129
harus disesuaikan dengan kemampuan indera untuk menangkap hal atau obyek inderawi dengan segala kelebih-
an dan kekurangannya. Penglihatan dapat menghasilkan pengetahuan tentang warna, ruang, ukuran besar
kecilnya obyek, serta adanya suatu gerak atau perubahan. Sesuai dengan perspektif penglihatan kita, sering kita
sadari bahwa penangkapan penglihatan kita sering tidak tepat, kita mengalami tipu mata, misalnya: bintang yang
semestinya besar nampak di penglihatan kita sebagai bintang kecil; sepasang rel kereta api yang seharusnya
sejajar ternyata nampak di penglihatan sebagai yang semakin menciut di kejauhan. Ketiga, atas dasar bidang
atau lingkup kehidupan yang tentu saja bagaimana penge- tahuan itu diusahakan dan dikembangkan dapat berbeda,
antara lain: pengetahuan agama kebenaran agama, pengetahuan moral kebenaran moral, pengetahuan seni
kebenaran seni, pengetahuan budaya kebenaran budaya, pengetahuan sejarah kebenaran historis, pengetahuan
hukum
kebenaran hukum,
pengetahuan politik
kebenaran politik.
Kebenaran pengetahuan
perlu dipahami berdasarkan bahasa atau cara menyatakan dari
lingkup kehidupan terkait, misalnya: penilaian baik tentang tindakan dalam bidang moral tentu saja perlu dibedakan
dengan penilaian baik tentang hasil karya dari bidang seni. Keempat, atas dasar tingkat pengetahuan yang diharapkan
dan diperolehnya, yaitu: pengetahuan biasa sehari-hari ordinary knowledge memiliki kebenaran yang sifatnya
subyektif, yang amat terikat pada subyek yang mengenal, pengetahuan ilmiah scientific knowledge menghasilkan
kebenaran ilmiah, pengetahuan filsafati philosofical knowledge menghasilkan kebenaran filsafati. Kriteria yang
dituntut dari setiap tingkat kebenaran ternyata berbeda, misalnya: kebenaran pengetahuan yang diperoleh dalam
pengetahuan biasa sehari cukup didasarkan pada hasil pengalaman sehari-hari, sedangkan kebenaran pengeta-
huan ilmiah perlu diusahakan dengan pemikiran rasional kritis, logis, dan sistematis untuk memperoleh pengeta-
huan yang selaras dengan obyeknya obyektif.
130
E. Teori Kebenaran
Teori kebenaran selalu paralel dengan teori pengeta- huan yang dibangunnya. Sebagaimana pengetahuan
dilihat tidak secara menyeluruh, melainkan dari aspek atau bagian tertentu saja, demikian pula kebenaran juga hanya
diperoleh dari pemahaman terhadap pengetahuan yang tidak menyeluruh tersebut, sehingga setiap teori kebenaran
yang akan dibahas, ternyata lebih menekankan pada salah satu bagian atau aspek dari proses orang mengusahakan
kebenaran pengetahuan. Berikut ini beberapa contoh teori kebenaran, yang nampak sekali menekankan salah satu
langkah proses manusia mengusahakan pengetahuan.
1. Teori Kebenaran Korespondensi
Teori ini dikenal sebagai salah satu teori kebenaran tradisional, atau teori yang paling tua. Teori ini sampai
tingkat tertentu telah dimunculkan Aristoteles. Menurut Aristoteles, mengatakan hal yang ada sebagai tidak ada,
atau yang tidak ada sebagai ada, adalah salah. Sedangkan mengatakan hal yang ada sebagai ada, atau yang tidak ada
sebagai tidak ada, adalah benar. Dengan ini Aristoteles sudah meletakkan dasar bagi teori kebenaran korespon-
densi, yaitu bahwa kebenaran adalah persesuaian antara apa yang dikatakan dengan kenyataan. Pernyataan diang-
gap benar kalau apa yang dinyatakan di dalamnya ber- hubungan atau punya keterkaitan correspondence dengan
kenyataan yang diungkapkan dalam pernyataan itu.
Kebenaran adalah soal kesesuaian antara apa yang diklaim sebagai yang diketahui dengan kenyataan yang
sebenarnya. Benar dan salah adalah soal sesuai tidaknya apa yang dikatakan dengan kenyataan sebagaimana
adanya. Menurut teori ini, kebenaran terletak pada kese- suaian antara subyek dan obyek, yaitu apa yang diketahui
subyek dan realitas obyektif sebagaimana adanya.
Contoh: “Bumi adalah bulat” merupakan suatu pernya- taan yang benar, karena dalam kenyataannya pernyataan
itu didukung atau sesuai dengan kenyataan. Sedangkan
131
pernyataan “Kerusuhan-kerusuhan akhir-akhir ini dida- langi oleh pihak
ketiga.” adalah benar, bila dalam kenyataannya memang ada pihak ketiga yang mendalangi
kerusuhan-kerusuhan tersebut. Namun bila pernyataan- pernyataan tersebut tidak didukung oleh kenyataan atau
fakta yang terjadi, maka pernyataan tersebut salah.
Apa yang diketahui oleh subyek sebagai benar harus sesuai atau harus cocok dengan obyek, dengan kenyataan
yang diklaim oleh subyek bersangkutan, harus ada kese- suaian dengan realitas. Apa yang diketahui oleh subyek
memang berkaitan dan berhubungan dengan realitas. Materi pengetahuan yang dikandung dan diungkapkan
dalam proposisi atau pernyataan memang sesuai dengan obyek atau fakta.
Dengan demikian suatu ide, konsep, atau teori dikata- kan benar bila mengungkapkan realitas yang sebenarnya.
Pengetahuan terbukti benar dan menjadi benar oleh kenyataan yang sesuai dengan apa yang diungkapkan
pengetahuan tersebut. Dalam kegiatan ilmiah, meng- ungkapkan realitas adalah hal yang pokok Dalam usaha
mengungkapkan realitas itu, kebenaran akan muncul dan terbukti dengan sendirinya, apabila apa yang dinyatakan
sebagai benar memang sesuai dengan kenyataannya.
Teori korespondensi ini sangat ditekankan oleh aliran empirisme yang mengutamakan pengalaman dan penga-
matan indrawi sebagai sumber utama pengetahuan manu- sia. Teori ini sangat menghargai pengamatan, percobaan
atau pengujian empiris untuk mengungkapkan kenyataan yang sebenarnya. Teori ini lebih mengutamakan cara kerja
dan pengetahuan aposteriori, yaitu pengetahuan yang terungkap hanya melalui dan setelah pengalaman dan
percobaan empiris.
Teori ini juga cenderung menegaskan dualitas antara subyek dan obyek, antara si pengenal dan yang dikenal.
Dengan titik tolak dualitas ini, teori ini lalu menekankan pentingnya obyek bagi kebenaran pengetahuan manusia.
Yang paling berperan bagi kebenaran pengetahuan