Asumsi ketiga adalah kekurangan sumber daya kerja, misalnya kurangnya dukungan sosial dan sedikitnya kontrol, berhunbungan dengan kelelahan dan
burnout yang mengarah pada penurunan tingkat engagement Bakker
Demerouti, 2007. b. Social exchange theory SET
Menurut Saks 2006 dasar teoritis yang paling rasional dalam menjelaskan engagement adalah teori pertukaran sosial social exchange theory.
Saks 2006 mengatakan bahwa bedasarkan teori pertukaran sosial, kewajiban dihasilkan oleh serangkaian interaksi timbal balik antara pihak-pihak yang
berkaitan. Prinsip dasar dari teori pertukaran sosial ini adalah sebuah hubungan akan berkembang dengan adanya saling percaya, kesetian dan komitmen
sepanjang pihak yang terlibat mematuhi aturan pertukaran yang sudah dibuat. Aturan yang dibuat biasanya melibatkan pembayaran timbal balik misalnya,
ketika karyawan menerima sumber ekonomi dari organisasi maka mereka akan berkewajiban untuk membalas organisasi misalnya dengan lebih engaged
terhadap pekerjaan mereka.
4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Engagement
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi engagement antara lain: a.
Karakteristik Pekerjaan Job Characteristic Salah satu faktor yang mempengaruhi engagement adalah karakteristik
pekerjaan Saks,
2006. Menurut
Kahn 1990
psychological meaningfulness
dapat dicapai melalui karakter tugas yang menyediakan pekerjaan
yang menantang,
bervariasi, membutuhkan
berbagai
Universitas Sumatera Utara
keterampilan, kebebasan mengambil keputusan sendiri dan kesempatan untuk membuat suatu kontribusi yang penting.
b. Perceived Organizational Support POS dan Perceived Supervisor
Support PSS
Salah satu aspek penting yang mempengaruhi rasa psychological safety karyawan adalah sejauh mana dukungan dan kepedulian yang dirasakan
oleh karyawan yang diberikan baik oleh organisasi maupun atasannya Saks, 2006. POS mengacu pada keyakinan umum karyawan bahwa
organisasi menilai kontribusi mereka dan peduli terhadap kesejahteraan mereka. Dukungan organisasi yang dirasakan oleh karyawan akan
membuat karyawan merasa bernilai. Robinson et al. 2004 mengatakan bahwa faktor pendorong yang paling kuat munculnya engagement adalah
perasaan bernilai dan dilibatkan. Berdasarkan teori pertukaran sosial, POS menciptakan sebuah kewajiban karyawan untuk peduli terhadap
kesejahteraan organisasi dan membantu organisasi mencapai tujuannya Rhoades, Eisenberg Armeli, 2001. PSS juga merupakan prediktor
penting munculnya engagement. Maslach, Schaufeli Leiter 2001 mengatakan kurangnya dukungan atasan menjadi faktor penting
munculnya burnout. c. Reward and Recognition
Kahn 1990 mengatakan bahwa tingkat engagement karyawan bervariasi sejauhmana persepsi mereka terhadap keuntungan yang mereka peroleh
dari sebuah peran yang mereka jalani. Saks 2006 mengatakan bahwa
Universitas Sumatera Utara
ketika karyawan menerima reward dan penghargaan dari organisasinya, mereka akan merasa berkewajiban untuk meresponnya dengan
meningkatkan tingkat engagement mereka, sesuai dengan teori pertukaran sosial.
d. Distributive dan Procedural Justice Distributive justice
merupakan persepsi terhadap keadilan sebuah keputusan sedangkan procedural justice merupakan persepsi keadilan
terhadap proses yang digunakan dalam menentukan dan mendistribusikan resource
yang ada. Ketika karyawan memiliki persepsi yang positif terhadap keadilan dalam organisasi mereka, mereka akan lebih merasa
wajib untuk juga berlaku adil dengan lebih engaged terhadap organisasi mereka Saks, 2006.
e. Image Tingginya tingkat engagement karyawan tidak lepas dari tingginya tingkat
engagement konsumen terhadap perusahaan. Dengan kata lain, image
perusahaan di mata konsumen mempengaruhi tingkat engagement karyawan Vazirani, 2007.
f. Pay dan Benefits Perusahaan sebaiknya memiliki sistem penggajian sehingga karyawan
termotivasi dalam bekerja. Dalam rangka mendorong engagement karyawan juga seharusnya menyediakan kompensasi dan beberapa
keuntungan tertentu bagi karyawan Vazirani, 2007.
Universitas Sumatera Utara
g. Health and Safety Penelitian telah mengindikasikan bahwa tingkat engagement rendah jika
karyawan merasa tidak aman ketika bekerja. Oleh sebab itu, organisasi seharusnya membuat metode dan sistem yang berkaitan dengan kesehatan
dan keselamatan karyawan Vazirani, 2007. h. Job Satisfaction
Hanya karyawan yang puas yang dapat menjadi karyawan yang engaged. Oleh sebab itu, sangat penting bagi organisasi untuk melihat pekerjaan
yang diberikan kepada karyawan dan membuat suatu tujuan karir dimana hal yersebut akan membuat mereka menikmati pekerjaan mereka dan
otomatis akan puas dengan pekerjaannya Vazirani, 2007. i. Job Resource
Job resource seperti dukungan sosial dari rekan kerja dan atasan, umpan
balik, variasi keterampilan, otonomi dan learning opportunities secara positif berhubungan dengan engagement Bakker dan Demerouti, 2008 .
j. Personal Resource Bakker dan Demerouti 2008 mengatakan bahwa karyawan yang engaged
pada umumnya memiliki karakteristik seperti optimisme, efikasi diri, resiliensi dan active coping style yang membantu mereka untuk
mengontrol lingkungannya dan dampaknya dengan baik. k. Usia, jabatan, status pekerja dan masa kerjaloiol
Berdasarkan hasil survei tahun 2008 Blessing White, 2011 ditemukan bahwa ada korelasi kuat antara usia karyawan dengan tingkat engagement
Universitas Sumatera Utara
dimana karyawan dengan usia yang lebih tua cenderung lebih engaged. Hasil survei juga menemukan bahwa jabatan juga berkorelasi positif
dengan tingkat engagement dimana karyawan dengan jabatan yang lebih tinggi dan kekuasan yang besar cenderung lebih engaged. Menurut
Robinson et al 2004 status karyawan mempengaruhi tingkat engagement karyawan dimana karyawan dengan status sebagai karyawan tetap akan
cenderung lebih engaged. Robinson et al 2004 juga mengatakan bahwa tingkat engagement karyawan akan semakin menurun seiring dengan
bertambahnya masa kerja.
B. Persepsi terhadap Program Kesehatan dan Keselamatan Kerja K3