Peran Mr. Soepomo pada sidang BPUPKI pertama tanggal 31 Mei 1945.

19 atau Peri Kemanusiaan, Mufakat atau demokrasi, Kesejahteraan sosial, Ketuhanan yang berkebudayaan. Atas saran salah seorang teman beliau yang seorang ahli bahasa, lima prinsip sebagai dasar negara tersebut kemudian oleh Soekarno diusulkan agar diberi nama “Pancasila”. Konsep dasar yang diajukan oleh Ir. Soekarno tersebut dapat diperas menjadi Tri Sila, yaitu: kebangsaan dengan peri kemanusiaan di proses menjadi sosio-nasionalisme; Sila mufakat atau demokrasi dengan kesejahteraan sosial di proses menjadi sosio-demokrasi, dan Sila Ketuhanan yang berkebudayaan. Kemudian Tri Sila tersebut dapat diperas lagi menjadi Eka Sila, yaitu Gotong Royong. Selanjutnya 1 Juni kita peringati sebagai hari Lahir Istilah Pancasila. Peran Panitia 9 Dalam Merumuskan Piagam Jakarta Rumusan dasar negara masih belum terbentuk ketika sidang BPUPKI yang pertama berakhir, dikarenakan terdapat pandangan yang berbeda yaitu antara golongan Islam dan golongan Kebangsaan. Satu golongan menghendaki agar Islam menjadi dasar negara. Sementara itu golongan yang lain menghendaki paham kebangsaan sebagai inti dasar negara. Untuk mengatasi permasalahan yang ada, Panitia Kecil kemudian menunjuk sembilan orang yang selanjutnya dikenal dengan Panitia Sembilan Anggota Panitia Sembilan orang tersebut adalah:Ir. Soekarno Ketua, Moh. Hatta Wakil Ketua, dan anggota Achmad Soebardjo, A. A. Maramis, Muh. Yamin, H. Agus Salim, Abikoesno Tjokrosoeyoso, K. H. Wachid Hasyim, K. Abdoel Kahar Muzakir. Panitia sembilan pada akhirnya berhasil merumuskan dasar negara yang diberi nama Piagam Jakarta atau Jakarta Charter pada tanggal 22 Juni 1945. Mr. Mohammad Yamin menyatakan bahwa Piagam Jakarta merupakan persetujuan antara pihak Islam dan pihak kebangsaan. Berikut ini merupakan rumusan dasar negara dalam Piagam Jakarta : 1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk- pemeluknya 2. Kemanusiaan yang adil dan beradab 3. Persatuan Indonesia 4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan