Penyajian Data Data Display Penarikan KesimpulanVerifikasi Conclusion Drawing
71 kolonial, tak pelak lagi menghasilkan generasi dengan sikap rendah diri di
kalangan bangsa pribumi terhadap bangsa kulit putih, serta tumbuhnya perasaan pada anak-anak pribumi sebagai warga kelas dua di tanah air
sendiri. Hal demikian mengakibatkan terlambatnya perkembangan intelektualitas bangsa pribumi. Rupanya ini sengaja dilakukan oleh
pemerintah kolonial waktu itu, agar tetap berkuasa di bumi pertiwi Nusantara Tercinta.
Alumni AMS Afdeling B Yogyakarta, tersebar di seluruh nusantara dan tidak sedikit terlibat langsung ikut mempelopori pasang surutnya
perjuangan bangsa sejak zaman pra kemerdekaan sampai dengan era demokrasi sekarang ini. Para alumni AMS Afd. B Yogyakarta tersebut
tergabung dalam suatu wadah organisasi Keluarga Sarga Bagya yang sampai sekarang secara rutin selalu aktif mengadakan pertemuan.
Dibawah pemerintahan pendudukan Jepang, pada bulan Juni 1942 sekolah AMS Afdeling B berubah menjadi Sekolah Menengah Tinggi
SMT bagian A dan B. Rasa senasib dan sepenanggungan yang tertanam di kalangan para pelajar SMT merupakan mosal besar dalam rangka
menggalang persatuan dan kesatuan sehingga munculah suatu kesepakatan di kalangan para pelajar SMT untuk membentuk wadah organisasi keluarga
pelajar pada tanggal 19 September 1942 dengan nama PADMANABA. Pada masa pendudukan Jepang, Padmanaba telah ikut serta
memperjuangkan kemerdekaan Repubik Indonesia. Hal ini terbukti dengan banyaknya putra putri Padmanaba yang gugur, seperti: Faridan, Suroto
72 Kunto, Sugiarto, Jumerut, Joko Pramono, Kumarso, Kumoro, Purnomo, dan
Suryadi. Pada masa agresi Belanda ke- I tahun 1947 putra-putri padmanaba kembali meninggalkan bangku sekolah untuk bergabung dengan tentara
pelajar dan bersama dengan ini pula nama SMT diganti dengan nama SMA. Pada tahun 1948 SMA dibagi menjadi dua, yaitu SMA bagian A terletak
dijalan Pakem No. 2 dan SMA B terletak di jalan Taman Krida No. 7. Pada tanggal 21 Desember 19948 gedung SMA B diduduki Belanda dalam
agresinya yang kedua. Kemudian pada tanggal 6 Juni 1949 Yogyakarta kembali ketangan RI sehingga SMA B dibuka kembali.
Pada tahun 1956 di bawah kepemimpinan R. Sutjipto, nama SMA B-I dirubah menjadi SMA III B dan selanjutnya pada tahun 1964 di bawah
kepemimpinan Ibu Mujono Probopranowo,SH. nama SMA III B diganti menjadi SMA Negeri 3 Yogyakarta. Sebagai rangkaian pelaksanaan
kurikulum 1994 yang berlaku secara nasional, maka pada tahun ajaran 19941995 seluruh SMA diganti dengan nama SMU termasuk SMU Negeri
3 Yogyakarta. Pada tahun 1995, berdasarkan keputusan Kakanwil Provinsi DIY No. 097b1130KTSP1995, sekolah ini dapat kepercayaan oleh
pemerintah sebagai sekolah unggulan. Terakhir sejak tahun ajaran 19981999 diganti sebagai sekolah yang berwawasan unggulan. Namun
sejalan dengan pembaharuan pendidikan mulai tahun 2004 SMU Negeri 3 kembali lagi menjadi SMA Negeri 3 Yogyakarta, seiring digunakannya
kurikuluum SMA 2004 hingga sekarang ini.
73