Upaya yang Dilakukan Sekolah untuk Mengatasi Kendala

150 Wakil Kepala Sekolah, guru maupun siswa memahami bahwa kepemimpinan merupakan kemampuan seseorang untuk mengatur, mengelola, mengontrol, dan mempengaruhi orang lain untuk mencapai sebuah tujuan. Namun terdapat perbedaan persepsi antara Wakil Kepala Sekolah dengan guru dan siswa. Wakil Kepala Sekolah yang terdiri dari Wakabid. Humas, Wakabid. Kesiswaan, dan Wakabid. Manajemen Mutu memahami dua jenis kepemimpinan baik itu formal maupun non formal. Kepemimpinan formal adalah kepemimpinan yang terbentuk oleh struktur organisasi yang mengikat dan dipilih melalui seleksi ketat dan terikat oleh kontrak jabatan. Kepemimpinan non formal merupakan kepemimpinan yang tidak terikat oleh organisasi, kepemimpinan ini bisa untuk diri sendiri maupun untuk orang lain, dan tidak terikat oleh kontrak jabatan karena kepemimpinan ini tidak resmi. Namun guru dan siswa hanya memahami kepemimpinan formal saja. Berdasarkan hal tersebut sekolah seharusnya menyamakan persepsi tentang kepemimpinan baik itu Wakil Kepala Sekolah, guru maupun siswa agar pembinaan kepemimpinan siswa dapat terselenggara dengan baik. Persamaan persepsi tentang kepemimpinan menjadi dasar sekolah dalam pengembangan pembinaan kepemimpinan siswa. b. Makna Pembinaan Kepemimpinan Siswa Dalam melaksanakan pembinaan kepemimpinan siswa, SMA Negeri 3 Yogyakarta mengusung konsep School of Leadership Sekolah Kepemimpinan yang merupakan sekolah layanan khusus pendidikan 151 berbasis kepemimpinan. Awal terbentuknya School of Leadership merupakan wujud implementasi kebijakan Kemendikbud tentang Manajemen Berbasis Sekolah MBS. Sebenarnya konsep School of Leadership ini sudah dikembangkan sekolah sejak lama karena kebijakan tersebut pada tahun 2010 secara resmi sekolah mengumumkan bahwa SMA Negeri 3 Yogyakarta merupakan School of Leadership. Dahulu SMA Negeri 3 Yogyakarta dikenal di masyarakat luas sebagai sekolah event selain sebagai sekolah unggulan terbaik yang memiliki segudang prestasi baik akademik maupun non akademik. Munculnya kebijakan MBS mengharuskan sekolah untuk memiliki ciri khas khusus yang dapat diunggulkan. Siswa SMA Negeri 3 Yogyakarta memiliki banyak prestasi seperti dalam bidang riset, bidang olahraga, teknologi informasi, dan tidak lupa kemampuan siswa untuk menyelenggarakan berbagai macam event inovatif dan kreatif yang dapat diperhitungkan di masyarakat. Melihat kemajemukan siswa yang memiliki prestasi akademik dan non akademik baik nasional maupun internasional yang membanggakan, maka sekolah berfikir untuk mewadahi prestasi tersebut dalam sebuah konsep yang nantinya mampu dikembangkan di sekolah. Maka sekolah mengupayakan SMA Negeri 3 Yogyakarta sebagai School of Leadership. Sebelum terbentuknya School of Leadership sekolah memang sudah memiliki kultur berorganisasi. Sekolah sengaja menumbuhkan kreativitas siswa melalui organisasi dan kegiatan yang diselenggarakan. Sekolah juga mendorong agar siswa selalu memiliki social responsibility 152 terhadap lingkungan sekitar. Kultur ini sengaja dibudayakan dan dilestarikan oleh warga sekolah. Siswa di SMA Negeri 3 Yogyakarta memiliki tanggung jawab yang besar untuk meningkatkan prestasi akademik dan aktif di dalam kegiatan organisasi sekolah. Kultur ini merupakan warisan budaya yang sudah ada sejak dulu dan dilestarikan dengan baik oleh sekolah. Sehingga siswa SMA Negeri 3 Yogyakarta terbiasa dengan kegiatan multitasking yang harus mereka jalani. Warga sekolah sudah memahami konsep School of Leadership dengan baik sehingga hal tersebut menjadi pendukung suksesnya implementasi School of Leadership. Berdasarkan wawancara warga sekolah telah memperoleh pemahaman bersama bahwa School of Leadership sebagai sekolah berbasis kepemimpinan yang tujuannya untuk mencetak seorang pemimpin bangsa dengan cara integrasi nilai kepemimpinan melalui berbagai kegiatan sekolah. Sejak awal dijelaskan bahwa konsep School of Leadership ini muncul secara alamiah, sehingga tidak ada perubahan dalam diri guru maupun siswa sebagai subyek kepemimpinan. Setelah konsep ini dimunculkan, guru dan siswa lebih meyakini bahwa semua kegiatan yang mereka lakukan terinternalisasi pelatihan kepemimpinan. Dari hasil wawancara mendalam, dapat disimpulkan bahwa warga sekolah sudah memiliki pemahaman yang sama tentang School of Leadership, yaitu sekolah berbasis kepemimpinan yang tujuannya untuk mencetak seorang pemimpin bangsa dengan cara integrasi nilai 153 kepemimpinan melalui berbagai kegiatan sekolah. Pemahaman dan kesepakatan terhadap standar dan tujuan kebijakan menjadi komponen penting dalam implementasi kebijakan. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Brian W. Hogwood Lewis A. Gunn, pemahaman yang menyeluruh dan kesepakatan terhadap tujuan atau sasaran yang akan dicapai harus dapat dipertahankan selama proses implementasi Solichin A. Wahab, 2008: 75. Dengan adanya pemahaman menyeluruh dan kesepakatan bersama maka tujuan dari kebijkaan dapat dirumuskan secara jelas dan spesifik sehingga dapat digunakan sebagai pedoman dalam proses implementasi kebijakan.

c. Implementasi Pembinaan Kepemimpinan Siswa di SMA Negeri 3

Yogyakarta Implementasi pembinaan kepemimpinan siswa di SMA Negeri 3 Yogyakarta terkonsep dalam kebijakan sekolah School of Leadership dan dilaksanakan melalui program-program kegiatan sekolah. Seperti yang diungkapkan oleh Van Meter dan Von Horn bahwa implementasi kebijakan dimaksudkan sebagai keseluruhan tindakan yang dilakukan oleh individu-individu atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan kepada pencapaian tujuan kebijakan yang telah ditentukan terlebih dahulu. Yakni tindakan-tindakan yang merupakan usaha sesaat untuk mentransformasikan keputusan ke dalam istilah operasional, maupun usaha berkelanjutan untuk mencapai perubahan- perubahan besar dan kecil yang diamanatkan oleh keputusan-keputusan