Latar Belakang Pengaruh self-efficacy, locus of control dan faktor demografis terhadap kematangan karir mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 1.1
Tingkat Pengangguran Berdasarkan Pendidikan Tahun 2008-2010 juta orang
Pendidikan tertinggi yang ditamatkan
2008 2009
2010 Februari Agustus Februari Agustus Februari
SD ke bawah 55,62
55,33 55,43
55,21 55,31
SMP 19,39
19,04 19,85
19,39 20,30
SMA 13,90
14,39 15,13
14,58 15,63
SMK 6,71
6,76 7,19
8,24 8,34
Diploma IIIIII 2,66
2,87 2,68
2,79 2,89
Universitas 3,77
4,15 4,22
4,66 4,94
Total
102, 05 102,55
104,49 104,87
107,41
Sumber: Berita Resmi Statisitk BPS, No. 3305Th. XIII, 2010
Persaingan bebas yang terjadi saat ini, juga mengharuskan para mahasiswa sebagai calon tenaga kerja berjuang untuk dapat mengalahkan para pesaingnya
agar dapat lolos menjadi karyawan di sebuah perusahaan atau menjadi pegawai di lembaga pemerintahan. Seringkali, jumlah peminat dari sebuah
perusahaan bisa sangat membludak, tetapi yang diterima sebagai pegawai hanya sebagian kecil saja. Para calon karyawan yang memiliki kualitaslah
yang tentunya memiliki peluang besar untuk bisa lolos dan diterima sebagai pegawai.
Di kota Madiun misalnya, Sekretaris Disnakertrans kota Madiun menyatakan bahwa di tahun 2008 hanya terdapat 1.606 lowongan pekerjaan
dengan jumlah pencari kerja 4.915 jiwa, sedangkan pencari kerja yang berhasil ditempatkan baru sebanyak 1.377 jiwa, sisanya gagal karena
keterampilan dan pendidikan yang tidak sesuai dengan lowongan yang ada “Menganggur” Lebih Baik..., 2011. Sebagaimana pernyataan Kepala BPS,
Rusman Heriawan, bahwa telah tercipta 2 juta lapangan kerja baru, sementara
angkatan kerja yang ada selalu berada pada kisaran 2-2,4 juta per tahun. Dengan demikian, tingkat pengangguran 2010 tidak akan berkurang
signifikan, karena angkatan kerja yang baru juga bertambah lebih besar2010, Tercipta 1,875 Juta..., 2009. Pernyataan senada juga dikemukakan Menteri
Negara Perencanaan Pembangunan NasionalKepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Bappenas Paskah Suzetta mengungkapkan,
pertumbuhan ekonomi yang ditargetkan mencapai 5 pada tahun 2010 diperkirakan dapat menciptakan 1,875 juta lapangan kerja baru. Lebih lanjut ia
mengemukakan, lapangan kerja baru itu cukup untuk menampung angkatan kerja baru yang pada 2010 diperkirakan mencapai 1,8 juta orang. Namun,
belum dapat menampung sisa pengangguran yang sudah ada. Oleh karena itu, pengangguran masih akan mencapai 9,1 juta orang 2010, Tercipta 1,875
Juta..., 2009. Angka ini menunjukkan bahwa tingkat kebutuhan akan pekerjaan di Indonesia sangat tinggi, sedangkan lapangan pekerjaan yang
memungkinkan bagi seseorang untuk dapat bekerja sesuai dengan latar belakang pendidikannya masih kurang memadai.
Melihat persaingan yang begitu ketat, maka tak ada alasan bagi mahasiswa untuk tidak mempersiapkan karir dengan sebaik-baiknya. Persiapan itu dapat
dimulai dengan mencari sumber-sumber informasi mengenai karir dan dunia kerja melalui proses eksplorasi yang efektif El Hami, 2006, sehingga pada
saatnya individu harus memilih karir, ia telah siap. Kesiapan inilah yang disebut dengan kematangan karir. Menurut Super dalam Seligman, 1994
kematangan karir merupakan kemampuan individu untuk berhasil dalam
mengatasi menjalani
tugas-tugas dan
peralihan-peralihan dalam
perkembangan karir serta kesiapan untuk memilih karir yang tepat, sesuai dengan usia dan tingkat perkembangannya. Kematangan karir meliputi
pengetahuan akan diri, pengetahuan tentang pekerjaan, kemampuan memilih suatu pekerjaan, dan kemampuan menentukan langkah-langkah menuju karir
yang diharapkan Crites, 1978; Taganing, 2006. Kurangnya kemampuan seseorang dalam hal-hal tersebut mengindikasikan kematangan karir yang
rendah atau ketidakmatangan karir. Di kalangan mahasiswa, kemampuan merencanakan karir masih menjadi
masalah. Crites dalam Ifdil, 2010 berdasarkan studinya terhadap beberapa hasil penelitian di Amerika menemukan bahwa sekitar 30 individu di
sekolah menengah dan perguruan tinggi belum memutuskan pilihan karir mereka. Sementara Marr dalam Ifdil, 2010 menemukan bahwa 50 subjek
tidak membuat suatu keputusan karir hingga mereka berusia 21 tahun. Penelitian lain dari Kramer dan kawan-kawan dalam Herr, 1996; Afdal,
2011, menemukan 48 mahasiswa laki-laki dan 61 mahasiswa perempuan mengalami masalah dalam pilihan dan perencanaan karir. Penemuan serupa,
juga ditemukan di salah satu universitas di Indonesia, bahwa 52,8 responden penelitian berada pada kategori belum matang.
Kematangan karir yang rendah juga dapat berakibat seperti salah memilih pekerjaan atau bekerja tidak sesuai dengan latar belakang studi. Dewasa ini,
masih banyak ditemukan sarjana yang bekerja atau berprofesi tidak sesuai dengan latar belakang pendidikannya. Selain lowongan kerja yang belum
memadai dengan jumlah pencari kerja, ketidaksesuaian pekerjaan dengan latar belakang pendidikan juga dapat dipicu dari institusi-institusi, kantor-kantor,
maupun lembaga-lembaga pemerintah dan swasta yang membuka lowongan pada satu posisi namun tidak mempertimbangkan latar belakang pendidikan.
Sempitnya lowongan pekerjaan memaksa para pencari kerja menerima pekerjaan yang ditawarkan, daripada menganggur.
Sebuah hasil survei dari 115.000 orang di 33 negara, menemukan bahwa seperempat 28.750 orang karyawan masih belum yakin apakah pekerjaan
dan karir yang mereka pilih benar-benar telah sesuai harapan. Penelitian ini juga menemukan, hampir separuh 57.500 orang kaum pekerja mengaku
merasa menyesal dan ingin mengulang studinya di bangku kuliah, sedangkan seperlima 23.000 orang diantaranya merasa telah menjalani karir yang salah
20 Karyawan Salah..., 2010. Lebih lanjut, penelitian ini menjelaskan
,
bahwa orang-orang yang tidak puas atau merasa salah dengan pekerjaannya, kemungkinan akan tidak produktif dan gagal memenuhi harapan akan
kehidupan profesional mereka. Hal ini pun diperkuat dengan wawancara singkat yang telah dilakukan
oleh El Hami dan kawan-kawan 2006 dengan para mahasiswa pada salah satu universitas di Indonesia yang sedang menyusun skripsi atau tugas akhir.
Mereka mengaku belum mengetahui bidang pekerjaan yang akan dijalaninya sebagai karir, terkait dengan pendidikan yang ditempuhnya. Bekerja di bank
menjadi pilihan yang sering disebutkan oleh para calon sarjana tersebut. Mereka sendiri belum memahami bidang-bidang pekerjaan yang sesuai
dengan latar belakang pendidikannya. Bahkan ketika pertama kali memutuskan untuk memilih jurusan di perguruan tinggi pun tanpa didasari
oleh pertimbangan yang matang mengenai prospek dan bidang-bidang pekerjaan yang mungkin akan dijalaninya sesuai dengan latar belakang
pendidikan yang ditempuh. Oleh karena itu, kematangan dalam pemilihan karir merupakan langkah
penting karena dalam kehidupan individu sebagian besar waktunya akan digunakan untuk bekerja. Suatu karir dapat membawa kebahagiaan, rasa
tertantang, prestasi, dan ketenangan, tetapi karir juga bisa mendatangkan frustasi dan rasa keterpaksaan. Rendahnya kematangan karir dapat
menyebabkan kesalahan dalam mengambil keputusan karir, termasuk kesalahan dalam menentukan pendidikan lanjutan. Oleh karenanya, pemberian
pengetahuan tentang dunia kerja dan orientasi ke depan menjadi hal yang sangat penting bagi para calon sarjana bahkan para sarjana.
Beberapa penelitian telah menunjukkan self-efficacy sebagai prediktor yang kuat terkait pilihan karir pelajar sekolah menengah dan perguruan tinggi
Hackett Lent, 1992; Hackett; 1996. Penelitian yang dilakukan Patton dan
Creed 2003 pada pelajar di Australia berhasil mengungkap bahwa salah satu faktor yang berhubungan dengan kematangan karir adalah self-efficacy.
Demikian juga dengan penelitian Zulkaida dan kawan-kawan 2007, yang menemukan bahwa sumbangan self-efficacy terhadap kematangan karir
menyebabkan adanya keyakinan akan kemampuan diri individu. Hal ini sesuai dengan pendapat Bandura dalam Zulkaida, 2007, bahwa orang yang
memiliki self-efficacy tinggi, akan mengeluarkan usaha yang besar untuk mengatasi hambatan dalam mencapai tujuannya. Itulah sebabnya mengapa
individu yang mempunyai self-efficacy tinggi akan lebih siap menentukan karir mana yang tepat untuk dirinya. Self-efficacy sendiri, merujuk pada
tingkat kepercayaan diri individu dan keyakinannya akan kemampuannya terhadap kesuksesan, sehingga memunculkan suatu perbuatan, menunjukkan
perilaku yang diinginkan, menyelesaikan pekerjaan yang diberikan, dan mencapai prestasi yang diinginkan Bandura; Buchmann; Betz Hackett;
Betz Taylor; Lent, dkk; Nesdale Pinter; Nasta, 2007. Dalam hal ini, kemampuan dan aspek-aspek yang ada dalam diri individu
seperti; self-efficacy dan locus of control, perlu dipelihara dan dikembangkan untuk menunjang kematangan dan kemajuan karir. Individu yang mampu
memilih karir adalah individu yang memiliki kematangan karir. Sementara keyakinan individu atas kemampuan memilih karir adalah indikasi individu
dengan self-efficacy tinggi. Dengan kata lain, jika mahasiswa memiliki keyakinan bahwa ia dapat memilih karir yang tepat maka ia memiliki
kecenderungan self-efficacy yang tinggi. Sedangkan locus of control merupakan cara pandang individu dalam
menanamkan keyakinan dirinya terhadap usaha yang dilakukannya untuk mencapai karir. Individu yang matang dalam karir akan cenderung
menanamkan keyakinan dalam dirinya bahwa untuk mencapai karir diperlukan usaha sendiri. Artinya, jika seorang mahasiswa ingin mencapai
karirnya, maka hal itu akan terjadi karena usahanya sendiri, bukan karena nasib, keberuntungan ataupun orang lain.
Secara umum locus of control adalah konsep yang menjelaskan persepsi individu mengenai tanggung jawabnya atas kejadian-kejadian dalam hidupnya
Larsen Buss, 2008. Locus of control meliputi locus of control internal dan eksternal. Penelitian Zulkaida dan kawan-kawan 2007, menemukan bahwa
locus of control berpengaruh secara signifikan terhadap kematangan karir. Individu dengan locus of control internal misalnya, ketika dihadapkan pada
pemilihan karir, maka ia akan melakukan usaha untuk mengenal diri, mencari tahu tentang pekerjaan dan langkah-langkah pendidikan, serta berusaha
mengatasi masalah yang berkaitan. Selain itu, terdapat pula beberapa penelitian faktor demografis seperti jenis
kelamin, usia, budaya, dan status sosial-ekonomi, juga berkaitan dengan kematangan karir. Patton dan Lokan 2001 dalam Bozgeyikli dkk, 2009
menyebutkan bahwa usia, jenis kelamin, status sosial-ekonomi, budaya dan pengalaman kerja berhubungan secara signifikan dengan kematangan karir.
Namun dalam penelitian ini, peneliti hanya akan menguji dua faktor saja yaitu jenis kelamin dan status sosial-ekonomi.
Luzzo 1995 menemukan skor kematangan karir pada remaja perempuan lebih tinggi dibandingkan remaja laki-laki. Perempuan dianggap lebih mampu
menyeimbangi pilihan karir mereka dengan pekerjaan apa yang memungkinkan baginya. Begitu pun dengan Patton dan kawan-kawan 2001;
2002; 2004 yang menemukan perempuan lebih matang dan siap dalam karir.
Sedangkan menurut penelitian Rojewski dalam Kerka 1998, individu yang berada pada status sosial-ekonomi rendah cenderung tidak matang dalam
karirnya di tahap depan, dikarenakan mereka tidak memiliki akses untuk mengetahui informasi tentang perkuliahan atau pekerjaan. Hal serupa juga
ditemukan pada penelitian Naidoo 1998 dan Creed dan kawan-kawan 2003.
Dengan demikian, memilih karir bukanlah perkara mudah karena dibutuhkan persiapan yang matang. Berdasarkan fenomena-fenomena serta
hasil beberapa penelitian sebelumnya yang telah dipaparkan di atas, menunjukkan bahwa sebagian besar mahasiswa tingkat akhir secara umum
masih berada pada taraf belum siap untuk menentukan arah karirnya. Dilihat berdasarkan kemampuannya untuk melakukan eksplorasi karir, membuat
perencanaan, mengambil keputusan dan juga wawasannya mengenai dunia kerja. Padahal idealnya, mahasiswa tingkat akhir sudah siap menentukan arah
karir, sesuai dengan tugas perkembangannya. Berdsarkan hal-hal tersebut, peneliti memandang bahwa penelitian ini
penting untuk dilakukan guna mengetahui apakah subjek yang akan diteliti memiliki kematangan karir. Dengan demikian, peneliti mengangkat sebuah
penelitian dengan judul Pengaruh Self-efficacy, Locus of Control dan Faktor Demografis Terhadap Kematangan Karir Mahasiswa UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
1.2 Batasan dan Rumusan Masalah 1.2.1 Batasan Masalah
Untuk menghindari kesimpangsiuran persepsi dan lebih terarahnya pembahasan, maka penulis membatasi masalah yang akan diteliti yaitu
sebagai berikut: a Kematangan karir adalah kesiapan untuk memilih karir yang yang
tepat sesuai dengan usia dan tingkat perkembangannya Seligman, 1994. Dalam penelitian ini kematangan karir terdiri dari: career
planning perencanaan karir, career exploration eksplorasi karir, decision making pembuatan keputusan, world-of-work information
informasi dunia kerja, dan knowledge of the preferred occupational group pengetahuan mengenai pekerjaan yang diminati.
b Self-efficacy adalah keyakinan individu atas kemampuan mengatur dan melakukan serangkaian kegiatan yang menuntut suatu pencapaian atau
prestasi Bandura, 1986; 1997. Dalam penelitian ini self-efficacy terdiri dari: level, strength, dan generality.
c Locus of control merupakan persepsi atas suatu kejadian atau hasil yang didapat dalam hidup seseorang apakah sebagai hasil dari dirinya
sendiri atau karena bantuan dari sumber-sumber di luar dirinya, seperti keberuntungan, takdir, atau bantuan orang lain Rotter, 1962;
Greenhaus, 2006. Dalam penelitian ini locus of control LOC terdiri dari: locus of control internal dan locus of control eksternal.
d Faktor demografis yang dimaksud dalam penelitian ini adalah jenis kelamin laki-laki dan perempuan dan status sosial ekonomi tinggi,
sedang dan rendah. e Sampel dalam penelitian ini adalah mahasiswa semester VIII dan X
yang tercatat aktif kuliah di tahun ajaran 20102011 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.