1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Ketika perekonomian dan budaya kerja telah berkembang dari era yang dikendalikan oleh produk atau pasar ke era pengetahuan, fenomena lain telah
berkembang yaitu penelitian tentang humor. Sejak tahun 1980an, kajian dan aplikasi tentang humor di tempat kerja telah berkembang, baik dalam jumlah
artikel yang diterbitkan , jurnal-jurnal akademi, maupun juga dalam konsultasi manajemen Martin, dalam Hughes dan
Avey, 2008. Akan tetapi, penggunaan humor di tempat kerja tidak bisa selalu dijadikan
solusi yang tepat dalam menghadapi suatu permasalahan yang dihadapi di tempat kerja. Tidak cukup dengan membuat para bawahan tertawa dan merasa senang
maka hasil positif akan di dapat. Apa yang diketahui oleh para ilmuwan tentang humor masih beragam, humor memberikan sumbangan yang ambivalen kepada
hasil kerja bawahan. Salah satu contohnya adalah humor juga
bertujuan untuk
mengurangi emosi yang negative para bawahan Strick et al, 2009. Menurut Vernon et al, 2007 humor dapat mengurangi ketegangan interpersonal.
Penelitian Vinton dan Colinson dalam Hughes dan Avey, 2008 membuktikan bahwa
h
umor dapat mengurangi jarak sosial antara manajer dengan pekerja. Tetapi menurut Colinson dalam Hughes dan
Avey, 2008
commit to user
2
humor akan dapat meningkatkan jarak sosial antara pekerja dengan manajer. Guna menilai manfaat humor di tempat kerja secara tepat, humor tidak boleh
dipahami dalam konteks organisasi saja, melainkan harus dipahami kaitannya dengan bagaimana para pemimpin menggunakan humor untuk mempengaruhi
pengikutnya. Humor bisa dimanfatkan di lingkup tempat kerja, karena suasana di tempat
kerja tidak selalu dituntut untuk serius, tegang dan terisolasi. Dengan adanya humor para karyawan dapat lebih santai. Humor dapat memberikan fungsi
sebagai pelumas sosial, menghindari kesenjangan sosial dan mampu memperlancar komunikasi yang baik antara atasan dan bawahan, Vinton, dalam
Hughes, 2009. Sebaliknya, humor juga bersifat subversive, walaupun menggunakan humor di tempat kerja dengan tujuan agar tidak terjadi
kesenjangan sosial, tetapi humor juga memiliki batasan, yaitu humor membedakan status antara atasan dan bawahan, Collinson et al, dalam
Romero dan Pescosolido
2008. Menurut Decker 1987 bahwa bawahan menilai atasan yang memiliki humor yang tinggi akan memberikan kontribusi yang besar dan
pengaruh positif terhadap kepuasan kerja, dibandingkan dengan atasan yang memilki rasa humor yang rendah.
Para pemimpin menggunakan humor untuk melakukan berbagai hal, yang meliputi pengurangan stress, peningkatan komunikasi, dan motivasi bawahan
Davis dan Kleiner, dalam Hughes dan Avey, 2008 yang mengungkapkan
commit to user
3
bahwa gaya humor seorang pemimpin sangat terkait erat dengan efektivitas pemimpin. Pemimpin sangat dibutuhkan dalam suatu organisasi untuk
menggerakan dan memotivasi bawahan dalam suatu organisasi. Kepemimpinan menurut Hersey 1990 didefinisikan sebagai proses mempengaruhi aktivitas
seseorang atau sekelompok orang untuk mencapai tujuan. Sumber daya manusia harus diolah sedemikian rupa agar para bawahan dapat bekerja secara efisien dan
efektif guna mencapai prestasi kerja yang diinginkan oleh perusahaan. Keberhasilan organisasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan tidak
terlepas dari peran kepemimpinan, karena pemimpin harus mampu untuk mempengaruhi, dan mengarahkan pada diri seseorang atau sekelompok orang
untuk mecapai tujuan tertentu pada situasi tertentu. Keberadaan pemimpin dalam perusahaan merupakan hal yang terpenting
karena merupakan tulang punggung dan memiliki peranan yang strategis dalam mencapai tujuan perusahaan. Gaya kepemimpinan yang tepat dapat menimbulkan
motivasi karyawan untuk berprestasi karena sukses tidaknya karyawan dalam mengukir prestasi kerja dapat dipengaruhi oleh gaya kepemimpinan atasanya.
Banyak gaya kepemimpinan yang bisa diterapkan oleh suatu organisasi, tetapi kepemimpinan yang akan diterapkan di suatu organisasi harus sesuai dengan
spesifikasi dan situasi organisasi tersebut. Sehubungan dengan banyaknya gaya kepemimpinan yang ada maka perlu dibuat pembatasan–pembatasan model
commit to user
4
kepemimpinan yang sekiranya sejalan dengan karakteristik yang dimiliki perusahaan tersebut.
Salah satu faktor situasional yang berpengaruh terhadap efektifitas kepemimpinan adalah relasi antara pemimpin dan pengikut, dimana seorang
pemimpin dapat memainkan humor untuk mempengaruhi pengikut dalam meraih prestasi kerja. Adapun salah satu gaya kepemimpinan yang bisa menggunakan
humor dalam kepemimpinan adalah gaya kepemimpinan transformasional, dimana gaya pemimpin tranformasionall biasanya memiliki gaya humor yang
tinggi dibandingkan dengan pemimpin non-transformasional. Burn dalam Pawar dan Eastman, 1997 mengemukakan bahwa gaya
kepemimpinan transformasional dan transaksional dapat dipilah secara tegas. Kepemimpinan transformasional melibatkan intelektual, merangsang pengikut
sehingga mendorong bawahan untuk mempelajari cara-cara baru untuk melaksanakan pekerjaan mereka Bass, dalam Bartram dan Casimir 2006 dan
pada akhirnya meningkatkan kinerja mereka. Esensi nyata dari kepemimpinan transformasional adalah bahwa pemimpin ini menyebabkan pengikut melakukan
lebih dari yang diharapkan mereka lakukan Nugraheni, 2005. Pemimpin yang menerapkan gaya kepemimpinan transformasional akan
memberikan dampak positif terhadap kepercayaan bawahan pada pemimpin, identifikasi personal, komitmen afektif dan kepuasan kerja Hughes dan Avey,
commit to user
5
2008. Jika para pengikut tidak percaya terhadap pemimpin mereka, meraka tidak akan responsif terhadap upaya pemimpin. Saat ini para pemimpin harus
membangun kepercayaan sebelum bawahan berperilaku secara transcendental. Oleh karena itu penting bagi seorang pemimpin untuk dipercayai oleh para
bawahannya. Menurut Robbins 2007 kepercayaan adalah pengharapan positif bahwa
pengikut tidak akan bertindak secara oportunistik, dua unsur yang paling utama dalam kepercayaan adalah keakraban dan resiko. Dimensi yang melandasi
konsep kepercayaan diidentifikasikan dalam dimensi integritas, kompetensi, konsistensi, loyalitas dan keterbukaan. Jika pengikut menganggap bahwa
pemimpin tidak memperhatikan kesejahteraan, kekurangan integritas, atau tidak kompeten, maka bawahan tidak akan mempercayai pemimpin, dan akibatnya
bawahan tidak akan merasa puas dan tidak termotivasi dalam bekerjanya Bartram dan Casimir, 2006.
Kepemimpinan Transformasional memfasilitasi pengembangan kepercayaan pemimpin karena kepemimpinan tersebut melibatkan dan menunjukkan
kepedulian terhadap kebutuhan individu pengikut Bass, dalam Bartram dan Casimir, 2006. Kepemimpinan transformasional membutuhkan kepercayaan
pada pemimpin karena ketidak pastian dalam mengubah status. Selain itu pengikut perlu kepercayaan pemimpin jika mereka ingin bekerja sama dan
commit to user
6
berkomitmen sepenuhnya untuk mencapai tujuan yang sama Bartram dan Casimir, 2006.
Di samping pengaruh kepemimpinan terhadap kepercayaan bawahan pada pemimpin, salah satu hasil yang penting dari kepemimpinan transformasional
adalah identifikasi personal bawahan. Menurut Kreitner dan Kinicki 2005 identifikasi personal adalah karakteristik fisik dan mental yang stabil,
bertanggung jawab pada identitas diri, ciri fisik dan mental yang stabil, yang memberi identitas pada individu. Pengaruh utama pemimpin terjadi ketika
bawahan mengenali pemimpin. Para pemimpin memotivasi sikap yang diharapkan ketika hal itu tampak luar biasa di mata bawahan dan ketika bawahan
memperlihatkan perilaku transformasional yang mengungkapkan bahwa mereka memiliki dan menunjukkan charisma Bass, dalam Avolio et al, 2004.
Pemimpin transformasional mempengaruhi para bawahan mereka melalui proses pengenalan identifikasi dan internalisasi. Identifikasi tampak jelas ketika
keyakinan bawahan tentang pemimpin mereka menjadi dirinya sendiri. Internalisasi terjadi ketika bawahan menganut ide-ide, nilai-nilai, dan keyakinan
seorang pemimpin yang mengarahkan perilaku mereka Bass, dalam Avolio et al, 2004.
Menirukan seorang pemimpin saja tidak cukup. Penting agar bawahan menirukan sikap dan keyakinan pemimpin mereka tentang strategi tujuan yang
diinginkan dan efektif. Pengaruh yang mandiri dan motivasi dari seorang
commit to user
7
pemimpin transformasional
dapat mempengaruhi
bawahan untuk
mengidentifikasi dan menginternalisasi sikap dan keyakinan Hughes dan Avey, 2008.
Pemimpin transformasional
memberdayakan bawahanya
melalui identifikasi, yang meliputi komponen kognitif dan afektif Bass, dalam Hughes
dan avey, 2008. Menurut Shamir et al 1993 bahwa pengenalan melalui identifikasi pribadi dengan pemimpin merupakan mekanisme pokok bagi
pemimpin transformasional untuk membangkitkan motivasi bawahan. Pemimpin transformasional mengartikulasikan pandangan-pandangan tentang masa depan,
menunjukkan keyakinan bawahan dan melakukan pengorbanan demi mencapai tujuan yang diinginkan. Kepemimpinan transformational juga menyelaraskan
tujuan bawahan dengan tujuan pemimpin dan organisasi Walumbwa et al, 2008.
Salah satu usaha untuk mencapai tujuan organisasi adalah adanya partisipasi seluruh karyawan yang diwujudkan dalam suatu bentuk yang disebut
komitmen organisasi.
Komitmen organisasi
merupakan usaha
untuk mengidentifikasikan diri dan melibatkan diri dalam organisasi dan berharap
menjadi anggota organisasi Robbins, 2007. Komitmen organisasi memiliki tiga komponen, yaitu affective, continuance, dan normative
Mowday et al, dalam Hughes dan Avey, 2008.
commit to user
8
Salah satu komponen komitmen organisasi adalah komitmen afektif, dimana komitmen afektif menunjukan keinginan diri para karyawan untuk melibatkan
diri dan mengidentifikasi diri dengan organisasi karena adanya kesesuaian nilai- nilai dalam organisasi, Allen dan Mayer, 1990. Komitmen afektif menunjukan
hubungan positif yang kuat pada kepemimpinan transformasional, karena komitmen afektif memberikan perasaan yang kuat dan dukungan yang
mendorong karyawan untuk tetap berada di organisasi Bass, dalam Avolio et al, 2004. Pemimpin transformasional mempengaruhi para bawahan melalui
peningkatan komitmen. Komitmen yang tinggi ditandai dengan adanya orang- orang yang bersedia untuk berusaha demi kepentingan organisasi, loyal dan
terlibat secara penuh dalam upaya mencapai tujuan dan kelangsungan organisasi Avolio et al, 2004.
Kepemimpinan transformasional juga berpengaruh pada kepuasan kerja Hughes dan Avey, 2008. Menurut Robins 2007 kepuasan kerja adalah
perasaan positif tentang pekerjaan seseorang yang merupakan hasil dari evaluasi karakteristik- karakteristiknya. Hal ini bersifat abstrak, sehingga tidak dapat
diamati secara langsung Berry dan Houston, dalam Tondok dan Rita, 2004. Karyawan yang memiliki kepuasan kerja ditunjukkan oleh sikap yang tidak
pernah absen, datang tepat waktu, bersemangat dan memiliki motivasi yang tinggi Robins, 2007.
commit to user
9
Sebagai salah satu faktor penentu kinerja organisasi, kepuasan kerja merupakan faktor yang sangat kompleks karena kepuasan kerja dipengaruhi
berbagai faktor, di antaranya adalah gaya kepemimpinan. Semakin tinggi keefektifan pemimpin, kepuasan bawahan dengan pemimpinnya, dan
kemampuan pemimpin
menimbulkan komitmen
bawahan dalam
kepemimpinanya, akan meningkatkan kinerja organisasi yang dipimpinnya. Penelitian ini berupaya untuk mereplikasi penelitian Hughes dan Avey
2008. Yang mana penelitian Hughes dan Avey 2008 dilakukan di Universitas Midwesternt. Hasil penelitian menunjukan adanya pengaruh kepemimpinan
transformasional pada kepercayaan bawahan terhadap pemimpin, identifikasi personal bawahan, komitmen afektif dan kepuasan kerja. Sedangkan efek
pemoderasi, humor hanya memoderasi pengaruh kepemimpinan transformasional pada kepercayaan bawahan terhadap pemimpin, dan komitmen afektif, yang
menunjukan bahwa semakin pemimpin menggunakan banyak humor semakin kuat pengaruhnya terhadap hasil pengikut, dibandingkan pemimpin yang
memiliki selera humor rendah. Pentingnya peran kepemimpinan juga dirasakan pada PT. Jaya Asri
Garmindo, Karangannyar suatu perusahaan yang bergerak di bidang garmen yang memproduksi pakaian jadi. Perubahan lingkungan dan teknologi yang cepat
akan meningkatkan kompleksitas tantangan yang dihadapi organisasi. Oleh karena itu seorang pemimpin harus mampu mengembangkan dan mengarahkan
commit to user
10
para bawahan untuk mencapai tujuan dan membangun organisasi menuju high performance organization. Pemimpin PT. Jaya Asri Garmindo, Karanganyar bisa
menggunakan humor dalam kepemimpinanya, karena humor mampu memberikan pengaruh yang kuat dalam gaya kepemimpinan yang mampu
menumbuhkan kepercayaan bawahan pada pengikut, identifikasi personal, komitmen afektif dan mampu meningkatkan kepuasan kerja para bawahan
terhadap atasan. Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik melakukan
penelitian dengan judul : Humor Sebagai Pemoderasi Pengaruh Gaya Kepemimpinan Transformasional pada Kepercayaan Bawahan Terhadap
Pemimpin, Identifikasi Personal Bawahan, Komitmen Afektif dan Kepuasan Kerja. Studi pada Tenaga Administrasi PT. Jaya Asri
Garmindo, Karanganyar
B. Rumusan Masalah