Konsepsi Miskonsepsi Kajian Pustaka 1.

b. Macam-macam Konsep Menurut Amien 1979, ditinjau dari fungsinya, konsep dapat dikelompokkan ke dalam 3 golongan yaitu: konsep klasifikasional, konsep korelasional, dan konsep teoritik: 1 Konsep klasifikasional adalah mengklasifikasi konsep-konsep. Siswa mengelompokkan suatu konsep ke dalam suatu peristiwa. Contoh: mengklasifikasi konsep segitiga, konsep trigonometri, dan konsep logaritma. 2 Konsep kolerasional adalah menghubungkan konsep yang satu dengan konsep yang lainnya dua atau lebih objek. Misalnya konsep luas persegi panjang sebagai hasil kali panjang dan lebar. 3 Konsep teoritik adalah menjelaskan konsep berdasarkan fakta. Misalnya konsep titik, bilangan, dan himpunan.

2. Konsepsi

Konsepsi dapat didefinisikan sebagai tafsiran perorangan atau individu terhadap suatu konsep Berg, 1991. Contohnya konsep bola, bola dapat ditafsirkan oleh seorang anak sebagai suatu benda kecil, bulat dan menggelinding. Sedangkan Budi 1992: 114-115, mendefinisikan konsepsi sebagai kemampuan memahami konsep, baik yang diperoleh dari indera maupun kondisi lingkungan. Berdasarkan paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa konsepsi adalah konsep yang telah dipersepsikan. Dalam penelitian ini konsepsi sebagai presepsi atau pandangan atau pendapat siswa tentang konsep-konsep yang berhubungan dengan bangun ruang prisma segitiga dan tabung.

3. Miskonsepsi

a. Pengertian Miskonsepsi Miskonsepsi atau salah konsep adalah suatu konsep yang tidak sesuai dengan pengertian ilmiah atau pengertian yang diterima para pakar dalam bidang itu Suparno, 2005: 4. Menurut Flower 1987 dalam Suparno, 2005: 5, miskonsepsi adalah suatu pengertian yang tidak akurat dengan konsep, penggunaan konsep yang salah, klasifikasi contoh-contoh yang salah, serta hubungan hirarkis konsep-konsep yang tidak benar. Siswa dapat dikatakan miskonsepsi apabila konsep yang dimiliki oleh siswa tersebut bertentangan dengan konsep yang dimiliki oleh para ahli Berg, 1991: 10. Hal itu sependapat dengan Budi 1992: 114, ia berpendapat bahwa miskonsepsi dapat terjadi apabila konsepsi seorang siswa berbeda dengan konsepsi para ahli secara teoritis yang dianggap benar dan baku. Dari pemaparan di atas, dapat disimpulan bahwa miskonsepsi adalah suatu makna atau konsep yang telah dipersepsikan, namun bertentangan dengan persepsi para ahli yang sudah diyakini kebenarannya. b. Mendeteksi Miskonsepsi Menurut Suparno 2005: 121, sebelum melangkah lebih lanjut, diperlukan cara-cara untuk mengidentifikasi atau mendetksi miskonsepsi tersebut. Adapun beberapa alat deteksi yang sering digunakan untuk mendeteksi ialah: pertama, dengan menggunakan peta konsep concept maps, digunakan untuk mendeteksi miskonsepsi siswa dalam bidang fisika. Peta konsep menekankan gagasan- gagasan pokok yang disusun secara hirarkis. Miskonsepsi siswa dapat diidentifikasi dengan melihat apakah hubungan antar konsep itu benar atau salah dan dapat dilihat dalam proposisi yang salah dan tidak adanya hubungan antar konsep Novak Gowin, 1984. Kedua, dengan menggunakan tes mulitiple choice dengan reasoning terbuka. Amir dkk, 1987, menggunkan tes pilihan ganda dengan pertanyaan terbuka dimana siswa harus menjawab dan menulis mengapa ia mempunyai jawaban terebut. Berdasarkan hasil jawaban tes yang tidak benar dalam pilihan ganda tersebut, dilanjutkan dengan wawancara. Tujuan wawancara adalah untuk meneliti bagaimana siswa berpikir dan mengapa mereka berpikir seperti itu. Model ini biasanya dipilih oleh peneliti karena dengan siswa menuliskan alasan, peneliti mudah untuk menganalisis hasil tes. Ketiga, dengan menggunakan tes esai tertulis. Tes esai ini memuat beberapa konsep yang memang hendak diajarkan atau sudah diajarkan. Melalui tes esai, miskonsepsi yang dibawa siswa dapat ditemukan dan dalam bidang atau konsep tertentu. Wawancara mendalam dilakukan untuk lebih mendalami mengapa siswa mempunyai gagasan seperti itu dan akan terlihat dari mana miskonsepsi itu dibawa. Keempat, dengan menggunakan wawancara diagnosis. Langkah pertama sebelum melakukan wawancara diagnosis, guru peneliti memilih beberapa konsep yang diperkirakan sulit untuk dimengerti oleh siswa atau beberapa pokok bahasan yang akan diajarkan. Wawancara dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan wawancara terstruktur dan wawancara bebas. Wawancara terstruktur ialah pertanyaan sudah disusun, sehingga memudahkan dalam praktiknya. Wawancara bebas, guru peneliti memang bebas bertanya kepada siswa dan siswa dapat dengan bebas menjawab. Urutan atau pertanyaan yang akan ditanyakan dalam wawancara itu tidak peru disiapkan. Kelima, dengan menggunakan diskusi dalam kelas. Diskusi kelas ini untuk mengungkapkan gagasan siswa tentang konsep yang sudah diajarkan maupun yang akan diajarkan. Diskusi kelas dapat mendeteksi apakah gagasan siswa itu tepat atau tidak. Cara ini lebih cocok digunakan pada kelas yang besar. Berdasarkan pembahasan tentang cara mengidentifikasi atau mendeteksi miskonsepsi di atas, dapat disimpulkan bahwa banyak cara yang dapat digunakan untuk mendeteksi miskonsepsi yang dialami oleh siswa. Cara tersebut sama-sama menekankan bahwa siswa diberi kesempatan untuk mengunggkapkan gagasannya, dengan hal itu peneliti mudah dalam mendeteksi miskonsepsi. Ada pendapat lain dari Abraham 1992: 112, ia menggolongkan derajat pemahaman siswa dalam enam kategori. Enam kategori tersebut adalah: 1 Tidak ada respon, dengan kriteria tidak menjawab dan atau menjawab “saya tidak tahu”. 2 Tidak memahami, dengan kriteria mengulang pertanyaan, menjawab tetapi tidak berhubungan dengan pertanyaan dan atau jawaban tidak jelas. 3 Miskonsepsi, dengan kriteria menjawab tetapi penjelasannya tidak benar atau tidak logis. 4 Memahami sebagian dan terjadi miskonsepsi, dengan kriteria jawaban menunjukkan ada konsep yang dikuasai, namun ada pernyataan yang menunjukkan miskonsepsi. 5 Memahami sebagian, dengan kriteria jawaban menunjukkan sebagian konsep yang dipahami tanpa miskonsepsi. 6 Memahami konsep, dengan kriteria jawaban menunjukkan konsep dikuasai dengan benar. Derajat pemahaman 1 dan 2 dkategorikan sebagai derajat pemahaman “tidak memahami konsep”, 3 dan 4 termasuk “miskonsepsi”, sedangkan 5 dan 6 termasuk “memahami konsep”, Abraham 1992: 113. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa derajat pemahaman dibedakan menjadi 3 kategori. Kategori pertama ialah siswa “tidak memahami konsep”, artinya siswa tersebut tidak menjawab pertanyaan dan atau siswa menjawab pertanyaan akan tetapi jawaban tersebut tidak jelas. Kategori kedua ialah siswa mengalami “miskonsespsi”, artinya siswa tersebut menjawab pertanyaan akan tetapi jawaban tersebut tidak benar atau tidak sesuai dengan jawaban para ahli sebelumnya. Kategori ketiga ialah siswa “memahami konsep”, artinya siswa menjawab pertanyaan dengan menunjukkan konsep yang dikuasi dengan benar. c. Penyebab Terjadinya Miskonsepsi Kualitas gambaran atau pemahaman konsep yang diterima oleh seseorang tentunya berbeda-beda, maka tidak mengherankan apabila konsep yang sama terjadi perbedaan konsepsi antara orang yang satu dengan orang yang lainnya. Kualitas tersebut ditentukan oleh kualitas proses pembentukan dan kemampuan pembentuknya. Bentuk miskonsepsi dapat berupa konsep awal, kesalahan, hubungan yang tidak benar antara konsep-konsep, gagasan intuitif dan kesalahan yang naif Suparno, 2005: 4. Konsep awal prakonsepsi ialah bentuk miskonsepsi yang sering muncul dan dibawa siswa ke kelas formal atau dalam pembelajaran Clement 1987. Menurut Suparno 2005: 53, secara singkat penyebab miskonsepsi ada lima kelompok. Penyebab miskonsepsi yang pertama adalah dari diri siswa itu sendiri, misalnya konsep awal prakonsepsi yang dibawa oleh siswa, dari cara berpikir siswa, perkembangan kognitif siswa, kemampuan siswa dalam memahami konsep, serta minat belajar siswa. Penyebab miskonsepsi yang kedua adalah dari guru atau pengajar, seperti guru belum mengusai pokok bahasan, ketidakmampuan guru dalam mengajar, bukan lulusan dari bidang ilmu yang diampu, tidak membiarkan siswa mengungkapkan gagasan atau ide yang dimilikinya, hubungan antara guru dengan siswa kurang baik. Penyebab miskonsepsi yang ketiga adalah dari buku teks, misalnya penjelasan yang dipaparkan dalam buku salah, penulisan rumus maupun gambar yang salah. Penyebab yang keempat adalah konteks. Penyebab miskonsepsi dari segi konteks misalnya pengalaman siswa, bahasa sehari-hari yang berbeda, teman diskusi atau penjelasan dari orang tua yang keiru, keyakinan dan ajaran agama. Penyebab miskonsepsi yang kelima adalah cara mengajar atau metode mengajar, misalnya guru lebih menekankan satu segi saja dari konsep bahan yang digeluti, pemilihan suatu metode untuk pembelajaran terkadang membantu munculnya miskonsepsi bukan membantu peningkatan konsep siswa. Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa miskonsepsi dapat terjadi pada waktu proses pembentukan konsep yang dilakukan oleh diri siswa itu sendiri dan berdasarkan kemampuanya untuk membentuk sebuah konsep. Selain itu, miskonsepsi juga akan muncul karena faktor dari luar diri siswa, seperti guru atau pengajar, buku teks, konteks, dan metode yang digunakan guru saat mengajar. d. Cara Mengatasi Miskonsepsi Setelah mengetahui penyebab miskonsepsi serta mengetahui cara mendeteksi miskonsepsi, berikut ini akan dijelaskan bagaimana caranya untuk mengatasi miskonsepsi. Secara garis besar langkah yang digunakan untuk mengatasi miskonsepsi adalah: 1 Mencari atau mengungkap miskonsepsi yang dilakukan siswa, 2 Mencoba menemukan penyebab miskonsepsi tersebut, 3 Mencari perlakuan yang sesuai untuk mengatasi Suparno, 2005: 55. Banyak cara untuk mengatasi miskonsepsi, akan tetapi sering cara yang ditempuh untuk mengatasi miskonsepsi tidak berhasil. Menurut Suparno 2005: 55, ketidakberhasilan tersebut dapat disebabkan oleh pendidik atau peneliti yang kurang tepat dalam memilih metode atau cara yang digunakan untuk mengatasi miskonsepsi tersebut. Bisa juga cara yang digunakan belum sesuai dengan siswa di tempat pembelajaran. Maka dari itu, sangat penting peneliti menemukan sendiri penyebab miskonsepsi pada siswa dan mencari pemecahan yang sesuai untuk siswanya. Suparno, 2005: 81-82 memaparkan beberapa langkah pembenahan miskonsepsi berdasarkan penyebab miskonsepsi yang telah di bahas di atas. Penyebab kesalahan yang pertama adalah dari diri siswa. Penyebab kesalahan dari siswa dapat berupa konsep awal prakonsepsi maupun cara berfikir siswa yang kurang tepat. Hal tersebut dapat diatasi dengan cara siswa dihadapkan pada peristiwa anomali. Peristiwa anomali adalah pengalaman nyata yang sungguh lain dengan konsep atau pemikiran yang mereka bangun dan yakini benar Suparno, 2005: 58. Ada beberapa siswa yang belum sempurna perkembangan kognitifnya, sehingga siswa kesulitan dalam memahami dan merumuskan konsep yang abstrak. Cara mengatasinya dengan cara menjelaskan konsep yang ada sesuai dengan perkembangan kognitif siswa. Dapat dimulai dengan memberikan contoh nyata lalu pelan-pelan ke abstrak. Kadang-kadang kemampuan siswa juga kurang dalam belajar. Siswa tidak dapat menangkap konsep yang diajarkan oleh guru dengan tepat dan lengkap. Cara yang dapat dilakukan adalah siswa yang kemampuannya kurang dapat dibantu dengan pembelajaran multiple intelligence Suparno, 2005: 63. Model ini guru mencari inteligensi mana yang sangat kuat pada siswa, kemudian guru menjelaskan konsep dengan inteligensi yang menonjol pada siswa tersebut. Selanjutnya, minat belajar siswa rendah. Hal tersebut dapat diatasi dengan cara memberikan motivasi kepada siswa dan menvariasi metode pembelajaran. Penyebab kesalahan yang kedua adalah dari guru atau pengajar. Penyebab kesalahan dari guru dapat berupa guru tersebut kurang menguasai bahan pembelajaran, tidak memberi waktu siswa untuk mengungkapkan gagasan serta relasi guru dengan siswa kurang baik. Cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi kesalahan tersebut adalah dengan cara guru harus belajar lagi, memberikan waktu siswa untuk mengungkapkan gagasan secara lisan maupun tertulis, dan menciptakan relasi yang akrab, humor dan tidak menakutkan siswa Suparno, 2005: 65-66. Penyebab kesalahan yang ketiga adalah dari buku teks. Penyebab kesalahan dari buku teks dapat berupa penjelasan yang dipaparkan dalam buku salah, penulisan rumus maupun gambar yang salah, dan siswa tidak tahu cara menggunakan buku teks. Cara mengatasi adalah dengan mengoreksi secara teliti buku, penulisan rumus, atau gambar yang salah dan dibenarkan. Guru juga harus melatih siswa cara menggunakan buku teks dengan benar Suparno, 2005: 70-72. Penyebab kesalahan yang keempat adalah dari konteks. Penyebab kesalahan dari konteks dapat berupa pengalaman siswa yang keliru, dapat diatasi dengan cara siswa dihadapkan pada pengalaman baru sesuai konsep yang sedang dipelajari. Bahasa sehari-hari yang berbeda dan keyakinan agama yang berbeda, dapat diatasi dengan cara dijelaskan perbedaannya dengan contoh atau pengalaman yang dapat dialami siswa. Selain itu, kesalahan dapat berupa teman diskusi yang salah, dapat diatasi dengan mengungkapkan hasil diskusi dan dikritisi oleh guru atau siswa Suparno, 2005: 72-74.

4. Soal Uraian

Dokumen yang terkait

ANALISIS KESALAHAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS X SMA NEGERI 1 KENDAL DALAM MENYELESAIKAN SOAL MATERI JARAK PADA BANGUN RUANG

5 161 471

ANALISIS KESALAHAN SISWA DALAM MENYELESAIKAN SOAL PENERAPAN BANGUN RUANG KELAS IX Analisis Kesalahan Siswa Dalam Menyelesaikan Soal Penerapan Bangun Ruang Kelas Ix Smp Negeri 2 Cepogo.

0 3 14

ANALISIS KESALAHAN SISWA DALAM MENYELESAIKAN SOAL PENERAPAN BANGUN RUANG KELAS IX SMP NEGERI 2 CEPOGO Analisis Kesalahan Siswa Dalam Menyelesaikan Soal Penerapan Bangun Ruang Kelas Ix Smp Negeri 2 Cepogo.

0 2 15

MISKONSEPSI SISWA DALAM MENYELESAIKAN SOAL CERITA PADA MATERI LINGKARAN Miskonsepsi siswa dalam menyelesaikan soal cerita Pada materi lingkaran (studi situs di kelas viii g semester genap mts negeri ngemplak boyolali).

1 5 16

MISKONSEPSI SISWA DALAM MENYELESAIKAN SOAL CERITA PADA MATERI LINGKARAN Miskonsepsi siswa dalam menyelesaikan soal cerita Pada materi lingkaran (studi situs di kelas viii g semester genap mts negeri ngemplak boyolali).

0 8 15

ANALISIS KESULITAN SISWA DALAM MENYELESAIKAN SOAL CERITA BANGUN RUANG POKOK BAHASAN Analisis Kesulitan Siswa Dalam Menyelesaikan Soal Cerita Bangun Ruang Pokok Bahasan Prisma Dan Limas.

0 7 12

ANALISIS KESULITAN SISWA DALAM MENYELESAIKAN SOAL CERITA BANGUN RUANG POKOK BAHASAN Analisis Kesulitan Siswa Dalam Menyelesaikan Soal Cerita Bangun Ruang Pokok Bahasan Prisma Dan Limas.

0 4 16

PENDAHULUAN Analisis Kesulitan Siswa Dalam Menyelesaikan Soal Cerita Bangun Ruang Pokok Bahasan Prisma Dan Limas.

0 3 7

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL TERHADAP PENINGKATAN PEMAHAMAN SISWA KELAS V SD DALAM MATERI BANGUN RUANG.

0 2 37

Identifikasi miskonsepsi pembelajaran matematika materi volume bangun ruang (tabung, balok, kubus) pada siswa kelas V di Sekolah Dasar.

8 74 128