Data Tentang Faktor Penghambat Implementasi Kebijakan
124
tetapi orangtua kurang bisa diajak bekerja sama sehingga anak tetap berperilaku buruk di sekolah. Padahal sekolah
sudah meng ajarkan berprilaku baik.” SJ25032015.
Guru pendamping khusus menambahkan RS: “Karena pada dasarnya pendidikan itu diberikan bukan
hanya di sekolah, tetapi juga di lingkungan keluarga atau rumah, seharusnya ada kerjasama yang baik antara orang
tua siswa dengan guru di sekolah agar tercapai tujuan pendidikan. Seperti orangtua terbuka ketika ditanya
tentang kondisi anaknya dirumah, sehingga sekolah tahu dan dapat menyesuaikan proses pembelajaran disekolah
dengan kemampuan siswa berkebutuhan khusus. Ini demi kebaikan bersama.
” RS25032015. b.
SD N Pojok Berdasarkan hasil observasi, wawancara dan dokumentasi.
Ada beberapa faktor yang menjadi penghambat dalam proses implementasi kebijakan pendidikan inklusi di SD N Pojok, sebagai
berikut: 1
Faktor orangtua siswa wali murid Faktor orangtua siswa atau wali murid menjadi faktor
utama penghambat proses implementasi kebijakan pendidikan inklusi. Karena masih ada beberapa orangtua siswa yang enggan
menganggap anaknya berkebutuhan khusus, sehingga meminta sekolah memperlakukan seperti siswa normal lainnya dalam hal
ujian dan pembelajaran. Padahal hasil tes assesmen menunjukan jika anak
tersebut memiliki IQ rendah atau di bawah rata-ratalambat
125
belajar dan membutuhkan penanganan khusus. Sebagaimana disampaikan oleh kepala sekolahT sebagai berikut:
“Terkadang hambatan itu datangnya dari orangtua siswa itu sendiri. Orangtua siswa berkebutuhan khusus masih
belum bisa menerima ketunaan anaknya, karena gengsi sehingga memaksa sekolah untuk memperlakukannya
seperti anak reguler lainnya. Padahal jika dilihat saja sudah kelihatan jika anak tersebut autis, dikhawatirkan
jika tidak ditangani sesuai dengan kebutuhannya, anak tersebut
tidak dapat
berkembang maksimal.” T17032015.
Selain itu masih ada beberapa orang tua siswa yang beranggapan
ketunaan itu
menular sebagaimana
yang disampaikan oleh guru pendamping khusus L: “Masih ada orang
tua siswamurid yang menganggap anak berkebutuhan khusus menular,
ini adalah pemahaman yang keliru.” L17032015. Dan ditegaskan lagi oleh guru kelas RA
: “Anggapan beberapa orangtua siswa jika anak berkebutuhan khusus bisa
menular akan berdampak buruk bagi anak berkebutuhan khusus. Bisa
jadi anak
men jadi minder dan terkucilkan.”
RA29042015. 2
Faktor assesmen Proses assesmen siswa untuk mengetahui perkembangan
dan kebutuhan siswa berkebutuhan khusus terkadang menjadi penghambat. SD N Pojok bekerjasama dengan Universitas
Negeri Yogyakarta dan Puskesmas, dan psikolog dari Universitas
Gadjah Mada
dan Universitas
Teknologi
126
Yogyakarta untuk mengasesmen siswa berkebutuhan khusus. Terkadang jarak dan biaya menjadi penghambat apalagi hasil
assesmen biasanya lama. Sebagaimana disampaikan oleh kepala sekolah T sebagai berikut:
“Hal yang jadi kendala dalam asesmen adalah jarak tempat assesmen yang jauh, biaya assesmen dan lamanya
hasil assesmen itu diumumkan, terkadang guru mengantar siswa ke tempat assesmen menggunkan
sepeda motor satu persatu dengan jarak yang cukup jauh dan pasti membutuhkan biaya assesmen serta transport
dari sekolah. Sedangkan jumlah siswa berkebutuhan khusus yang akan diassesmen lebih dari satu.
” T17032015.
Guru pendamping khusus menambahkan L: “Hasil assesmen lama, sehingga sekolah menunggu. Mungkin pihak
pengassesmen perlu memberitahukan terlebih dahulu agar sekolah tidak menunggu terlalu lama.” L17032015.
3 Faktor kurangnya tenaga pendidik
Kurangnya tenaga pendidik khususnya guru pendamping khusus menjadi faktor penghambat proses implementasi
kebijakan pendidikan inklusi, karena selama ini satu guru pendamping khusus hanya datang ke sekolah dua kali dalam
satu minggu yaitu setiap hari jumat dan sabtu. Harus menangani berbagai anak yang mempunyai ketunaan yang berbeda-beda di
setiap kelasnya seperi autis, tunagrahita, tunadaksa, dan lambat belajar.
127
Sebagaimana yang disampaikan oleh guru kelas RA: “Guru pendamping khusus hanya satu disini, dan itupun hanya
datang dua kali dalam satu minggu. Sekolah masih membutuhkan guru pendamping kh
usus.” RA29042015. Guru pendamping khusus L menegaskan
: “Saya mengajar cuma dua kali dalam satu minggu untuk seluruh ABK,
yaitu setiap hari Jumat dan Sabtu, selebihnya saya mengajar di sekolah induk, sekolah SLB.” L17032015.
Kekurangan guru pendamping khusus berdampak pada siswa. Siswa berkebutuhan khusus kurang terlayani dengan
maksimal berbeda dengan di Sekolah Luar Biasa dimana guru menangani maksimal atau paling banyak 3 anak berkebutuhan
khusus. Sebagimana yang disampaikan oleh kepala sekolah T sebagai berikut:
“Guru Pendamping Khusus di sini hanya ada satu dan datang hanya setiap hari Jumat dan Sabtu di setiap
minggunya dan harus menangani banyak anak
berkebutuhan khusus, maka sangat tidak optimal dan kurang efisien. Mungkin harus ada kebijakan baru
dimana sekolah inklusi ada tiga guru pendamping khusus untuk membimbing anak yang berkebutuhan.”
T17032015.
4 Faktor intern atau kepribadian dari anak berkebutuhan khusus
Masalah muncul dari anak berkebutuhan khusus tersebut dimana anak susah untuk diatur dan selalu melakukan segala
sesuatunya sesuai dengan keinginannya. Sehingga pengajar atau guru harus pandai-pandai menyesuaikan. Terkadang siswa tidak
128
mau di ajar oleh guru umum atau guru kelas dan tidak menggap gurunya, yang dianggap sebagai guru hanya guru pendamping
khususnya. Sebagaimana disampaikan oleh kepala sekolah T sebagai berikut:
“Anak yang berkebutuhan khusus tidak semuanya menurut dan mau diajak belajar oleh guru kelasumum
dalam proses belajar mengajar di kelas. Mereka memilih- milih dan menggap gurunya hanya guru pendamping
khusus saja. Maka perlu adanya pendekatan personal dengan anak. Selain itu kita juga harus bersikap sabar
ketika menghadapainya.
” T17032015. Dipertegas oleh guru pendamping khusus L:
“Ada beberapa anak berkebutuhan khusus yang bandel, nakal dan tidak mau diajar oleh guru lain kecuali saya,
sebagai guru pendamping khususnya. Tipe anak seperti ini harus sabar menghadapinya dan perlu adanya inovasi
baru dalam mengajar. Jangan membuat anak merasa diabaikan atau dibiarkan. Mereka hanya membutuhkan
perhatian l
ebih dari guru.” L17032015.