Faktor-faktor yang mempengaruhi self-efficacy
harapan hasil dan self-efficacy saling berkaitan satu sama lainnya dalam perolehan hasil yang diinginkannya.
Mahasiswa yang memiliki self-efficacy tinggi, namun harapan terhadap hasil rendah cenderung akan belajar dengan giat dan mencari informasi
lebih banyak tentang karir yang diminatinya, karena self-efficacy yang tinggi mampu mengubah pandangan individu tentang harapannya yang
rendah menjadi harapan yang tinggi. Sementara, mahasiswa yang memiliki self-efficacy rendah tetapi mempunyai harapan terhadap hasilnya tinggi,
cenderung menyerah sebelum mengetahui kemampuannya, akibatnya ia selalu merasa tidak dapat melakukan tugasnya seperti belajar, mengikuti
ekstrakulikuler, berorganisasi dan sebagainya Schunk dkk, 2002. Fungsi dari keberhasilan mahasiswa dalam pencapaian efficacy yang
tinggi, semata-mata untuk meningkatkan usaha dan ketekunan individu, dalam penelitian ini usaha mahasiswa adalah belajar dan mencari
informasi tentang tujuan karir yang diminatinya Pajares, 2005. Individu yang memiliki kepercayaan dan keyakinan yang tinggi akan menunjukkan
kemampuannya, tingkat usaha yang tinggi, bertahan, dan memiliki keterlibatan kognitif tinggi dalam tugas.
2.3 Locus of Control 2.3.1 Pengertian locus of control
Konsep mengenai locus of control berasal dari teori konsep dari Julian Rotter atas dasar teori belajar sosial social learning theory. Menurutnya,
perilaku dan kepribadian dalam diri individu dilihat dari reinforcement dari luar dan proses kognitif dari dalam Schultz Schultz, 2005. Locus
of control berbeda dengan self-efficacy, karena locus of control lebih pada keyakinan mengenai kemungkinan suatu perilaku tertentu mempengaruhi
hasil ahkir sedangkan self-efficacy adalah keyakinan individu bahwa ia mampu melakukan suatu perilaku dengan baik Friedman Schustack,
2006. Rotter dikutip Schultz Schultz, 2005, menjelaskan locus of control
sebagai berikut: “when people believe that their reinforcers are controlled by
another people and outside forces, it’s called locus of control”.
“Pada saat individu yakin bahwa penguat reinforcement perilaku mereka dikendalikan oleh orang lain atau kekuatan dari luar
dirinya, maka hal ini disebut locus of control”.
Sedangkan Greenhaus 2006 mendefinisikan sebagai berikut: “Locus of control refers to a dispositional tendency to perceive
events and outcomes in one’s life as being under one’s own control or as being controlled by sources over which the person has little
or no control, such as luck, fate, or other people”.
“Locus of control mengacu pada kecenderungan menempatkan persepsi atas suatu kejadian atau hasil yang didapat dalam hidup
individu apakah sebagai hasil dari dirinya sendiri atau karena bantuan dari sumber-sumber di luar dirinya di mana ia sendiri
memiliki peran yang sangat sedikit, seperti keberuntungan, takdir, atau bantuan orang lain”.
Sependapat dengan Greenhaus, Larsen dan Buss 2008, menjelaskan konsep locus of control sebagai:
“Locus of control is a concept that decribes a person’s perceptional of responsibility for the events in his or her life”.
“Locus of control adalah konsep yang menjelaskan persepsi individu mengenai tanggung jawabnya atas kejadian-kejadian
dalam hidupnya”.
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa locus of control adalah bagaimana individu mempersepsikan reinforcement baik
kegagalan atau keberhasilan yang diraihnya apakah akibat faktor dari dalam tingkah lakunya sendiri, usaha yang dilakukan sendiri atau luar
dirinya keberuntungan, nasib, atau kesempatan.