4.2 Pembahasan
Peneliti melakukan penelitian di kelas II dengan jumlah anak 19, terdiri dari 12 anak laki-laki dan 7 anak perempuan. Informasi tersebut peneliti peroleh
berdasarkan pengamatan dari papan data anak di kelas II. Pada saat peneliti melakukan observasi di kelas tersebut, peneliti menemukan ada satu anak
hiperaktif, berjenis kelamin laki-laki bernama Fito. Saat ini usia anak tersebut delapan tahun. Orang tua Fito menyekolahkan di sebuah sekolah inklusi, yaitu di
SD Perahu. Peneliti melakukan peneitian dari bulan Juli hingga Desember. Kegiatan
pengambilan data yang meliputi wawancara dan observasi dilakukan setiap hari Sabtu selama lima bulan. Observasi dilakukan peneliti sebanyak dua kali, yaitu
pada tanggal 8 Agustus 2015 dan tanggal 16 November 2015. Penelitian ini melibatkan lima partisipan, yaitu Fito sebagai partisipan utama,
kemudian guru kelas II, guru pendamping umum sekolah, dan guru pendamping pribadi. Penelitian melakukan observasi terhadap Fito dan melakukan wawancara
kepada guru kelas II, guru pendamping umum, guru pendamping pribadi, dan orang tua untuk mengetahui persepsi guru mengenai anak hiperaktif dan gaya
belajar anak hiperaktif. Fito merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Secara fisik, Fito tidak
terlihat berbeda jika dibandingkan dengan anak-anak yang lainnya. Dari dokumen psikologis, Fito dinyatakan sebagai anak hiperaktif, sehingga orang tuanya
memutuskan untuk melakukan terapi pada Fito di salah satu sekolah untuk anak berkebutuhan khusus. Namun, berdasarkan hasil wawancara dengan pendamping
pribadi Fito, terapi tersebut sudah dihentikan oleh orang tuanya. Guru kelas Fito, mengatakan bahwa Fito mendapatkan kasih sayang yang besar dari ayahnya. Hal
tersebut terbukti saat beberapa kali peneliti melihat ayah Fito datang ke sekolah untuk menjemput Fito.
Pertama kali peneliti bertemu dengan Fito, saat peneliti akan mengobservasi si anak pada hari Sabtu, tanggal 8 Agustus 2015. Dalam penelitian ini, peneliti tidak
dapat melakukan wawancara dengan Fito dikarenakan peneliti melihat Fito adalah pribadi yang cenderung tertutup. Ketika peneliti masuk kelas untuk
mengobservasi Fito yang kedua kalinya pada hari Senin, tanggal 16 November 2015, Peneliti melihat ada sedikit perubahan perilaku yang ditunjukkan oleh Fito.
Peneliti yang saat itu mengambil tempat duduk tepat di belakang Fito, mengamati bahwa ketika di pagi hari, di beberapa menit awal mengikuti pembelajaran, Fito
terlihat duduk tenang. Ia tidak lagi menunjukkan gerakan-gerakan yang mengundang perhatian orang lain. Ia mengikuti pembelajaran dengan duduk
tenang bersama seorang guru pendamping yang duduk di sebelahnya. Meskipun di menit-menit pertengahan, Fito mulai terlihat gelisah.
Ada beberapa perilaku Fito yang menunjukkan bahwa Fito memiliki karakteristik inatensi, hiperaktif, dan impulsif. Karakteristik inatensi ditunjukkan
Fito dengan beberapa perilaku. Pertama, Fito sulit berkonsentrasi yang terlihat di menit-menit pertengahan kegiatan pembelajaran. Kedua, tampak tidak
mendengarkan saat diajak berbicara. Hal ini terlihat ketika peneliti beberapa kali menyapa Fito, tetapi Fito hanya menengok dengan wajah datar tanpa respon
apapun. Peneliti juga beberapa kali pernah mendekati Fito untuk bersalaman dan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
mengobrol. Fito sepintas menengok dan membalas jabat tangan, tetapi ketika diberikan pertanyaan, ia tidak pernah menjawab dan justru sibuk dengan
dunianya. Ketiga, Fito menghindari aktivitas berpikir. Hal tersebut peneliti ketahui dari
pernyataan Ibu Fito yang mengatakan bahwa Fito sering kali enggan mengerjakan soal sampai selesai. Ibu Fito menambahkan bahwa ketika diberi soal, Fito
sebenranya dapat mengerjakannya dengan benar, tetapi ia tidak mau mengisi atau menjawab soal dengan jawaban yang benar. Keempat, Fito sering tidak mengikuti
perintah dan gagal menyelesaikan tugas sekolah. Hal tersebut ditunjukkan ketika proses pembelajaran berlangsung, Fito jarang langsung mengerjakan tugas yang
diberikan oleh wali kelas, kecuali dengan instruksi singkat yang mudah dipahami. Kelima, perhatian Fito mudah sekali teralih saat berada di kelas. Keenam, Fito
terlihat tidak teratur dalam mengerjakan tugasnya sehingga harus didampingi oleh pendamping pribadi.
Selain karakteristik inatensi, Fito juga menunjukkan karakteristik hiperaktif dan impulsif. Pertama, Fito seringkali terlihat gelisah. Hal tersebut terjadi saat ia
sudah merasa jenuh mengikuti kegiatan belajar di kelas. Ia mulai menggerak- gerakkan tangannya. Kepala dan pandangan Fito mulai bergerak-gerak ke kanan,
kiri, atas, dan sesekali mengintip ke arah jendela yang ada di sebelahnya sehingga tidak fokus ke lembar kerja siswa yang ada di atas mejanya. Kedua, saat belajar di
kelas Fito sering kali meninggalkan tempat duduk sehingga harus selalu dikontrol oleh pendampingnya. Ketiga, Fito seringkali berlari dan menaiki kursi di kelas.
Keempat, saat bermain Fito harus selalu didampingi oleh Mas Dera, karena ia PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
tidak bisa tenang saat bermain. Kelima, Fito sangat sering melakukan aktivitas motorik secara berlebihan baik di sekolah maupun di rumah. Misalnya, berjalan
mondar-mondair di ruang tamu dan berlari-lari tanpa tujuan yang jelas. Perilaku yang keenam adalah, ia senang sekali berbicara. Bahkan terkadang ia berbicara
tanpa henti. Fito juga pernah beberapa kali berteriak-teriak di dalam kelas ketia ia sudah jenuh mengikuti pembelajaran.
Selain peneliti, Pak Akbar, Mas Dera, dan Bu Asih juga melakukan observasi. Berdasarkan hasil observasi, Pak Akbar dan Mas Dera memiliki pandangan yang
sama. Peneliti mendapatkan data enam karakteristik inatensi, hiperaktif dan impulsif yang ditunjukkan oleh Fito. Menurut Pak Akbar dan Mas Dera,
karakteristik inatensi ditunjukkan dengan ciri-ciri: 1 sulit memberikan perhatian pada detail pekerjaan, tugas sekoalh, atau aktivitas lain, 2 sulit berkonsentrasi
saat mengerjakan tugas atau bermain, 3 tampak tidak mendengarkan jika diajak bicara, 4sering tidak mengikuti perintah dan gagal dalam menyelesaikan tugas
sekolah, 5 menghindari aktivitas mentalberpikir, 6 perhatian mudah teralih, 7 sering lupa.
Karakteristik hiperaktif dan impulsif yang terlihat oleh Pak Akbar dan Mas Dera adalah: 1 sering gelisah, 2 berlari dan memanjat secara berlebihan dalam
situasi yang tidak tepat, 3 melakukan aktivitas motorik secara berlebihan, 4 sering berbicara berlebihan, 5 sering menjawab tanpa berpikir sebelum
pertanyaan selesai diberikan, 6 sering menyela pembicaraan orang lain. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Bu Asih memiliki pandangan yang hampir sama dengan Pak Akbar dan Mas Dera saat mengobservasi Fito. Bu Asih juga memiliki pandangan bahwa Fito
mempunyai tujuh karakteristik inatensi, yaitu: 1 sulit memberikan perhatian pada detail pekerjaan, tugas sekoalh, atau aktivitas lain, 2 sulit berkonsentrasi
saat mengerjakan tugas atau bermain, 3 tampak tidak mendengarkan jika diajak bicara, 4 tidak teratur dalam melakukan tugas, 5 menghindari aktivitas
mentalberpikir, 6 perhatian mudah teralih, 7 sering lupa. Sementara itu, untuk karakteristik hiperaktif dan impulsif, apa yang diamati
oleh Bu Asih sama dengan apa yang diamati oleh Pak Akbar dan Mas Dera, di mana Fito memiliki perilaku sebagai berikut: 1 sering gelisah, 2 berlari dan
memanjat secara berlebihan dalam situasi yang tidak tepat, 3 melakukan aktivitas motorik secara berlebihan, 4 sering berbicara berlebihan, 5 sering
menjawab tanpa berpikir sebelum pertanyaan selesai diberikan, 6 sering menyela pembicaraan orang lain.
Dari hasil observasi yang berpedoman pada DSM-IV tersebut peneliti dapat melihat ada dugaan bahwa Fito memiliki kecenderungan atau dapat didiagnosa
mengalami hiperaktivitas. Zaviera 2014:27 mengungkapkan bahwa seseorang dapat didiagnosa mengalami hiperaktivitas apabila menunjukkan masing-masing
minimal enam perilaku pada karakteristik inatensi, hiperaktif, dan impulsif. Selain dengan observasi, peneliti juga melakukan wawancara untuk
mengetahui persepsi guru terhadap anak hiperaktif, peneliti pertama kali melakukan wawancara dengan Pak Akbar. Dalam wawancara Pak Akbar
mengatakan bahwa hiperaktif adalah kondisi anak yang secara tiba-tiba perilakunya tidak terkendali. Pak Akbar menceritakan bahwa Fito dapat bersikap
tenang di menit-menit awal pelajaran. Namun, saat pertengahan pembelajaran tiba-tiba Fito berteriak-teriak. Pak Akbar mengaku belum mengetahui apa yang
menyebabkan Fito dapat bersikap demikian. Setelah melakukan wawancara dengan Pak Akbar, peneliti melakukan
wawancara dengan guru pendamping pribadi, yaitu Mas Dera. Ketika peneliti bertanya tentang apa itu hiperaktif, Mas Dera menjelaskan bahwa anak hiperaktif
itu senang bermain sendiri, banyak bicara atau ramai sendiri, dan senang memain- mainkan tangannya tanpa tujuan yang jelas. Hampir sama dengan Mas Dera, Bu
Asih yang merupakan guru pendamping umum pun memiliki pandangan yang mirip terkait anak hiperaktif. Menurut Bu Asih, hiperaktif adalah perilaku yang
tidak biasa di mana anak tidak mau berhenti melakukan sesuatu. Beliau menambahkan bahwa tidak hanya perilaku dari si anak saja yang berlebihan,
tetapi juga bicaranya. Kemudian bu Asih juga mengungkapkan bahwa Fito memiliki konsentrasi yang lemah saat mengikuti pelajaran. Di hari yang berbeda
peneliti juga melakukan wawancara dengan kedua orang tua Fito. Sang ayah mengungkapkan bahwa hiperaktif itu perilaku yang sangat aktif dan terlalu aktif.
Kemudian pernyataan tersebut didukung oleh sang ibu memberikan pernyataan bahwa anak hiperaktif tidak dapat diam sama sekali. Pandangan partisipan di atas
terhadap anak hiperaktif sesuai dengan teori yang ditulis oleh Marlina 2008: 5 bahwa anak hiperaktif adalah
“tidak bisa diam, yaitu perilaku yang mempunyai PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
kecendrungan melakukan suatu aktivitas yang berlebihan, baik motorik maupun verbal”.
Setelah mengetahui persepsi guru terhadap anak hiperaktif, peneliti juga melakukan wawancara dengan partisipan untuk mengetahui persepsinya terhadap
gaya belajar yang terdapat pada anak hiperaktif. Peneliti pertama kali melakukan wawancara dengan Pak Akbar. Menurut Pak Akbar, gaya belajar adalah cara
menyampaikan materi sebuah pelajaran. Berbeda dengan Mas Dera selaku guru pendamping pribadi Fito. Saat menjelaskan pengertian gaya belajar, ia nampak
kesulitan untuk menemukan kata-kata yang sesuai. Beliau mengungkapkan bahwa gaya belajar adalah keseriusan siswa dan keminatan siswa dalam belajar. Pada
hari selanjutnya, peneliti melakukan wawancara kepada Bu Asih. Beliau memiliki pandangan bahwa gaya belajar adalah pola siswa dalam belajar. Beliau
menambahkan ada tiga tipe gaya belajar anak yaitu visual, auditori, dan kinestetik. Berbeda lagi dengan ayah Fito yang menjelaskan bahwa gaya belajar adalah cara
seseorang mengetahui dan mempelajari sesuatu. Menurut teori gaya belajar yang ditulis oleh Ghufron dan Rini 2013:42, gaya
belajar adalah sebuah pendekatan yang menjelaskan bagaimana individu belajar atau cara yang ditempuh oleh masing-masing orang untuk berkonsentrasi pada
proses dan menguasai informasi yang sulit dan baru melalui persepsi yang berbeda. Berdasarkan pendapat para partisipan diatas, terdapat perbedaan persepsi
wali kelas II terhadap teori gaya belajar. Pernyataan Bu Asih sesuai dengan Porter dan Hernacki Suyono dan Hariyanto, 2012:148 yang menjelaskan bahwa ada
tiga macam pokok gaya belajar anak, yaitu gaya belajar visual, auditori, dan kinestetik.
Dalam melakukan wawancara, peneliti juga menggali informasi tentang persepsi guru terhadap tipe gaya belajar yang sesuai dengan anak hiperaktif. Saat
melakukan wawancara dengan Pak Akbar, beliau mengungkapkan bahwa gaya belajar yang sesuai dengan Fito adalah visual. Ketika peneliti meminta penjelasan
tentang bukti yang mendukung bahwa Fito memiliki gaya belajar vsiaul, Pak Akbar melanjutkan bahwa Fito menyukai kegiatan olahraga dan gerakan. Pada
wawancara pertama saat peneliti menanyakan bagaimana gaya belajar Fito, Pak Agung menjawab bahwa Fito senang berlari-lari, tetapi dalam membaca Fito
sudah lancar. Gaya belajar visual adalah cara anak belajar dengan mengakses gambar,
mengingat gambar, bentuk dan warna, hubungan ruang, masalah dua dan tiga dimensi Bandler dan Grinder dalam Zahar, 2009: 23 Sedangkan Bandler dan
Grinder Prihadi, 2008:68 mengungkapkan gaya belajar kinestetik berhubungan dengan koordinasi, gerakan, irama, tanggapan emosionil, dan kenyamanan fisik.
Merujuk dari pernyataan wali kelas II tersebut, gaya belajar yang sesuai dengan Fito adalah kinestetik karena Fito cenderung menyukai gerakan. Hanya saja, wali
kelas II tersebut belum dapat membedakan antara gaya belajar visual dan kinestetik. Hal tersebut dikarenakan wali kelas belum memahami teori-teori gaya
belajar. Berbeda dengan Bu Asih. Guru pendamping umum tersebut, memiliki cara
pandang yang berbeda terhadap gaya belajar Fito sebagai anak hiperaktif. Bu Asih PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
mengatakan bahwa masing-masing anak memiliki gaya belajarnya masing- masing. Beliau menjelaskan bahwa gaya belajar itu adalah sebuah pola belajar si
anak. Kemudian Bu Asih mengkaitkan dengan Fito. Beliau berpendapat bahwa gaya belajar Fito lebih cenderung melihat. Hal tersebut didukung dengan
pernyataannya yang demikian “Kalo dia lebih ke visual ya. Nek kalo mulai
sekarang ya belajar mendengarkan”. Beliau bercerita bahwa Fito adalah anak yang pintar. Fito sudah bisa membaca dengan lancar. Oleh karena itu beliau
menambahkan bahwa cara yang tepat agar Fito lebih mudah menyerap informasi adalah dengan membaca buku-buku yang menarik.
Mas Dera, sebagai guru pendamping pribadi memiliki pandangan yang sama dengan Bu Asih. Ketika ditanya mengenai bagaimana gaya belajar anak yang
didampinginya, beliau menjawab bahwa gaya belajar Fito adalah dengan melihat. “Melihat ya..” begitu ungkapnya. Selain itu, dalam wawancara Mas Dera juga
menyebutkan hal yang membantu Fito dalam belajar adalah dengan membaca majalah dan menonton iklan di televisi.
Selanjutnya ayah Fito berpendapat bahwa gaya belajar adalah cara seseorang mengetahui dan mempelajari sesuatu. Ia menyebutkan bahwa gaya belajar yang
sesuai dengan Fito adalah visual. Peneliti sempat bertanya bagaimana gaya belajar Fito, apakah dengan gerakan seperti yang dikatakan oleh wali kelasnya. Ayah Fito
menjawab “Kurang. Dia lebih ini.. Visual..”
Data yang diperoleh peneliti dari guru pendamping umum, guru pendamping pribadi, dan ayah anak terkait dengan gaya belajar anak tersebut, memiliki
kesamaan dengan teori yang ditulis oleh Porter dan Hernacki Suyono dan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Hariyanto,2012; 148 mengungkapkan, gaya belajar visual dapat dideteksi melalui kebiasaan anak ketika belajar antara lain: 1 anak lebih mudah mengingat apa
yang dilihat daripada yang didengar, 2 mudah mengingat dengan hal-hal yang terkait visual, 3 memiliki hobi membaca, cepat, dan tekun ketika membaca, 4
lebih suka membaca secara mandiri daripada dibacakan, 5 karena tidak begitu senang mendengarkan esensi pembicaraannya, maka anak cenderung berbicara
cepat. Berbeda dengan suaminya, ibu Fito menjelaskan bahwa gaya belajar anaknya
adalah ucapan dan lebih cepat memahami materi apabila diberitahu secara verbal. “Ho’o. Daripada ini ya.. Soale dia lebih cepet kalo dikasih tau.”. Pernyataan
tersebut sesuai dengan teori bahwa gaya belajar auditori lebih mudah mencerna informasi dengan berbicara, menyuarakan, dan mendengar Bandler dan Grinder
dalam Prihadi, 2008:68. Hasil wawancara yang diperoleh peneliti tersebut menjelaskan ada kemiripan
persepsi guru terhadap anak hiperaktif. Sedangkan guru memiliki persepsi yang berbeda terhadap gaya belajar anak hiperaktif. Persepsi guru yang terbentuk
terhadap gaya belajar anak hiperaktif tersebut adalah eksternal perception. Sesuai dengan teori Sunaryo 2013:94 tentang macam-macam persepsi yang
mengungkapkan bahwa Eksternal perception adalah persepsi yang terjadi karena adanya rangsangan yang datang dari luar diri individu. Berdasarkan teori tersebut
dapat disimpulkan bahwa persepsi guru yang terbentuk dipengaruhi oleh rangsangan dari luar, seperti apa yang mereka lihat dan rasakan dari diri anak
hiperaktif. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4.3 Temuan Lain dalam Penelitian