pembangunan pedesaaan juga memperhatikan hubungan manusia dengan sumberdaya alam. Hubungan-hubungan tersebut membentuk suatu entitas sosial baik berupa kelembagaan maupun kelompok. 30 Tabel 4. Perubahan Bentuk-Bentuk Kelembagaan Pertanian Padi Sawah sebagai Dampak Introduksi Pertanian Modern Hasil Penelitian Kelembagaan Pertanian Kano 1980 Munculnya kelembagaan-kelembagaan dalam proses intensifikasi pertanian sebagai dampak adanya kebijakan perluasan dan penerapan program BIMAS telah meningkatkan pemakaian tenaga kerja dan produktivitas sawah Ropke 1986 Adanya perubahan kelembagaan panen dalam budidaya padi yaitu perubahan hak panen dengan sistem terbuka menjadi hak eksklusif atau sistem kontraktual Hayami dan Kikuchi 1987 Munculnya kelembagaan hubungan-hubungan kerja dalam kaitannya dengan penggunaan teknologi, penggunaan bibitbenih dan pupuk, pemanfaatan irigasi, tingkat pendapatan, jumlah tenaga kerja, luas kepemilikian lahan, dan peningkatan produktivitas lahan Suhirmanto 2003 Munculnya kelembagaan penguasaan lahan, meliputi : struktur kepemilikan tanah, cara pengusahaan tanah, pola penyakapan, tingkat keeratan hubungan pemilik-penyakap, serta arah dan cara peralihan hak milik atas tanah. Munculnya kelembagaan hubungan kerja pertanian yaitu, - Bentuk hubungan kerja, meliputi sistem gotong royong, sistem upah harian upah harian dan sistem upah borongan, - Sistem pengupahan dan pembiayaan, meliputi upah mencangkul, sewa ternak bajak dan sewa traktor Radandima 2003 Munculnya kelembagaan sewa lahan, kelembagaan bagi hasil, kelembagaan bagi hasil bibit, kelembagaan pinjaman modal, dan kelembagaan tebasan Munculnya kelembagaan penguasaan lahan, meliputi : struktur kepemilikan tanah, cara penguasaan tanah, pola penyakapan, tingkat keeratan hubungan pemilik penyakap, arah dan cara peralihan hak atas tanah Sumber : Disarikan dari berbagai sumber Merujuk pada Lele 1991, dari arti katanya, pembangunan berkelanjutan merupakan suatu frase yang terdiri dari konsep keberlanjutan sustainability dan pembangunan development. Keberlanjutan itu sendiri dapat dikonotasikan baik secara harfiah, secara ekologis, maupun secara sosial. Adapun konsep pembangunan dapat dikonotasikan dari segi proses maupun dari segi tujuannya. Keberlanjutan secara sosial dapat diartikan sebagai keberlanjutan basis sosial dari kehidupan manusia, dan ini terkait dengan konsep pembangunan yang lebih ditekankan pada aspek tujuannya yakni untuk memenuhi kebutuhan dasar dalam kehidupan manusia tersebut. Sehubungan dengan hal ini, maka dapat 31 diinterpretasikan bahwa pembangunan berkelanjutan adalah mengutamakan dan memberikan arti penting pada tercapainya tujuan yang tradisional dan keberlanjutan secara ekologis dan sosial. Menurut Rientjes 1999, pertanian berkelanjutan mencakup hal-hal sebagai berikut : 1 Mantap secara ekologis, yang berarti bahwa kualitas sumber daya alam dipertahankan dan kemampuan agroekosistem secara keseluruhan – dari manusia, tanaman, dan hewan sampai organism tanah – ditingkatkan. Tekanannya adalah pada penggunaan sumber daya yang bisa diperbaharui. 2 Berlanjut secara ekonomis, yang berarti bahwa petani bisa cukup menghasilkan untuk pemenuhan kebutuhan danatau pendapatan sendiri, serta mendapatkan penghasilan yang mencukupi untuk mengembalikan tenaga dan biaya yang dikeluarkan. Keberlanjutan ekonomis ini bisa diukur bukan hanya dalam hal produk usaha tani yang langsung namun juga dalam hal fungsi seperti melestarikan sumber daya alam dan meminimalkan risiko; 3 Adil, yang berarti bahwa sumber daya dan kekuasaan didistribusikan sedemikian rupa sehingga kebutuhan dasar semua anggota masyarakat terpenuhi dan hak-hak mereka dalam penggunaan lahan, modal yang memadai, bantuan teknis serta peluang pemasaran terjamin. Semua orang memiliki kesempatan untuk berperan serta dalam pengambilan keputusan, baik di lapangan maupun di dalam masyarakat. Kerusuhan sosial bisa mengancam sistem sosial secara keseluruhan, termasuk sistem pertaniannya. 4 Manusiawi, yang berarti bahwa semua bentuk kehidupan tanaman, hewan, dan manusia dihargai. Martabat dasar semua makhuk hidup dihormati, dan hubungan serta institusi menggabungkan nilai kemanusiaan yang mendasar, seperti kepercayaan, kejujuran, harga diri, kerjasama dan rasa sayang. Integritas budaya dan spiritualitas masyarakat dijaga dan dipelihara. 5 Luwes, yang berarti bahwa masyarakat pedesaan mampu menyesuaikan diri dengan perubahan kondisi usaha tani yang berlangsung terus misalnya dengan perubahan kondisi usaha tani yang berlangsung terus, misalnya pertambahan jumlah penduduk, kebijakan, permintaan pasar, dan lain-lain. Hal ini meliputi bukan hanya pengembangan teknologi yang baru dan sesuai, namun juga inovasi dalam arti sosial dan budaya. 32 Adapun pembangunan berkelanjutan dari perspektif sosiologi lebih difokuskan pada dimensi manusia dalam pembangunan., sehingga jika kita memilih untuk mengkonseptualisasikan pembangunan berkelanjutan dari dimensi manusia, maka akan dititikberatkan pada keberlanjutan sistem sosial masyarakat. Gale and Corday, 1994. Para sosiolog akan menempatkan keberlanjutan sistem sosial, partisipasi dan pemberdayaan sebagai poin penting dalam mengklarifikasi pembangunan yang berkelanjutan tersebut. Gale and Corday, 1994, and Lele, 1991. Sehubungan dengan itu, keberlanjutan sistem sosial diinterprestasikan sebagai keberlanjutan kelembagaan. John Howell dalam Nasdian 2007 mengatakan bahwa istilah keberlanjutan kelembagaan memiliki tiga pengertian. Definisi pertama adalah membangun kelembagaan pada sektor publik yang memiliki kemampuan untuk menampilkan fungsi-fungsi utama tanpa dukungan dari keuangan luar dan pendampingan teknis. Pengertian kedua dari keberlanjutan kelembagaan adalah bekerja untuk membangun keseimbangan yang sesuai dan peranan sosial bagi sektor masyarakat, sektor swasta, dan sektor sukarelawan pada negara berkembang dimana terjadi kekurangan keseimbangan sebagai faktor yang melemahkan keragaan ekonomi. Ketiga, istilah keberlanjutan kelembagaan juga dapat menjadi acuan untuk membangun kapasitas kelembagaan untuk merespon masalah-masalah dalam kebijakan publik, dengan menyediakan masukan- masukan yang dibutuhkan dan bagaimana hal itu dapat ditampilkan. Tertulis pada awal tahun 1980, Gordon K. Douglas dalam Eicher 1998 mendefinisikan tiga alternatif pendekatan konseptual mengenai definisi keberlanjutan pertanian yakni : 1. keberlanjutan pertanian terkait dengan istilah teknik dan ekonomis, dengan melihat kapasitas untuk menyediakan permintaan yang semakin beragam dan meningkat terhadap komoditi pertanian. Dalam arus utama para ekonom sumberdaya dan pertanian, adanya kepastian harga dari komoditi pertanian yang senantiasa berulang-ulang dalam jangka waktu lama merepresentasikan suatu bukti bahwa perubahan produksi pertanian telah mengikuti pola yang berkelanjutan. 33 2. keberlanjutan pertanian sebagai pertanyaan ekologis merujuk pada suatu sistem pertanian dimana mengurangi polusi dan fakor-faktor yang merusak keseimbangan ekologi dari sistem yang tidak berkelanjutan. Kondisi tersebut seharusnya digantikan dengan sesuatu yang menghargai kealamian fungsi-fungsi penguatan biofisik dalam jangka waktu lama. 3. keberlanjutan pertanian di bawah istilah pertanian alternatif, menempatkan keberlanjutan tersebut pada titik berat yang paling utama terkait dengan keberlanjutan tidak hanya sebagai sumber daya fisik tapi sejumlah set nilai-nilai komunitas National Research Council dalam Eicher, 1998. Masyarakat dan komunitas pedesaan memiliki ilmu-ilmu konvensional yang mendasari sistem pertanian dan sistem pengelolaan lingkungan mereka. Sehubungan dengan itu, hal ini menjadi perhatian utama dalam upaya penguatan atau merevitalisasi dari budaya dan komunitas pedesaan itu sendiri, dipandu oleh nilai-nilai gotong-royong dan kemandirian diri dan atau adanya pendekatan secara keseluruhan dan terintegrasi dari dimensi fisik dan kultural dari produksi dan konsumsi.

2.1.7 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keberlanjutan Kelembagaan