Peran Ir. Soekarno pada sidang BPUPKI pertama tanggal 1 Juni 1945.

19 atau Peri Kemanusiaan, Mufakat atau demokrasi, Kesejahteraan sosial, Ketuhanan yang berkebudayaan. Atas saran salah seorang teman beliau yang seorang ahli bahasa, lima prinsip sebagai dasar negara tersebut kemudian oleh Soekarno diusulkan agar diberi nama “Pancasila”. Konsep dasar yang diajukan oleh Ir. Soekarno tersebut dapat diperas menjadi Tri Sila, yaitu: kebangsaan dengan peri kemanusiaan di proses menjadi sosio-nasionalisme; Sila mufakat atau demokrasi dengan kesejahteraan sosial di proses menjadi sosio-demokrasi, dan Sila Ketuhanan yang berkebudayaan. Kemudian Tri Sila tersebut dapat diperas lagi menjadi Eka Sila, yaitu Gotong Royong. Selanjutnya 1 Juni kita peringati sebagai hari Lahir Istilah Pancasila. Peran Panitia 9 Dalam Merumuskan Piagam Jakarta Rumusan dasar negara masih belum terbentuk ketika sidang BPUPKI yang pertama berakhir, dikarenakan terdapat pandangan yang berbeda yaitu antara golongan Islam dan golongan Kebangsaan. Satu golongan menghendaki agar Islam menjadi dasar negara. Sementara itu golongan yang lain menghendaki paham kebangsaan sebagai inti dasar negara. Untuk mengatasi permasalahan yang ada, Panitia Kecil kemudian menunjuk sembilan orang yang selanjutnya dikenal dengan Panitia Sembilan Anggota Panitia Sembilan orang tersebut adalah:Ir. Soekarno Ketua, Moh. Hatta Wakil Ketua, dan anggota Achmad Soebardjo, A. A. Maramis, Muh. Yamin, H. Agus Salim, Abikoesno Tjokrosoeyoso, K. H. Wachid Hasyim, K. Abdoel Kahar Muzakir. Panitia sembilan pada akhirnya berhasil merumuskan dasar negara yang diberi nama Piagam Jakarta atau Jakarta Charter pada tanggal 22 Juni 1945. Mr. Mohammad Yamin menyatakan bahwa Piagam Jakarta merupakan persetujuan antara pihak Islam dan pihak kebangsaan. Berikut ini merupakan rumusan dasar negara dalam Piagam Jakarta : 1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk- pemeluknya 2. Kemanusiaan yang adil dan beradab 3. Persatuan Indonesia 4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan 20 5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

4. Peran Para Pendiri Negara Dalam Proklamasi Kemerdekaan

Pada tanggal 7 Agustus 1945 BPUPKI dibubarkan Jepang, dan kemudian dibentuklah Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia, yang dalam bahasa Jepang disebut Dokuritsu Ziumbi Iinkai. Untuk keperluan pembentukan panitia PPKI, Dr. Radjiman Wedyodiningrat, Ir. Soekarno, dan Drs. Moh. Hatta di undang jenderal Terauchi ke Dalath dekat Saigon-Vietnam dalam rangka mempersiapkan kemerdekaan Indonesia. Setelah Jepang menyerah tanpa syarat kepada sekutu pada tanggal 15 Agustus 1945, terjadilah keadaan vacum of power. Kondisi tersebut digunakan oleh para pejuang kemerdekaan, baik yang menggunakan taktik perjuangan legal terang-terangan, maupun ilegal dibawah tanah untuk segera mendeklarasikan kemerdekaan Indonesia. Pada waktu itu, Sukarni yang mewakili golongan muda menghendaki pernyataan kemerdekaan dilakukan segera dan tanpa campur tangan PPKI, yang dianggap sebagai bentukan Jepang. Sementara Soekarno-Hatta menghendaki proklamasi dilaksanakan dengan persetujuan seluruh anggota PPKI, karena tanpa PPKI representasi wakil-wakil seluruh masyarakat Indonesia akan sulit mendapat dukungan luas dari wilayah Indonesia. Perbedaan pendapat itu memuncak dengan “di amankannya” Soekarno-Hatta oleh golongan Pemuda ke daerah Rengasdengklok dengan tujuan agar Soekarno-Hatta tidak terkena pengaruh PPKI yang pada saat itu menurut golongan muda merupakan bentukan Jepang. Melalui perdebatan yang panjang, pada tanggal 16 Agustus 1945, terjadilah kesepakatan antara golongan muda dan Soekarno-Hatta, sehingga dilanjutkan dengan dijemputnya Soekarno-Hatta dari Rengasdengklok dan dilakukannya pertemuan di Pejambon sebagai proses untuk memproklamasikan kemerdekaan. Tengah malam tanggal 16 Agustus 1945 dilakukan persiapan proklamasi dirumah Laksamana Maeda di oranye nassau boulevard jalan Imam Bonjol no. 1. Telah berkumpul disana tokoh-tokoh Pemuda B. M. Diah, Sayuti Melik, Iwa Kusuma Soemantri, Chairul Saleh, dkk. Persiapan itu diperlukan untuk memastikan pemerintah Dai Nippon tidak campur tangan masalah proklamasi. Soekarno-Hatta, Ahmad Soebarjo, Soekarni, Chairul Saleh, B. M. Diah, Sayuti Melik, Boentaran, Iwa Kusuma Soemantri, dan beberapa anggota PPKI 21 meneruskan pertemuannya untuk merumuskan Redaksi Naskah Proklamasi. Sementara Ibu Fatmawati menjahit Bendera Pusaka Sang Saka Merah Putih. Konsep itu didiktekan Hatta, ditulis tangan Soekarno, kemudian diketik oleh Sayuti Melik. Kemudian pagi harinya pada tanggal 17 Agustus 1945 di Pegangs aan Timur 56 Jakarta, tepat pada hari Jum’at legi jam 10 pagi waktu Indonesia barat, Bung Karno didampingi Bung Hatta membacakan naskah Proklamasi dengan khidmad.

5. Peran Para Pendiri Negara Dalam Penetapan Pancasila Sebagai Dasar Negara.

Sehari setelah proklamasi kemerdekaan bangsa Indonesia, PPKI melakukan sidang yang pertama yaitu pada tanggal 18 Agustus 1945. Pada sidang tersebut, tercatat merupakan perjalanan sejarah paling menentukan bagi rumusan Pancasila. Hari itu akan disyahkan Undang-Undang Dasar untuk negara Indonesia merdeka. Sementara rumusan Pancasila menjadi bagian dari preambul pembukaan Undang-Undang Dasar negara tersebut. Secara lebih rinci, berikut ini beberapa keputusan penting yang dihasilkan dalam sidang PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945: 1. Mengesahkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia, yang kemudian hari dikenal dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 2. Memilih dan mengangkat Ir. Soekarno sebagai presiden RI dan Drs. M. Hatta sebagai wakil presiden RI yang pertama. 3. Membentuk Komite Nasional untuk membantu tugas presiden sebelum DPRMPR terbentuk. Setelah proklamasi kemerdekaan bangsa Indonesia, pada sore harinya Moh. Hatta menerima Nisyijima pembantu Laksamana MaydaAngkatan Laut Jepang yang memberitahukan bahwa ada pesan berkaitan dengan Indonesia merdeka. Isi pesannya menyatakan bahwa wakil-wakil Protestan dan Katolik dari daerah-daerah yang dikuasai Angkatan Laut Jepang keberatan dengan rumusan sila pertama dan mengancam akan mendirikan negara sendiri apabila kalimat tersebut tidak diubah Untuk menghindari perpecahan tersebut, bung Hatta dan beberapa tokoh Islam mengadakan pembahasan sendiri untuk mencari penyelesaian masalah kalimat ”... dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-