Tujuan umum Dermis kulit jangat Trietanolamin TEA

6 optimasi antara carbopol sebagai gelling agent dan gliserin sebagai humektan dalam gel anti-inflamasi menggunakan aplikasi desain faktorial. d. Penelitian yang dilakukan oleh Arunyanart dan Charoenrein 2008: “Effect of Sucrose on The Freeze-Thaw Stability of Rice Starch Gels: Correlation with Microstructure and Freezable Water ”. Pada penelitian tersebut dilakukan uji stabilitas rice starch gels dengan metode freeze-thaw selama 5 siklus.

3. Manfaat penelitian

a. Manfaat teoritis. Menambah ilmu pengetahuan bagi perkembangan dunia farmasi mengenai optimasi gelling agent carbopol 940 dan humektan gliserin pada pembuatan gel anti-aging ekstrak Spirulina platensis. b. Manfaat metodologis. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi tentang komposisi optimum dari gelling agent carbopol 940 dan humektan gliserin dengan aplikasi desain faktorial pada pembuatan gel anti- aging ekstrak Spirulina platensis. c. Manfaat praktis. Sediaan gel anti-aging ekstrak Spirulina platensis diharapkan dapat menjadi alternatif kosmetik dari bahan alami.

B. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah membuat sediaan gel anti-aging ekstrak Spirulina platensis yang memenuhi syarat sifat fisik gel yang baik dan stabil selama penyimpanan. 7

2. Tujuan khusus

a. Mengetahui faktor yang dominan antara carbopol 940 dan gliserin maupun interaksi kedua faktor yang menentukan sifat fisik viskositas dan daya sebar sediaan gel anti-aging ekstrak Spirulina platensis. b. Mengetahui kestabilan sediaan gel anti-aging ekstrak Spirulina platensis setelah siklus freeze thaw dan selama masa penyimpanan 28 hari. c. Mengetahui area komposisi optimum gelling agent carbopol 940 dan humektan gliserin sehingga diperoleh sediaan gel anti-aging ekstrak Spirulina platensis yang memenuhi parameter sifat fisik gel. 8 BAB II PENELAAHAN PUSTAKA

A. Kulit

Kulit merupakan salah satu organ terbesar dari tubuh yang membentuk 15 dari berat badan keseluruhan sehingga dapat menutupi tubuh dengan sempurna dan melindungi struktur yang berada di bawahnya Setiadi, 2007. Gambar 1. Kulit dan bagian-bagiannya Healthfavo, 2013 Kulit berfungsi sebagai agen proteksi karena mampu mencegah kerusakan dari serangan fisik dengan sifat lentur dan lunaknya. Kulit juga berfungsi sebagai agen pertahanan diri dari paparan sinar matahari yang mengandung satu set spektrum gelombang warna, yaitu inframerah dan UV yang dapat menyebabkan kanker kulit Parker, 2009. Fungsi kulit yang lain adalah untuk regulasi suhu tubuh, pengeluaran panas, efek vasodilatasi dan vasokonstriksi, pembentukan vitamin D, ekskresi dan penyembuhan luka Nurachman dan Angriani, 2011. 9 Lapisan kulit dari luar ke dalam terdiri dari epidermis, dermis, dan hipodermis yang dijelaskan sebagai berikut: 1. Epidermis kulit ari Epidermis merupakan lapisan kulit terluar dan memiliki ketebalan bervariasi di setiap bagian tubuh Nurachman dan Angriani, 2011. Lapisan epidermis terdiri dari stratum corneum lapisan tanduk, stratum lusidium, stratum granulosum, stratum spinosum, dan stratum basale germinativum. Pada epidermis terdapat pigmen kulit. Warna kulit tergantung pada jenis dan jumlah dua pigmen utama melanin –feomelanin yang berwarna kemerahan dan eumelanin yang berwarna kecoklat-hitaman. Paparan sinar UV merangsang melanosit sehingga kulit menjadi lebih gelap Parker, 2009.

2. Dermis kulit jangat

Dermis atau kulit jangat merupakan lapisan yang berada di bawah lapisan epidermis, tepatnya di dalam jaringan ikat kolagen dan lapisan serabut elastin. Lapisan dermis terdiri atas pembuluh darah, ujung saraf, kelenjar minyak, kelenjar keringat, otot penegak rambut, dan akar rambut. Lapisan dermis mengandung serat yang elastis sehingga dapat membuat kulit yang dikerutkan akan kembali menjadi bentuk semula. Serat elastis dalam dermis terbuat dari jaringan protein sehingga apabila terjadi kekurangan protein maka kulit menjadi kurang elastis dan mudah mengendur serta dapat menimbulkan kerutan Wirakusumah, 2007.

3. Hipodermis subkutan

Hipodermis terdiri dari kumpulan-kumpulan sel lemak dan diantaranya terdapat serabut-serabut jaringan ikat dermis. Lapisan lemak ini disebut jaringan 10 adiposa yang berguna sebagai shockbreker atau pegas bila terjadi tekanan trauma mekanis yang menimpa kulit dan sebagai tempat penimbunan kalori, cadangan makanan, dan menahan panas tubuh Setiadi, 2007. Menurut Barel, Paye, dan Maibach 2009, terdapat variasi pH di berbagai lokasi permukaan kulit yang disajikan pada tabel I. Menurut Barel dkk. 2009, kulit wajah pada bagian dahi dan pipi memiliki pH 4-5,5. Jika suatu sediaan memiliki pH di luar range tersebut, sediaan berpotensi menimbulkan efek iritasi pada kulit Benson dan Watkinson, 2012. Tabel I. Nilai pH kulit manusia di berbagai lokasi Barel dkk., 2009 Skin surface pH Location 4,0-5,5 Forehead 4,0-5,5 Forehead and cheek 4,1-4,2 Forearm 4,4 Volar forearm 4,4-5,1 Volar forearm 4,5-5,6 Forehead 4,2-4,5 Forearm 5,5-5,8 Forehead 5,56-5,96 Back of the wrist 4,8-5,0 Volar forearm 4,93-5,12 Volar forearm 5,0-5,4 Volar forearm 5,0-5,5 Ventral forearm 5,4-5,9 Lower arm 5,5-5,8 Forearm

B. Penuaan Dini

Penuaan adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita Ibrahim, Polii, dan Wungouw, 2015. 11 Ciri-ciri penuaan dini yaitu kerutan, kulit menjadi kendur elastisitas kulit menurun, perubahan warna kulit pigmentasi yang tidak merata, noda hitam, serta kulit menjadi kasar dan kering Binic, Lazarevic, Ljubenovic, Mojsa, dan Sokolovic, 2013. Proses menua merupakan proses fisiologis yang akan terjadi pada semua makhluk hidup yang meliputi seluruh organ tubuh termasuk kulit. Saat mulai terjadinya proses menua pada kulit tidak sama pada setiap orang. Pada orang tertentu proses menua kulit terjadi sesuai dengan usianya sedangkan pada orang lain datangnya lebih cepat, keadaan ini disebut penuaan dini premature aging. Hal ini menunjukkan bahwa proses menua pada setiap individu berbeda, tergantung dari berbagai faktor yang dapat mempengaruhi dan mempercepat terjadinya proses menua kulit Jusuf, 2005. Bermacam-macam teori proses menua telah dikemukakan para ahli namun sampai saat ini mekanisme yang pasti belum diketahui. Teori radikal bebas merupakan salah satu teori proses menua. Teori radikal bebas saat ini lebih banyak dianut dan dipercaya sebagai mekanisme proses menua. Berbagai usaha untuk menanggulangi kulit menua sekarang ini banyak ditujukan pada usaha pengikatan atau pemecahan radikal bebas. Bahan yang dapat menetralisir radikal bebas disebut antioksidan Jusuf, 2005.

C. Radikal Bebas

Radikal bebas adalah sekelompok elemen dalam tubuh yang mempunyai elektron yang tidak berpasangan sehingga tidak stabil dan reaktif hebat. Radikal bebas akan terus menerus menghantam sel-sel tubuh guna mendapatkan 12 pasangannya termasuk menyerang sel-sel tubuh yang normal. Akibatnya sel-sel akan rusak dan menua dan juga mempercepat timbulnya kanker Jusuf, 2005. Molekul-molekul radikal bebas tersebut yaitu reactive oxygen spesies ROS seperti anion superoksida , peroksida, radikal hidroksil OH, ion hidroksil, oksigen singlet dan reactive nitrogen spesies seperti nitrogen oksida NO dan peroksinitrit ONOO - RNS Pai dkk., 2014.

D. Antioksidan

Antioksidan mampu menghambat reaksi berantai radikal bebas dalam tubuh dengan cara mendonasikan satu atau lebih elektronnya kepada senyawa oksidan untuk diubah menjadi senyawa yang stabil Kikuzaki, Hisamoto, Hirose, Akiyama dan Taniguchi, 2002. Antioksidan memiliki kemampuan untuk menghambat proses oksidasi. Metode yang digunakan untuk menilai aktivitas antioksidan yaitu dengan menggunakan 2,2-difenil-1-pikrilhidrazil DPPH. Antioksidan akan mendonorkan proton atau hidrogen kepada DPPH, sehingga terbentuk 2,2-difenil-1-pikrilhidrazin DPPH-H yang bersifat non radikal Wikanta, Januar, dan Nursid, 2005. Gambar 2. Mekanisme metode DPPH Wikanta dkk., 2005 13

E. Analisis Aktivitas Antioksidan dengan Kromatografi Lapis Tipis

Pada uji aktivitas antioksidan, biasanya dilakukan tes skrining menggunakan 2,2-difenil-1-pikrilhidrazil DPPH pada plat Kromatografi Lapis Tipis KLT untuk melihat kemampuan penangkap radikal dari senyawa-senyawa yang ada dalam suatu ekstrak. Metode Kromatografi Lapis Tipis dapat dengan cepat mendeteksi dan memisahkan komponen aktif dalam ekstrak tumbuhan. Metode Kromatografi Lapis Tipis memiliki keuntungan lain seperti nyaman, sederhana dalam pelaksanaannya, dan tidak memerlukan peralatan khusus Kannan, Arumugam, dan Meenakshi, 2010. Metode DPPH umumnya digunakan dalam mengevaluasi aktivitas antioksidan suatu senyawa dan merupakan metode yang valid dan akurat, mudah dalam pelaksanaannya dan ekonomis Kedare dan Singh, 2011. Metode DPPH menunjukkan aktivitas donor elektron dari senyawa lain dalam campuran dan memberikan evaluasi aktivitas antioksidan karena radikal bebas. Setiap molekul yang dapat menyumbangkan elektron atau hidrogen untuk campuran akan bereaksi dengan DPPH sehingga terjadi perubahan warna dari senyawa berwarna ungu menjadi kuning oleh elektron dari senyawa antioksidan Masoko dan Eloff, 2007. Perubahan warna ungu DPPH menjadi warna kuning DPPH-H ditunjukkan pada gambar 3. 14 Gambar 3. DPPH radikal dan non radikal. A. DPPH radikal, berwarna ungu. B. DPPH-H non radikal berwarna kuning Molyneux, 2004

F. Spirulina platensis

Spirulina platensis merupakan salah satu mikroalga hijau biru Cyanophyceae yang digolongkan sebagai bakteri yang dapat melakukan fotosintesis untuk menghasilkan oksigen. Spirulina platensis mampu tumbuh dalam berbagai kondisi pertumbuhan yang dapat ditemukan di perairan dengan berbagai tingkat salinitas dengan pH basa, biasanya berkisar 8-11. Kondisi pH basa ini memberikan keuntungan dari sisi budidaya karena relatif tidak mudah terkontaminasi oleh mikroalga lain, yang umumnya hidup pada pH yang lebih rendah atau lebih asam Arlyza, 2005. Spirulina platensis mengandung senyawa antioksidan seperti selenium, vitamin E, dan enzim superoksida dismutase yang dapat memperkecil resiko kerusakan yang diakibatkan oleh radikal bebas Adam, 2005. Spirulina platensis secara ekstensif tumbuh dan menghasilkan protein-protein yang berguna untuk makanan atau untuk kegunaan industrial sebagai pigmen biru, emulsifier, thickening, dan gelling agent. A B 15 Spirulina platensis juga mengandung komponen lain seperti asam lemak tak jenuh seperti omega-3 dan omega-6, provitamin, dan kandungan fenolik Shalaby dan Shanab, 2013. Morfologi dari Spirulina platensis ditunjukkan pada gambar 4. Spirulina platensis memiliki wujud seperti lumpur yang berwarna hijau dan pemanenan Spirulina platensis dapat dilakukan dengan cara penyaringan seperti yang ditunjukkan pada gambar 5. Gambar 4. Morfologi Spirulina platensis dilihat menggunakan scanning electron microscope El-Samragy, 2012 Gambar 5. Pemanenan Spirulina platensis Spirulina source, 1999 16 Tingkatan taksonomi Spirulina platensis menurut Kabinawa 2006 adalah sebagai berikut: Divisi : Cyanophyta Kelas : Cyanophyceae Ordo : Nostocales Famili : Oscillatoriaceae Genus : Spirulina Spesies : Spirulina platensis Spirulina platensis mengandung pigmen phycobiliprotein. Phycobiliprotein merupakan kompleks pigmen-protein yang dapat menyerap cahaya. Berdasarkan sifat penyerapan cahaya, pigmen phycobiliprotein terdiri atas tiga kelompok yaitu phycoerythrin PE menyerap cahaya pada 495 nm dan 540- 570 nm, phycocyanin PC menyerap cahaya pada 610-620 nm, dan allophycocyanin APC menyerap cahaya pada 650-655 nm Sudhakar, Jagatheesan, Perumal, dan Arunkumar, 2015. Spirulina platensis lebih dominan akan pigmen phycocyanin, sehingga digolongkan sebagai mikroalga hijau biru Kabinawa, 2006. Komposisi kandungan pigmen dalam Spirulina platensis disajikan pada tabel II. Tabel II. Kandungan pigmen dalam 10 gram Spirulina platensis Kabinawa, 2006 Jenis Pigmen Kandungan10 g Persentase Phycocyanin biru 1500 – 2000 mg 15 – 20 Klorofil a hijau 115 mg 1,15 Karotenoid oranye 37 mg 0,37 Pigmen phycobiliprotein diketahui mempunyai efek meredam pada beberapa spesies oksigen reaktif secara in vivo. Pigmen phycobiliprotein 17 merupakan pewarna alami yang memiliki aktivitas antioksidan dengan cara peredaman radikal bebas oleh 2,2 ’-azobis 2-amidinopropane dihydroxychloride AAPH Hirata dkk., 2000 ; Yudiati dkk., 2011. Biomassa sel dari Spirulina platensis terutama pigmen phycobiliprotein akan jauh lebih mudah larut dalam pelarut polar, seperti air dan larutan penyangga bufer terutama bufer fosfat bila dibandingkan dengan pelarut kurang polar seperti aseton dan kloroform Arlyza, 2005 ; Setyawan dan Satria, 2013.

G. Ekstraksi

Prinsip ekstraksi adalah melarutkan dan menarik senyawa menggunakan pelarut yang tepat Silvia, Arreneuz, dan Wibowo, 2015. Maserasi merupakan proses ekstraksi yang dilakukan pada suhu kamar, yang memungkinkan untuk pelarut menembus struktur seluler pada tumbuhan dan melarutkan senyawa aktif Supriyatna, Moelyono, Iskandar, dan Febriyanti, 2015. Metode maserasi pada umumnya digunakan dalam isolasi senyawa bahan alam karena dengan perendaman sampel tumbuhan akan terjadi pemecahan dinding dan membran sel akibat perbedaan tekanan antara di dalam dan di luar sel sehingga senyawa metabolit sekunder yang ada dalam sitoplasma akan terlarut dalam pelarut dan ekstraksi senyawa akan sempurna karena dapat diatur lama perendaman yang dilakukan. Pemilihan pelarut pada metode maserasi akan memberikan efektivitas yang tinggi dengan memperlihatkan kelarutan senyawa bahan alam dalam pelarut tersebut Zullaikah, Fulanah, dan Fitri, 2015. Pelarut yang digunakan akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung senyawa aktif. Senyawa aktif akan larut karena 18 adanya perbedaan konsentrasi antara larutan senyawa aktif di dalam dan di luar sel, di mana sel yang mengandung senyawa aktif konsentrasi tinggi akan menuju pelarut konsentrasi rendah untuk mencapai kesetimbangan konsentrasi antara senyawa aktif di dalam dan di luar sel Silvia dkk., 2015.

H. Gel

Gel merupakan sistem semisolid yang tersusun atas dispersi molekul kecil atau besar dalam pembawa berair seperti jeli dengan penambahan bahan pembentuk gel. Bahan pembentuk gel yang dapat digunakan berupa makromolekul sintetik seperti karbomer; derivat selulosa, seperti karboksi metil selulosa, hidroksi propil metil selulosa; dan gum alami seperti tragakan. Gel dapat mengembang ketika didiamkan, dan membentuk tiksotropik sehingga harus dikocok sebelum digunakan untuk mengencerkan gel dan memungkinkan penuangan Allen, Popovich, dan Ansel, 2013. Formulasi gel terdiri dari bahan pembentuk gel; air; bahan obat; pelarut, seperti alkohol atau propilen glikol; pengawet seperti metil paraben dan propil paraben; dan penstabil seperti dinatrium edetat. Gel yang mengandung bahan obat dapat dibuat untuk berbagai rute pemberian, meliputi kulit, mata, hidung, vagina, dan rektum Allen dkk., 2013. Gel diklasifikasikan menjadi hidrogel dan organogel didasarkan pada keadaan fisik dari dispersi gelling agent. Hidrogel dibuat dengan menggunakan gelling agent yang larut air atau membentuk dispersi koloid dalam air, sedangkan organogel dibuat menggunakan bahan berminyak yang tidak larut air Gad, 2008. 19 Gel yang diaplikasikan ke kulit memiliki beberapa keuntungan yaitu tiksotropik, tidak berminyak, mudah dioleskan, mudah dibersihkan, emolien, jernih, kompatibel dengan beberapa eksipien dan larut dalam air Helal, El- Rhman, Abdel-Halim, dan El-Nabarawi, 2012. Ketidakstabilan gel dapat dibagi menjadi 2 yaitu swelling dan sineresis. Swelling merupakan pembengkakan gel dan sineresis adalah peristiwa gel mengkerut sehingga cenderung memeras air keluar dari dalam sel, akibatnya gel tampak lebih kecil dan padat Kuncari, Iskandarsyah, dan Praptiwi, 2014.

I. Gelling Agent

Pada penelitian ini gelling agent yang digunakan yaitu carbopol 940. Pemerian dari carbopol adalah serbuk putih, higroskopis, asam, dan sedikit berbau khas. Kegunaan carbopol 940 selain sebagai gelling agent dalam formulasi sediaan semisolid adalah sebagai rheology modifier, material bioadhesive, controlled release agent, emulsifying agent, agen stabilitas, dan agen pensuspensi. Carbopol biasa digunakan dalam kosmetik dan produk pharmaceutical karena stabilitasnya yang tinggi, kompatibel dengan bahan lain, dan toksisitasnya rendah Lu dan Jun, 1998. Batas konsentrasi penggunaan carbopol sebagai gelling agent yaitu 0,5-2 Rowe dkk., 2009. Gambar 6. Struktur carbopol Rowe dkk., 2009 20

J. Humektan

Humektan merupakan salah satu dari hydrating substances dalam produk kosmetik yang berfungsi untuk mencegah hilangnya air dari produk selama penggunaan dan meningkatkan kadar air dalam bahan yang bersentuhan dengan produk Barel dkk., 2009. Humektan yang digunakan dalam penelitian ini adalah gliserin. Pemerian dari gliserin adalah cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, kental, memiliki rasa manis, dan bersifat higroskopis. Gliserin memiliki rumus empirik C 3 H 8 O 3 dan bobot molekul 92,09. Gliserin juga berfungsi sebagai pengawet, co-solvent, pelarut, emolien, penetration enhancer, dan bahan pengisotonis. Campuran gliserin dengan air, etanol 95 dan propilen glikol adalah stabil. Gliserin dalam sediaan topikal digunakan sebagai humektan yang dapat melembabkan kulit dengan konsentrasi penggunaan gliserin kurang dari 30 Rowe dkk., 2009. Kelebihan gliserin yaitu menunjukkan kesetimbangan higroskopisitas yang baik dan tidak toksik kecuali pada konsentrasi yang tinggi Schueller dan Romanowski, 1999. Gambar 7. Struktur gliserin Rowe dkk., 2009

K. Bahan-bahan yang Digunakan dalam Pembuatan Gel Anti-Aging

Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan gel anti-aging selain carbopol 940 dan gliserin terdiri dari: 21

1. Trietanolamin TEA

Trietanolamin merupakan cairan kental yang jernih, tidak berwarna hingga berwarna kuning pucat dan memiliki sedikit bau amonia. Trietanolamin berfungsi sebagai agen pembasa dan emulgator Rowe dkk., 2009. Gambar 8. Struktur trietanolamin Rowe dkk., 2009 2. Metil paraben Metil paraben banyak digunakan sebagai bahan pengawet dalam kosmetik, produk makanan dan formulasi farmasetis. Metil paraben biasa digunakan sendiri atau dikombinasikan dengan golongan paraben atau bahan pengawet lainnya. Metil paraben paling sering digunakan sebagai bahan pengawet dalam kosmetik. Penggunaan metil paraben sebagai pengawet memiliki batas konsentrasi sebesar 0,02-0,3 jika digunakan dalam sediaan topikal. Metil paraben berupa kristal tidak berwarna atau serbuk kristal putih; tidak berbau atau hampir tidak berbau dan memiliki sedikit rasa terbakar. Metil paraben larut dalam air panas pada suhu 80°C 1:30, etanol 95 1:3, gliserin 1:60, dan propilen glikol 1:5 Rowe dkk., 2009. Gambar 9. Struktur metil paraben Rowe dkk., 2009 22

3. Akuades

Dokumen yang terkait

Optimasi sodium carboxymethyl cellulose sebagai gelling agent dan gliserin sebagai humektan dalam sediaan gel anti-aging ekstrak spirulina platensis menggunakan aplikasi desain faktorial.

0 4 117

Optimasi formula sediaan gel hand sanitizer minyak atsiri jeruk bergamot dengan humektan gliserin dan gelling agent carbopol.

0 1 80

Optimasi sodium carboxymethyl cellulose sebagai gelling agent dan propilen glikol sebagai humektan dalam sediaan gel anti-aging ekstrak spirulina platensis menggunakan aplikasi desain faktorial.

2 13 114

Optimasi carbopol 940 sebagai gelling agent dan propilen glikol sebagai humektan dalam sedian gel anti-aging ekstrak spirulina platensis dengan aplikasi desain faktorial.

4 19 111

Optimasi gelling agent Carbopol dan humektan gliserin dalam sediaan gel anti-inflamasi ekstrak daun cocor bebek (Kalanchoe pinnata (Lam.)) dengan aplikasi desain faktorial.

2 30 132

Optimasi Carbopol® 940 sebagai gelling agent dan propilen glikol sebagai humektan dalam sediaan emulgel sunscreen ekstrak Kencur (Kaempferia galanga L.) : aplikasi desain faktorial.

1 10 115

Optimasi gelling agent Carbopol dan humektan propilen glikol dalam sediaan gel anti-inflamasi ekstrak daun cocor bebek (Kalanchoe pinnata (Lam.)) dengan aplikasi desain faktorial.

3 29 115

Optimasi humektan propilenglikol dan gelling agent carbopol 940 dalam sediaan gel penyembuh luka ekstrak daun petai Cina (Leucaena leucocephala (Lam.) de Wit) : aplikasi desain faktorial.

5 16 99

Optimasi Carbopol 940 sebagai Gelling Agent dan Gliserin sebagai Humectant dalam emulgel minyak cengkeh sebagai penyembuh jerawat dengan aplikasi desain faktorial.

0 0 107

Optimasi humektan propilenglikol dan gelling agent carbopol 940 dalam sediaan gel penyembuh luka ekstrak daun petai Cina (Leucaena leucocephala (Lam.) de Wit) : aplikasi desain faktorial - USD Repository

0 1 97