BAB II LANDASAN TEORI
A. Employee Engagement
1. Definisi Employee Engagement
Robertson dan Cooper 2010 mengatakan bahwa masih terdapat ketidakjelasan definisi dan pengukuran engagement. Robinson et al 2004
mengatakan bahwa engagement didefinisikan dan diukur dengan berbagai cara dan seringkali disamakan dengan konsep organizational commitment dan
organizational citizenship behavior . May, Gilson, dan Harter 2004 mengatakan
bahwa engagement juga sering diasosiasikan dengan konsep job involvement dan flow
. Salah satu tantangan yang harus dihadapi dalam penelitian tentang
engagement adalah tidak adanya definisi yang universal tentang employee
engagement Kular, Gatenby, Rees, Soane Truss, 2008. Kahn sebagai tokoh
pertama yang mengemukakan engagement, mengatakan engagement sebagai penguasaan karyawan sendiri terhadap peran mereka dalam pekerjaan; dalam
engagement ,
karyawan memperkerjakan
diri mereka
sendiri dan
mengekspresikannya secara fisik, kognitif, dan emosional Kahn, 1990. Dengan kata lain, karyawan yang engaged memiliki keterhubungan secara fisik, kognitif,
dan emosional dengan peran mereka dalam pekerjaan Albrecht, 2010. Kahn mengatakan 1990 engagement adalah kehadiran psikologis ketika menduduki
atau menjalankan
sebuah peran
dalam organisasi.
Meskipun Kahn
mengembangkan model teoritis yang komprehensif, bahwa engagement
Universitas Sumatera Utara
merupakan sebuah kehadiran psikologis saat bekerja, ia tidak membuat definisi operasional terhadap engagement Schaufeli, Salanova, Gonzales-Roma, dan
Bakker, 2002. Rothbard 2001 memperluas definisi Kahn dengan mendefinisikan
engagement sebagai sebuah kehadiran psikologis yang terdiri dari dua dimensi
yakni atensi dan absorpsi. Atensi mengacu pada ketersediaan kognitif dan sejumlah waktu yang dihabiskan untuk memikirkan sebuah peran. Sedangkan
absorpsi bermakna menjadi tertarik pada sebuah peran dan mengacu pada intensitas fokus seseorang pada sebuah peran.
Konrad 2006 mengatakan bahwa engagement memiliki tiga komponen yang berhubungan yakni aspek kognitif, emosional, dan perilaku. Aspek kognitif
meliputi keyakinan pekerja tentang organisasi, pemimpin, dan kondisi kerja. Aspek emosional fokus pada bagaiman perasaan pekerja terhadap organisasi,
pemimpin dan kondisi kerjanya serta sejauh mana sikap mereka positif atau negatif terhadap organisasi dan pemimpin mereka. Aspek perilaku adalah
komponen nilai tambah bagi organisasi dengan adanya discretionary effort yang membuat mereka memberikan waktu ekstra, kekuatan otak dan energi yang
dikhususkan untuk tugas dan perusahaan. Definisi engagement yang lebih luas dan lebih sering dipakai dalam riset
engagement dikemukakan oleh Schaufeli, Salanova, Gonzales-Roma, dan Bakker
Albrecht, 2010; Lee, 2012. Schaufeli et al 2002 medefinisikan engagement sebagai keadaan positif, pemenuhan, pandangan terhadap kondisi kerja yang
dikarakteristikkan dengan kekuatan, dedikasi, dan absorpsi. Mereka juga
Universitas Sumatera Utara
membedakan engagement dari konstruk-konstruk yang berhubungan dimana mereka mengatakan bahwa engagement merupakan keadaan pikiran dan perasaan
yang lebih persisten dan menyeluruh, tidak hanya fokus pada objek, kejadian, individu atau perilaku tertentu Schaufeli et al, 2002.
Kekuatan mengacu pada tingkat energi dan resiliensi mental yang tinggi ketika sedang bekerja, kemauan berusaha sunguh-sunguh dalam pekerjaan dan
gigih dalam menghadapi kesulitan. Dedikasi mengacu pada perasaan yang penuh makna, antusias, inspirasi, kebanggaan dan tantangan. Absorpsi dikarakteristikkan
dengan konsentrasi penuh, minat yang mendalam terhadap pekerjaan dimana waktu terasa berlalu begitu cepat dan sulit melepaskan diri dari pekerjaan.
Berdasarkan uraian di atas maka definisi engagement adalah keadaan motivasional yang postitif dan memunculkan pemenuhan diri yang
dikarakteristikkan dengan kekuatan , dedikasi dan absorpsi.
2. Aspek-Aspek Engagement