Statistika SARANA BERPIKIR ILMIAH
119
disahkan kebenarannya. Sebaliknya jika hipotesis tersebut bertentangan dengan kenyataan maka hipotesis itu ditolak.
Pengujian mengharuskan kita untuk menarik kesimpuan yang bersifat umm dari kasus-kasus yang
bersifat individual. Umpamanya jika kita ingin mengetahui berapa tinggi rata-rata anak umur 10 tahun di sebuah
tempat maka nilai tinggi rata-rata yang dimaksudkan itu merupakan sebuah kesimpulan umum yang ditarik dalam
kasus-kasus anak umum 10 tahun di tempat itu. Jadi dalam hal ini kita menarik kesimpulan berdasarkan logika
induktif. Di pihak lain penyusunan hipotesis merupakan penarikan kesimpulan yang bersifat khas dari pernyataan
yang bersifat umum dengan mempergunakan deduksi. Logika deduktif berpaling kepada matematika sebagai
sarana penalaran penarikan kesimpulan, sedangkan logika induktif berpaling kepada statistika. Statistika merupakan
pengetahuan untuk melakukan penarikan kesimpulan induktif secara lebih seksama.
Penarikan kesimpulan induktif pada hakikatnya berbeda dengan penarikan kesimpulan secara deduktif.
Dalam penalaran deduktif maka kesimpulan yang ditarik adalah benar sekiranya premis-premis yang diperguna-
kannya adalah
benar dan
prosedur penarikan
kesimpulannya adalah sah. Sedangkan dalam penalaran induktif meskipun premis-premisnya adalah benar dan
prosedur penarikan kesimpulannya adalah sah maka kesimpulan itu belum tentu benar. Yang dapat kita katakan
adalah bahwa kesimpulan itu mempunyai peluang untuk benar.
Statistika merupakan
pengetahuan yang
memungkinkan kita untuk menghitung tingkat peluang ini dengan eksak.
Penarikan kesimpulan secara induktif menghadap- kan
kita kepada
sebuah permasalahan
mengenai banyaknya kasus yang harus kita amati sampai kepada
suatu kesimpulan yang bersifat umum. Dalam hal ini satistika memberikan sebuah jalan keluar. Statistika
memberikan cara untuk dapat menarik kesimpulan yang bersifat umum dengan jalan mengamati hanya sebagian
120
dari populasi yang bersangkutan. Jadi untuk mengetahui tinggi rata-rata anak umur 10 tahun di Indonesia kita tidak
melakukan pengukuran terhadap seluruh anak yang berumur tersebut di seluruh Indonesia, namun cukup
hanya dengan jalan melakukan pengukuran terhadap sebagian anak saja. Tentu saja penarikan kesimpulan
seperti ini, yang ditarik berdsarkan contoh sample dari populasi yang bersnagkutan, tidak selalu akan seteliti
kesimpulan yang ditarik berdasarkan sensus yakni dengan jalan mengamati keseluruhan populasi tersebut. Bukankah
dalam penelaahan keilmuan yang bersifat pragmatis, di mana teori keilmuan tdak ditujukan kearah penguasaan
pengetahuan yang bersifat absolut, namun ditujukan kearah sesuatu yang tidak mutlak teliti, tetapi dapat
dipertanggungjawabkan, adalah sudah memenuhi syarat.
Statistika mampu memberikan secara kuantitatif tingkat ketelitian dari kesimpulan yang ditarik tersebut,
yang pada pokoknya didasarkan pada asas yang sangat sederhana, yakni makin besar contoh yang diambil maka
makin tinggi pula tingkat ketelitian kesimpulan tersebut. Sebaliknya makin sedikit contoh yang diambil maka makin
rendah pula tingkat ketelitiannya. Karakteristik ini memungkinkan kita untuk dapat memilih dengan saksama
tingkat ketelitian yang dibutuhkan sesuai dengan hakikat permasalahan yang dihadapi. Tiap permasalahan mem-
butuhkan tingkat ketelitian yang berbeda-beda.
Statistika juga memberikan kemampuan kepada kita untuk mengetahui apakah suatu hubungan kausalita
antara dua faktor atau lebih bersifat kebetulan atau memang benar-benar terkait dalam suatu hubunganyang
bersifat empiris. Pengamatan secara sepintas lalu sering memberikan kesan kepada kita terdapatnya suatu
hubungan kausalita antara beberapa faktor, di mana kalau kita teliti lebih lanjut ternyata hanya bersifat kebetulan.
Jadi dalam hal ini statistika berfungsi meningkatkan ketelitian pengamatan kita dalam menarik kesimpulan
dengan jalan menghindarkan hubungan semu yang bersifat kebetulan.
121
Terlepas dari semua itu, maka dalam penarikan kesimpulan secara induktif kekeliruan memang tidak bisa
dihindarkan. Dalam kegiatan pengumpulan data kita terpaksa mendasarkan diri kepada berbagai alat yang pada
hakikatnya juga tidak terlepas dari cacat yang berupa ketidaktelitian dalam pengamatan. Pancaindera manusia
sendiri tidak sempurna yang bisa mengakibatkan berbagai kesalahan dalam pengamatan kita. Demikian juga dengan
alat-alat yang dipergunakan, semua tak ada yang sempurna. Statistika memberikan sifat yang pragmatis
kepada penelaahan keilmuan; meskipun kebenaran absolut tidak mungkin dapat dicapai, namun suatu kebenaran yang
dapat dipertanggungjawabkan dapat diperoleh.
Penarikan kesimpulan secara statistik memung- kinkan kita untuk melakukan kegiatan ilmiah secara
ekonomis, dimana tanpa statistika hal ini tak mungkin dapat dilakukan. Karakteristik yang dipunyai statistika ini
sering kurang dikenali dengan baik yang menyebabkan orang sering melupakan pentingnya statistika dalam
penelaahan keilmuan. Logika lebih banyak dihubungkan dengan matematika dan jarang sekali dihubungkan dengan
statistika, padahal hanya logika deduktif yang berkaitan dengan matematika, sedangkan logika induktif justru
berkaitan dengan statistika. Secara hakiki statistika mempunyai kedudukan yang sama dalam penarikan
kesimpulan induktif seperti matematika dalam penarikan kesimpulan secara deduktif. Dan penarikan kesimpulan
deduktif dan induktif keduanya mempunyai kedudukan yang sama pentingnya dalam penelaahan keilmuan. Jika
kita terlalu mementingkan logika deduktif maka kita terjatuh kembali kepada paham rasionalisme, sebaliknya
jika kita terlalu mementingkan logika induktif maka kita mundur kembali kepada empirisme. Ilmu dalam perkem-
bangan sejarah peradaban manusia telah menggabungkan kedua pendekatan ini dalam bentuk metode ilmiah yang
mendasarkan diri kepada keseimbangan, maka harus
122
dijaga pula keseimbangan antara pengetahuan tentang matematika dan statistika ini.