20
2. Karakteristik Pendidikan Matematika Realistik
a. Gravemeijer Daitin Tarigan, 2006: 6 menjelaskan 5 karakteristik pendidikan matematika realistik yaitu :
1. Penggunaan konteks Proses pembelajaran diawali dengan keterlibatan siswa dalam pemecahan
masalah kontekstual. Siswa diberikan soal berupa masalah yang biasa mereka hadapi, sehingga mereka merasa tidak asing dengan masalah tersebut. Menurut
Gravemeijer dalam karakteristik penggunaan konteks, siswa hanya dilibatkan dalam kegiatan memecahkan masalah, sehingga secara tidak langsung siswa
hanya diberi sedikit kesempatan untuk memecahkan masalah, atau bahkan siswa tidak memecahkan masalah tersebut justru gurulah yang memecahkan masalah
tersebut. Namun menurut Suryanto Nyimas Aisyah, 2007: 7, “Siswa menemukan kembali ide, konsep, dan prinsip, atau model matematika melalui
pemecahan masalah kontekstual yang realistik dengan bantuan guru atau temannya.” Pendapat Suryanto mengartikan siswa tidak hanya dilibatkan tetapi
mempunyai peran untuk memecahkan masalah kontekstual tersebut, guru hanya sebagai pendamping saja.
2. Instrumen vertikal Konsep atau ide matematika direkonstruksi oleh siswa melalui model-model
instrument vertikal, yang bergerak dari prosedur informal ke bentuk formal. Siswa akan dilatih penalarannya dengan mengkonstruk pengetahuan yang didapat dari
luar atau konkret dan diubah ke bentuk abstrak. Instrumen vertikal di sini
21 diartikan sebagai kegiatan matematika yang berasal dari dunia konkret atau
berdasarkan ide dari siswa kemudian diarahkan ke konsep yang sudah formal atau rumus baku. Padahal ketika pembelajaran yang sudah menggunakan instrumen
vertikal, seharusnya pembelajaran tersebut menggunakan rumus matematika yang formal. Seperti yang dikemukakan oleh Treffers dalam van den Heuvel-Panhuisen
Nyimas Aisyah, 2007: 4, “Matematisasi vertikal adalah proses formalisasi konsep matematika. Dalam matematisasi vertikal, siswa mencoba menyusun
prosedur umum yang dapat digunakan untuk menyelesaikan soal-soal sejenis secara langung tanpa bantuan konteks.” Konsep atau ide matematika bergerak dari
prosedur informal ke bentuk formal seharusnya instrumen tersebut masih menggunakan instrumen horizontal, yang menggunakan ide atau cara
memecahkan masalah menurut kreatifitas siswa atau informal kemudian diarahkan ke bentuk formal, seperti yang diungkapkan oleh Treffers dalam van
den Heuvel-Panhuisen Nyimas Aisyah, 2007: 4, “Matematisasi horizontal adalah proses penyelesaian soal-soal kontekstual dari dunia nyata. Dalam
matematika horizontal, siswa mencoba menyelesaikan soal-soal dari dunia nyata dengan cara mereka sendiri, dan menggunakan bahasa dan simbol mereka
sendiri.” 3. Kontribusi siswa
Siswa aktif mengonstruksi sendiri bahan matematika berdasarkan fasilitas lingkungan belajar yang disediakan guru, secara aktif menyelesaikan soal dengan
cara masing-masing. Siswa akan terpacu kreatifitas dan kognitifnya. Dikarenakan pembelajaran dilaksanakan dengan melibatkan siswa dalam berbagai aktivitas