Bahasa SARANA BERPIKIR ILMIAH
109
Manusia dapat berpikir dengan baik karena dia mempunyai bahasa. Tanpa bahasa maka manusia tidak
akan dapat berpikir secara rumit dan abstrak seperti apa yang kita lakukan dalam kegiatan ilmiah. Tanpa bahasa
maka kita tak dapat mengkomunikasikan pengetahuan kita kepada orang lain. Binatang tidak dikaruniai bahasa yang
sempurna sebagaimana kita miliki, oleh sebab itu maka binatang tidak dapat berpikir dengan baik dan mengaku-
mulasikan pengetahuannya lewat proses komunikasi seperti kita mengembangkan ilmu. Bahasa memungkinkan
manusia berpikir secara abstrak di mana obyek-obyek yang faktual ditransformasikan menjadi simbol-simbol bahasa
yang abstrak. Dengan adanya transfomasi ini maka manusia dapat berpikir mengenai sesuatu obyek tertentu
meskipun obyek tersebut secara faktual tidak berada di tempat di mana kegiatan berpikir itu dilakukan. Binatang
mampu berkomunikasi dengan binatang lainnya namun hal ini terbatas selama obyek yang dikomunikasikan itu
berada secara faktual waktu proses komunikasi itu dilakukan.
Bahasa adalah rangkaian bunyi yang mengandung makna atau arti. Rangkaian bunyi tersebut terdiri dari
huruf-huruf tersusun menjadi kata, kata-kata tersusun menjadi kalimat keputusan, dan kalimat-kalimat tersusun
menjadi paragraph. Rangkaian bunyi yang mengandung arti tersebut dapat menghasilkan bahasa lisan. Namun
selain bahasa lisan, ternyata manusia juga menciptakan lambang-lambang untuk mengungkapkan bahasa tersebut
dalam tulisan, maka terciptalah bahasa tulis. Bunyi yang tadinya hanya dapat didengarkan dapat kita lihat dan kita
baca sebagai tulisan, misalnya dalam Bahasa Indonnesia menjadi tulisan kata
“sapu”, yang tersusun dari huruf- huruf s-a-p-u. Dalam Bahasa Indonesia dapat kita temukan
urutan huruf- huruf sebagai abjad, dari huruf “a” sampai
dengan “z”; dan dari huruf-huruf yang tersedia tersebut dapat digunakan untuk menyusun kata, kalimat, dan
rangkaian kalimat-kalimat yang semakin kompleks. Dalam perkembangannya, manusia juga dapat menciptakan
110
bahasa yang sudah disepakati, dan diharapkan hanya dapat ditangkap serta dimengerti maknanya oleh kelompok-
kelompok tertenntu. Misalnya dalam kelompok pramuka, dapat diciptakan beberapa huruf sandi. Misalnya militer
juga menciptakan lambing-lambang yang hanya dapat dimengerti oleh kelompok militer terkait dalam kepentingan
tertentu. Dan untuk kepentingan kelompok-kelompok yang mempunyai kebutuhan khusus misalnya kelompok tuna
rungu, diciptakanlah bahasa isyarat baik menggunakan mulutoral maupun jari.
Adanya simbol bahasa yang bersifat abstrak ini memungkinkan manusia untuk memikirkan sesuatu
secara berlanjut. Bahasa juga memberikan kemampuan untuk berpikir secara teratur dan sistematis. Transformasi
obyek faktual menjadi simbol abstrak yang diwujudkan lewat perbendaharaan kata-kata ini dirangkaikan oleh tata
bahasa untuk mengemukakan suatu jalan pemikiran atau ekspresi perasaan. Kedua aspek bahasa ini, yakni aspek
informatif dan emotif, keduanya tercermin dalam bahasa yang kita pergunakan. Pada hakikatnya informasi yang kita
sampaikan mengandung unsur-unsur emotif, demikian juga kalau kita menyampaikan perasaan, maka ekspresi itu
mengandung unsur-unsur informatif. Kadang-kadang hal
ini dapat dipisahkan dengan jelas seperti “musik dapat dianggap sebagai bentuk dari bahasa, di mana emosi
terbebas dari
informasi, sedangkan
buku telepon
memberika kita informasi sama sekali tanpa emosi. Kalau kita telaah lebih lanjut, bahasa mengkomu-
nikasikan tiga hal, yakni buah pikiran, perasaan, dan sikap. Bahasa dalam kehidupan manusia mempunyai
fungsi simbolik, emotif, dan afektif. Fungsi simbolik dari bahasa menonjol dalam komunikasi ilmiah, sedangkan
fungsi emotif menonjol dalam komunikasi estetik. Dalam komunikasi ilmiah sebenarnya proses komunikasi harus
terbebas dari unsur emotif ini, agar pesan yang disam- paikan bisa diterima secara reproduktif, identik dengan
yang dikirimkan.
111
Bahasa dapat kita cirikan sebagai serangkaian bunyi. Kita mempergunakan bunyi sebagai alat untuk
berkomunikasi. Meskipun kita bisa berkomunikasi dengan mempeprgunakan alat-alat lain, umpamanya saja dengan
memakai berbagai isyarat, namun manusia memper- gunakan bunyi sebagai alat komunikasi yang paling utama.
Bahasa merupakan lambang di mana rangkaian bunyi ini membentuk suatu arti tertentu. Rangkaian bunyi yang kita
kenal sebagai kata melambangkan suatu obyek tertentu umpamanya saja gunung atau seekor burung merpati.
Perkataan gunung dan burung merpati sebenarnya meru- pakan lambang yang kita berikan kepada dua obyek
tersebut. Manusia mengumpulkan lambang-lambang ini dan menyusun apa yang kita kenal sebagai perbenda-
haraan kata-kata. Perbendaharaan ini pada hakikatnya merupakan akumulasi pengalaman dan pemikiran mereka.
Artinya dengan perbendaharaan kata-kata yang mereka punyai maka manusia dapat mengkomunikasikan segenap
pengalaman dan pemikiran mereka.
Karena pengalaman
dan pemikiran
manusia berkembang, maka bahasa juga terus berkembang. Bahasa
diperkaya oleh seluruh lapisan masyarakat yang memper- gunakan bahasa tersebut; para ilmuwan, pendidik, ahli
politik, remaja, dan bahkan tukang copet. Lucu memang, namun itulah kenyataannya, tiap profesi bahkan copet
sekalipun, mengembangkan bahasa yang khas untuk kelompoknya.
Adanya lambang-lambang ini memungkinkan manu- sia dapat berpikir dan belajar dengan lebih baik. Sekiranya
kita tidak mempunyai perkataan gunung dan merpati, jika saya ingin mengatakan kepada seseorang, “Ada seekor
merpati di te pi gunung”, maka saya harus membawa orang
tersebut kepada obyek yang dilambangkan dengan gunung dan merpati itu. Jelas hal ini sangat merepotkan meskipun
pekerjaan itu masih bisa dilakukan. Apalagi bila kita ingin mengkomunikasikan bahwa “Makhluk Yeti hidup di puncak
Gunung Himalaya”. Adanya bahasa ini memungkinkan kita untuk memikirkan sesuatu dalam benak kepala kita,
112
meskipun obyek yang sedang kita pikirkan tersebut tidak berada di dekat kita. Di kamar kecil kita bisa memikirkan
soal aljabar kita atau merencanakan apa yang akan kita lakukan setelah makan malam nanti. Dengan kemampuan-
nya berbahasa memungkinkan manusia untuk memikirkan sesuatu masalah secara terus-menerus.
Dengan adanya bahasa maka manusia hidup dalam dua dunia, yakni dunia pengalaman yang nyata dan dunia
simbolik yang dinyatakan dengan bahasa. Berbeda dengan binatang, maka manusia mencoba mengatur pengalaman
yang nyata ini dengan berorientasi kepada manusia simbolik. Bila binatang hidup menurut naluri mereka, dan
hidup dari waktu ke waktu berdasarkan fluktuasi biologis dan fisiologis mereka, maka manusia mencoba menguasai
semua ini. Pengalaman mengajarkan kepada manusia bahwa hidup seperti ini kurang bisa diandalkan di mana
eksistensi hidupnya sangat tergantung kepada faktor faktor yang sukar dikontrol dan diramalkan. Manusia mempunyai
pegangan yang mengajarkan manusia agar mengekang hawa nafsu dan tidak mengikutinya seperti kuda tanpa
kendali.
Dalam dunia fisik yang kejam dan sukar diramalkan, maka manusia bangkit dan melawannya. Manusia lalu
mengembangkan pengetahuan untuk menguasainya: tanah diolahnya, belantara ditebangnya, air dan iklim dikuasai
dan dimanfaatkannya. Lewat pengetahuan ini maka manu- sia menjadi penguasa dunia. Mereka mencoba mengerti
semua gejala yang dihadapinya dan membuahkan penge- tahuan yang memberikan penjelasan kepadanya. Berbekal
pengetahuan ini, maka manusia tidak takut lagi terhadap alam. Dan lewat bahasa, manusia menyusun sendi-sendi
yang membuka rahasia alam dalam berbagai teori seperti elektkronik, termodinamik. Pengetahuan adalah kekuasa-
an, dan dengan kekuasan ini manusia mencoba mengerti hidupnya. Manusia tidak mau lagi dikuasai alam, dia
bangkit dan menguasainya.
113
Di samping pengetahuan manusia juga mencoba memberi arti kepada semua gejala fisik yang dialaminya.
Kejadian sehari-hari yang penuh dengan ketawa dan air mata, kelahiran dan kematian, pertemuan dan perpisahan,
semuanya dirangkainya dengan bahasa menjadi sesuatu yang koheren dan mempunyai arti. Manusia lalu memper-
tanyakan masalah-masalah yang sangat hakiki, apakah hidup ini ada tujuannya? Dengan ini manusia memberi arti
kepada hidupnya. Arti yang terpateri dalam dunia simbolik yang diwujudkan lewat kata-kata. Kata-kata lalu mem-
punyai arti bahkan kekuatan, misalkan kekuatan dalam tuah mantera dan jampi-jampi, kekuatan dalam keperca-
yaan dan keyakinan moral. Kekuatan itu memberi dorongan dan arah dalam berkehidupan, semacam pegangan yang
membedakan mana yang suci dan luhur, mana yang rendah dan menghinakan. Tanpa bahasa maka semua ini tak
mungkin ada.
Seni merupakan kegiatan estetik yang banyak mempergunakan aspek emotif dari bahasa baik itu seni
suara maupun seni sastra. Dalam hal ini bahasa bukan saja dipergunakan untuk mengemukakan perasaan itu
sendiri melainkan juga merupakan ramuan untuk menjel- makan pengalaman yang ekspresif tadi. Bahasa diperguna-
kan secara plastis, seperti kita membuat patung dari tanah liat, di mana komunikasi yang terjadi mempunyai
kecenderungan emotif.
Komunikasi ilmiah mensyaratkan bentuk komuni- kasi yang sangat lain dengan komunikasi estetik.
Komunikasi ilmiah bertujuan untuk menyampaikan informasi yang berupa pengetahuan. Agar komunikasi
ilmiah ini berjalan dengan baik, maka bahasa yang dipergunakan harus terbebas dari unsur-unsur emotif.
Komunikasi ilmiah harus bersifat reproduktif, artinya bila si pengirim komunikasi menyampaikan suatu informasi
yang katakanlah berupa x, maka si penerima komunikasi harus menerima informasi yang berupa x pula. Proses
komunikasi ilmiah harus bersifat jelas dan obyektif yakni terbebas dari unsur-unsur emotif.
114
Berbahasa dengan jelas artinya ialah bahwa makna yang terkandung dalam kata-kata yang dipergunakan
diungkapkan secara tersurat eksplisit untuk mencegah pemberian makna yang lain. Maka dalam komunikasi
ilmiah kita sering sekali mendapatkan definisi dari kata- kata yang dipergunakan. Berbahasa dengan jelas artinya
juga mengemukakan pendapat atau jalan pemikiran secara jelas. Bila kita teliti lebih lanjut, maka kalimat-kalimat
sebuah karya ilmiah pada dasarnya merupakan suatu pernyataan. Pernyataan itu melambangkan suatu pengeta-
huan yang ingin kita komunikasikan kepada orang lain.
Misalnya, kalimat seperti “Logam kalau dipanaskan akan memanjang”
pada hakikatnya
merupakan suatu
pernyataan yang mengandung pengetahuan tentang hubungan sebab-akibat antara panjang logam dan
kenaikan suhu. Karya ilmiah pada dasarnya merupakan kumpulan
pernyataan yang mengemukakan informasi tentang pengetahuan maupun jalan pemikiran dalam mendapat
pengetahuan tersebut. Untuk mampu mengkomunikasikan suatu pernyataan dengan jelas, maka seseorang harus
menguasai tata bahasa yang baik. Penguasaan tata bahasa dengan baik merupakan syarat mutlak bagi suatu
komunikasi ilmiah yang benar. Gaya penulisan ilmiah, di mana tercakup di dalamnya penggunaan tata bahasa dan
penggunaan kata-kata, harus diusahakan sedemikian mungkin menekan unsur-unsur emotif. Selain itu karya
ilmiah mempunyai format-format penulisan tertentu seperti cara meletakkan catatan kaki atau menyertakan daftar
bacaan. Kesemuanya ini harus dikuasai dengan baik oleh seorang ilmuwan agar dapat berkomunikasi dengan sesama
kaum ilmuwan secara benar.
Sebagai sarana komunikasi ilmiah, maka bahasa
mempunyai beberapa kekurangan. Kekurangan ini pada hakikatnya terletak pada peranan bahasa itu sendiri yang
bersifat multifungsi, yakni sebagai sarana komunikasi emotif, afektif, dan simbolik. Dalam komunikasi ilmiah kita
ingin mempergunakan aspek simbolik saja dari ketiga
115
fungsi tersebut tadi, di mana kita ingin mengkomunika- sikan informasi tanpa kaitan emotif dan afektif. Bahasa
ilmiah pada hakikatnya haruslah bersifat obyektif tanpa mengandung emosi dan sikap; atau dengan perkataan lain,
bahasa ilmiah haruslah bersifat antiseptik dan reproduktif.
Kekurangan yang kedua terletak pada arti yang tidak
jelas dan eksak yang dikandung oleh kata-kata yang membangun bahasa. Jika kita ingin mengetahui arti dari
istilah ilmu umpamanya, yang menjadi pokok pembicaraan kita selama ini, maka sukar sekali bagi kita untuk
mendefinisikan ilmu tersebut dengan sejelas dan seeksak mungkin, bagaimanapun hal itu kita coba.
Di samping itu bahasa mempunyai beberapa kata yang memberikan arti yang sama. Umpamanya pengertian
tentang “usaha kerja sama yang terkoordinasi dalam mencapai suatu tujuan tertentu” disebutkan sebagai
administrasi, manajemen, pengelolaan, dan tatalaksana. Sifat majemuk dari bahasa ini sering menimbulkan apa
yang dinamakan kekacauan semantik, di mana dua orang yang berkomunikasi mempergunakan sebuat kata yang
sama namun untuk pengertian yang berbeda, atau sebaliknya, mereka mempergunakan dua kata yang
berbeda untuk sebuat pengertian yang sama. Dan akhirnya bahasa sering berputar-putar dalam mempergunakan kata-
kata terutama dalam memberikan definisi. Umpamanya
kata “pengelolaan” didefinisikan sebagai “kegiatan yang dilakukan
dalam sebuah
organisasi”, sedangkan
“organisasi” didefinisikan sebagai “suatu bentuk kerja sama yan
g merupakan wadah dari kegiatan pengelolaan”.