Pengaruh self-efficacy, locus of control dan faktor demografis terhadap kematangan karir mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(1)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Psikologi

Oleh:

WORO PINASTI

106070002330

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(2)

(3)

(4)

vi B) Juni 2011

C) Woro Pinasti

D) Judul skripsi: Pengaruh Self-efficacy, Locus of Control dan Faktor Demografis Terhadap Kematangan Karir Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta E) xii + 86 Halaman + 40 Lampiran

Salah satu tugas perkembangan mahasiswa adalah memilih dan mempersiapkan karir. Sementara persaingan di dunia kerja semakin ketat. Oleh karena itu, mahasiswa perlu mempersiapkan karir dengan sebaik-baiknya. Persiapan itu dapat dimulai dengan mencari sumber-sumber informasi mengenai karir dan dunia kerja melalui proses eksplorasi yang efektif, sehingga pada saatnya individu harus memilih karir, ia telah siap. Kesiapan inilah yang disebut dengan kematangan karir. Berbagai faktor dapat mempengaruhi kematangan karir mahasiswa. Penelitian ini mengangkat faktor self-efficacy, locus of control (internal dan eksternal) jenis kelamin, dan status sosial-ekonomi. Melalui penelitian ini diharapkan dapat mengungkap seberapa jauh pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap kematangan karir.

Sedangkan, pendekatan yang digunakan penelitian ini adalah kuantitatif dengan teknik analisis regresi berganda (multiple regression). Sampel yang digunakan adalah mahasiswa semester VIII dan X UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, berjumlah 200 orang. Pengambilan sampel menggunakan teknik quota sampling.

Penelitian ini berhasil menemukan 16,9% pengaruh faktor self-efficacy, locus of control internal, locus of control eksternal, jenis kelamin, dan status sosial-ekonomi terhadap kematangan mahasiswa. Selain itu, diketahui juga terdapat 32 mahasiswa memiliki skor kematangan karir tinggi, 142 mahasiswa memiliki skor kematangan karir sedang, dan 26 mahasiswa memiliki skor kematangan karir rendah.

Berdasarkan hasil penelitian, maka penulis menyarankan untuk penelitian selanjutnya agar dapat menemukan faktor-faktor lain yang berkontribusi terhadap kematangan karir seperti self-awareness, kepribadian, prestasi akademik dan usia, karena dalam penelitian ini peneliti hanya meneliti sebagian dari faktor-faktor yang ada.


(5)

(6)

viii Cover

Lembar Pengesahan ... i

Lembar Pengesahan Pembimbing... ii

Motto ... iii

Abstrak ... iv

Kata Pengantar ... v

Pernyataan Keaslian Skripsi ... vii

Daftar Isi ...viii

Daftar Tabel ... xi

Daftar Gambar ...xii

BAB I PENDAHULUAN ...1

1.1. Latar Belakang ...1

1.2. Batasan dan Rumusan Masalah ...12

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian ...14

1.4. Sistematika Penulisan ...15

BAB II KAJIAN TEORI ...17

2.1. Kematangan Karir ...17

2.1.1. Pengertian kematangan karir ...17

2.1.2. Dimensi kematangan karir ...19

2.1.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi kematangan karir ...22

2.2. Self-efficacy ...28

2.2.1. Pengertian self-efficacy ...28

2.2.2. Dimensi self-efficacy ...32

2.2.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi self-efficacy ...32

2.3. Locus of Control ...36

2.3.1. Pengertian locus of control ...36


(7)

ix

3.1. Pendekatan dan Jenis Penelitian ...45

3.2. Populasi dan Sampel ...45

3.2.1. Populasi ...45

3.2.2. Sampel ...46

3.3. Variabel Penelitian ...47

3.3.1. Identifikasi variabel ...47

3.3.2. Definisi operasional ...48

3.4. Pengumpulan Data ...49

3.5. Uji Alat Ukur ...56

3.5.1. Uji validitas ...56

3.5.2. Uji reliabilitas ...56

3.6. Prosedur Penelitian ...57

3.6.1. Prosedur try out ...57

3.7.3. Prosedur field study ...58

3.7. Analisis Data ...59

BAB IV HASIL PENELITIAN ...61

4.1. Analisis Deskriptif ...61

4.1.1 Deskriptif statistik masing-masing variabel penelitian ...61

4.1.2 Deskriptif demografi responden penelitian ...62

4.2. Hasil Kategorisasi Masing-masing Variabel Penelitian...63

4.2.1 Kategorisasi kematangan karir ...63

4.2.2 Kategorisasi kematangan karir berdasarkan demografi responden ...63

4.2.3 Kategorisasi self-efficacy ...65

4.2.4 Kategorisasi self-efficacy berdasarkan demografi responden ...66


(8)

x

4.3.1 Hasil uji hipotesis mayor...71

4.3.2 Hasil uji hipotesis minor ...75

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN ...77

5.1. Kesimpulan ...77

5.2. Diskusi ...77

5.3. Saran ... 80

4.3.1 Saran metodologis ... 81

4.3.2 Saran praktis ... 82

DAFTAR PUSTAKA ... 83 LAMPIRAN


(9)

xi

Tabel 1.1 Tingkat Pengangguran Berdasarkan Pendidikan Tahun 2008-2010 (juta

orang) ...4

Tabel 3.1 Blue Print Skala Kematangan Karir ...50

Tabel 3.2 Pedoman Skoring Skala Kematangan Karir ...51

Tabel 3.3 Blue Print Skala Self-efficacy ...52

Tabel 3.4 Pedoman Skoring Skala Self-efficacy ...53

Tabel 3.5 Blue Print Skala Locus of Control ...53

Tabel 3.6 Pedoman Skoring Skala Locus of Control ...54

Tabel 3.7 Pedoman Skoring Kuesioner Jenis Kelamin ...55

Tabel 3.8 Pedoman Skoring Kuesioner Status Sosial-ekonomi ...55

Tabel 3.9 Skor Hasil Uji Reliabilitas Skala...57

Tabel 4.1 Deskripsi statistik variabel penelitian ...61

Tabel 4.2 Deskripsi demografi responden penelitian ...62

Tabel 4.3 Kategorisasi kematangan karir ...63

Tabel 4.4 Kategorisasi kematangan karir berdasarkan demografi responden ...64

Tabel 4.5 Kategorisasi self-efficacy ...66

Tabel 4.6 Kategorisasi self-efficacy berdasarkan demografi responden ...67

Tabel 4.7 Kategorisasi locus of control ...68

Tabel 4.8 Kategorisasi locus of control berdasarkan jenis kelamin ...69

Tabel 4.9 Kategorisasi locus of control berdasarkan status sosial-ekonomi ...70

Tabel 4.10 Model summary hipotesis mayor ...71

Tabel 4.11 Koefisien regresi ...73


(10)

xii

Gambar 2.1 Gambaran dinamika pengaruh self-efficacy, locus of control, dan


(11)

BAB I

PENDAHULUAN

Dalam bab satu ini dibahas beberapa hal yaitu latar belakang masalah, mencakup paparan fenomena yang terjadi serta hasil beberapa penelitian sebelumnya yang relevan dengan penelitian ini. Kemudian dibahas juga alasan ketertarikan peneliti pada faktor-faktor psikologis dan demografis yang mempengaruhi kematangan karir pada mahasiswa.

1.1Latar Belakang

Saat ini, peran, tugas dan tanggung jawab mahasiswa tidak hanya dihadapkan pada pencapaian keberhasilan di bidang akademik saja, tetapi juga mampu menunjukkan perilaku untuk mengeksplorasi berbagai nilai-nilai kehidupan. Dengan kata lain, usia mahasiswa adalah tahap penyesuaian diri terhadap pola-pola kehidupan dan harapan-harapan sosial yang baru sebagai orang dewasa.

Berkenaan dengan tugas-tugas perkembangan, Papalia (2008) menjelaskan bahwa individu pada usia mahasiswa (remaja akhir hingga awal usia 30-an) berada pada tahap pencapaian dimana individu menggunakan pengetahuannya untuk mendapatkan kompetensi dan independensi dalam rangka mengejar target seperti karir dan keluarga. Sebagaimana tugas perkembangan dewasa awal yang di rinci oleh Hurlock (1993) yaitu, memilih pasangan, belajar hidup


(12)

dengan pasangan, memulai hidup dengan pasangan, memelihara anak, mengelola rumah tangga, memulai bekerja, mengambil tanggung jawab sebagai warga negara, dan menemukan suatu kelompok yang serasi. Inti dari tahap ini adalah pemantapan pendirian hidup, dimana salah satu tugas perkembangan individu yaitu memilih dan mempersiapkan karir, inilah yang akan menjadi tugas perkembangan mahasiswa.

Hal serupa juga diungkapkan oleh Vaillant (dalam Papalia dkk, 1998), yang menjelaskan tahap dewasa awal (sekitar usia 20-30 tahun) merupakan tahap adaptasi dengan kehidupan. Individu dewasa awal mulai membangun apa yang ada pada dirinya, mencapai kemandirian, sehingga bisa dianggap mampu dan mempunyai peran atau posisi dalam masyarakat. Menurut Ginzberg (dalam Atwater 1983), periode mahasiswa dianggap sebagai periode realistik. Sementara Super (dalam Boyd & Bee, 2006) menjelaskan, bahwa usia mahasiswa (18-25 tahun) telah sampai pada tahap spesifikasi dan implementasi preferensi dalam pekerjaan.

Penelitian tentang kematangan karir pada mahasiswa sebelumnya juga pernah diteliti oleh Peterson (dalam Owre, 2005) dan El Hami (1993) yang hasilnya membuktikan lebih dari setengah sampelnya menunjukkan skor kematangan karir yang rendah sehingga dapat dikatakan belum matang dalam karir. Oleh sebab itu, mahasiswa perlu memiliki kesiapan diri untuk menghadapi tantangan dan kesulitan dalam proses penyesuaian diri dengan lingkungan, khususnya kesiapan diri memasuki dunia pekerjaan.


(13)

Sementara itu, berkarir di era globalisasi seperti saat ini, merupakan tantangan besar bagi calon tenaga kerja seperti mahasiswa. Perkembangan kondisi ekonomi, sosial, dan budaya masyarakat yang semakin pesat mengharuskan setiap komponen dari masyarakat untuk berpacu, meningkatkan kompetensi sehingga mampu menjawab tantangan zaman. Rianto (2008) mengemukakan ada beberapa tantangan yang akan dihadapi mahasiswa dalam menentukan karir, seperti ketidakpastian karir, pengaksesan informasi dan program pengembangan karir, serta tantangan-tantangan ekonomi dan teknologi.

Selain itu, tingkat pengangguran akademik yang semakin mengkhawatirkan, tak pelak menambah kecemasan mahasiswa akan masa depan karirnya. Data yang diperoleh dari Berita Resmi Statistik (2010), menyebutkan bahwa jumlah pengangguran pada Februari 2010 mencapai 8,59 juta orang atau 7,41% dari total angkatan kerja. Secara umum Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) memang cenderung menurun, namun pengangguran di tingkat pendidikan diploma dan sarjana mengalami kenaikan masing-masing sebesar 2,05% dan 1,16%.


(14)

Tabel 1.1

Tingkat Pengangguran Berdasarkan Pendidikan Tahun 2008-2010 (juta orang)

Pendidikan tertinggi yang ditamatkan

2008 2009 2010

Februari Agustus Februari Agustus Februari SD ke bawah 55,62 55,33 55,43 55,21 55,31 SMP 19,39 19,04 19,85 19,39 20,30 SMA 13,90 14,39 15,13 14,58 15,63 SMK 6,71 6,76 7,19 8,24 8,34 Diploma I/II/III 2,66 2,87 2,68 2,79 2,89 Universitas 3,77 4,15 4,22 4,66 4,94

Total 102, 05 102,55 104,49 104,87 107,41

Sumber: Berita Resmi Statisitk BPS, No. 33/05/Th. XIII, 2010

Persaingan bebas yang terjadi saat ini, juga mengharuskan para mahasiswa sebagai calon tenaga kerja berjuang untuk dapat mengalahkan para pesaingnya agar dapat lolos menjadi karyawan di sebuah perusahaan atau menjadi pegawai di lembaga pemerintahan. Seringkali, jumlah peminat dari sebuah perusahaan bisa sangat membludak, tetapi yang diterima sebagai pegawai hanya sebagian kecil saja. Para calon karyawan yang memiliki kualitaslah yang tentunya memiliki peluang besar untuk bisa lolos dan diterima sebagai pegawai.

Di kota Madiun misalnya, Sekretaris Disnakertrans kota Madiun menyatakan bahwa di tahun 2008 hanya terdapat 1.606 lowongan pekerjaan dengan jumlah pencari kerja 4.915 jiwa, sedangkan pencari kerja yang berhasil ditempatkan baru sebanyak 1.377 jiwa, sisanya gagal karena keterampilan dan pendidikan yang tidak sesuai dengan lowongan yang ada (“Menganggur” Lebih Baik..., 2011). Sebagaimana pernyataan Kepala BPS, Rusman Heriawan, bahwa telah tercipta 2 juta lapangan kerja baru, sementara


(15)

angkatan kerja yang ada selalu berada pada kisaran 2-2,4 juta per tahun. Dengan demikian, tingkat pengangguran 2010 tidak akan berkurang signifikan, karena angkatan kerja yang baru juga bertambah lebih besar(2010, Tercipta 1,875 Juta..., 2009). Pernyataan senada juga dikemukakan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Paskah Suzetta mengungkapkan, pertumbuhan ekonomi yang ditargetkan mencapai 5% pada tahun 2010 diperkirakan dapat menciptakan 1,875 juta lapangan kerja baru. Lebih lanjut ia mengemukakan, lapangan kerja baru itu cukup untuk menampung angkatan kerja baru yang pada 2010 diperkirakan mencapai 1,8 juta orang. Namun, belum dapat menampung sisa pengangguran yang sudah ada. Oleh karena itu, pengangguran masih akan mencapai 9,1 juta orang (2010, Tercipta 1,875 Juta..., 2009). Angka ini menunjukkan bahwa tingkat kebutuhan akan pekerjaan di Indonesia sangat tinggi, sedangkan lapangan pekerjaan yang memungkinkan bagi seseorang untuk dapat bekerja sesuai dengan latar belakang pendidikannya masih kurang memadai.

Melihat persaingan yang begitu ketat, maka tak ada alasan bagi mahasiswa untuk tidak mempersiapkan karir dengan sebaik-baiknya. Persiapan itu dapat dimulai dengan mencari sumber-sumber informasi mengenai karir dan dunia kerja melalui proses eksplorasi yang efektif (El Hami, 2006), sehingga pada saatnya individu harus memilih karir, ia telah siap. Kesiapan inilah yang disebut dengan kematangan karir. Menurut Super (dalam Seligman, 1994) kematangan karir merupakan kemampuan individu untuk berhasil dalam


(16)

mengatasi (menjalani) tugas-tugas dan peralihan-peralihan dalam perkembangan karir serta kesiapan untuk memilih karir yang tepat, sesuai dengan usia dan tingkat perkembangannya. Kematangan karir meliputi pengetahuan akan diri, pengetahuan tentang pekerjaan, kemampuan memilih suatu pekerjaan, dan kemampuan menentukan langkah-langkah menuju karir yang diharapkan (Crites, 1978; Taganing, 2006). Kurangnya kemampuan seseorang dalam hal-hal tersebut mengindikasikan kematangan karir yang rendah atau ketidakmatangan karir.

Di kalangan mahasiswa, kemampuan merencanakan karir masih menjadi masalah. Crites (dalam Ifdil, 2010) berdasarkan studinya terhadap beberapa hasil penelitian di Amerika menemukan bahwa sekitar 30% individu di sekolah menengah dan perguruan tinggi belum memutuskan pilihan karir mereka. Sementara Marr (dalam Ifdil, 2010) menemukan bahwa 50% subjek tidak membuat suatu keputusan karir hingga mereka berusia 21 tahun. Penelitian lain dari Kramer dan kawan-kawan (dalam Herr, 1996; Afdal, 2011), menemukan 48% mahasiswa laki-laki dan 61% mahasiswa perempuan mengalami masalah dalam pilihan dan perencanaan karir. Penemuan serupa, juga ditemukan di salah satu universitas di Indonesia, bahwa 52,8% responden penelitian berada pada kategori belum matang.

Kematangan karir yang rendah juga dapat berakibat seperti salah memilih pekerjaan atau bekerja tidak sesuai dengan latar belakang studi. Dewasa ini, masih banyak ditemukan sarjana yang bekerja atau berprofesi tidak sesuai dengan latar belakang pendidikannya. Selain lowongan kerja yang belum


(17)

memadai dengan jumlah pencari kerja, ketidaksesuaian pekerjaan dengan latar belakang pendidikan juga dapat dipicu dari institusi-institusi, kantor-kantor, maupun lembaga-lembaga pemerintah dan swasta yang membuka lowongan pada satu posisi namun tidak mempertimbangkan latar belakang pendidikan. Sempitnya lowongan pekerjaan memaksa para pencari kerja menerima pekerjaan yang ditawarkan, daripada menganggur.

Sebuah hasil survei dari 115.000 orang di 33 negara, menemukan bahwa seperempat (28.750 orang) karyawan masih belum yakin apakah pekerjaan dan karir yang mereka pilih benar-benar telah sesuai harapan. Penelitian ini juga menemukan, hampir separuh (57.500 orang) kaum pekerja mengaku merasa menyesal dan ingin mengulang studinya di bangku kuliah, sedangkan seperlima (23.000 orang) diantaranya merasa telah menjalani karir yang salah (20% Karyawan Salah..., 2010). Lebih lanjut, penelitian ini menjelaskan, bahwa orang-orang yang tidak puas atau merasa salah dengan pekerjaannya, kemungkinan akan tidak produktif dan gagal memenuhi harapan akan kehidupan profesional mereka.

Hal ini pun diperkuat dengan wawancara singkat yang telah dilakukan oleh El Hami dan kawan-kawan (2006) dengan para mahasiswa pada salah satu universitas di Indonesia yang sedang menyusun skripsi atau tugas akhir. Mereka mengaku belum mengetahui bidang pekerjaan yang akan dijalaninya sebagai karir, terkait dengan pendidikan yang ditempuhnya. Bekerja di bank menjadi pilihan yang sering disebutkan oleh para calon sarjana tersebut. Mereka sendiri belum memahami bidang-bidang pekerjaan yang sesuai


(18)

dengan latar belakang pendidikannya. Bahkan ketika pertama kali memutuskan untuk memilih jurusan di perguruan tinggi pun tanpa didasari oleh pertimbangan yang matang mengenai prospek dan bidang-bidang pekerjaan yang mungkin akan dijalaninya sesuai dengan latar belakang pendidikan yang ditempuh.

Oleh karena itu, kematangan dalam pemilihan karir merupakan langkah penting karena dalam kehidupan individu sebagian besar waktunya akan digunakan untuk bekerja. Suatu karir dapat membawa kebahagiaan, rasa tertantang, prestasi, dan ketenangan, tetapi karir juga bisa mendatangkan frustasi dan rasa keterpaksaan. Rendahnya kematangan karir dapat menyebabkan kesalahan dalam mengambil keputusan karir, termasuk kesalahan dalam menentukan pendidikan lanjutan. Oleh karenanya, pemberian pengetahuan tentang dunia kerja dan orientasi ke depan menjadi hal yang sangat penting bagi para calon sarjana bahkan para sarjana.

Beberapa penelitian telah menunjukkan self-efficacy sebagai prediktor yang kuat terkait pilihan karir pelajar sekolah menengah dan perguruan tinggi (Hackett & Lent, 1992; Hackett; 1996).Penelitian yang dilakukan Patton dan Creed (2003) pada pelajar di Australia berhasil mengungkap bahwa salah satu faktor yang berhubungan dengan kematangan karir adalah self-efficacy. Demikian juga dengan penelitian Zulkaida dan kawan-kawan (2007), yang menemukan bahwa sumbangan self-efficacy terhadap kematangan karir menyebabkan adanya keyakinan akan kemampuan diri individu. Hal ini sesuai dengan pendapat Bandura (dalam Zulkaida, 2007), bahwa orang yang


(19)

memiliki self-efficacy tinggi, akan mengeluarkan usaha yang besar untuk mengatasi hambatan dalam mencapai tujuannya. Itulah sebabnya mengapa individu yang mempunyai self-efficacy tinggi akan lebih siap menentukan karir mana yang tepat untuk dirinya. Self-efficacy sendiri, merujuk pada tingkat kepercayaan diri individu dan keyakinannya akan kemampuannya terhadap kesuksesan, sehingga memunculkan suatu perbuatan, menunjukkan perilaku yang diinginkan, menyelesaikan pekerjaan yang diberikan, dan mencapai prestasi yang diinginkan (Bandura; Buchmann; Betz & Hackett; Betz & Taylor; Lent, dkk; Nesdale & Pinter; Nasta, 2007).

Dalam hal ini, kemampuan dan aspek-aspek yang ada dalam diri individu seperti; self-efficacy dan locus of control, perlu dipelihara dan dikembangkan untuk menunjang kematangan dan kemajuan karir. Individu yang mampu memilih karir adalah individu yang memiliki kematangan karir. Sementara keyakinan individu atas kemampuan memilih karir adalah indikasi individu dengan self-efficacy tinggi. Dengan kata lain, jika mahasiswa memiliki keyakinan bahwa ia dapat memilih karir yang tepat maka ia memiliki kecenderungan self-efficacy yang tinggi.

Sedangkan locus of control merupakan cara pandang individu dalam menanamkan keyakinan dirinya terhadap usaha yang dilakukannya untuk mencapai karir. Individu yang matang dalam karir akan cenderung menanamkan keyakinan dalam dirinya bahwa untuk mencapai karir diperlukan usaha sendiri. Artinya, jika seorang mahasiswa ingin mencapai


(20)

karirnya, maka hal itu akan terjadi karena usahanya sendiri, bukan karena nasib, keberuntungan ataupun orang lain.

Secara umum locus of control adalah konsep yang menjelaskan persepsi individu mengenai tanggung jawabnya atas kejadian-kejadian dalam hidupnya (Larsen & Buss, 2008). Locus of control meliputi locus of control internal dan eksternal. Penelitian Zulkaida dan kawan-kawan (2007), menemukan bahwa locus of control berpengaruh secara signifikan terhadap kematangan karir. Individu dengan locus of control internal misalnya, ketika dihadapkan pada pemilihan karir, maka ia akan melakukan usaha untuk mengenal diri, mencari tahu tentang pekerjaan dan langkah-langkah pendidikan, serta berusaha mengatasi masalah yang berkaitan.

Selain itu, terdapat pula beberapa penelitian faktor demografis seperti jenis kelamin, usia, budaya, dan status sosial-ekonomi, juga berkaitan dengan kematangan karir. Patton dan Lokan (2001 dalam Bozgeyikli dkk, 2009) menyebutkan bahwa usia, jenis kelamin, status sosial-ekonomi, budaya dan pengalaman kerja berhubungan secara signifikan dengan kematangan karir. Namun dalam penelitian ini, peneliti hanya akan menguji dua faktor saja yaitu jenis kelamin dan status sosial-ekonomi.

Luzzo (1995) menemukan skor kematangan karir pada remaja perempuan lebih tinggi dibandingkan remaja laki-laki. Perempuan dianggap lebih mampu menyeimbangi pilihan karir mereka dengan pekerjaan apa yang memungkinkan baginya. Begitu pun dengan Patton dan kawan-kawan (2001; 2002; 2004) yang menemukan perempuan lebih matang dan siap dalam karir.


(21)

Sedangkan menurut penelitian Rojewski (dalam Kerka 1998), individu yang berada pada status sosial-ekonomi rendah cenderung tidak matang dalam karirnya di tahap depan, dikarenakan mereka tidak memiliki akses untuk mengetahui informasi tentang perkuliahan atau pekerjaan. Hal serupa juga ditemukan pada penelitian Naidoo (1998) dan Creed dan kawan-kawan (2003).

Dengan demikian, memilih karir bukanlah perkara mudah karena dibutuhkan persiapan yang matang. Berdasarkan fenomena-fenomena serta hasil beberapa penelitian sebelumnya yang telah dipaparkan di atas, menunjukkan bahwa sebagian besar mahasiswa tingkat akhir secara umum masih berada pada taraf belum siap untuk menentukan arah karirnya. Dilihat berdasarkan kemampuannya untuk melakukan eksplorasi karir, membuat perencanaan, mengambil keputusan dan juga wawasannya mengenai dunia kerja. Padahal idealnya, mahasiswa tingkat akhir sudah siap menentukan arah karir, sesuai dengan tugas perkembangannya.

Berdsarkan hal-hal tersebut, peneliti memandang bahwa penelitian ini penting untuk dilakukan guna mengetahui apakah subjek yang akan diteliti memiliki kematangan karir. Dengan demikian, peneliti mengangkat sebuah penelitian dengan judul Pengaruh Self-efficacy, Locus of Control dan Faktor Demografis Terhadap Kematangan Karir Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.


(22)

1.2Batasan dan Rumusan Masalah 1.2.1Batasan Masalah

Untuk menghindari kesimpangsiuran persepsi dan lebih terarahnya pembahasan, maka penulis membatasi masalah yang akan diteliti yaitu sebagai berikut:

a) Kematangan karir adalah kesiapan untuk memilih karir yang yang tepat sesuai dengan usia dan tingkat perkembangannya (Seligman, 1994). Dalam penelitian ini kematangan karir terdiri dari: career planning (perencanaan karir), career exploration (eksplorasi karir), decision making (pembuatan keputusan), world-of-work information (informasi dunia kerja), dan knowledge of the preferred occupational group (pengetahuan mengenai pekerjaan yang diminati).

b) Self-efficacy adalah keyakinan individu atas kemampuan mengatur dan melakukan serangkaian kegiatan yang menuntut suatu pencapaian atau prestasi (Bandura, 1986; 1997). Dalam penelitian ini self-efficacy terdiri dari: level, strength, dan generality.

c) Locus of control merupakan persepsi atas suatu kejadian atau hasil yang didapat dalam hidup seseorang apakah sebagai hasil dari dirinya sendiri atau karena bantuan dari sumber-sumber di luar dirinya, seperti keberuntungan, takdir, atau bantuan orang lain (Rotter, 1962; Greenhaus, 2006). Dalam penelitian ini locus of control (LOC) terdiri dari: locus of control internal dan locus of control eksternal.


(23)

d) Faktor demografis yang dimaksud dalam penelitian ini adalah jenis kelamin (laki-laki dan perempuan) dan status sosial ekonomi (tinggi, sedang dan rendah).

e) Sampel dalam penelitian ini adalah mahasiswa semester VIII dan X yang tercatat aktif kuliah di tahun ajaran 2010/2011 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

1.2.2Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, maka masalah yang akan diteliti dirumuskan sebagai berikut:

1. Apakah ada pengaruh yang signifikan dari self-efficacy, locus of control internal, locus of control eksternal, jenis kelamin, dan status sosial-ekonomi terhadap kematangan karir mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta?

2. Apakah ada pengaruh yang signifikan dari self-efficacy terhadap kematangan karir mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta?

3. Apakah ada pengaruh yang signifikan dari locus of control internal terhadap kematangan karir mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta?

4. Apakah ada pengaruh yang signifikan dari locus of control eksternal terhadap kematangan karir mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta?


(24)

5. Apakah ada pengaruh yang signifikan dari jenis kelamin terhadap kematangan karir mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta?

6. Apakah ada pengaruh yang signifikan dari status sosial-ekonomi terhadap kematangan karir mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta?

1.3Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1Tujuan penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran pengaruh self-efficacy dan locus of control internal, locus of control eksternal, jenis kelamin, dan status sosial-ekonomi terhadap kematangan karir.

1.3.2Manfaat penelitian

Manfaat dari dilakukannya penelitian ini antara lain sebagai berikut: a. Teoritis

Memberikan sumbangan literatur yang bermanfaat pada dunia psikologi untuk penelitian-penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan kematangan karirkhususnya pada mahasiswa.

b. Praktis

Mendorong minat rekan-rekan lainnya yang berkecimpung di bidang psikologi khususnya bimbingan dan konseling untuk melakukan penelitian yang berkaitan dengan kematangan karir, dan membantu dosen pembimbing akademik dalam konseling karir


(25)

mahasiswa serta orang tua dalam memberi arahan pemilihan karir kepada anak-anak.

1.4Sistematika Penulisan

Untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai isi dan materi yang dibahas dalam penelitian ini, maka penulis mengemukakannya dengan sistematika penulisan sebagai berikut:

BAB I: Pendahuluan, mengemukakan latar belakang penelitian, batasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.

BAB II: Kajian pustaka, berisi teori-teori yang berhubungan dengan permasalahan penelitian, yakni teori kematangan karir, teori self-efficacy, dan teori locus of control, berikut dimensi dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.

BAB III: Metode penelitian, membahas pendekatan dan jenis penelitian, populasi dan sampel, variabel penelitian, identifikasi variabel, definisi operasional variabel, teknik pengumpulan data, uji alat ukur, uji validitas, uji reliabilitas, prosedur penelitian, dan analisis data.

BAB IV: Hasil penelitian, membahas mengenai analisis data penelitian secara deskriptif, hasil uji hipotesis mayor, dan hasil uji hipotesis minor.


(26)

BAB V: Kesimpulan, diskusi dan saran. Bab ini merupakan rangkuman dari keseluruhan isi penelitian dan menyimpulkan hasil penelitian. Dalam bab ini juga akan dimuat diskusi dan saran penelitian.


(27)

BAB II

KAJIAN TEORI

Bab ini memaparkan teori yang digunakan dalam penelitian ini. Terdiri dari lima subbab yaitu, teori kematangan karir (pengertian, dimensi dan faktor-faktor yang mempengaruhinya), teori self-efficacy (pengertian, dimensi dan faktor-faktor yang mempengaruhinya), teori locus of control (pengertian, dimensi dan faktor-faktor yang mempengaruhinya), kerangka berpikir, dan hipotesis penelitian.

2.1 Kematangan Karir 2.1.1Pengertian

Kematangan karir merupakan salah satu konstruk psikologis yang mengalami banyak perkembangan. Konstruk ini pertama kali diungkapkan oleh seorang ahli psikologi konseling dan karir bernama Donald Edwin Super (Winkel, 2006).

Dalam bahasa Inggris istilah kematangan karir memiliki beberapa persamaan yang sering digunakan untuk menjelaskan kematangan karir seperti; vocational maturity, job maturity, dan occupation maturity. Pengertian kematangan karir menurut Yost dan Corbishly (dalam Seligman, 1994) adalah:

“career maturity has been defined as the ability to successfully negotiate the tasks and transitions inherent the proccess of career


(28)

development and the readiness to make age and stage appropriate career choices”.

“kematangan karir adalah kemampuan individu untuk berhasil dalam mengatasi (menjalani) tugas-tugas dan peralihan-peralihan dalam perkembangan karir dan kesiapan untuk memilih karir yang yang tepat sesuai dengan usia dan tingkat perkembangannya”.

Super (dalam Atwater, 1984) menjelaskan sebagai berikut:

“vocational maturity reflects the ability to plan and explore vocational possibilities, to seek and out relevant information about one self and viable career options, and to make realistic vocational commitment”.

“kematangan karir merefleksikan kemampuan individu untuk merencanakan dan mencari kemungkinan-kemungkinan karir, serta mencari informasi mengenai pilihan karir yang relevan dengan dirinya.

Crites (dalam Salami, 2008) mendefinisikan kematangan karir sebagai berikut:

“career maturity as the extent to which the individual has mastered the vocational development task including both knowlegde and attitudinal components, appropriate to his or her state of career development”.

“kematangan karir merupakan tingkat kemampuan individu dalam menguasai tugas perkembangan vokasional yang meliputi


(29)

komponen-komponen pengetahuan dan sikap yang tepat sesuai dengan ketetapan perkembangan karirnya”.

Sementara, Creed dan Prideaux (2001) mendefinisikan kematangan karir sebagai berikut:

“career maturity as “individual’s” readiness to cope with the developmental task (for) that stage (growth, exploration, establishment, maintance, disengagement) of development”.

“kematangan karir sebagai kesiapan individu untuk mengatasi tugas-tugas perkembangan pada tahap-tahap berikut: pertumbuhan, eksplorasi, peningkatan, pemeliharaan, dan pelepasan”.

Dari beberapa definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kematangan karir ialah kesiapan dan kemampuan individu untuk merencanakan dan mencari kemungkinan-kemungkinan karir, serta mencari informasi mengenai pilihan karir yang relevan dengan dirinya.

2.1.2Dimensi-dimensi kematangan karir

Menurut Super (dalam Sharf, 2006) konsep kematangan karir (career maturity) memiliki beberapa dimensi, yaitu:

1. Career planning (perencanaan karir)

Konsep ini mengukur seberapa sering individu mencari beragam informasi mengenai pekerjaan dan seberapa jauh mereka mengetahui mengenai beragam jenis pekerjaan. Seberapa banyak perencanaan


(30)

yang dilakukan individu adalah hal penting dalam konsep ini. Beberapa kegiatan yang tercakup dalam konsep ini antara lain; mempelajari informasi terkait jenis pekerjaan yang diminati, membicarakan perencanaan yang dibuat dengan orang-orang dewasa (orang yang lebih berpengalaman), mengikuti kursus yang dapat membantu membuat keputusan karir, ikut serta dalam kegiatan ekstrakurikuler atau kerja magang/paruh waktu, dan mengikuti pelatihan atau pendidikan yang berkenaan dengan jenis pekerjaan yang diminati. Konsep ini juga berkaitan dengan pengetahuan mengenai kondisi pekerjaan, jenjang pendidikan yang disyaratkan, prospek kerja, pendekatan lain untuk memasuki pekerjaan yang diminati, dan kesempatan untuk peningkatan karir. Perencanaan karir mengacu pada seberapa banyak individu mengetahui mengenai hal-hal yang harus dilakukan, bukan pada seberapa benar mereka tahu mengenai pekerjaan yang diminatinya tersebut.

2. Career exploration (eksplorasi karir)

Konsep penting dalam dimensi adalah keinginan untuk menjelajahi atau mencari informasi mengenai pilihan karir. Pada dimensi ingin diketahui seberapa besar keinginan individu untuk mencari informasi dari beragam sumber seperti orang tua, kerabat lain, teman-teman, para guru, konselor, buku-buku, dan bahkan film. Konsep eksplorasi karir


(31)

berhubungan dengan seberapa banyak informasi yang dapat diperoleh individu.

3. Decision making (pembuatan keputusan)

Pada dimensi ini, ide mengenai pengambilan keputusan sangat penting. Konsep ini berkenaan dengan kemampuan menggunakan pengetahuan dan membuat perencanaan karir. Dalam hal ini, individu diposisikan dalam situasi di mana orang lain harus membuat keputusan karir yang terbaik. Jika individu mengetahui bagaimana orang lain harus membuat keputusan karir, maka mereka juga dapat membuat keputusan karir yang baik bagi diri mereka.

4. World-of-work Information (informasi dunia kerja)

Konsep ini memiliki dua komponen dasar; pertama berkaitan dengan pengetahuan individu mengenai tugas-tugas perkembangan yang penting, seperti kapan orang lain harus mengeksplorasi minat dan kemampuan mereka, bagaimana orang lain mempelajari pekerjaan mereka, dan mengapa orang berpindah kerja. Kedua, mencakup pengetahuan mengenai tugas kerja (job desk) pada pekerjaan tertentu. Super menilai bahwa sangat penting bagi individu untuk mengetahui dunia kerja sebelum membuat keputusan pilihan karir.


(32)

5. Knowledge of the Preferred Occupational Group (pengetahuan mengenai pekerjaan yang diminati)

Dimensi ini berhubungan pengetahuan mengenai tugas kerja (job desk) dari pekerjaan yang mereka minati, peralatan kerja, dan persyaratan fisik yang dibutuhkan. Dimensi ini juga terkait kemampuan individu dalam mengidentifikasi orang-orang yang ada pada pekerjaan yang mereka minati. Kategori minat yang dapat mereka pilih mencakup verbal, numerik, clerical, mekanis, keilmuan, seni, promosional, sosial, dan luar ruang atau pekerjaan lapangan.

2.1.3Faktor-faktor yang mempengaruhi kematangan karir

Berdasarkan beberapa hasil penelitian, Seligman (1994) menjelaskan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan karir individu dimana perkembangan karir akan menentukan kematangan karir. Faktor-faktor tersebut adalah:

1. Faktor keluarga

Latar belakang keluarga berperan penting dalam kematangan karir seseorang. Pengalaman masa kecil, dimana role-model (model peran) yang paling signifikan adalah orangtua, berikut latar belakang orangtua.

Urutan kelahiran juga ikut menyumbangkan peran dalam perkembangan karir. Penick dan Jepsen (1992) menemukan bahwa keluarga berperan sangat penting dalam perkembangan karir dan


(33)

identitas vokasional daripada faktor lain seperti pencapaian (achievement), jenis kelamin, dan status sosial-ekonomi.

2. Faktor internal individu

Faktor individu memiliki pengaruh yang kuat pada perkembangan karir seseorang. Hal ini mencakup self-esteem (harga diri), self-expectation (pengharapan diri), self-efficacy (keyakinan kemampuan diri), locus of control (pusat kendali diri), keterampilan, minat, bakat, kepribadian, dan usia.

Blustein (1989 dalam Watson, 2001) dalam penelitiannya menemukan self-efficacy sebagai prediktor kuat dalam mempengaruhi kematangan karir. Begitu pun dengan penelitian Zulkaida dan kawan-kawan (2007) yang menemukan bahwa sumbangan self-efficacy terhadap kematangan karir menyebabkan adanya keyakinan akan kemampuan diri individu. Hasil yang sama pun ditemukan pada penelitian Patton dan Creed (2003) pada pelajar di Australia.

Tidak kalah penting dengan self-efficacy, locus of control pun ternyata cukup berpengaruh terhadap kematangan karir individu. Luzzo (1995; Watson, 2001; Akbulut, 2010) dalam penelitiannya menemukan locus of control berpengaruh positif terhadap kematangan karir. Bagaimana individu menanamkan keyakinan dalam mencapai suatu karir pada dirinya. Orang yang matang dalam karir cenderung memiliki keyakinan bahwa untuk mencapai karir yang diinginkan,


(34)

hanya bisa dilakukan oleh usahanya sendiri (locus of control internal), bukan karena keberuntungan, nasib atau bantuan orang lain. Orang-orang dengan kecenderungan locus of control internal, akan lebih konsisten dalam pekerjaan (Holland, 1985; Seligman, 1994), memiliki tingkat kepuasaan dan kinerja baik, serta lebih stabil dalam pekerjaan (Super, 1974; Seligman, 1994).

Faktor internal lainnya adalah usia. Menurut Crites (dalam Barnes & Carter, 2002) tingkat kematangan karir remaja bertambah seiring dengan meningkatnya usia. Kematangan karir berjalan seiring dengan bertambahnya usia dan mengalami dinamika yang penting pada masa sekolah menengah (Miller dalam Seligman, 1994). Sementara itu, King (dalam Seligman, 1994) menjelaskan pada remaja laki-laki usia merupakan faktor utama yang menentukan tingkat kematangan karir, karena pada laki-laki tuntutan terhadap kemantapan karir lebih difokuskan. Sedangkan, pada remaja perempuan usia juga berpengaruh pada kematangan karir tetapi faktor keluarga yang lebih berpengaruh, karena selain karir perempuan juga akan disibukkan pada urusan rumah tangga.


(35)

3. Faktor sosial-ekonomi

Faktor sosial-ekonomi merupakan faktor kedua yang berpengaruh terhadap kematangan karir, mencakup 3 faktor lainnya, yakni:

a. Lingkungan

Lingkungan dapat mempengaruhi kematangan karir, setidaknya melalui tiga cara yaitu; kesempatan individu mendapatkan pekerjaan, hal-hal dimana ia merasa nyaman, dan informasi yang diterima mengenai jalur karir yang cocok. Selama tahun 1960, beberapa peneliti (Anderson & Apostal, 1971; Sewell & Orenstein, 1965; Seligman, 1994) mencatat bahwa masyarakat di kota-kota kecil dan pedesaan cenderung mendapat informasi pekerjaan yang terbatas, hal ini membuktikan betapa sempitnya pilihan karir di daerah tersebut. Di sisi lain, cita-cita karir cenderung meningkat sejalan dengan kepadatan penduduk. Masyarakat dari latar belakang perkotaan biasanya memilih jalur karir yang melibatkan persaingan dan tekanan yang cukup untuk mencapai sukses.

Lingkungan juga memberikan pengaruh besar terhadap ketersediaan peluang dan tingkat kerja. Secara umum, daerah perkotaan lebih padat sementara, daerah pedesaan sangat sedikit menawarkan peluang, namun hal ini bervariasi, tergantung pada pekerjaan yang dipilih.


(36)

b. Status sosial-ekonomi

Secara umum, masyarakat dari latar belakang status sosial-ekonomi tinggi, memiliki cita-cita karir yang tinggi pula (Dillard & Perrin, 1980). Beberapa hal yang sering dikaitkan dengan latar belakang ekonomi rendah seperti harga diri yang rendah, kurangnya role-model (model peran) yang kuat dari laki-laki, informasi karir yang terbatas, keuangan yang tidak memadai, kurangnya dorongan untuk sukses, dan stereotip yang negatif, bisa saja benar di beberapa kasus, tetapi tidak ada satu penjelasan yang menerangkan bahwa hal-hal tersebut dapat menjadi alasan bahwa individu dari lingkungan sosial-ekonomi rendah menjadi terbatas dalam pencapaian karir. Seperti pada penelitian Rojewski (dalam Kerka 1998), yang menemukan individu yang berada pada status sosial-ekonomi rendah cenderung tidak matang dalam karirnya di tahap depan, dikarenakan mereka tidak memiliki akses untuk mengetahui informasi tentang perkulihan atau pekerjaan. Akhirnya, Vondracek, Lerner, dan Schulenberg (dalam Akbulut, 2010) mengindikasikan bahwa status sosial-ekonomi adalah salah satu faktor yang paling relevan terkait dengan kematangan karir individu.


(37)

c. Jenis kelamin

Adanya stereotip mengenai jenis pekerjaan laki-laki dan perempuan telah menimbulkan perbedaan dalam kematangan karir laki-laki dan perempuan. Betz dan Hackett (1981) membedakan pekerjaan menjadi 2 yaitu, pekerjaan tradisional dan non tradisional. Perempuan biasanya lebih berkembang di pekerjaan tradisional, yang bersifat pekerjaan praktik, namun tetap sesuai dengan minat dan bakatnya (Fitzgerald & Crites, 1980; Seligman, 1994) seperti mengajar, perawat, dan sekretaris, di mana perempuan lebih dominan (Rotberg, Brown, & Ware, 1987; Seligman, 1994). Sementara laki-laki cenderung memiliki self-efficacy yang cukup tinggi untuk dapat memilih dan berkembang di kedua jalur karir tersebut. Laki-laki cenderung lebih tertarik pada pekerjaan yang menuntut kompetensi, penguasaan, dan otonomi untuk mendapatkan kekuasaan (power) dan pencapaian yang tinggi di tempat ia bekerja. Luzzo (1995 dalam Akbulut, 2010) menemukan tingkat kematangan karir yang lebih tinggi pada perempuan, dibandingkan dengan laki-laki. Sementara studi kualitatif Akbalik (1996 dalam Akbulut, 2010) menjelaskan bahwa perempuan lebih mampu menghadapi hambatan dalam karir, itulah sebab perempuan memiliki kematangan karir yang lebih tinggi. Anak perempuan 2 tahun lebih cepat memasuki masa remaja dibandingkan dengan laki-laki, sehingga pertumbuhan ke masa


(38)

dewasa pun menjadi lebih cepat (Soetjiningsih, 2010). Perempuan juga lebih berorientasi fungsi afiliasi dan sosialisasi dari suatu pekerjaan.

Berbeda dengan penelitian sebelumnya Hasan (2006) justru menemukan dalam perkembangan masa kanak-kanak, laki-laki berkeinginan untuk memilih karir yang sesuai di masa depan, sementara bagi perempuan lebih menginginkan pernikahan, sehingga ini menjadi fokusnya. Oleh karena itu perempuan tidak lebih matang dalam karir dibandingkan dengan laki-laki. Dari beberapa penelitian di atas menunjukkan bahwa jenis kelamin adalah faktor yang cukup relevan berpengaruh terhadap kematangan karir.

2.2 Self-efficacy

2.2.1Pengertian

Jika individu tidak yakin dapat berhasil dengan apa yang dilakukannya, maka ia akan memiliki sedikit motivasi untuk bertindak, apalagi berhasil. Bagaimana bisa berhasil, jika sudah tidak ada keyakinan di awal (Friedman & Schustack, 2009). Keyakinan inilah yang diyakini oleh Albert Bandura sebagai self-efficacy.

Pengertian self-efficacy menurut Bandura (1997) adalah sebagai berikut:

Self-efficacy refers to beliefs in one’s capabilities to organize and excute the courses of action required to produce given attainments.


(39)

Self-efficacy merupakan keyakinan individu atas kemampuan mengatur dan melakukan serangkaian kegiatan yang menuntut suatu pencapaian atau prestasi”.

Menurut Greenhaus (2006), self-efficacy dapat diartikan sebagai: “Person’s beliefs concerning his or her ability to successfully perform a given task or behavior”.

Keyakinan individu akan kemampuannya untuk berhasil dalam unjuk kerja atas tugas-tugas yang telah diberikan”.

Sementara Friedman dan Schustack (2008) mendefinisikan:

Self-efficacy adalah ekpektansi –keyakinan (harapan) tentang seberapa jauh individu mampu melakukan satu perilaku dalam suatu situasi tertentu”.

Sejalan pendapat di atas, Woolfolk (2009) memandang:

“self-effcacy mengacu pada pengetahuan individu tentang kemampuannya sendiri untuk menyelesaikan tugas tertentu tanpa perlu membandingkan dengan kemampuan orang lain”.

Dari beberapa uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa self-efficacy adalah keyakinan individu akan kemampuannya untuk berhasil


(40)

dalam bertindak, menunjukkan perilaku yang harus dilakukan, menyelesaikan tugas sehingga mencapai hasil yang diinginkan.

2.2.2Dimensi-dimensi self-efficacy

Menurut Bandura (1997), keyakinan akan kemampuan diri individu dapat bervariasi pada masing-masing dimensi. Beberapa dimensi berikut ini memiliki implikasi penting terhadap performa individu. Dimensi-dimensi tersebut yaitu:

1. Level/magnitude

Dimensi ini berkaitan dengan derajat kesulitan tugas dimana individu merasa mampu atau tidak untuk melakukannya, sebab kemampuan diri individu dapat berbeda-beda. Konsep dalam dimensi ini terletak pada keyakinan individu atas kemampuannya terhadap tingkat kesulitan tugas. Jika individu dihadapkan pada tugas-tugas yang disusun menurut tingkat kesulitannya, maka keyakinannya individu akan terbatas pada tugas-tugas yang mudah, kemudian sedang hingga tugas-tugas yang paling sulit, sesuai dengan batas kemampuan yang dirasakan untuk memenuhi tuntutan perilaku yang dibutuhkan pada masing-masing tingkat. Makin tinggi taraf kesulitan tugas, makin lemah keyakinan yang dirasakan untuk menyelesaikannya.

Keyakinan individu berimplikasi pada pemilihan tingkah laku berdasarkan hambatan atau tingkat kesulitan suatu tugas atau aktivitas. Individu terlebih dahulu akan mencoba tingkah laku yang dirasa


(41)

mampu dilakukannya dan menghindari tingkah laku yang berada di luar batas kemampuannya. Rentang kemampuan individu dapat dilihat dari tingkat hambatan atau kesulitan yang bervariasi dari suatu tugas atau aktivitas tertentu.

2. Strength

Dimensi ini berkaitan dengan tingkat kekuatan dari keyakinan atau pengharapan individu mengenai kemampuannya. Pengharapan yang lemah mudah digoyahkan oleh pengalaman-pengalaman yang tidak mendukung. Sebaliknya, pengharapan yang mantap mendorong individu tetap bertahan dalam usahanya. Meskipun mungkin ditemukan pengalaman yang kurang mendukung.

Dimensi ini biasanya berkaitan langsung dengan dimensi level, dimana makin tinggi taraf kesulitan tugas, makin lemah keyakinan yang dirasakan untuk menyelesaikannya.

3. Generality

Dimensi ini berkaitan dengan keyakinan individu akan kemampuannya melaksanakan tugas di berbagai aktivitas. Aktivitas yang bervariasi menuntut individu yakin atas kemampuannya dalam melaksanakan tugas atau aktivitas tersebut, apakah individu merasa yakin atau tidak. Individu mungkin yakin akan kemampuannya pada banyak bidang atau hanya pada beberapa bidang tertentu, misalnya


(42)

seorang mahasiswa yakin akan kemampuannya pada matakuliah statistik tetapi ia tidak yakin akan kemampuannya pada matakuliah bahasa Inggris, atau seseorang yang ingin melakukan diet, yakin akan kemampuannya dapat menjalankan olahraga secara rutin, namun ia tidak yakin akan kemampuannya mengurangi nafsu makan, itulah mengapa dietnya tidak berhasil.

2.2.3Faktor-faktor yang mempengaruhi self-efficacy

Perubahan tingkah laku, menurut Bandura (dalam Alwisol, 2008) kuncinya adalah perubahan ekspektasi self-efficacy. Self-efficacy atau keyakinan kemampuan diri tersebut dapat diperoleh, diubah, ditingkatkan atau diturunkan, melalui salah satu atau kombinasi empat sumber, diantaranya:

1. Past performance accomplishments (pengalaman performansi)

Pengalaman performansi adalah prestasi yang pernah dicapai pada masa yang lalu. Sebagai sumber, performansi masa lalu menjadi pengubah self-efficacy yang paling kuat pengaruhnya. Prestasi (masa lalu) yang bagus meningkatkan ekspektasi kemampuan (efficacy), sedangkan kegagalan akan menurunkan kemampuan (efficacy).

Sementara mencapai keberhasilan akan memberikan dampak efikasi yang berbeda-beda, tergantung proses pencapaiannya seperti; semakin sulit tugasnya; keberhasilan akan membuat efikasi semakin tinggi; mengerjakan suatu tugas sendiri lebih meningkatkan efikasi


(43)

dibandingkan jika mengerjakan secara kelompok atau dibantu oleh orang lain; kegagalan dapat menurunkan efikasi jika inidvidu telah berusaha sebaik mungkin; jika individu mengalami kegagalan secara emosional/stres, namun ia dalam kondisi yang optimal maka tidak akan memberi dampak buruk baginya; jika individu mengalami kegagalan setelah memiliki efikasi yang kuat, maka dampaknya juga tidak akan seburuk jika individu yang belum memilki efikasi kuat; atau orang yang biasa berhasil, namun sesekali ia gagal maka tidak akan mempengaruhi efikasinya.

Menurut Bandura (1986) jika individu telah memiliki self-efficacy yang kuat, ia dapat mengembangkannya dengan mengulangi keberhasilannya. Kegagalan kadang-kadang tidak memiliki pengaruh banyak terhadap penilaian dari kemampuan seseorang.

2. Vicarious experience (pengalaman orang lain)

Pengalaman orang lain diperoleh melalui model sosial. Self-efficacy akan meningkat ketika mengamati keberhasilan orang lain, sebaliknya self-efficacy akan menurun jika mengamati orang yang kemampuannya kira-kira sama dengan dirinya ternyata gagal. Melalui pengamatan (melihat atau memvisualisasikan) terhadap orang lain, individu dapat meningkatkan persepsi diri tentang keberhasilan bahwa ia memiliki kemampuan dalam melaksanakan kegiatan yang serupa dengan orang lain.


(44)

3. Verbal persuasion (persuasi sosial)

Self-efficacy juga dapat diperoleh, diperkuat atau dilemahkan melalui persuasi sosial. Dampak dari sumber ini terbatas, namun pada kondisi yang tepat persuasi diri orang lain dapat mempengaruhi self-efficacy. Kondisi itu adalah rasa percaya kepada pemberi persuasi, dan sifat realistik dari apa yang dipersuasikan.

4. Emotional arousal (keadaan emosi)

Keadaan emosi yang mengikuti suatu kegiatan akan mempengaruhi self-efficacy di bidang kegiatan itu. Emosi yang kuat, takut, cemas, stress, dapat mengurangi self-efficacy. Namun, bisa terjadi peningkatan emosi (yang tidak berlebihan) dapat meningkatkan self-efficacy. Perubahan tingkah laku akan terjadi kalau sumber ekspektasi self-efficacy akan berubah sehingga perubahan self-efficacy banyak digunakan untuk memperbaiki kesulitan dan adaptasi tingkah laku orang yang mengalami berbagai masalah behavioral.

Selain faktor-faktor di atas, Schunk dan kawan-kawan (2002) menjelaskan salah satu faktor yang mempengaruhi self-efficacy terhadap penilaian dalam menyelesaikan tugas terletak pada fungsi dari perbedaan individu atau lingkungan. Selain itu, self-efficacy juga dapat mempengaruhi aktivitas, usaha dan ketekunan individu sehingga antara


(45)

harapan hasil dan self-efficacy saling berkaitan satu sama lainnya dalam perolehan hasil yang diinginkannya.

Mahasiswa yang memiliki self-efficacy tinggi, namun harapan terhadap hasil rendah cenderung akan belajar dengan giat dan mencari informasi lebih banyak tentang karir yang diminatinya, karena self-efficacy yang tinggi mampu mengubah pandangan individu tentang harapannya yang rendah menjadi harapan yang tinggi. Sementara, mahasiswa yang memiliki self-efficacy rendah tetapi mempunyai harapan terhadap hasilnya tinggi, cenderung menyerah sebelum mengetahui kemampuannya, akibatnya ia selalu merasa tidak dapat melakukan tugasnya seperti belajar, mengikuti ekstrakulikuler, berorganisasi dan sebagainya (Schunk dkk, 2002).

Fungsi dari keberhasilan mahasiswa dalam pencapaian efficacy yang tinggi, semata-mata untuk meningkatkan usaha dan ketekunan individu, dalam penelitian ini usaha mahasiswa adalah belajar dan mencari informasi tentang tujuan karir yang diminatinya (Pajares, 2005). Individu yang memiliki kepercayaan dan keyakinan yang tinggi akan menunjukkan kemampuannya, tingkat usaha yang tinggi, bertahan, dan memiliki keterlibatan kognitif tinggi dalam tugas.


(46)

2.3Locus of Control

2.3.1Pengertian locus of control

Konsep mengenai locus of control berasal dari teori konsep dari Julian Rotter atas dasar teori belajar sosial (social learning theory). Menurutnya, perilaku dan kepribadian dalam diri individu dilihat dari reinforcement dari luar dan proses kognitif dari dalam (Schultz & Schultz, 2005). Locus of control berbeda dengan self-efficacy, karena locus of control lebih pada keyakinan mengenai kemungkinan suatu perilaku tertentu mempengaruhi hasil ahkir sedangkan self-efficacy adalah keyakinan individu bahwa ia mampu melakukan suatu perilaku dengan baik (Friedman & Schustack, 2006).

Rotter (dikutip Schultz & Schultz, 2005), menjelaskan locus of control sebagai berikut:

when people believe that their reinforcers are controlled by another people and outside forces, it’s called locus of control”.

“Pada saat individu yakin bahwa penguat (reinforcement) perilaku mereka dikendalikan oleh orang lain atau kekuatan dari luar dirinya, maka hal ini disebut locus of control”.

Sedangkan Greenhaus (2006) mendefinisikan sebagai berikut:

Locus of control refers to a dispositional tendency to perceive events and outcomes in one’s life as being under one’s own control or as being controlled by sources over which the person has little or no control, such as luck, fate, or other people”.


(47)

Locus of control mengacu pada kecenderungan menempatkan persepsi atas suatu kejadian atau hasil yang didapat dalam hidup individu apakah sebagai hasil dari dirinya sendiri atau karena bantuan dari sumber-sumber di luar dirinya di mana ia sendiri memiliki peran yang sangat sedikit, seperti keberuntungan, takdir, atau bantuan orang lain”.

Sependapat dengan Greenhaus, Larsen dan Buss (2008), menjelaskan konsep locus of control sebagai:

Locus of control is a concept that decribes a person’s perceptional of responsibility for the events in his or her life”.

Locus of control adalah konsep yang menjelaskan persepsi individu mengenai tanggung jawabnya atas kejadian-kejadian dalam hidupnya”.

Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa locus of control adalah bagaimana individu mempersepsikan reinforcement baik kegagalan atau keberhasilan yang diraihnya apakah akibat faktor dari dalam (tingkah lakunya sendiri, usaha yang dilakukan sendiri) atau luar dirinya (keberuntungan, nasib, atau kesempatan).


(48)

2.3.2Dimensi-dimensi locus of control

Rotter (dalam Friedman & Schustack, 2006) menjelaskan locus of control sebagai variabel stabil yang memiliki dua dimensi, yaitu:

1. Locus of control internal

Keyakinan bahwa keberhasilan yang diraih sebanding dengan usaha yang mereka lakukan dan sebagian besar dapat mereka kendalikan. Individu dengan kecendrungan locus of control internal memiliki keyakinan indvidu bahwa kejadian yang dialami merupakan akibat dari perilaku dan tindakannya sendiri, memiliki kendali yang baik terhadap perilakunya sendiri, cenderung dapat mempengaruhi orang lain, yakin bahwa usaha yang dilakukannya dapat berhasil, aktif mencari informasi dan pengetahuan terkait situasi yang sedang dihadapi.

2. Locus of control eksternal

Individu dengan locus of control eksternal memiliki keyakinan bahwa tindakan mereka memiliki sedikit dampak bagi keberhasilan/kegagalan mereka, dan sedikit yang dapat mereka lakukan untuk merubahnya. Individu dengan locus of control eksternal menyakini bahwa kekuasaan orang lain, takdir, dan kesempatan merupakan faktor utama yang memengaruhi apa yang dialami, memiliki kendali yang kurang baik terhadap perilakunya sendiri, cenderung dipengaruhi oleh orang lain, seringkali tidak yakin bahwa usaha yang dilakukannya dapat


(49)

berhasil, kurang aktif mencari informasi dan pengetahuan terkait situasi yang sedang dihadapi.

2.3.3Faktor-fakor yang mempengaruhi locus of control

Berdasarkan berbagai hasil penelitian, locus of control dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain:

1. Faktor usia dan jenis kelamin

Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa usaha mengontrol lingkungan ekternal individudimulai dari kanak-kanak, lebih tepatnya pada usia 8-14 tahun. Studi terhadap 223 anak usia 14-15 tahun di Norway menemukan skor locus of control internal yang lebih tinggi pada anak perempuan (Manger & Ekeland, 2000; Schultz & Schultz, 2005). Sebagian besar mahasiswa di perguruan tinggi juga ditemukan lebih berorientasi pada locus of control internal dibanding eksternal. Hal ini menunjukkan individu menjadi semakin berorientasi internal ketika ia bertambah dewasa, dan mencapai puncaknya di usia dewasa madya (Heckhausen & Schulz, 1995; Milgram, 1971; Ryckman & Malikiosi, 1975; Schultz & Schultz, 2005).

2. Faktor keluarga

Menurut Monks (dalam Ghufron & Risnawati, 2010), keluarga merupakan tempat interaksi antara orangtua dan anak, termasuk di dalamnya penanaman nilai-nilai dan norma yang akan diwariskan


(50)

kepada anak-anaknya. Jika tingkah laku anak mendapat respon, maka anak akan merasakan sesuatu dalam lingkungannya. Dengan demikian tingkah laku tersebut dapat menimbulkan motif yang dipelajari, yang merupakan langkah terbentuknya locus of control internal. Sebaliknya, jika tingkah laku anak tidak mendapat reaksi atau respon, maka anak akan menganggap bahwa tingkah lakunya tidak mempunyai akibat apa pun. Anak tidak kuasa menentukan akibatnya, keadaan di luar dirinyalah yang menentukan. Hal ini dapat menimbulkan apa yang disebut locus of control eksternal.

Katkovsky dan kawan-kawan (dalam Ghufron & Risnawita, 2010) menyatakan bahwa interaksi antara orang tua dan anak yang hangat, membesarkan hati, fleksibel, menerima, dan memberikan kesempatan untuk berdiri sendiri sewaktu masih kecil akan menghasilkan anak yang orientasinya internal, bila dibandingkan dengan orang tua yang menolak, memusuhi, dan mendominasi dalam segala sesuatu.

3. Faktor sosial

Berbagai penelitian secara jelas menyatakan adanya hubungan antara kelas sosial dan locus of control. Semakin rendah tingkat sosial individu, maka semakin eksternal locus of control seseorang. Tes kemampuan pada individu dengan tingkat sosial rendah dan kelompok minoritas menunjukkan locus of control eksternal (Schultz & Schultz, 2005). Hal ini juga mengakibatkan kelompok etnis tertentu dan


(51)

kelompok minoritas dalam masyarakat juga dapat digolongkan ke dalam kelompok dengan locus of control eksternal. Selain itu, beberapa penelitian menunjukkan bahwa kelompok sampel kulit putih lebih cenderung memiliki locus of control internal dibandingkan kelompok sampel kulit hitam.

2.3 Kerangka Berpikir

Individu yang mampu memilih karir dengan tepat adalah individu yang memiliki kematangan karir. Salah satu indikasi bahwa individu telah matang dalam karirnya ialah ketika ia memiliki keyakinan penuh pada dirinya atas kemampuannya mencapai karir. Dengan kata lain jika seorang mahasiswa yakin bahwa dirinya dapat memilih karir yang tepat maka ia memiliki self-efficacy yang tinggi. Hal ini menandakan mahasiswa tersebut telah matang dalam karir. Semakin tinggi self-efficacy individu maka ia akan semakin matang dalam karir.

Hal lain yang penting dalam kematangan karir individu adalah locus of control (LoC). LoC merupakan cara pandang individu dalam menanamkan keyakinan dirinya terhadap usaha yang dilakukannya untuk mencapai karir. Individu yang matang dalam karir cenderung memiliki keyakinan dalam dirinya bahwa untuk mencapai karir diperlukan usahanya sendiri, kecenderungan locus of control internal. Artinya, jika seorang mahasiswa ingin mencapai karir, maka hal itu dapat tercapai karena usahanya sendiri, bukan karena nasib, keberuntungan ataupun orang lain. Semakin internal


(52)

kencenderungan locus of control seseorang, maka ia akan semakin matang dalam karir. Ketika LoC individu internal maka ia akan matang dalam karir.

Berdasarkan kedua hipotesis di atas, dapat dilihat bahwa variabel self-efficacy dan locus of control sama-sama berkontribusi terhadap kematangan karir. Meningkatnya self-efficacy akan meningkatkan kematangan karir, sementara semakin internal locus of control individu akan meningkat pula kematangan karirnya. Berdasarkan kedua hipotesis di atas, dapat dilihat bahwa variabel self-efficacy dan locus of control sama-sama mendukung terciptanya serta meningkatnya kematangan karir.

Dilihat dari variabel jenis kelamin, perempuan cenderung lebih matang dalam merencanakan karir. Hal ini karena perempuan lebih mampu menghadapi hambatan serta kemampuan afiliasi dan sosialisasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki.

Di sisi lain, faktor demografis seperti; status-ekonomi dan jenis kelamin dapat meningkatkan atau menurunkan kematangan karir individu. Mahasiswa yang berada dalam keluarga dengan status ekonomi rendah memiliki cenderung kematangan karir yang rendah, karena keterbatasan ekonomi, sosial dan fasilitas. Sebaliknya, mahasiswa yang berada dalam keluarga dengan status ekonomi tinggi memiliki kematangan karir yang tinggi pula, karena terpenuhinya kebutuhan ekonomi serta fasilitas yang memadai. Jika digambarkan dalam sebuah bagan maka akan terlihat seperti berikut:


(53)

Gambar 2.1

Gambaran dinamika pengaruh self-efficacy, locus of control, dan faktor demografis terhadap kematangan karir mahasiswa

2.4 Hipotesis Penelitian

Hipotesis mayor penelitian ini adalah:

H0: Tidak ada pengaruh yang signifikan dari self-efficacy, locus of control internal, locus of control eksternal, jenis kelamin, dan status sosial-ekonomi terhadap kematangan karir mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Self-efficacy

LoC Internal

LoC Eksternal Locus

of Control

Faktor demografis

Jenis kelamin

Status Sosial-ekonomi

Kematangan karir mahasiswa


(54)

Hipotesis minor penelitian ini adalah:

H01: Tidak ada pengaruh yang signifikan dari self-efficacy terhadap kematangan karir mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. H02: Tidak ada pengaruh yang signifikan dari locus of control internal

terhadap kematangan karir mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

H03: Tidak ada pengaruh yang signifikan dari locus of control eksternal terhadap kematangan karir mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

H04: Tidak ada pengaruh yang signifikan dari jenis kelamin terhadap kematangan karir mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. H05: Tidak ada pengaruh yang signifikan dari status sosial-ekonomi

terhadap kematangan karir mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.


(55)

BAB III

METODE PENELITIAN

Bab ini terdiri dari tujuh subbab yang membahas mengenai pendekatan dan jenis penelitian, populasi dan sampel, definisi konseptual dan operasional variabel, teknik pengumpulan data, uji instrumen, prosedur penelitian, dan teknik analisis data.

3.1Pendekatan dan Jenis Penelitian

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan kuantitatif, dimana data yang diperoleh dalam penelitian ini akan diubah dalam bentuk angka dan dianalisis menggunakan analisis statistik.

Sedangkan jenis penelitian ini adalah korelasi prediktif, karena tujuan penelitian ini adalah melihat gambaran pengaruh self-efficacy dan locus of control terhadap kematangan karir.

3.2Populasi dan Sampel 3.2.1Populasi

Populasi adalah kelompok besar yang merupakan sasaran generalisasi penelitian (Sevilla, 1993).Populasi pada penelitian ini adalah mahasiswa dan mahasiswi S1 semester VIII dan X yang tercatat aktif kuliah di tahun ajaran 2010/2011 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, berjumlah 5188 orang


(56)

(PUSKOM UIN Jakarta, 2011). Peneliti menggunakan populasi tersebut dengan alasan bahwa mahasiswa/i pada semester VIII dan X sedang memasuki masa akhir perkulihan, dimana orientasi selanjutnya adalah bekerja atau berkarir.

3.2.2Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah mahasiswa S1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta semester VIII dan X yang tercatat aktif kuliah di tahun ajaran 2010/2011 dengan jumlah 200 orang. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik non probability sampling.

Sedangkan metode pengambilan sampel yang digunakan adalah quota sampling. Quota sampling adalah teknik untuk menentukan sampel dari populasi yang mempunyai ciri-ciri tertentu sampai jumlah (kuota) yang diinginkan (Sevilla, 2006).

Sampel masing fakultas diambil berdasarkan proporsi masing-masing fakultas yang diperoleh dari kuota yang ditentukan peneliti, yaitu dengan rumus:

Populasi universitas

Kuota yang ditentukan Populasi fakultas


(57)

Maka jumlah sampel untuk masing-masing fakultas adalah:

1. Fakultas Tarbiyah dan Keguruan : 1438 / 5188 x 200 = 55 2. Fakultas Adab dan Humaniora : 404 / 5188 x 200 = 16 3. Fakultas Ushuluddin dan Filsafat : 105 / 5188 x 200 = 4 4. Fakultas Syariah dan Hukum : 703 / 5188 x 200 = 27 5. Fakultas Dirasat Islamiyah : 89 / 5188 x 200 = 3

6. Fakultas Psikologi : 248 / 5188 x 200 = 10

7. Fakultas Sains dan Teknologi : 721 / 5188 x 200 = 28 8. Fakultas Dakwah dan Komunikasi : 361 / 5188 x 200 = 14 9. Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial : 672 / 5188 x 200 = 26 10. Fakultas Kedokteran dan Kesehatan : 267 / 5188 x 200 = 10 11. Fakultas Ilmu Sosial dan Politik : 180 / 5188 x 200 = 7 +

200

3.3Variabel Penelitian 3.3.1Identifikasi variabel

Pada penelitian ini yang menjadi variabel terikat (dependent variable) adalah kematangan karir. Sedangkan variabel bebasnya (independent variable) yaitu self-efficacy dan locus of control.


(58)

3.3.2Definisi operasional variabel

Berikut ini penjelasan masing-masing variabel: 1. Kematangan Karir

Kematangan karir merupakan skor yang diperoleh dari pengukuran kematangan karir melalui 4 dimensi yaitu; 1) career planning (perencanaan karir), 2) career exploration (ekplorasi karir), 3) decision making (pembuatan keputusan), 4) world-of-work information (informasi dunia kerja), dan 5) knowledge of the preferred occupational group (pengetahuan mengenai pekerjaan yang diminati). Mengacu pada teori kematangan karir Super (dalam Sharp, 2006). 2. Self-efficacy

Self-efficacy merupakan skor yang diperoleh dari pengukuran self-efficacy melalui 3 dimensi yaitu; 1) level; keyakinan individu atas kemampuannya terhadap tingkat kesulitan tugas dan pemilihan tingkah laku berdasarkan hambatan atau tingkat kesulitan suatu tugas atau aktivitas, 2) strength; tingkat kekuatan keyakinan atau pengharapan individu terhadap kemampuannya, dan 3) generality; keyakinan individu akan kemampuannya melaksanakan tugas di berbagai aktivitas. Mengacu pada teori self-efficacy Albert Bandura (1997). 3. Locus of Control

Locus of control merupakan skor yang diperoleh dari pengukuran locus of control melalui 2 dimensi yaitu; 1) Locus of control internal yang meliputi; keyakinan indvidu bahwa kejadian yang dialami


(59)

merupakan akibat dari perilaku dan tindakannya sendiri, memiliki kendali yang baik terhadap perilakunya sendiri, cenderung dapat mempengaruhi orang lain, yakin bahwa usaha yang dilakukannya dapat berhasil, aktif mencari informasi dan pengetahuan terkait situasi yang sedang dihadapi. 2) Locus of control eksternal meliputi: keyakinan indvidu bahwa kekuasaan orang lain, takdir, dan kesempatan merupakan faktor utama yang memengaruhi apa yang dialami, memiliki kendali yang kurang baik terhadap perilakunya sendiri, cenderung dipengaruhi oleh orang lain, seringkali tidak yakin bahwa usaha yang dilakukannya dapat berhasil, kurang aktif mencari informasi dan pengetahuan terkait situasi yang sedang dihadapi. Mengacu pada teori locus of control Julian Rotter (1962).

3.4Pengumpulan Data

3.4.1Teknik pengumpulan data

Dalam mengumpulkan data, peneliti menggunakan 4 alat ukur, 3 diantaranya menggunakan skala model Likert, sisanya menggunakan kuesioner tertutup. Hal ini dilakukan agar mempermudah dan menghemat waktu responden dalam pengerjaan skala. Berikut adalah penjelasan masing-masing alat ukur:

1. Skala kematangan karir

Skala ini mengukur kematangan karir melalui 4 dimensi yaitu; 1) career planning (perencanaan karir) yang berjumlah 7 item, 2) career


(60)

exploration (ekplorasi karir) yang berjumlah 4 item, 3) decision making (pembuatan keputusan) yang berjumlah 5 item, 4) world-of-work information (informasi dunia kerja) yang berjumlah 7 item, dan 5) knowledge of the preferred occupational group (pengetahuan mengenai pekerjaan yang diminati) yang berjumlah 7 item.

Tabel 3.1

Blue print Skala Kematangan Karir

Dimensi Indikator

Nomor Item

Jumlah

Favorable Unfavorable

Career planning

Seberapa sering individu mencari beragam informasi mengenai pekerjaan

16, 17 11*, 26 4

Seberapa jauh individu mengetahui

beragam jenis pekerjaan 10, 14 22 3

Career exploration

Seberapa besar keinginan individu untuk menjelajahi atau mencari informasi mengenai pilihan karir dari berbagai sumber

12*, 29 18*, 5* 4

Decision making

Kemampuan menggunakan pengetahun dalam membuat keputusan karir yang tepat

1*, 2, 4* 6, 3 5

World-of-work Information

Pengetahun individu mengenai tugas-tugas perkembangan karir yang penting

20*, 23*, 24 30* 5

Pengetahuan mengenai tugas kerja

(job desk) pada pekerjaan tertentu. 15, 8 9 3

Knowledge of the Preferred Occupation al Group

Pengetahuan mengenai tugas kerja (job desk) dari pekerjaan yang diminati, peralatan kerja, dan persyaratan fisik yang dibutuhkan

19*, 25, 28* 13* 4

Mampu mengidentifikasi orang-orang yang ada pada pekerjaan yang diminati

7*, 21 27* 3

TOTAL 30


(1)

25

Saya tahu persyaratan fisik apa saja yang disyaratkan di pekerjaan yang saya inginkan.

Sangat setuju

4

s Setuju

3

Tidak Setuju

2

Sangat Tidak Setuju

1 26

Saya tidak tertarik untuk membicarakan rencana karir saya dengan orang yang lebih berpengalaman.

Sangat setuju

1

s Setuju

2

Tidak Setuju

3

Sangat Tidak Setuju

4 27 Saya tahu tugas-tugas kerja (job desk) dari

pekerjaan yang saya inginkan.

Sangat setuju

1

s Setuju

2

Tidak Setuju

3

Sangat Tidak Setuju

4 28

Saya tidak memiliki keahlian dalam

memprediksi tipe orang-orang yang bekerja pada pekerjaan yang saya minati.

Sangat setuju

4

s Setuju

3

Tidak Setuju

2

Sangat Tidak Setuju

1

29

Selain memperoleh informasi dari orang lain, saya juga sangat ingin mencari informasi tentang karir yang saya pilih dari buku atau film.

Sangat setuju

4

s Setuju

3

Tidak Setuju

2

Sangat Tidak Setuju

1

30

Seiring berjalannya waktu, seseorang akan tahu dengan sendirinya, kapan ia harus mengeksplorasi minat dan kemampuannya.

Sangat setuju

1

s Setuju

2

Tidak Setuju

3

Sangat Tidak Setuju


(2)

SKALA SE

1 Apapun tugas yang diberikan, saya yakin dapat melaksanakannya. Sangat yakin 4 Y Yakin 3 Tidak Yakin 2 Sangat Tidak Yakin 1 2 Apapun yang terjadi, saya siap

menghadapinya. Sangat yakin 4 Y Yakin 3 Tidak Yakin 2 Sangat Tidak Yakin 1 3 Jika orang lain bisa sukses, maka saya pun

bisa. Sangat yakin 4 Y Yakin 3 Tidak Yakin 2 Sangat Tidak Yakin 1 4

Jika saya harus bertentangan dengan sesuatu yang baru, saya tahu bagaimana

mengatasinya. Sangat yakin 4 Y Yakin 3 Tidak Yakin 2 Sangat Tidak Yakin 1 5

Jika seseorang menghambat tujuan saya, saya akan mencari cara dan jalan untuk

meneruskannya. Sangat yakin 4 Y Yakin 3 Tidak Yakin 2 Sangat Tidak Yakin 1 6

Keberhasilan yang saya dapatkan, karena saya yakin akan kemampuan saya dalam

menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan.

Sangat yakin 4 Y Yakin 3 Tidak Yakin 2 Sangat Tidak Yakin 1 7

Keputusan saya mengikuti banyak aktivitas adalah karena saya yakin dapat melaksanakan tugas di tiap aktivitas tersebut.

Sangat yakin 4 Y Yakin 3 Tidak Yakin 2 Sangat Tidak Yakin 1 8

Keyakinan saya terhadap kemampuan diri semakin bertambah, ketika saya dapat melewati hambatan. Sangat yakin 4 Y Yakin 3 Tidak Yakin 2 Sangat Tidak Yakin 1 9 Niat membuat saya semakin yakin dalam

mencapai tujuan. Sangat yakin 4 Y Yakin 3 Tidak Yakin 2 Sangat Tidak Yakin 1 10 Pengalaman yang saya miliki membuat saya

yakin menghadapi tantangan hidup.

Sangat yakin 4 Y Yakin 3 Tidak Yakin 2 Sangat Tidak Yakin 1 11

Saya akan meminta bantuan orang lain, jika saya merasa kesulitan menyelesaikan suatu tugas. Sangat yakin 4 Y Yakin 3 Tidak Yakin 2 Sangat Tidak Yakin 1 12

Saya cenderung menyelesaikan tugas-tugas yang lebih mudah terlebih dahulu,

dibandingkan dengan tugas yang sulit.

Sangat yakin 4 Y Yakin 3 Tidak Yakin 2 Sangat Tidak Yakin 1 13

Saya dapat menghadapi kesulitan dengan tenang, karena saya dapat mengandalkan kemampuan saya. Sangat yakin 4 Y Yakin 3 Tidak Yakin 2 Sangat Tidak Yakin 1 14 Saya menikmati kegiatan yang membutuhkan

pemikiran mendalam. Sangat yakin 4 Y Yakin 3 Tidak Yakin 2 Sangat Tidak Yakin 1 15 Saya menyukai tugas yang memiliki tantangan.

Sangat yakin 4 Y Yakin 3 Tidak Yakin 2 Sangat Tidak Yakin 1 16 Saya yakin dapat menyelesaikan tugas-tugas

yang sulit. Sangat yakin 4 Y Yakin 3 Tidak Yakin 2 Sangat Tidak Yakin 1


(3)

17 Saya yakin dengan kemampuan saya dalam menyelesaikan suatu permasalahan.

Sangat yakin

4

Y Yakin

3

Tidak Yakin

2

Sangat Tidak Yakin

1 18

Seberapun banyak aktivitas yang saya lakukan, saya yakin dapat menyelesaikan tugas di setiap aktivitas tersebut.

Sangat yakin

4

Y Yakin

3

Tidak Yakin

2

Sangat Tidak Yakin

1 19 Sesulit apapun kondisi yang sedang saya

hadapi, saya yakin dapat melewatinya.

Sangat yakin

4

Y Yakin

3

Tidak Yakin

2

Sangat Tidak Yakin

1 20 Sesulit apapun sulit tugas yang diberikan, saya

tetap yakin dapat menyelesaikannya.

Sangat yakin

4

Y Yakin

3

Tidak Yakin

2

Sangat Tidak Yakin


(4)

SKALA LOC 1

Apa yang telah kita lakukan pada akhirnya akan ditentukan oleh keberuntungan kita dalam hidup ini.

Sangat setuju

4

s Setuju

3

Tidak Setuju

2

Sangat Tidak Setuju

1 2 Apa yang terjadi pada saya, tergantung

pada apa yang saya lakukan.

Sangat setuju

4

s Setuju

3

Tidak Setuju

2

Sangat Tidak Setuju

1 3

Bagi saya kesempatan atau keberuntungan tidak berperan penting dalam kehidupan saya.

Sangat setuju

4

s Setuju

3

Tidak Setuju

2

Sangat Tidak Setuju

1 4

Hambatan dalam mencapai tujuan adalah pertanda bahwa takdir kita hanya sampai disitu.

Sangat setuju

4

s Setuju

3

Tidak setuju

2

Sangat tidak setuju

1 5 Ide-ide saya seringkali menjadi inspirasi

untuk orang lain.

Sangat setuju

4

s Setuju

3

Tidak Setuju

2

Sangat Tidak Setuju

1 6

Informasi mengenai suatu masalah akan dibutuhkan, setelah kita dapat

menyelesaikan masalah tersebut.

Sangat setuju

4

s Setuju

3

Tidak Setuju

2

Sangat Tidak Setuju

1 7

Jika ada suatu masalah maka harus segera diselesaikan, karena tidak ada yang lebih penting dari hal ini.

Sangat setuju

4

s Setuju

3

Tidak Setuju

2

Sangat Tidak Setuju

1 8

Kebaikan seseorang, tidak dapat diukur dari banyaknya jumlah teman yang dimilikinya.

Sangat setuju

4

s Setuju

3

Tidak Setuju

2

Sangat Tidak Setuju

1 9

Keberuntungan lebih menjamin

tercapainya suatu keinginan, dibandingkan keyakinan.

Sangat setuju

4

s Setuju

3

Tidak Setuju

2

Sangat Tidak Setuju

1 10 Kesuksesan seseorang tidak mungkin

terjadi tanpa nasib baik.

Sangat setuju

4

s Setuju

3

Tidak Setuju

2

Sangat Tidak Setuju

1 11

Mempercayai takdir, tidak pernah membuat saya mengubah keputusan untuk melakukan suatu tindakan.

Sangat setuju

4

s Setuju

3

Tidak Setuju

2

Sangat Tidak Setuju

1 12

Mencari informasi tentang suatu masalah yang sedang dihadapi, hanya akan membuang-buang waktu.

Sangat setuju

4

s Setuju

3

Tidak Setuju

2

Sangat Tidak Setuju

1 13 Menurut teman-teman, keberadaan saya

menciptakan suasana yang berbeda.

Sangat setuju

4

s Setuju

3

Tidak Setuju

2

Sangat Tidak Setuju

1

14

Meski saya sudah berusaha keras untuk mencapai apa yang saya inginkan, namun jika nasib “berkata lain”, maka saya tidak akan pernah berhasil.

Sangat setuju

4

s Setuju

3

Tidak Setuju

2

Sangat Tidak Setuju

1

15 Orang yang kesepian adalah karena mereka tidak berusaha untuk berteman

Sangat setuju

4

s Setuju

3

Tidak Setuju

2

Sangat Tidak Setuju


(5)

16

Saya akan mencari informasi mengenai masalah yang saya hadapi, sebelum menyelesaikannya.

Sangat setuju

4

s Setuju

3

Tidak Setuju

2

Sangat Tidak Setuju

1 17

Saya lebih suka berteman dengan orang yang tidak banyak memberi pengaruh kepada saya, karena saya juga demikian.

Sangat setuju

4

s Setuju

3

Tidak Setuju

2

Sangat Tidak Setuju

1 18 Saya membuat rencana terlebih dahulu,

sebelum memutuskan untuk bertindak.

Sangat setuju

4

s Setuju

3

Tidak Setuju

2

Sangat Tidak Setuju

1 19 Saya mencari informasi mengenai masalah

yang saya hadapi.

Sangat setuju

4

s Setuju

3

Tidak Setuju

2

Sangat Tidak Setuju

1 20

Saya merasa lebih mudah menyelesaikan suatu masalah, jika mengetahui informasi mengenai masalah tersebut.

Sangat setuju

4

s Setuju

3

Tidak Setuju

2

Sangat Tidak Setuju

1 21

Saya senang jika ide-ide saya dapat diterima oleh orang lain, karena hal ini jarang terjadi dalam hidup saya.

Sangat setuju

4

s Setuju

3

Tidak Setuju

2

Sangat Tidak Setuju

1 22

Saya sering melempar koin/menghitung kancing untuk memutuskan apa yang sebaiknya saya lakukan.

Sangat setuju

4

s Setuju

3

Tidak Setuju

2

Sangat Tidak Setuju

1 23 Saya tetap berusaha mencapai apa yang

saya ingikan, meski banyak hambatan.

Sangat setuju

4

s Setuju

3

Tidak Setuju

2

Sangat Tidak Setuju

1

24

Saya tidak berharap orang lain dapat mengikuti apa yang saya sarankan, karena saya sudah senang jika saran saya dapat diterima oleh orang lain.

Sangat setuju

4

s Setuju

3

Tidak Setuju

2

Sangat Tidak Setuju

1

25 Saya yakin dapat melaksanakan semua rencana-rencana yang saya buat.

Sangat setuju

4

s Setuju

3

Tidak Setuju

2

Sangat Tidak Setuju

1 26

Saya yakin dapat mencapai apa yang saya inginkan, terlepas keberuntungan itu ada atau tidak.

Sangat setuju

4

s Setuju

3

Tidak Setuju

2

Sangat Tidak Setuju

1

27

Sekeras apapun usaha yang kita lakukan, jika keberuntungan sedang tidak berada di pihak kita, maka semuanya tidak akan terjadi.

Sangat setuju

4

s Setuju

3

Tidak Setuju

2

Sangat Tidak Setuju

1

28 Seringkali apa yang saya sarankan diikuti oleh orang lain.

Sangat setuju

4

s Setuju

3

Tidak Setuju

2

Sangat Tidak Setuju

1 29

Seringkali saya merasa bahwa saya memiliki sedikit pengaruh atas apa yang terjadi pada diri saya sendiri.

Sangat setuju

4

s Setuju

3

Tidak Setuju

2

Sangat Tidak Setuju

1 30

Seseorang dapat mencapai kesuksesan karena ia kerja keras, sedangkan keberuntungan hanya memiliki peran yang sangat kecil atau bahkan tidak ada sama sekali.

Sangat setuju

4

s Setuju

3

Tidak Setuju

2

Sangat Tidak Setuju


(6)

31

Suatu masalah harus segera diselesaikan, tanpa harus mencari informasi tentang masalah tersebut.

Sangat setuju

4

s Setuju

3

Tidak Setuju

2

Sangat Tidak Setuju

1 32

Terdapat hubungan yang kuat antara seberapa giat saya berusaha dengan hasil yang saya raih.

Sangat setuju

4

s Setuju

3

Tidak Setuju

2

Sangat Tidak Setuju

1

33

Tidak bijak rasanya, jika kita memaksakan semua rencana yang kita buat harus terlaksana, sebab bagaimana pun keberuntungan dan nasib memberi peran penting.

Sangat setuju

4

s Setuju

3

Tidak Setuju

2

Sangat Tidak Setuju

1

34

Untuk menyelesaikan suatu masalah, dibutuhkan informasi mengenai masalah tersebut.

Sangat setuju

4

s Setuju

3

Tidak Setuju

2

Sangat Tidak Setuju

1

Selanjutnya, isilah beberapa data berikut ini

Jenis kelamin : L / P *lingkari pilihan anda

Penghasilan orangtua/anda sendiri : kurang dari 1.000.000/bulan lebih dari 1.000.000/bulan

lebih dari 5.000.000/bulan

*contreng pilihan anda

Terimakasih telah berpartisipasi, membantu penelitian skripsi dengan judul “Peranan Self-efficacy dan Locus of Control Terhadap Kematangan Karir Mahasiswa UIN Jakarta”. Semoga dapat bermanfaat. Data-data yang telah anda berikan akan peneliti RAHASIAKAN.