Bentuk Komunikasi yang Terjadi Antara Pengajar Dengan Anak Tunagrahita

itu, meskipun sudah bisa menulis tetapi ada saja huruf yang kurang dalam tulisannya. HariTanggal Senin, 26 November 2012 10.00-11.30 Pembahasan Pra Ujian Semester Subjek Kegiatan Guru Memberikan materi pra ujian semester yang berbeda-beda Ridwan: Diberikan soal Matematika, penjumlahan satu dan dua angka. Krist hansen: Diberikan soal PKN berupa sebuah paragraf tentang hidup rukun antar sesama anggota keluarga dan pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan bacaan tersebut. Shendi: Diberikan soal IPS , mengikuti tulisan “Rumah Adat”, “Pakaian Adat” yang sudah tersedia di lembar soal masing- masing lima kali. Naufal: Tidak ada di ruangan Krist Hansen “Ibu, saya ko soalnya susah. Shendi dikasih yang gampang” Guru “Katanya pintar… masa soal seperti itu tidak bisa. Baca dulu setelah itu jawab pertanyaannya” Krist Hansen “Saya maunya yang kaya Shendi aja bu, gampang” Guru “Iya, selesaikan dulu, nanti dikasih yang gampang. Ridwan sudah mau selesai … kalah sama Ridwan, ya Ridwan ya…” Ridwan dan Shendi Tetap mengerjakan tugasnya tanpa banyak protes Karena kesal dengan tugas yang dirasa sulit, Krist Hansen mulai bermalas- malasan, pindah dari kursi ke lantai. Dia juga menjawab soal tanpa memperhatikan bacaan dalam paragraf. Guru tidak melarang Krist duduk di lantai, karena jika dilarang dia bisa semakin kesal. Sementara itu, Ridwan sudah selesai mengerjakan tugas matematikanya, Shendi masih tetap mengerjakan soal IPSnya, sampai waktu belajar habis. Krist Hansen merasa tugas yang diberikan padanya berupa menjawab pertanyaan dengan menyesuaikannya pada bacaan adalah sulit. Dia mengatakan bahwa tugas Shendi menyalin tulisan Rumah Adat dan Pakaian Adat sebanyak lima kali lebih mudah dari tugasnya. Padahal yang diberikan oleh guru tersebut sudah disesuaikan dengan kemampuan masing-masing. Jika demikian Krist Hansen bukan kesulitan tetapi dia malas dan merasa iri pada Shendi. HariTanggal Selasa, 29 Januari 2013 10.00 – 11.30 Mata Pelajaran PKN dan IPA Subjek Kegiatan Sebelum mulai belajar anak-anak dibimbing untuk mengangkat kedua tangan sambil membaca do’a al-fatihah. Tetapi yang terdengar suaranya hanya beberapa orang saja, itupun hanya sepenggal-sepenggal seperti Ridwan, Krist Hansen dan Shendi. Guru Menyiapkan materi belajar yang akan diberikan Shendi: Diberi tugas untuk menyalin tulisan dari buku bacaan IPA Ridwan: Diberi tugas untuk menyalin tulisan dari buku bacaan PKN Naufal: Diberi tugas IPA dari lembar soal yang telah dibuat oleh guru Krist Hansen: Diberi tugas untuk menyalin tulisan dan menjawab soal dari buku bacaan IPA Naufal Di lembar tugas pertama Naufal dibimbing oleh guru sambil dibantu memegang pensil untuk mencari gambar yang sama antara bagian yang kiri dan kanan, sambil menyebutkan nama bendanya. Dilembar kedua menyalin tulisan AYAM dan IKAN, awalnya masih dibantu setelah itu guru memintanya menulis sendiri tetapi naufal tidak mengerjakan. Kemudian guru membimbingnya lagi sambil mengingatkan bagaimana membuat huruf A kecil dengan mengatakan “ayo naufal tulis, angka satu…bulat di depan”. Huruf Y kecil “lengkungan.. lengkungan”. Huruf M kecil “kakinya tiga”. Shendi Karena tugas yang diberikan kepada Shendi tidak dikerjakan, kemudian guru mengganti tugasnya dengan menyalin tulisan guru BEL SEKOLAH BERBUNYI di buku tulis sebanyak sepuluh kali Guru “Kerjakan tugasnya… ayo tulis…” Melihat Ridwan, Krist Hansen dan Shendi berbicara dan berhenti mengerjakan tugasnya Krist Hansen “Ibu, ini banyak banget. Dua aja ya bu…” Guru “Sampai selesai” Krist Hansen “Tapi kalau udah selesai saya minta origami satu untuk bikin burung ya bu …” Guru “Iya” Shendi “Bukannya sampe lima bu… Bu Rita, bukannya sampe lima?” Shendi meminta tugasnya dikurangi Guru “Sampe enam deh, sampe enam” Selama kegiatan tersebut Krist Hansen terus meminta tugasnya dikurangi. Ridwan memarahi Shendi hanya karena Shendi melihat tulisannya, dan berkata “ah… nyontek mulu, kerjain sendiri apa”. Naufal tiba-tiba berteriak dan menangis cukup lama, sehingga murid lain berhenti menulis dan berbalik melihat kearahnya. Bu Rita mencoba mengalihkan perhatiaanya dan meminta Naufal untuk bernyanyi saja tetapi naufal tetap berteriak. Guru juga berpura- pura menelpon ibunya Naufal dengan berkata “ibu, Naufal tidak usah dijemput ya…”, sebagai sebuah konsekuensi kalau tidak berhenti berteriak. Tetapi Naufal tetap teriak, hingga akhirnya guru mengajak Naufal duduk dilantai menghadap pintu. Akhirnya Naufal berhenti berteriak. Sampai pukul 11.30, tugas yang diberikan guru tidak semuanya dapat diselesaikan, hanya sebagian-sebagian saja. Naufal sudah mulai diam, kemudian anak-anak diminta duduk rapi dan membaca do’a selesai belajar surat Al-Asr. Sepanjang kegiatan belajar tersebut yang lebih sering berbicara dan meminta sesuatu seperti minta tugasnya dikurangi adalah Krist Hansen. Padahal tugasnya hanya tiga nomor dengan lima pertanyaan. Tugas tersebut yaitu: 1. Sebutkan tanda-tanda terjadinya waktu Pagi siang dan malam 2. Pada hari apa saja kamu libur sekolah Pada hari apa kamu belajar matematika di sekolah 3. Pukul berapa kamu masuk sekolah Pukul berapa kamu pulang sekolah Ridwan terlihat murung, sesekali marah-marah kepada shendi karena hal kecil. Tetapi Shendi hanya senyum-senyum saja melihat temannya marah. Awalnya Naufal antusias dengan lembar yang diberikan guru, dia menyebutkan nama gambar dihadapannya itu AYAM, IKAN dengan jelas tetapi dia tidak mau menulisnya. Di luar kegiatan yang penulis observasi tersebut, ada beberapa metode belajar yang dijelaskan oleh guru kepada penulis “…metode tematik yaitu mengajarkan satu pelajaran tetapi mencakup beberapa kemampuan. Misalnya saat belajar mengenal angka satu, maka yang dipelajari bisa mengucap huruf- hurufnya, membaca dan menulis. Ada juga metode bermain peran, saya membacakan cerita lalu mengajak anak- anak bermain peran…”. 3 3 Wawancara dengan Ibu Rita Maryana Meskipun berada dalam kelas tetapi guru menggunakan pendekatan komunikasi antarpribadi dalam mengajar, karena materi yang diberikan disesuaikan dengan kemampuan masing-masing anak, sehingga komunikasi yang terjadi antara guru dan murid sesuai dengan materi belajar tersebut. Komunikasi antarpribadi menurut Joseph A. Devito adalah proses pengiriman dan penerimaan pesan-pesan antara dua orang atau diantara sekelompok kecil orang-orang, dengan beberapa efek dan beberapa umpan balik seketika. 4 Dalam proses komunikasi antarpribadi akan terjadi interaksi antara pemberi pesan dan penerima, karena ciri khas komunikasi ini adalah sifatnya yang dua arah atau timbal balik. Komunikasi antarpribadi juga dianggap efektif karena adanya arus balik langsung. Pada kasus ini arus balik yang diterima guru sebagai tanggapan yang diberikan murid misalnya terjadi pada Shendi yang meminta tugas menulis atau menyalin tulisan “Kacang Hijau” dikurangi dari delapan menjadi lima pada pelajaran IPA. Atau Krist Hansen yang meminta tugas yang lebih mudah pada saat Pra Ujian Semester. Itu artinya mereka merasa keberatan dengan tugas yang diberikan oleh guru. Pendekatan antarpribadi juga terlihat pada saat guru mengajarkan Naufal menulis, dengan sabar guru memegang tangan Naufal dan membantunya memilih gambar yang sama kemudian membantu menulis kata Ayam dan Ikan sambil mengatakan bagaimana penulisannya. Atau pada saat guru melihat Shendi tidak nyaman dengan tugasnya, tidak dikerjakan, hanya membolak-balik bukunya, hingga akhirnya guru mengganti tugas tersebut. 4 Onong U. Effendy, M.A., Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2003, h. 59 Secara umum, mata pelajaran yang diajarkan di sekolah ini sama seperti sekolah biasa, hanya saja standar pencapaiannya berbeda. Jika disekolah umum ada buku-buku paket dan Lembar Kerja Siswa LKS yang dimiliki setiap anak untuk belajar. Di sini buku paket atau buku bacaan dipegang oleh guru, bahan belajar murid diberikan oleh guru dan disesuaikan dengan kemampuan masing- masing, Proses belajar menulis, membaca dan pemberian tugas lebih sering diberikan guru kepada murid langsung di buku bukan di papan tulis. Misalnya: a. Bagi murid yang sudah bisa membaca dan menulis, diberikan sebuah bacaan dalam bentuk paragraf, kemudian diberikan pertanyaan sesuai dengan bacaan tersebut. Baik dari buku bacaan atau guru yang menulisnya. Seperti yang diberikan pada Ridwan dan Krist Hansen. b. Untuk yang baru bisa mencontoh atau menyalin, materi yang diberikan biasanya dalam bentuk satu kalimat singkat yang hanya terdiri dari dua kata atau lebih, untuk selanjutnya ditiru lima sampai delapan kali. Seperti yang diberikan kepada Shendi dan Naufal. 5 Meskipun begitu, terkadang Ridwan dan Krist Hansen juga diberikan materi yang sama dengan yang diberikan pada Shendi dan Naufal. Begitu pentingnya seorang guru untuk dapat mengetahui kemampuan setiap siswanya, sehingga ibu Rita sendiri harus mengikuti kegiatan observasi selama tiga bulan di sekolah ini sebelum mulai mengajar. Seperti yang disampaikannya dalam wawancara “…sebelum mengajar disini saya melakukan 5 Observasi 29 Januari 2013 observasi selama tiga bulan, biasanya saya datang tiga kali dalam seminggu itupun setelah selesai mengajar di sekolah sebelumnya TK ”. 6 Tujuan observasi ini adalah agar guru tersebut dapat terbiasa dengan keadaan anak tunagrahita dan dengan sendirinya dapat lebih mudah menganalisis karakter murid-murid yang diajarnya serta mengatasi masalah yang mungkin terjadi. Karakter Anak-anak: 7 Subjek Karakter Shendi Patuh dengan apa yang dikatakan oleh guru, mau bertanggung jawab dengan apa yang dia lakukan Naufal Mudah ngambek dan jenuh Ridwan Suka buat onar tetapi masih patuh dengan apa yang dikatakan oleg guru. Krist Hansen Sombong, bertanggung jawab Dari pengamatan penulis, Shendi adalah anak yang suka bertanya karena setiap kali penulis berkunjung ada saja yang dia tanya kan seperti alamat, “kakak yang waktu hari senin datang juga ya?”. Tetapi Shendi hanya diam saja dengan apa yang dikatakan temannya tentang dia, seperti Krist Hansen yang pernah mengatakan bahwa “Shendi orang miskin”. Naufal cenderung tempramen, penulis pernah melihat Naufal tiba-tiba memukul teman disampingnya Nina tanpa sebab, sementara pandangan matanya tetap kedepan. 8 Beberapa kali kunjungan penulis, Naufal terlihat berada di ruang 6 Wawancara dengan Ibu Rita Maryana 7 Wawancara dengan Ibu Rita Maryana pada 03 Februari 2013 8 Observasi pada 14 Januari 2013 yang sama dengan anak autis. Menurut Ibu Rita, peilaku Naufal yang seperti itu karena meniru sikap anak autis. Ridwan adalah anak yang jahil, dia suka mengganggu temannya lewat kata-kata ataupun perbuatan. Tetapi dia lebih sering terlihat diam jika dihadapan guru. Ridwan juga termasuk anak yang patuh karena dia akan segera minta maaf kepada temannya setelah diminta oleh guru. Krist Hansen adalah anak yang aktif banyak bicara, dia sering protes dengan tugas yang diberikan guru, sering memberikan syarat-syarat sebelum menyelesaikan tugas, dia juga sering mengomentari apa saja. Tetapi dia termasuk anak yang mau patuh pada perkataan gurunya. Untuk mengatasi atau menghadapi perilaku anak-anak yang tidak sesuai, seperti Naufal yang mudah ngambek, Ridwan yang suka bikin onar, Krist Hansen yang suka membangga-banggakan dirinya, dan Shendi yang malas, guru harus mencari tahu apa yang ditakuti oleh masing-masing murid. Seperti yang dikatakan “cari tahu yang mereka takuti, itu yang aku pake agar mereka nurut sama aku…”. 9 Contoh, Ridwan takut pada ayahnya, Naufal tidak suka kalau ibunya tidak datang menjemput, Krist Hansen takut pada polisi. Hal-hal demikian dapat diketahui dari cerita anak itu sendiri, dari temannya atau secara tidak langsung tercermin dari sikapnya. Untuk itu komunikasi yang baik dan pendekatan guru kepada murid menjadi suatu hal penting untuk lebih mengetahui kepribadian mereka. Pada dasarnnya komunikasi adalah sebuah proses, bagaimana suatu kejadian sengaja dilakukan untuk mencapai tujuan atau hasil yang diinginkan. 9 Wawancara dengan Ibu Rita Maryana pada 03 Februari 2013 Menurut Ibu Rita, dalam wawancara, tujuan d ari kegiatan belajar ini adalah “yang penting mereka dapat bersosialisai di masyarakat dan dapat mengenal uang agar tidak mudah dibohongi ”. 10 Hal senada juga dikatakan Bapak Kusnaeni bahwa “harapannya minimal agar anak-anak ini bisa merawat dirinya sendiri tanpa bantuan orang lain dan mempunyai keterampilan yang dapat digunakan untuk mencari pekerjaan ”. 11 Jadi belajar di sekolah bagi anak tunagrahita bukan sekedar menambah pengetahuannya dari segi akademik tetapi juga untuk mempersiapkan mereka agar dapat bergaul dengan masyarakat, dan yang paling penting adalah mereka dapat mengurus diri mereka sendiri mandiri.

B. Kemampuan Bahasa Anak-Anak Tunagrahita

Kemampuan berbahasa yaitu meliputi kemampuan menulis, membaca dan berbicara untuk mengekspresikan gagasan-gagasannya. Dari beberapa kunjungan penulis dan memperhatikan keadaan di kelas, kemampuan bahasa anak-anak tunagrahita yang teramati yaitu: Subjek Kemampuan Bahasa Ridwan Membaca: Sudah bisa membaca dan mengenal angka satuan dan belasan Menulis: Dapat menulis rapi, menyalin sebuah kalimat atau paragraf Berbicara: Bisa berkomunikasi dengan orang lain Krist Hansen Membaca: Sudah bisa membaca dan mengenal angka satuan Menulis: Dapat menulis rapi, menyalin sebuah kalimat atau 10 Wawancara dengan Ibu Rita Maryana 20 November 2012 11 Wawancara dengan Bapak Kusnaeni pada Selasa, 20 November 2012 paragraf, menjawab pertanyaan dari sebuah cerita Berbicara: Bisa berkomunikasi dengan orang lain. Suka membuat pernyataan yang aneh seperti, “nggk apa-apa nggk naik kelas, yang penting pelajarannya gampang” Shendi Membaca: Masih dalam proses belajar membaca Menulis: Bisa menulis atau menyalin dua kata atau lebih, tetapi belum rapi, masih ada satu atau dua huruf yang hilang dari satu kata Berbicara: Sudah bisa bicara dengan orang lain, tetapi terkadang suka menyangkut pautkan apa yang diingat dengan yang sedang dibicarakan Naufal Membaca: Bisa mengucapkan huruf-huruf Menulis: Masih harus dibimbing oleh guru Berbicara: Kata yang diucapkan untuk komunikasi sehari-hari kurang jelas, tetapi masih bisa menyebut satu benda dengan jelas seperti Ayam, Ikan, dan Sapi yang gambarnya dia lihat ada lembar tugas Anak tunagrahita memiliki keterbatasan dalam penguasaan bahasa. Bukan mengalami kesulitan artikulasi, tetapi karena pusat pengolahan perbendaharaan kata yang kurang berfungsi sebagaimana mestinya. Karena alasan itu mereka membutuhkan kata-kata konkret yang sering didengarnya dan diajarkan berulang- ulang. 12 Hal senada juga dikatakan oleh Bapak Kusnaeni, kepala sekolah, “Dengan mengenalkan kata-kata yang dilakukan berulang-ulang, dan kalau perlu dilengkapi dengan gambar ”. 13 12 T. Sutjihati Soemantri, Psikologi Anak Luar Biasa, Bandung: Refika Aditama, 2006, h. 106 13 Wawancara dengan Bapak Kusnaeni May Lwin, d alam bukunya “ Cara Mengembangkan Berbagai Komponen Kecerdasan ” menyebutkan beberapa kegiatan yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kemampuan berbahasa, diantaranya: Keterampilan verbal 1. Berbicara dalam kalimat 2. Memahami dan mengikuti perintah 3. Menirukan dan memainkan peran 4. Merangkai kata-kata untuk berkomunikasi Keterampilan membaca dan menulis 1. Berusaha untuk menulis abjad dasar 2. Mulai membaca kata-kata sederhana 3. Mengenal abjad dengan baik 4. Memperlihatkan minat pada buku-buku. 14 Dari hasil observasi, wawancara dan penjelasan guru, beberapa hal yang telah dilakukan untuk meningkatkan kemampuan berbahasa seperti dalam buku May Lwin tersebut, diantaranya meliputi kegiatan: 1. Memahami dan mengikuti perintah. Hal ini dapat dilihat di dalam kelas, baik berupa perintah guru untuk mengerjakan tugas, membuang sampah pada tempatnya, membersihkan kelas. 2. Menirukan dan memainkan peran. Kegiatan bermain peran sudah pernah dilakukan oleh guru sebagai suatu metode belajar. 14 May Lwin, dkk., Cara Mengembangkan Berbagai Komponen Kecerdasan, T.tp: PT. Indeks, 2008, h. 22