144 klien sponsor, atau mengurus periijinan tempat dan lain-lain.
Sehingga semua kegiatan yang banyak tadi sangat berpengaruh namun karena tuntutan profesi hehe ya harus dapat mengatur
w aktu dengan baik....” wawancaraGN30-04-25
Hal tersebut juga diakui oleh Pembina Ambalan yang juga sebagai Guru Bahasa Indonesia dalam kesempatan wawancara berikut:
“Dalam kegiatan event seringkali memyebabkan prestasi belajar siswa menurun, sehingga sebagai guru kami terus memotivasi,
terus memberikan dorongan agar siswa dapat bertanggung jawab atas pilihannya sendiri. Disini siswa juga dilatih untuk dapat
memanajemen waktu dengan baik.” wawancaraPJ30-04-15 Baik guru maupun siswa memang mengakui bahwa keikutsertaan
siswa di dalam event berdampak pada melemahnya prestasi akademik di kelas. Namun guru selalu memotivasi dan memberikan dorongan karena
di sini lah siswa juga dapat melatih tanggungjawab dalam kepemimpinan. Selain dokumen , SDM, dan manajemen waktu siswa,
ternyata juga muncul kekhawatiran orang tua tentang lebih banyaknya waktu yang digunakan siswa untuk berkecimpung dalam dunia event
daripada memilih fokus terhadap prestasi akademiknya di kelas. Orangtua mengeluhkan kalau anaknya terlalu sibuk dengan kegiatan
event sampai lupa menunaikan kewajibannya untuk belajar. Hal tersebut diungkapkan oleh Kabid Dikmen Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta
sebagai berikut: “... Namun dengan kebijakan School of Leadership ini memang
pernah ada komplain orang tua kepada Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta terkait dengan banyaknya waktu anak yang dihabiskan
untuk kegiatan ekstrakurikuler dibanding kegiatan belajar di kelas. Padahal
sebenarnya berbagai
macam kegiatan
yang diselenggarakan sekolah, bahkan atas prakarsa anak memang
sangat mereka sukai. Ini adalah salah satu bentuk kekhawatiran
145 orang tua, tetapi setelah dikomunikasikan dengan pihak sekolah
mengklarifikasi bahwa semua kegiatan yang diselenggarakan masih di bawah kendali sekolah, ada guru pendamping kegiatan
semuanya baik- baik saja.” wawancaraTT22-05-15
Sekolah memang mengakui bahwa siswa memang sibuk dengan kegiatan di luar kelas dan seringkali siswa lebih banyak menghabiskan
waktunya untuk ikut dalam kegiatan event. Namun sekolah meyakinkan hal tersebut masih di bawah kendali sekolah karena dalam setiap kegiatan
selalu ada guru pendamping dari sekolah. Kegiatan yang mereka selenggarakan juga atas prakarsa siswa sendiri.
Selain keterbatasan pemahaman orang tua, sekolah juga mengalami kendala pendanaan. Seperti yang terungkap dalam
wawancara dengan Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaan dalam kesempatan wawancara berikut:
“...Kedua keterbatasan dana dan waktu. Siswa banyak yang menghendaki terlaksanannya berbagai event, namun hal tesebut
terkendala oleh dana yang terbatas dari sekolah....
” wawancaraMY18-04-15
Siswa SMA Negeri 3 Yogyakarta memang memiliki motivasi tinggi
untuk berorgansasi
dan berkegiatan,
sehingga mereka
menghendaki terlaksananya berbagai event. Namun semuanya terbentur keterbatasan dana dari sekolah. Terlebih setelah pemangkasan iuran
wajib orang tua. Selama ini pihak sekolah hanya memberikan stimulan dana. Hal tersebut terungkap dalam kesempatan wawancara dengan
Wakil Kepala Sekolah Bidang Humas sebagai berikut: “Kalau dukungan dalam bentuk dana sekolah hanya meberikan
“pancingan” saja mbak, tidak banyak yang bisa diberikan sekolah,
146 karena semuannya sangat terbatas. Untuk dana kegiatan siswa
berasal dari APBS.” wawancaraAG20-04-15 Hal tersebut juga diakui oleh Kabid Dikmen Dinas Pendidikan
Kota Yogyakarta dalam kesempatan wawancara sebagai berikut: “Dinas tidak memberikan bantuan sarana-prasarana maupun dana
khusus untuk pengembangan sekolah karena hal tersebut sudah menjadi tanggungjawab sekolah sebagai penyelenggara. Untuk
operasional memang dari pemerintah kota mapun dinas pendidikan memberikan bantuan, namun hal tersebut memang sudah diplot
untuk keperluan masing-masing. Untuk keperluan pengembangan tadi memang sumbernya dari komite sekolah, dari masyarakat
yang dihimpun sendi
ri oleh sekolah.” wawancaraTT22-05-15
Berdasarkan pernyataan tersebut SMA Negeri 3 Yogyakarta mengembangkan konsep School of Leadership dengan mengusahakan
pendanaan secara mandiri tanpa campur tangan Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta meskipun dana sekolah terbatas. Untuk mewujudkan School
of Leadership tentunya dibutuhkan kerjasama, semangat kebersamaan, dan sinergi dengan berbagai pihak terkait, baik menjalin hubungan
dengan pihak internal maupun eksternal agar pelaksanaan School of Leadership dapat berjalan sesuai dengan harapan.
7. Upaya yang Dilakukan Sekolah untuk Mengatasi Kendala
Implementasi Pembinaan Kepemimpinan Siswa di SMA Negeri 3 Yogyakarta
Untuk menciptakan School of Leadership dibutuhkan upaya-upaya untuk mengatasi kendala dalam implementasi School of Leadership. Upaya
tersebut dilakukan untuk mengatasi hambatan dalam hal dokumen resmi terkait School of Leadership, SDM, manajemen waktu, pendanaan dan
147 kurangnya pemahaman orang tua terhadap pelaksanaan School of
Leadership. Selama ini SMA Negeri 3 Yogyakarta belum memiliki dokumen
resmi terkait dengan School of Leadership, seperti Surat Keputusan Pendirian School of Leadership, profil School of Leadership, dan rencana
pengembangan School of Leadership. Sekolah hanya mencantumkan School of Leadership dalam profil sekolah. Untuk mengatasi kendala tersebut
sekolah berupaya memaksimalkan pelaksanaan berbagai kegiatan sekolah demi mendukung konsep School of Leadership. Setelah itu menyusun profil
School of Leadership dan membuat rencana pengembangan School of Leadership barulah sekolah akan mengajukan Surat Keputusan Pendirian
School of Leadership kepada Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta. Sumber Daya Manusia merupakan faktor penentu terselenggaranya
School of Leadership agar terselenggara dengan baik. SDM tersebut meliputi kepala sekolah, guru, karyawan dan siswa. Kendala tersebut
meliputi guru belum mampu mengintergrasikan kepemimpinan di dalam pembelajaran secara maksimal dan kurangnya pemahamaman karyawan dan
siswa tentang School of Leadership. Seperti yang dikatakan oleh Wakabid, Humas dan Wakabid Kesiswaan untuk mengatasi hal tersebut sekolah selalu
mengupayakan peningkatan kemampuan kepemimpinan guru dalam pembelajaran melalui rapat koordinasi yang diadakan secara rutin setiap
bulan, rapat pleno sebagai evaluasi hasil pelaksanaan School of Leadership, pelatihan peningkatan kepemimpinan guru, dan memberikan beban tugas
148 guru sesuai dengan kemampuan. Untuk meningkatkan pemahaman
karyawan dan siswa, sekolah sering mensosialisasikan konsep School of Leadership diberbagai kesempatan seperti dalam pembukaan setiap
kegiatan, ceramah saat upacara bendera, dan doktrin guru melalui kegiatan pembelajaran di dalam kelas.
Untuk mengatasi kurangnya manajemen waktu, pihak sekolah mendorong siswa agar selalu berusaha untuk fokus ketika pembelajaran
berlangsung agar segala kegiatan pembelajaran baik dalam kegiatan diskusi, tugas yang diberikan guru maupun ujian evaluasi dapat diikuti dengan baik.
Siswa harus mampu memprioritaskan kegiatan mana yang lebih penting supaya prestasi akademik maupun tanggung jawab dalam kegitan event
dapat berjalan beriringan. Karena di sinilah letak kepemimpinan yang sebenarnya, agar siswa mampu memilih secara bijaksana dan mampu
memanajemen waktu dengan baik. Pendanaan merupakan hal yang vital dalam mewujudkan School of
Leadership di SMA Negeri 3 Yogyakarta. Pendanaan tersebut sebagian besar digunakan siswa untuk mengadakan berbagai event sebagai ajang
pengembangan kreativitas. Event yang diselenggarakan siswa dalam satu tahun bisa lebih dari seratus event seperti yang diungkapkan oleh Wakabid.
Manajemen Mutu. Untuk itu sekolah berusaha untuk dapat memfasilitasi segala kebutuhan untuk penyelenggaraan event. Namun kembali lagi dengan
keterbatasan dana yang bisa diberikan sekolah karena pemangkasan regulasi iuran sekolah. Untuk mengatasi kendala tersebut sekolah mengatasinya
149 dengan berkoordinasi dengan komite sekolah agar pendanaan untuk
kegiatan siswa disesuaikan porsinya, namun hal tersebut hanya sebagai dana stimulan saja. Selain itu sekolah juga memberdayakan dan mendorong siswa
agar secara mandiri mencukupi kekurangan dana kegiatan melalui berbagai cara seperti mencari dana dari sponsor. Untuk mencukupi kekurangan dana
sekolah juga memaksimalkan peran alumni, seperti yang diungkapkan oleh Wakabid. Humas dan Wakabid. Manajemen Mutu ikatan alumni memiliki
dana khusus yang dihibahkan untuk kegiatan OSIS, untuk itu sekolah menghimbau siswa mempergunakan dana tersebut secara bijaksana.
Kendala tentang kurangnya pemahaman orang tua tentang School of Leadership, sekolah melakukan upaya dengan melakukan pertemuan orang
tua siswa yang dilakukan minimal 3 bulan sekali. Berdasarkan wawancara dengan Wakabid. Humas, dalam rapat tersebut membahas tentang
pemantauan anak didik tentang kegiatan sekolah, mensosialisaikan kegiatan yang sudah dilaksanakan siswa dan menunjukkan prestasi yang telah diraih
siswa. Tidak lain tujuannya agar memperoleh persepsi yang sama dengan orang tua untuk mendukung segala kegiatan siswa yang bermanfaat.
B. Analisis dan Pembahasan
1. Implementasi Pembinaan Kepemimpinan Siswa di SMA Negeri 3
Yogyakarta a.
Makna Kepemimpinan
Sebagai dasar pelaksanaan School of Leadership, warga sekolah harus memahami makna kepemimpinan itu sendiri. Secara umum baik
150 Wakil Kepala Sekolah, guru maupun siswa memahami bahwa
kepemimpinan merupakan kemampuan seseorang untuk mengatur, mengelola, mengontrol, dan mempengaruhi orang lain untuk mencapai
sebuah tujuan. Namun terdapat perbedaan persepsi antara Wakil Kepala Sekolah dengan guru dan siswa. Wakil Kepala Sekolah yang terdiri dari
Wakabid. Humas, Wakabid. Kesiswaan, dan Wakabid. Manajemen Mutu memahami dua jenis kepemimpinan baik itu formal maupun non formal.
Kepemimpinan formal adalah kepemimpinan yang terbentuk oleh struktur organisasi yang mengikat dan dipilih melalui seleksi ketat dan
terikat oleh kontrak jabatan. Kepemimpinan non formal merupakan
kepemimpinan yang tidak terikat oleh organisasi, kepemimpinan ini bisa untuk diri sendiri maupun untuk orang lain, dan tidak terikat oleh kontrak
jabatan karena kepemimpinan ini tidak resmi. Namun guru dan siswa
hanya memahami kepemimpinan formal saja.
Berdasarkan hal tersebut sekolah seharusnya menyamakan persepsi tentang kepemimpinan baik itu Wakil Kepala Sekolah, guru
maupun siswa agar pembinaan kepemimpinan siswa dapat terselenggara dengan baik. Persamaan persepsi tentang kepemimpinan menjadi dasar
sekolah dalam pengembangan pembinaan kepemimpinan siswa. b.
Makna Pembinaan Kepemimpinan Siswa
Dalam melaksanakan pembinaan kepemimpinan siswa, SMA Negeri 3 Yogyakarta mengusung konsep School of Leadership Sekolah
Kepemimpinan yang merupakan sekolah layanan khusus pendidikan