RUMUSAN MASALAH TUJUAN PENELITIAN MANFAAT PENELITIAN Collins Cancise English Dictionary, 1988 wacana adalah

commit to user 8 Sebenarnya menurut isinya, tak jauh berbeda dengan majalah majalah pria dewasa yang lain, yaitu FHM, Man’s Health, Playboy yang menjadikan citra tubuh dan sex appeal perempuan sebagai bahan diskusi yang dominan. Namun, berbeda dengan majalah pria dewasa yang lain, dimana citra tubuh perempuan ideal yang dijadikan bahan kupasan negative, di majalah FIT, perempuan tidak sebagai obyek, melainkan sebagai subyek, yang dapat memberikan inspirasi bagi perempuan yang lain. Berangkat dari keunikan tersebut, penulis ingin melihat bagaimana majalah perempuan, yaitu majalah FIT, mewacanakan citra tubuh ideal seorang perempuan. Menangkap pesan-pesan yang disampaikan majalah FIT lewat teks- teksnya. Peneliti mencoba menemukan wacana tersebut dengan menggunakan pisau analisis wacana. Dari sekian banyak model kerangka analisis teks kualitatif, peneliti menganggap analisis wacana model Van Djik yang paling relevan dan paling mungkin digunakan sesuai dengan bahasan yang akan diteliti. Selain itu, seperti yang kita ketahui bahwa penelitian kualitatif tidak bermaksud untuk membuktikan teori, maka dalam perjalanan penelitian nanti, bisa jadi kerangka wacana Van Djik tidak sama persis digunakan.

B. RUMUSAN MASALAH

“ Bagaimana majalah FIT mengkonstruksi wacana citra tubuh ideal pada perempuan melalui rubrik Cantik, Fittness, Diet dan Nutrisi “ . commit to user 9

C. TUJUAN PENELITIAN

Untuk mengetahui bagaimana majalah FIT mengkonstruksi wacana citra tubuh ideal pada perempuan melalui rubrik Cantik, Fitnes, Diet dan Nutrisi.

D. MANFAAT PENELITIAN

1. Bagi Pembaca Majalah Perempuan Penelitian ini diharapkan mampu mencerahkan pembaca majalah perempuan dengan memberikan gambaran mengenai wacana citra tubuh ideal perempuan, sehingga pembaca dapat menyaring informasi yang sesuai dengan penerapan pola hidup sehat, dan pembaca tidak terbawa arus realitas di media. 2. Bagi Penulis Majalah Melalui penelitian ini diharapkan semoga penulis majalah bisa mengkaji ulang isi teks yang akan disajikan kepada masyarakat. Seperti mengurangi gambar-gambar yang vulgar dan juga memberikan informasi secara eksplisit tentang pentingnya kecantikan hati, atau kecantikan yang tidak berasal dari fisik. 3. Bagi Pemerintah. Sebagai pemegang regulasi penyiaran, pemerintah diharapkan cerdas dalam mengawasi muatan teks sekaligus mampu untuk selektif dalam memilih media informasi yang baik untuk masyarakat. Sudah saatnya lah masyarakat mendapat informasi yang baik, benar dan mencerdaskan. 4. Bagi Insan Akademik. commit to user 10 Penelitian ini diharapkan bisa menjadi salah satu ruang belajar untuk membedah lebih lanjut tentang wacana citra tubuh perempuan. Sehingga pada akhirnya akan menghasilkan tinjauan yang komprehensif dan bermanfaat bagi masyarakat.

E. TELAAH PUSTAKA

1. Pengertian Komunikasi

Komunikasi adalah merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan. Tanpa melakukan tindak komunikasi, maka segala sesuatunya tidak akan berjalan dengan lancar. Menurut John Fiske 2006: 9 dalam kajiannya komunikasi terbagi menjadi dua mahzab. Mahzab yang kedua melihat komunikasi sebagai produksi dan pertukaran makna. Ia berkenaan dengan bagaimana pesan atau teks berinteraksi dengan orang-orang dalam rangka menghasilkan makna; yakni ia berkenaan dengan peran teks dalam kebudayaan kita. Dalam implikasinya hal tersebut berkaitan dengan bagaimana pesan atau isi dalam media massa sebagai alat atau saluran komunikasi dimaknai oleh khalayaknya. Ada berbagai macam bentuk–bentuk komunikasi, antara lain komunikasi intra personal, komunikasi inter personal, dan komunikasi massa. Komunikasi massa sebenarnya sama seperti bentuk komunikasi yang lainnya, memiliki unsur–unsur seperti sumber, bidang pengalaman, pesan, saluran, gangguan dan hambatan, efek, konteks maupun umpan balik Liliweri,1999 :36 . commit to user 11 Carl I. Hovland dalam Effendy, 2003:9 mendefinisikan komunikasi sebagai suatu proses dimana seorang individu komunikator menyampaikan stimulus biasanya berupa kata untuk mengubah perilaku individu lain komunikan. Sedangkan Effendy mendefinisikan komunikasi adalah sebagai proses penyampaian suatu pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberitahu atau mengubah sikap, pendapat atau perilaku baik secara lisan maupun tak langsung melalui media. Pesan yang disampaiakan adalah pernyataan sebagai paduan pikiran dan perasaan dapat berupa ide, info, keluhan, keyakinan dan sebagainya. Pernyataan tersebut dibawakan oleh lambang umumnya bahasa Effendy, 1984:6.

2. Komunikasi massa

Komunikasi massa mempunyai arti sebagai komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen, dan anonim melalui media cetak atau media elektronik sehingga pesan yang sama dapat diterima dengan serentak di berbagai tempat. Effendy memberikan definisi komunikasi massa sebagai berikut : “ jadi yang diartikan komunikasi massa adalah penyebaran pesan dengan menggunakan media yang ditujukan kepada massa yang abstrak, yakni sejumlah orang yang tak tampak oleh si penyampai pesan. Pembaca surat kabar, pendengar radio, penonton televise dan film, tidak tampak oleh si komunikator. Dengan demikian maka jelas bahwa komunikasi massa atau komunikasi melalui media massa bersifat satu arah” Effendy, 1984 : 50 . Effendy 1984:17–22 menjabarkan ciri–ciri yang dimiliki oleh komunikasi massa adalah sebagai berikut : commit to user 12 a. Komunikasi massa berlangsung satu arah. Ini berarti bahwa tidak terdapat arus balik dari komunikan kepada komunikator. b. Komunikator pada komunikasi massa melembaga. Media massa sebagai saluran komunikasi massa merupakan lembaga, yakni suatu institusi atau organisasi. c. Pesan pada komunikasi massa bersifat umum. Pesan yang disebarluaskan melalui media massa bersifat umum publik karena ditujukan kepada umum dan mengenai kepentingan umum. Jadi tidak ditujukan kepada perorangan atau sekelompok orang tertentu. d. Media komunikasi massa menimbulkan keserempakan. Ciri lain dari media massa adalah sifatnya yang dapat menimbulkan keserempakan simultaneity pada pihak khalayak dalam menerima pesan–pesan yang disebarkan. e. Komunikan komunikasi massa bersifat heterogen. Komunikan atau khalayak yang merupakan kumpulan anggota–anggota masyarakat yang terlibat dalam proses komunikasi massa sebagai sasaran yang ditujukan komunikator bersifat heterogen. Sebenarnya salah satu ciri yang paling khas dalam komunikasi massa adalah sifat media massa. Komunikasi massa nampaknya lebih bertumpu pada andalan teknologi pembagi pesan dengan menggunakan jasa indusrti untuk memperbanyak dan melipatgandakannya. Bantuan industri mengakibatkan pelbagai pesan akan menjangkau banyak khalayak dengan cara yang cepat serta commit to user 13 tepat dan terus menerus. Hal ini akan berfungsi mengatur hubungan antara komunikator dengan komunikan yang dilakukan secara serempak dan menjangkau pelbagai titik–titik pemukiman manusia di muka bumi pada waktu yang sama Liliweri, 1999:38. Melalui komunikasi massa inilah manusia dapat mengetahui segala hal yang berada di sekitar lingkungannya, bahkan di seluruh penjuru dunia sekalipun. Sebagaimana teori peneguhan yang berasal dari mazhab behaviorisme yang menyatakan bahwa orang menggunakan media massa karena mendatangkan ganjaran berupa informasi, hiburan, hubungan dengan orang lain, dan sebagainya Rakhmat, 2001:214. Disamping karena isi media yang menarik, peristiwa menggunakan media sering diasosiasikan dengan suasana yang menyenangkan. Menurut Devito dalam Ardiyanto dan Erdinaya, 2004:22–23 ada tiga masalah pokok yang harus diperhatikan dalam memahami fungsi–fungsi media massa. Pertama, yaitu ketika kita menyimak suatu media massa pasti kita mempunyai alasan yang unik. Kedua, komunikasi massa menjalankan fungsi yang berbeda pada setiap pengaksesnya secara individual. Ketiga, fungsi yang dijalankan komunikasi massa bagi sembarang orang berbeda dari satu waktu ke waktu yang lain. Menurut Agee dalam Ardianto dan Erdinaya, 2004:57 media massa secara pasti mempengaruhi pemikiran dan tindakan khalayak. Media membentuk opini publik untuk membawanya pada perubahan yang signifikan. Di sini secara instan media massa dapat membentuk kristalisasi opini publik untuk melakukan tindakan tertentu. Kadang kadang kekuatan media massa sampai ranah sikap. commit to user 14

3. Majalah

Effendy 2003:20 menuturkan bahwa banyak ahli komunikasi yang berpendapat tentang yang dimaksudkan dengan komunikasi massa adalah komunikasi melalui media massa. Majalah merupakan suatu media informasi di mana pembacanya dapat menentukan secara topik atau tema artikel yang akan dibaca. Selain itu, dari segi tempat dan waktu, pembaca mempunyai keleluasaan untuk menetukan waktu dan tempat yang tepat dan sesuai dengan keinginannya dalam membaca artikel tersebut. Segmentasi majalah biasanya terpisah secara gender laki–laki dan perempuan. Isi dari majalah biasanya terbagi ke dalam beberapa rubrikasi. Menurut kamus besar bahasa Indonesia Rubrikasirubrik di majalah adalah kepala karangan ruangan tetap di surat kabar, majalah, dan sebagainya. Kurniawan Junaedhi 2001:45 memberikan beberapa definisi majalah : 1. Media Cetak yang terbit secara berkala, tapi bukan yang terbit setiap hari. 2. Media cetak itu bersampul, setidak–tidaknya punya wajah, dan dirancang secara khusus. 3. Media cetak itu dijilid atau sekurang–kurangnya memiliki sejumlah halaman tertentu. 4. Media cetak itu, harus berformat tabloid atau saku, atau format konvensional sebagaimana majalah yang kita kenal selama ini. commit to user 15 Menurut Shirley Biagi 1990:p.99, majalah dapat dikategorikan menjadi 3 tipe berdasarkan segmen pasarnya, yaitu sebagai berikut : 1. Consumer Magazine Consumer magazine adalah yang paling popular karena paling mudah ditemui dalam keseharian. Contoh consumer magazine adalah, femina, Fit, Cosmopolitan. Dalam hal ini merujuk pada semua majalah yang dijual bebas ditempat–tempat umum, supermarket dan toko buku. Consumer magazine menghasilkan keuntungan yang terbesar karena memiliki jangkauan pembaca yang paling luas dan pemasukan iklan yang tertinggi. 2. Trade, Technical and Professional Magazine Trade, technical and professional magazine adalah majalah yang ditujukan pada kalangan professional tertentu, untuk mendapatkan berita dan info yang relevan dengan bidang yang dimaksud. 3. Company Magazine Company magazine adalah majalah yang diterbitkan oleh perusahaan dan ditujukan untuk karyawan maupun kolega perusahaan tersebut. Majalah jenis ini biasanya tidak memuat iklan, dan bertujuan utama untuk mempromosikan perusahaan dan membentuk citra dan image positif. Berbeda dengan surat kabar, majalah telah jauh lebih menspesialisasikan produknya untuk menjangkau konsumen tertentu. Setiap majalah umumnya mempunyai pembaca jauh lebih sedikit daripada pembaca surak kabar, namun commit to user 16 memiliki pasar yang lebih mengelompok. Informasi yang disampaikan majalah lebih detail dan lengkap serta bisa disimpan, sedangkan pesan dari surat kabar akan cepat dibuang setelah selesai dibaca. Usia majalah juga jauh lebih panjang dari usia surat kabar. Majalah pun memiliki kedalaman isi yang jauh berbeda dengan surat kabar yang hanya menyajikan berita. Di samping itu, majalah menemani pembaca dengan menyajikan cerita atas berbagai kejadian dengan tekanan pada unsur menghibur atau mendidik Kasali, 1992:110. Menurut Ardianto dan Erdinaya 2004:78 meskipun sama–sama sebagai media cetak, majalah tetap dapat dibedakan dengan surat kabar, karena majalah memiliki karakteristik tersendiri, yaitu : 1. Penyajian Lebih Dalam Frekuensi terbit majalah pada umumnya adalah mingguan selebihnya dwi mingguan, bahkan bulanan satu bulan sekali. Majalah berita biasanya terbit mingguan, sehingga para reporternya punya waktu cukup lama untuk memahami dan mempelajari suatu peristiwa. Mereka juga mempunyai waktu yang leluasa untuk melakukan analisis terhadap peristiwa tersebut, sehingga penyajian berita dan informasinya dapat dibahas secara lebih mendalam. 2. Nilai Aktualisasi Lebih Lama. Apabila nilai aktualisasi surat kabar hanya berumur satu hari, maka nilai aktualitas majalah bisa satu minggu. Sebagai contoh, kita akan menganggap usang surat kabar kemarin atau dua hari yang lalu bila kita baca saat ini. Akan tetapi kita tidak pernah menganggap usang majalah commit to user 17 yang terbit dua atau tiga hari yang lalu. Sebagaimana kita alami bersama, bahwa dalam membaca majalah kita tidak pernah tuntas sekaligus. Pada hari pertama kita hanya membaca topik yang kita senangi atau relevan dengan profesi kita, hari esok dan seterusnya kita membaca topik lain sebagai referensi. Dengan demikian, majalah mingguan baru tuntas kita baca dalam tempo tiga atau empat hari. 3. Gambar atau Foto Lebih Banyak Jumlah majalah halaman lebih banyak, sehingga selain penyajian beritanya yang mendalam, majalah juga dapat menampilkan gambar atau foto yang lengkap dengan ukuran besar dan kadang – kadang berwarna, serta kualitas kertas yang digunakannya pun lebih baik. Foto–foto yang ditampilkan majalah memiliki daya tarik tersendiri, apalagi apabila foto tersebut sifatnya eksklusif. Di samping foto, cover atau sampul majalah juga merupakan daya tarik tersendiri. Cover adalah ibarat pakaian dan aksesorisnya pada manusia. Cover majalah biasanya menggunakan kertas yang bagus dengan gambar dan warna yang menarik pula. Menarik tidaknya cover suatu majalah sangat bergantung pada tipe majalahnya serta konsistesi keajegan najalah tersebut dalam menampilkan ciri khasnya. Aktivitas membaca yang dilakukan manusia merupakan salah satu bentuk penerimaan pesan atau informasi. Melalui media cetak diharapkan pesan–pesan yang disampaikan melalui saluran komunikasi media cetak mampu mengubah tingkah laku pembacanya seperti yang diungkapkan oleh Teguh Meinanda commit to user 18 1981:52 bahwa membaca adalah usaha menerima pesan atau informasi yang disampaikan secara tertulis baik melalui surat kabar, majalah, atau lainnya. Biasanya para pembaca akan selalu mengupas atau mengolah berita yang diterimanya. Majalah perempuan menurut Santana 2005:95 adalah majalah yang mempunyai materi yang cukup bervariasi, mulai dari yang menawarkan tips-tips dapur hingga majalah yang diisi oleh aktivitas feminis yang menuntut persamaan. Menurut Myra M. Sidharta dalam Ibrahim dan Suranto, 1988:117-118 majalah perempuan adalah majalah yang mempunyai tugas utama meciptakan dunia khas perempuan. Perempuan yang selama ini dikenal sebagai pengasuh rumah tangga yang harus baik. Tidak peduli, seberapa berat ia bekerja di luar rumah, namun ketika berada di dalam rumah, semua kebutuhan anggota keluarganya harus dipastikan terpenuhi dengan baik. Seperti mengurus anak dan suami, kebutuhan uang belanja, dan cara merapikan rumah agar selalu rapi. Semua itu dengan lengkap dipenuhi sebuah majalah. Myra juga menjelaskan, dibalik stereotype majalah perempuan pada umumnya, setiap majalah memberikan juga warna khasnya, seperti majalah yang ingin memberikan class kepada pembacanya dengan menjauhkan dari hal-hal yang bersifat sensasional dan kontroversial, namun ada juga majalah yang justru mencari popularitas dari hal-hal yang bersifat sensasional dan kontroversial itu. Hal ini tentu saja menciptakan kebebasan bagi para perempuan untuk dapat memilih majalah yang sesuai dengan cerminan dirinya sendiri. Pastinya ia akan mencari majalah yang commit to user 19 isinya mengandung petunjuk-petunjuk yang berharga baginya untuk masalahnya pada waktu ini dan masa mendatang.

3.1 Perkembangan majalah

Menurut Alo Liliweri 1992:11 salah satu bentuk media massa yang dikenal luas sejak masa lalu adalah majalah. Di kalangan kaum elit menurut Wilson 1989 kehadiran majalah sejak tahun 1704 di Inggris dan di Amerika serikat majalah baru terbit sekitar tahun 1741. Perkembangan pencetakan majalah semakin meluas ketika pada tahun 1846 di Inggris mulai digunakan mesin cetak dengan silinder putar sehingga menambah kapasitas cetak rata-rata 20.000 lembar cetak perjam. Namun demikian kehadiran majalah sampai tahun 1830 tidak dapat dikatakan sebagai media massa karena peruntukannya bagi kaum elit saja. Kehadirannya sebagai media massa baru baru dimulai sejak tahun 1985. Ketika itu lahir majalah pertama setelah berakhirnya perang sipil di Eropa yang bakal melahirkan negara–negara modern. Patut dicatat sampai tahun 1953 majalah diterbitkan melulu demi pemenuhan masyarakat umum sehingga majalah menjadi sangat popular. Kemudian beberapa majalah terbit di Amerika Serikat, dan bahkan dunia pada umumnya. Sebagai contoh terbit majalah Reader’s Digest tahun 1992, TV Guide tahun 1948, Play Boy tahun 1953. Masing–masing majalah tersebut dengan caranya sendiri mengeksploitasi nafsu membeli masyarakat terhadap majalah dengan menyajikan informasi yang sebetulnya informasi murahan atau yang tenar dikalangan masyarakat Liliweri, 1992:12. commit to user 20 Sejak tahun 1960-an kehadiran majalah selain mengarah kepada pelayanan kebutuhan masyarakat maka majalah diarahkan juga kepada khalayak yang lebih khas apakah karena gaya hidup mereka psikografis maupun karena perbedaan demografisnya. Pada masa antara tahun 1960-an sampai dengan sekarang beberapa majalah ternama terbit sebagai media massa misalnya LIFE tahun 1972, 1978 yang semuanya mengubah penggunaan perangkat percetakan yang lebih canggih sejak tahun 1980-an Liliweri, 1999:12. Pada tahun 1960-an majalah–majalah organisasi masih memegang peranan penting, seperti Suara Perwari, Perempuan Sadar Gerakan Perempuan Indonesia Sadar, Suara Perempuan, Perempuan Demokrat, Mekar Persit, Perempuan Indonesia Gerwani, Saraswati Perhimpunan Perempuan Universitas Indonesia, Perempuan Persahi dan lain-lain. Majalah–majalah ini selain bulletin untuk organisasi juga diterbitkan dengan maksud untuk membina anggotanya. Barulah pada tahun 1972 Femina diterbitkan di bawah pimpinan Sofjan Alisjahbana dengan redaksi yang terdiri dari sekelompok perempuan muda, yang kehausan bahan bacaan, publik Indonesia mulai terkesan. Jumlah terbitannya mulai meningkat. Perempuan–perempuan mulai sadar, bahwa barang– barang luar negeri serta hidupnya bukan lagi suatu yang tidak terjangkau. Keberanian redaksi untuk menyajikan resep–resep masakan asing tentu juga merangsang imajinasi kaum perempuan. Meskipun teknik pemotretan masih jauh dari sempurna, penampilan tokoh–tokoh membuat isi majalah semakin menarik, lagipula situasi dalam negeri yang mulai membaik membuat distribusi majalah commit to user 21 mampu menjangkau ke pelosok Indonesia, dimana justru terdapat pelanggannya Abdulah, 2000:125.

3.2. Majalah Perempuan

Pada permulaan dekade 70-an terjadilah ledakan majalah hiburan di Indonesia. Sejumlah majalah beredar, diantaranya majalah perempuan dan majalah remaja. Jumlah ini terus bertambah, sehingga kaum perempuan dapat memilih berdasarkan seleranya. Ternyata munculnya majalah perempuan, disambut dengan antusiasme yang tinggi oleh perempuan. hal ini tentuya sangat menguntungkan pihak industri media. Akhirnya dapat kita bicarakan arti majalah perempuan untuk masa kini, mengapa ia dibaca dan diminati, dan apa yang diharapkan oleh pembacanya serta tugasnya sekarang dan di masa mendatang Ibrahim dan Suranto,1988:116-117. Myra M. Sidharta dalam Ibrahim dan Suranto, 1988:118-120 memaparkan tentang sejarah majalah perempuan di Indonesia dengan gambling dan jelas. Menurutnya, majalah perempuan bermula semenjak jaman R.A Kartini. Pada masa itu, yaitu masa peralihan ke abad 20 dan majalah berbahasa Indonesia belumlah ada, sehingga R.A Kartini banyak membaca majalah berbahasa Belanda dan Cina, salah satunya adalah surat kabar berbahasa Cina, yang dibuat untuk kaum peranakan Cina Tiong Hwa Wi Sien Po . Majalah perempuan kedua bernama Poetri Hindia, yang diterbitkan surat kabar Medan Prijaji , yang memuat 3 karangan yang dianggap menarik oleh pembacanya, seperti “Kasapoelah Firmannja orang prampoewan” oleh Carmen Sylva, Ratu dari Roemenia. Dua commit to user 22 karangan lainnya merupakan nasihat-nasihat bagi perempuan-perempuan yang ditulis oleh pembaca dari Batavia dan tanjung Brebes, dimana redaksinya seluruhnya dipegang oleh perempuan. Pada tahun 1912 ada dua majalah diterbitkan di daerah Sumatra dan Pacitan. Warna lokal yang dicerminkan pada majalah ini adalah bahwa yang pertama berisikan artikel-artikel dengan diselingi syair-syair dan pantun-pantun, yang memang disenangi orang-orang minangkabau, sedangkan yang kedua adalah seluruhnya dalam aksara jawa. Myra M. Sidharta dalam Ibrahim dan Suranto, 1988:118-125 menjelaskan sampai tahun 1914 majalah-majalah perempuan yang diterbitkan oleh organisasi masih memegang peranan yang sangat penting, sehingga kita dapat melihat terbitnya Soeara Perempoean oleh pergerakan Perempoean. Organisasi ini juga menerbitkan Perempoean Bergerak di Medan, kemudian disusul oleh Al Sjarq oleh serikat Kaoem Iboe di Soematra. Selanjutnya banyak daerah yang mempunyai majalah-majalah perempuan sendiri. Majalah non- organisasi yang masih tetap terbit sampai sekarang perlu disebut Keluarga majalah yang diterbitkan oleh Ny. A. Latip yang pernah juga menerbitkan Doenia Kita sebelum Jepang. Dalam keadaan inilah majalah Model diterbitkan oleh Johny Ganda. Namun isinya mungkin kurang dapat diterima oleh perempuan-perempuan waktu itu, karena dianggapnya terlalu lux dan modern. Barulah pada tahun berikutnya Femina diterbitkan di bawah pimpinan S. Alisjahbana dengan redaksi yang terdiri dari sekelompok perempuan muda, yang kehausan bahan bacaan, public Indonesia mulai terkesan. Jumlah terbitannya dengan cepat meningkat, demikian juga dengan Gadis yang diterbitkan pada tahun berikutnya oleh commit to user 23 kelompok yang sama. Pada waktu persaingan mulai terasa dengan munculnya sejumlah majalah lain sejenis Femina dan Gadis mulai dengan serangkaian bisnis di luar majalahnya: pola-pola, kemudian pakaian jadi, sayembara mengarang dan masakan, perlombaan perancang pakaian, pemilihan putri remaja dan tour ke luar negeri, yang semuanya turut membantu popularitasnya di mata pembacanya. Tetapi femina sementara meningkatkan popularitasnya dengan meningkatkan konsumsi, yakni barang-barang yang dapat dibeli oleh pembacanya, majalah- majalah lain mencari popularitasnya di bidang lain. Kartini misalnya menyajkan karangan-karangan yang bersifat “pop”, seringkali controversial. Kali ini kita dapat menyaksikan lusinan majalah perempuan dipasaran, sedangkan majalah- majalah yang diterbitkan oleh organisasi-organisasi yang biasanya dapat diperdagangkan belum terhitung pula. Menurut Ibrahim dan Suranto 1998:126-127 banyak perempuan- perempuan membeli majalah bukanlah semata-mata untuk membaca saja, melainkan untuk memilikinya, sehingga fungsi majalah jauh melebihi bacaan biasa. Fungsi-fungsi ini antara lain : a. Memberi informasi tentang kejadian-kejadian di dunia, yang aktual, maupun yang tidak aktual tetapi mengesankan. b. Memberi informasi tentang mode, masakan dan sebagainya dan melalui iklan-iklannya juga komoditi-komoditi yang berguna atau yang sewaktu-waktu akan berguna. commit to user 24 c. Ia dapat dikonsultasi sewaktu-waktu mengenai kesehatan, kecantikan, menu masakan dan lain-lain pertanyaan yang penting atau yang akan menjadi penting. d. Melalui rubrik-rubrik khusus yang disediakan, pembaca dapat mengadakan konsultasi tentang masalah pribadinya, tanpa diketahui identitasnya. Dengan membaca tentang masalah-masalah yang diajukan oleh orang lain, ia dapat menafsir masalahnya sendiri, sering ia dapat menemukan jawaban dengan berpikir tentang masalah orang lain. Menurut Ibrahim dan Suranto 1998:126-127 ditinjau dari arti majalah bagi seorang perempuan, maka kita dapat membayangkan betapa besarnya potensi majalah perempuan. Tugas pertama adalah sebagai sumber informasi, tugas kedua adalah tugas sosio-edukatif. Mengingat pengaruhnya sebagai pencipta citra perempuan yang diterima oleh kaum perempuan, maka tugas ini meliputi : a. Memperbaiki gaya hidup perempuan dari gaya hidup pasif-konsumtif menjadi gaya hidup aktif-kreatif. b. Meningkatkan selera pembaca, dari bahan bacaan penghibur dan sensasional provokatif menjadi bahan bacaan berpikir dan berarti. c. Mendidik kaum perempuan menjadi perempuan yang mengetahui hak- hak dan batas-batas kewajibannya di dunia yang didominasi oleh pria ini. d. Mendidik kaum perempuan untuk menghadapi tugas-tugas dan masalah-masalah di kemudian hari. Karena “jurang generasi” yang commit to user 25 terjadi dewasa ini, adalah kurangnya persiapan generasi tua untuk menghadapi generasi muda. e. Dalam tugas yang fturistik ini, para ibu juga harus dibantu untuk mempersiapkan putra-putri mereka untuk menghadapi masalah-masalah merek di masa datang. Sedangkan para putrid harus juga dipersiapkan untuk masa datang ini, tanpa menanamkan kekahawatiran dan kecemasan terhadap mereka. Yang perlu diketahui mereka adalah bahwa kehidupan bukan hanya kesenangan saja, sedangkan tantangan-tantangan tidak dapat dihadapi dengan kecengengan atau pelarian ke senangan atau lain-lain usaha yang tidak langsung. Barulah dengan demikain majalah perempuan akan memberi sumbangannya sebagai pencipta citra perempuan baru yang bertanggung jawab, karena siap untuk menghadapi tugas-tugas di masa depannya.

4. Kecantikan bagi Perempuan

Dalam abad gaya hidup, penampilan diri itu justru mengalami estetisisasi,” estetisisasi dalam kehidupan sehari-hari”. Dan bahkan tubuhdiri pun mengalami estetisisasi tubuh. Tubuhdiri dan kehidupan sehari-hari pun menjadi sebuah proyek, benih penyemaian gaya hidup. “ Kamu bergaya maka kamu ada” adalah ungkapan yang mungkin cocok untuk melukiskan kegandrungan manusia modern akan gaya. Itulah sebabnya industri gaya hidup untuk sebagian besar adalah industri penampilan Chaney, 1996:16. Seperti yang diungkapkan oleh Melliana 2006:17-45 bahwa penampilan merupakan bentuk kontrol sosial yang memengaruhi bagaimana perempuan commit to user 26 melihat dirinya dan bagaimana ia dilihat oleh orang lain. Mitos kecantikan, keindahan tubuh perempuan dapat menimbulkan perasaan iri dan cemburu, sehingga akan timbul persaingan antara sesama perempuan. Dalam suatu pesta, bentuk persaingan tersebut sangat kental. Perempuan-perempuan itu akan membandingkan penampilan yang satu dengan penampilan yang lain Pernyataan yang diungkapkan oleh Melliana tersebut menjawab pertanyaan mengapa perempuan dituntut untuk selalu berpenampilan cantik. Dengan penampilannya perempuan menunjukkan keeksistensiannya. Penekanan penilaian penampilan fisik perempuan terletak pada proporsionalitas fisik, yaitu pada ukuran dan bentuk tubuh. Melalui tubuh fisik ini pula seseorang tampil di hadapan orang lain, dan sebagian besar perempuan menginginkan penampilan yang cantik dan menarik”. Chaney 1996:17 menambahkan, urusan solek bersolek kini tidak hanya melulu di sekitar rekayasa tubuh bodybuilding yang ditandai dengan menjamurnya fitness centre atau pusat kebugaran dan menggejalanya kebiasan berdiet atau operasi plastik dikalangan pria atau perempuan yang gelisah karena bentuk tubuhnya yang kurang ideal, tapi industri nasihat yang berurusan dengan penampilan juga tak kalah hebatnya. Menurut Nancy Etcoff dalam Chaney, 1996:17-18 salah seorang psikolog Amerika terkemuka, menyebut gejala tersebut dengan lookism . Tampaknya urusan tampangisme atau wajahisme lookismFaceism kini mulai menjadi persoalan serius dalam perburuan kecantikan dan selalu tampil menjadi yang tercantik. Tidak hanya di pentas dunia fashion, tapi juga dalam kehidupan sehari-hari. Lookism adalah teori yang menganggap bahwa bila lebih baik commit to user 27 tampilan anda maka akan lebih sukseslah anda dalam kehidupan. Dalam abad citra, citra mendominasi persepsi kita, pikiran kita, dan juga penilaian kita akan penampila wajah, kulit, atau tampang seseorang. Melliana 2006:47 menjelaskan penekanan masyarakat pada penampilan fisik perempuan sebagai salah satu sumber utama kualitas diri sebetulnya didasari oleh kontrol pada perempuan yang terletak pada kemampuan perempuan memenuhi mitos kecantikan. jika mereka berhasil memenuhi tuntutan tubuh ideal dengan menjadi langsing, mereka akan dianggap positive dan dianggap dapat menyesuaiakan peran. Kecantikan sangat dijunjung tinggi oleh semua orang, baik perempuan maupun pria di negara manapun. Hal ini terbukti dengan adanya kontes-kontes kecantikan yang diadakan di hampir setiap negara di dunia. Melliana 2006:5 bagi seorang perempuan, berwajah cantik dan bertubuh ramping bukanlah estetika yang sifatnya privat, melainkan keinginan perempuan untuk mendapatkan pengakuan sosial yang dituntut oleh masyarakat. Kontes kecantikan modern yang pertama, jauh berbeda dari mitologi Yunani mengenai penilaian atas Paris, yang dilakukan oleh Phineas T. Barnum di Amerika Serikat pada tahun 1854, dengan menjadikan masyarakat sebagai jurinya. Kontes “ Miss America ” dimulai pada tahun 1921, kemudian diikuti oleh ‘ Miss World ” pada tahun 1951, dan “ Miss Universe ” pada tahun 1952. Belum termasuk ribuan kompetisi local, di kota-kota, di universitas-universitas dan sebagainya. Dengan demikian mistik kecantikan semakin diinstitusionalisasikan di seluruh dunia, khususnya bagi perempuan Synott, 2003:140. commit to user 28

5. Tubuh Ideal

5.1 Bentuk Tubuh Ideal Dari Masa ke Masa

Dalam lukisan-lukisan klasik Abad pertengahan, sering kita jumpai figur- figur perempuan yang bertubuh subur dengan perut, lengan, serta wajah yang berdaging dan berisi. Sebelum awal abad ini, baentuk tubuh perempuan yang ideal adalah gemuk dan berlekuk-lekuk layaknya perempuan rumahan. Dari banyak gambaran yang didapat tentang perempuan, baik lukisan maupun foto, bisa ditangkap kesan bahwa bentuk tubuh perempuan yang ideal pada masa itu adalah yang mampu mewakili citra kesuburan. Tidak diketahui, sejak kapan bentuk tubuh perempuan yang gemuk ini menjadi sesosok yang ideal. Tetapi para ahli purbakala menemukan figur patung atau relief yang menggambarkan patung bertubuh gemuk dan subur. Mellina 2006:63-68 berakhirnya perang dunia kedua pada tahun 1950- an, memberikan dampak perubahan bagi kehidupan pada para kaum perempuan. Berakhirnya perang dunia membuat para pria yang semula ikut berperang, kembali ke rumah masing-masing, begitu juga dengan perempuannya. Dalam masa regresi tersebut perempuan disibukkan dengan urusan domestik, yaitu urusan rumah tangga. Pikiran mereka terasing di dalam rumah, sehingga pada tahun 1950-an, para perempuan cenderung kelebihan berat badan. Aktris Marilyn Monroe, yang mempunyai berat 67kg dengan tinggi 163cm yang juga mempunyai tubuh berisi dijadikan simbol seks dan dianut sebagai perempuan bertubuh ideal masa itu. Berbeda dengan masa 1950-an yang memuja tubuh subur, pada masa 1960-an mendadak tubuh kurus menjadi simbol kecantikan, ditunjang oleh rok commit to user 29 mini yang memperlihatkan sepasang tungkai panjang dan ceking. Media massa, terutama 1960-an, banyak memunculkan figur langsing, entah proses apa yang mengawali tubuh langsing ini Nampak di muka media. Di akhir tahun 1960-an, muncul model langsing bernama Twiggy yang mempunyai berat 49kg, dengan tinggi badan 170cm. Selain sebagai simbol kecantikan, bentuk tubuh Twiggy kerap disebut “ Inovasi British ”. Twiggy, membawa perubahan kebebasan pada perempuan dengan pembawaannya yang merdeka, professional, dan mandiri secara ekonomi yang tentu saja bertolak belakang terhadap penggambaran perempuan di Era sebelumnya bahwa perempuan adalah alat reproduksi. Bentuk tubuh kurus mencapai puncaknya pada tahun 1980-an, dimana para gadis mati-matian berdiet untuk memiliki tubuh kurus. Survey yang dilakukan oleh majalah Glamour terhadap 33.000 perempuan, menyebutkan bahwa 75 perempuan berusia 18-35 tahun selalu merasa dirinya kegemukan. Padahal hanya 25 yang secara medis benar-benar overweight . Tapi langsing di era ini berbeda dengan trend kurus kering di 1960-1970-an. Di era 1980-an, tubuh langsing tapi atletis, tidak berlemak, dan berpayudara kecil yang menjadi trend. Kemudian pada masa 1990-an, para perempuan bebas merenovasi fisiknya akibat adanya berbagai penemuan baru di bidang teknologi kosmetika yang mulai bermunculan dan memberikan “angin segar” bagi mereka yang merasa tubuhnya kurang sempurna. Pengelupasan kulit acid peels, sedot lemak liposuction, injeksi kolagen dan penanaman payudara breast implant adalah beberapa contoh keberhasilan teknologi komestika yang membuat tubuh perempuan berubah dari alamiah menjadi buatan. Akhirnya, bagaimanapun ke mana trend tersebut menuju, commit to user 30 selalu saja sangat sulit bagi para perempuan untuk menghindarinya. Selama isu- isu seputar kecantikan atau keindahan fisik beauty myth masih tetap hidup di tengah-tengah masyarakat, permujaan terhadap bentuk ideal semakin gencar. Padahal dengan begitu, perempuan malah mengingkari hak untuk dilihat dan dikagumi apa adanya Bahwa sungguh sebuah ironi ketika perempuan ingin mencapai standar tubuh ideal tentang tubuhnya, padahal sebenaranya standar itu selalu berubah dari zaman ke zaman. Oleh karena itu, penerimaan atau penolakan terhadap bentuk perempuan juga akan selalu berputar Melliana, 2006:69-73.

5.2 Citra Tubuh Perempuan

Menurut Honigman dan Castle dalam Melliana, 2006:81 citra tubuh adalah gambaran mental seseorang terhadap bentuk dan ukuran tubuhnya, bagaimana seseorang mempersepsi dan memberikan penilaian atas apa yang dia pikirkan dan rasakan terhadap ukuran dan bentuk tubuhnya, dan atas bagaimana kira-kira penilaian orang lain terhadap dirinya. Cara kita menilai tubuh kita diwakili oleh bagaimana cara kita memandang. Aspek aspek kognitif juga berpengaruh di dalamnya. Bentuk tubuh yang berbeda dari orang lain juga akan mempengaruhi cara pandang kita terhadap bentuk tubuh. Sebenarnya, apa yang dia pikirkan dan rasakan, belum tentu benar-benar merepresentasikan keadaan yang aktual, namun lebih merupakan hasil penilaian diri yang subyektif. commit to user 31 Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa citra raga adalah pemikiran atau konsep tentang fisik berupa penilaian diri yang subyektif, evaluasi terhadap diri berdasarkan bagaimana penilaian orang lain terhadap dirinya, dimana berfungsi sebagai bentuk kontrol sosial. Selain itu termasuk di dalamnya kesadaran individu dan bagaimana penerimaan terhadap physical self , yang kemudian akan mendatangkan perasaan senang atau tidak senang terhadap tubuhnya, sehingga mempengaruhi proses berfikir, perasaan, keinginan, nilai maupun perilakunya. Citra raga selalu berubah-ubah karena dikembangkan selama hidup melalui pola interaksi dengan orang lain. Menurut Melliana 2006:85-89 faktor-faktor yang mempengaruhi citra raga antara lain : a. Self Esteem . Citra tubuh mengacu pada gambaran seseorang tentang tubuhnya yang dibentuk dalam pikirannya, yang lebih banyak dipengaruhi oleh self esteem individu itu sendiri, dari pada penilaian orang lain tentang kemenarikan fisik yang sesungguhnya dimiliki, serta dipengaruhi pula oleh keyakinan dan sikapnya terhadap tubuh sebagaimana gambaran ideal dalam masyarakat. b. Perbandingan dengan orang lain. Citra tubuh ini secara umum dibentuk dari perbandingan yang dilakukan seseorang atas fisiknya sendiri dengan standar yang dikenal oleh lingkungan sosial dan budayanya. Salah satu penyebab kesenjangan antara citra tubuh ideal dengan kenyataan tubuh yang commit to user 32 nyata sering kali dipicu oleh media massa yang banyak menampilkan fitur dengan tubuh yang dinilai sempurna, sehingga terdapat kesenjangan dan menciptakan persepsi akan penghayatan tubuhnya yang tidak atau kurang ideal. Konsekuensinya adalah individu sulit menerima bentuk tubuhnya. c. Bersifat dinamis. Citra tubuh bukanlah konsep yang bersifat statis atau menetap seterusnya, melainkan mengalami perubahan terus menerus, sensitif terhadap perubahan suasana hati mood, lingkungan dan pengalaman fisik inidvidual dalam merespon suatu peristiwa kehidupan e. Proses pembelajaran. Citra tubuh merupakan hal yang dipelajari. Proses pembelajaran citra tubuh ini sering kali dibentuk lebih banyak oleh orang lain diluar individu sendiri, yaitu keluarga dan masyarakat, yang terjadi sejak dini ketika masih kanak-kanak dalam lingkungan keluarga, khususnya cara orang tua mendidik anak dan di antara kawan-kawan pergaulannya. Tetapi proses belajar dalam keluarga dan pergaulan ini sesungguhnya hanyalah mencerminkan apa yang dipelajari dan diharapkan secara budaya. Proses sosialisasi yang dimulai sejak usia dini, bahwa bentuk tubuh yang langsing dan proporsional adalah yang diharapkan lingkungan, akan membuat individu sejak dini mengalami ketidakpuasan apabila tubuhnya tidak sesuai dengan yang diharapkan oleh lingkungan, terutama orang tua. commit to user 33 Melliana mengungkapkan mengenai hubungan psikologis dan bentuk tubuh. Dimana tubuh menjadi salah satu faktor penentu kondisi psikologis seseorang. Bukan saja karena pengaruh faalinya yang langsung, melainkan juga secara tidak langsung melalui proses mental yang dilekatkan seseorang terhadap tubuhnya 2006:49-50.

5.3 Tubuh Langsing, Wajah yang Cantik, dan Fit

Tubuh telah menjadi objek besar dalam proses teoresasi beberapa tahun terakhir ini. Para feminist berpendapat bahwa dalam meneorikan tubuh, tindakan memiliki kaitan secara khusus terhadap perempuan, karena secara konvensional gender melekatkannya dengan tubuh Gamble, 2004:147. Tubuh yang diidealkan pada tahun 1990-an adalah tubuh muda kurus semampai yang terpersonifikasi dalam model Kate Moss. Pada penelitian yang dilakukan pada majalah Glamour pada tahun 1984 atas 33.000 perempuan yang mengungkapkan bahwa penurunan berat badan telah menjadi obsesi tertinggi, di atas obsesi untuk mencapai kesuksesan dalam cinta dan pekerjaan Gamble, 2004:149. Myra Macdonald 1995:198 mengungkapkan, ada dua faktor yang diabaikan dalam pembentukan tubuh yang ideal. Yang pertama adalah tubuh ramping ideal, membuat tubuh yang montok diacuhkan secara terbuka. Hal ini karena pengaruh pria yang lebih menyukai tubuh yang tidak terlalu kurus dan dengan ukuran dada yang proporsional yang sama dengan model yang ada pada media popular. Yang kedua adalah meskipun industry fashion mengingatkan pada commit to user 34 dominasi pria, dua perancang ternama memikirkan untuk mengenalkan pakaian yang dapat membuat perempuan nampak langsing. Sebuah keindahan ideal berdasarkan pada tipe tubuh anak remaja ditemukan dalam pemujaan terhadap kekurusan, kulit terang dan keanggunan mengudara dalam balet klasik. Tekanan untuk mendapatkan berat badan ringan dalam model-model fesyen telah melahirkan eating disorder yang tinggi di antara para model. Selain itu, tekanan ini juga menciptakan kecenderungan berbahaya terhadap gejala eating disorder di antara anak perempuan belasan tahun yang sekarang menganggap good looks penampilan menarik sebagai kehormatan moral, bukannya good works yang dianut pada era seabad silam. Gamble, 2004:149. Secara tidak sadar, media yang menggembar-gemborkan kecantikan fisik perempuan sama halnya dengan melakukan objektivikasi tubuh perempuan. Pada tahun 1940an banyak pemahat patung membuat patung perempuan telanjang. Dalam catatan Clark, salah satu pemahat patung perempuan telanjang, tubuh perempuan disusun dan disempurnakan ke dalam sebuah bentuk yang diidealkan, yang berfungsi sebagai simbol dari kecantikan perempuan yang dijadikan objek. Dalam wacana mengenai kesempurnaan ini, tidak ada indikasi kekuatan politik, ketidakteraturan atau individualitas yang mengganggu pandangan tersebut Gamble, 2004:151. Aristoteles berpendapat bahwa wajah lebih dari kecantikan. Aristoteles dalam Synnot 1993:147 berpendapat bahwa wajah adalah bagian tubuh yang secara khusus cocok dalam mengindikasikan karakter mental. commit to user 35 “Wajah jika terlihat tembem menunjukkan kemalasan, seperti anak sapi; jika kurus kering berarti menunjukkan kerajinan, dan jika tulang pipinya menonjol menunjukkan kepengecutan, analog dengan keledai dan rusa. Wajah yang kecil menunjukkan jiwa yang kerdil, seprti kucing dan kera; wajah yang besar berarti tidak bersemangat hidup, seperti keledai dan sapi. Maka dari itu wajah jangan besar atau kecil: ukuran sedanglah yang paling baik” Wajah juga menjadi penentu dasar bagi persepsi mengenai kecantikan atau kejelekan individu, dan semua persepsi ini secara tidak langsung membuka penghargaan diri dan kesempatan hidup kita. Wajah sungguh-sungguh menyimbolkan diri, dan menandai banyak hal dari bagian diri yang berbeda. Lebih daripada bagian tubuh lainnya, kita mengidentifikasikan wajah sebagai aku atau kamu Synnot, 1993:136. Synnot 1993:136 menambahkan mendalamnya dan meningkatnya makna social atas kecantikan pada umumnya, dan wajah pada khususnya, membuat peningkatan di bidang ekonomi. Di Amerika Serikat, kecantikan meningkat dari 40 pada tahun 1914 menjadi 18,5 Miliar pada tahun 1990. Kaczorowski Synnot, 1993:142 menunjukkan bahwa daya tarik fisik memiliki efek yang positif dan mendasar bagi keberhasilan social-ekonomi dan terkait erat dengan pendapatan dan prestise yang memiliki daya tarik, memiliki pendapatan yang tinggi dibandingkan dengan hanya 27 persen yang tidak menarik. Dalam bahasa ekonomi, penampilan yang baik memperoleh pendapatan rata-rata 75 lebih besar daripada mereka yang tidak menarik, dan yang tidak menarik atau jelek memperoleh 57 pendapatan mereka dari mereka yang commit to user 36 menarik. Sedangkan penampilan yang sedang-sedang saja bergerak disekitar angka-angka itu. Lola Young dalam Hollows 2000:181 berpendapat bahwa citra perempuan Eropa Kulit putih sebagai standar kecantikan merajalela: pelbagai citra tersebut adalah kutub yang berlawanan sekaligus juga bergantung pada citra feminitas dan seksualitas perempuan kulit hitam. Gagasan gaya feminis, entah mengutamakan gaya maskulin atau feminine, diperumit oleh ras dan juga seksualitas. Feminis kulit hitam mencoba menentang bagaimana praktik fesyen dan kecantikan menganggap bahwa kecantikan feminism disamakan dengan kecantikan feminine kulit putih. Bagi banyak perempuan kulit hitam, kecenderungan pada penampilan yang lebih ‘alamiah’ mungkin dimotivasi oleh politik gender, tapi sangat dipengaruhi oleh paksaan gerakan kekuasaan kulit hitam pada pendefinisian ulang ‘Kulit Hitam’ dan merayakan ‘Afrosentrisitas’. Menurut Aquarini 2003:89 Ketika gagasan bahwa kebudayaan adalah partikularistik, kebudayaan hanyalah particular ketika ia dibandingkan dengan apa yang dianggap universal. Karena itu, untuk menempatkan pemikiran itu ke dalam tulisan ini, mengatakan bahwa suatu tipe atau jenis tubuh tertentu lebih diterima dan diterima daripada tipe serta jenis tubuh yang lain berhubungan dengan konsep adanya tubuh yang dianggap universal, yang kemudian menjadi tolok ukur atas tubuh-tubuh lain, sedemikian sehingga tubuh lain itu dihirarkikan dan dibandingkan dengan tubuh “universal” itu. Dalam hal ini, tipe serta jenis tubuh tertentu yang dinormalisasikan menjadi tubuh yang disukai secara universal, yang commit to user 37 dalam hal ini membangun konstruksi identitas dari pemilik berbagai tipe dan jenis tubuh. Tubuh yang ditampilkan sebagai yang disukai dan dianggap ideal secara universal adalah kulit putih. Kulit tubuh putih dimaknai sebagai berbudaya dan sebagai kebudayaan, serta pada saat yang sama sebagai beradab dan peradaban itu sendiri. Dari sudut pandang ini, representasi ke-putih-an bukan saja menciptakan hasratkebutuhan untuk menjadi putih secara fisik, tetapi juga untuk menjadi beradab dan berbudaya. Universalitas tubuh kulit putih tidak begitu saja muncul dari atau dihasilkan oleh hasrat terhadap transformasi ragawialamiah, tetapi lebih penting dari itu, yakni muncul dari dan dihasilkan oleh hasrat terhadap transformasi budayacultural Prabasmoro, 2003:90 Meskipun para kritikus feminist tidak sependapat mengenai pentingnya praktik fesyen dan kecantikan, tapi mereka cenderung memilki ketertarikan yang sama pada cara praktik fesyen dan kecantikan menghasilkan identitas yang digenderkan. Tahun 90 an, hal yang lebih baru lagi, daya tarik yang berani girl power dipasangkan dengan kelaki-lakian dalam sebuah periode di mana anak perempuan harus bergaya seperti anak laki-laki sebagai wujud kemajuan, bukti adanya elemen-elemen vitalitas dan varietas idealisasi yang kokoh tentang tubuh kurus yang didukung oleh fesyen milyaran dollar, industry-industri kosmetik dan pelangsing Gamble, 2004:149. Bagi Elizabeth Wilson dalam Adorned in Dreams, fesyen terombang- ambing antara dua kutub antara ‘natural’ dan ‘tiruan’. ‘Naturalisme’ fesyen hippie commit to user 38 tahun 70-an dibentuk oleh ideology ‘otentisitas’. Adanya pendapat bahwa fesyen identik dengan objektivikasi berujung pada penolakan fesyen. Janet Radcliffe Richards berpendapat bahwa mencoba untuk mewujudkan seseorang dalam versi yang maksimal adalah upaya untuk menciptakan sebuah kesan keliru. Sedangkan Susan Bordo mendeskripsikan bahwa sifat ‘plastis’ tubuh itulah paradigm postmodern. Dalam ‘ Material Girl: the Effacements of Posmodern Culture’, ia mengutip majalah Fit: ‘Tantangan tersebut menampilkan diri untuk menyusun kembali pelbagai hal. Terserah kepada Anda bagaimana memahatnya. Analah pemahatnya, Proses pemahatan ini mungkin melibatkan kerja keras dalam sebuah klub kesehatan atau operasi plastik, sebuah fenomena yang berkembang dikalangan usia 35 tahunan. Dengan demikian, tubuh yang dianggap ideal pada tahun 90-an bercirikan kurus, kuat, androginik, dan sehat secara fisik; yang mencirikan ini dari nilai-nilai budaya Barat yang berupa otonomi, ketegaran, daya saing, kemudaan, control diri; sebuah maskulinisasi dari tubuh perempuan sesuai dengan tuntutan daya saing baru dalam dunia kerja Gamble, 2004:160. Kesehatan tubuh dan bagaimana tubuh dimunculkan dalam publik ikut mempengaruhi citra tubuh dalam masyarakat. Communicating the Modern Body: Fritz Kahn’s Popular Images of Human Physiology as an industrialized World. Cornelius Borck, McGill University mengungkapkan: “Three other branches of visualization strategy shaping the contemporary repertoire of visual formats should, at least briefly, be mentioned here; these lay outside of the public health sector, but relied hardly less on communicating the human, social, and political body. the first is the development of graphic language for visualizing collective such as the population or statistical bodies of data the second is the professionalization of industrial design and exhibitation-making at he Bauhaus; and the third, finally, is the hybridization of bodies and commit to user 39 machines in the new genre of photomontage by Dada artists like Raoul Hausman and Hannah Hoch.” Borck, 2007. Myra Macdonald 1995:203 menjelaskan bahwa ada hubungan yang kuat antara kecantikan dan kesehatan, untuk menciptakan bentuk feminin. Praktik- praktik olahraga seperti berenang dan fitnes juga dianggap sebagai perubahan yang positive, diamana harga diri dan kesehatan menjadi sorotan utama. Meskipun pada saat itu aerobik masih dianggap sebagai praktik glamour. Namun, ironisnya industry fesyen yang menangkap fenomena ini menjadikan praktik- praktik tersebut sebagai industry garmen. Akibatnya adalah perkembangan pakaian aerobic dan fitness. Macdonald 1995:2003 menambahkan bahwa remajapada tahun 80an menyambut baik adannya praktik fitness dan kesehatan. Mereka telah putus asa dengan cara berpuasa dan penggunaan korset untuk membentuk tubuh yang ideal. More Pada tahun 1990, meluncurkan fitur yang menjelaskan bentuk dan ukuran tubuh remaja. Namun pada saat yang sama fitur fitness bermunculan dengan mengusung pesan tubuh yang ideal dan kesehatan tubuh. Macdonald mengungkapkan bahwa perempuan sekarang berjanji untuk menjadi “superhealth” dalam benak mereka. Menurut Myra Macdonald 1995:204 latihan dan fitness adalah cara yang nyata untuk mewujudkan kepuasan terhadp diri sendiri, memanfaatkan nasehat atas diri sendiri. Namun banyak cerdik untuk menyamarkan kekurangan yang ada pada tubuh perempuan, dan hal itu dianggap wajar, karena itu merupakan bagian dari kondisi patologi dari sifat feminitas. commit to user 40 6. PEREMPUAN DALAM MEDIA PEREMPUAN 6.1 Bias Gender di media. Seandainya perempuan dipinggirkan dalam dunia sejarah, setidaknya masih ada media massa yang selalu mengamati perempuan dari masa ke massa. Tetapi ternyata, arus utama di media massa ternyata juga mengabaikan perempuan, khususnya tentang gerakan-gerakan perempuan dan feminisme Wolf, 1997:114. Menurut Nugroho 2008: ix gender adalah pembedaan peran perempuan dan laki-laki dimana yang membentuk adalah konstruksi sosial dan kebudayaan, jadi. Artinya gender merupakan suatu konstruksi sosial yang terbentuk dalam kehidupan sosial masyakat dipengaruhi oleh sifat biologi serta nilai-nilai sosial dalam masyarakat, sehingga sesungguhnya mampu berubah karena kehidupan sosial masyarakat pun mengalami dinamika perubahan sesuai perkembangan manusia itu sendiri. Naomi Wolf 1997:115 menyatakan pada tahun perempuan pun, tak banyak media yang menggubrisnya. Pemberitaan di majalah dan teve Amerika berhasil bersikap serupa ‘kura-kura dalam perahu’, menghindar begitu saja dari pentingnya suara politik perempuan. Tahun berganti tahun, dan media massa tersebut dipenuhi oleh pemberitaan yang berganti tiap harinya, namun pemberitaan adanya gerakan perempuan tersebut tidak tersentuh media massa manapun saat itu. Naomi Wolf 1997:116 mengisahkan keberadaan perempuan dalam massa itu sangat dimarjinalkan. Dari sekian banyak orang yang bekerja pada commit to user 41 media, baik itu media massa, televise dan radio, sangat terlihat kesempatan kerja yang diberikan perempuan pun sangat terbatas. Survey yang dilakukan pada BBC World Service pada tahun 1992 menyatakan bahwa 76 dari para produser siaran yang senior serta para manajer tingkat menengah di sana juga pria. Di dewan manajemennya, ada 9 pria dan 4 perempuan. Di bagian produser pelaksana, ada 7 lelaki dan 2 perempuan. Di antara lima penyunting cabang siaran, tak satu pun yang perempuan. Di luar itu, statistik utama Televisi Independen malah lebih parah lagi: dari 48 jabatan tertinggi, sejak posisi pengendali hingga ke sutradara tayangan, semuanya pria. Sebuah laporan bulan juni 1992 yang dibuat oleh para mahasiswi manajemen di Institut Politeknik London Tengah, menyatakan bahwa gaji perempuan di Industri media jauh lebih rendah dibandingkan dengan gaji pria. Dalam bukunya Naomi Wolf 1997:127 juga memaparkan tentang jurnal dan majalah majalah yang sangat sedikit yang menuliskan tentang perempuan. Para penerbit juga menutup pintu dari perempuan. Biarpun perempuan lebih banyak membaca dan lebih sering beli buku dibanding pria, hanya 20 persen dari jumlah buku yang beredar dipasaran yang ditulis oleh perempuan. Pada akhirnya diterbitkan juga majalah-majalah perempuan di masa itu. Namun majalah-majalah perempuan pun tidak mendapatkan rasa hormat yang layak mereka terima sebagai satu-satunya penyalur debat setengah mendasar tentang isu-isu perempuan secara berkala. Langka adanya majalah perempuan yang mempromosikan feminisme secara terang-terangan, yang berani melakukan hal itu, sering dipaksa membayar harga tinggi bagi permainan politik itu. Saat commit to user 42 majalah Honey meningkatkan jumlah artikel-artikel feminis serta menampilkan wajah-wajah para model yang hanya mengenakan riasan tipis atau tanpa tata rias sama sekali, redakturnya harus angkat kaki Wolf, 1997:137-138. Sebagian dari hal diatas adalah cerita lama, mskipun terkadang dalam beberapa kasus cerita lama tersebut dapat terulang kembali. Menurut Ade Armando dalam Ibrahim dan Suranto, 1988:159-160 dalam beberapa dekade terakhir ini telah berkembang pula penggambaran yang lebih menyimpang dari stereotip tersebut, sesuatu yang tentunya tak bisa dilepaskan dari gencarnya serangan feminis, kendati banyak kalangan feminis yang menganggap perubahan yang terjadi tak substansif, namun paling tidak kita telah menyaksikan film semacam Who’s the Boss yang menempatkan tokoh perempuan sebagai sang eksekutif dan tokoh pria sebagai sang pengurus rumah tangga.

6.2 Perempuan Pada Media

Dalam hal perempuan sebagai objek seksual, hampir tak ada yang berubah, bila bukan semakin dikokohkan. Rosalind Cowand misalnya menulis bagaimana foto fashion di majalah-majalah perempuan telah berubah dari penampilan model penuh senyum yang berusaha menyenangkan orang kepada model tanpa senyum, menantang untuk ditundukkan kesamaan dengan apa yang dilihatnya dalam pornografi. Kontroversi majalah Vanity Fair, keluaran April 1995 lalu juga bisa menjadi contoj menarik. VF saat itu muncul dengan edisi khusus tentang tokoh-tokoh Hollywood , antara lain dengan mengetengahkan deretan tokoh penting industri film tersebut baik pria maupun perempuan. Yang commit to user 43 jadi soal kaum perempuan yang ditampilkan dari aktris seksi Susan Lansing, bukan hanya kesuksesannya dalam dunia industri hiburan melainkan juga keseksiannya. Sepuluh diantaranya ditampilkan dengan megenakan pakaian ala pakaian dalam. Sang Edotot VF hanya berkomentar : “ It’s wonderful that women can have power and sexy glamours” . Seorang sutradara waniata lain, Nora Ephon, tersebut justru menyatakan bahwa apa yang ditampilkan tersebut justru mewakili kenyataan Hollywood Ibrahim dan Suranto, 1988:160. Kehadiran mitos keindahan ini membuka jalan bagi produk-produk penopang keindahan yang dipromosikan melalui praktik-praktik terkesan seksis dalam media. Seperti yang diungkapkan oleh Sanders Berikut: “Most students, and indeed most consumers of popular culture, have a loosely-defined understanding of sexism in the media. When asked to articulate that understanding, the common response runs the gamut from busty blondes in skimpy outfits who are always rescued by handsome male heroes to fat women with their heads in their ovens Underlying assumptions about the sources of media sexism, the mechanisms by which it is re-created and transmitted, the cultural context in which gender is constructed or even the contradict seldom questioned.” Sanders, 2007 Majalah-majalah khusus pria seperti majalah Playboy, FHM For Him Magazine, Men’s Health, Maxim, Penhouse, dan sederet nama majalah lain, yang seharusnya berisi tentang gaya hidup pria dewasa dan semua hal tentang pria. Namun entah apa yang terjadi, karena justru isi yang mendominasi dari majalah tersebut adalah tentang perempuan secara seksis. Gambar dan foto perempuan yang sangat vulgar memenuhi hampir disetiap halamannya. Artikel-artikel yang terkesan menyudutkan atau memuji perempuan sangat jelas mendominasi. commit to user 44 Perempuan dalam majalah pria dewasa adalah gambaran sebuah hasil fantasi pria tentang “perempuan sexy atau cantik”. Hal ini diungkapkan oleh Melliana 2006:138 bahwa mayoritas laki-laki memandang bagian tubuh yang seksi dari seorang perempuan hanya dan hampir selalu payudara dan vagina. Dengan demikian cara perempuan menyempurnakan penampilannya tidak terlepas dari penilaian lawan jenisnya tentang menarik secara seksual. Model-model perempuan adalah objek yang dikreasi untuk mencapai fantasi tersebut, sedangkan laki-laki adalah penciptanya. Seperti yang diungkapkan oleh Aquarini Priyatna Prabasmoro, bahwa secara fisik, perempuan menjadi memilih menjadi cantik atas dasar penilaian dari pasangannya. Kecenderungan ini membuat para perempuan berusaha menjadi cantik secara fisik untuk lebih dihargai oleh pasangannya 2003:20. Menurut Ashadi Siregar dalam Ibrahim dan Suranto, 1998:129. Mengapa harus ada media perempuan, sementara setiap media umum dan spesialitas lainnya sebenarnya relevan karena sesuai dengan kebutuhannya sebagai kelompok dengan posisi sosial yang khas? Dari semaraknya media spesialitas perempuan, apakah ini pencerminan, bahwa kaum perempuan membuat segresi terhadap kaum pria? Seolah-olah ada dikotomis media untuk pria dan untuk perempuan, menimbulkan tanda tanya jika dikaitkan dengan jurnalisme majalah perempuan Indonesia. commit to user 45

7. Teori Wacana

7.1 Pengertian Wacana

Banyak ahli telah mempelajari teori wacana lebih dulu dan menjelaskan definisi-definisi wacana. Fowler dalam Syamsuddin, 2008:1 menjelaskan bahwa wacana adalah komunikasi lisan atau tulisan yang dilihat dari titik pandang kepercayaan, nilai, dan kategori yang masuk di dalamnya. Kepercayaan yang dimaksud adalah tentang pandangan dunia, sebuah organisasi atau representasi dari pengalaman. Menurut Webster dalam Sobur, 2002:11 istilah wacana atau discourse dari bahasa latin discursus yang berarti lari kian kemari yang ditunjukkan “dari, dalam arah yang berbeda”, dan “ currere” lari. Wacana discourse dapat berarti : a. Komunikasi pikiran dengan kata–kata; ekspresi ide–ide atau gagasan- gagasan; konversi atau percakapan. b. Komunikasi secara umum, terutama sebagai suatu subjek studi atau pokok telaah. c. Risalat tulis; disetasi formal; kuliah; ceramah; khotbah. Berikut ini penjelasan tentang perbedaan definisi-definisi wacana dari berbagai ahli Eryanto, 2001:2

A. Collins Cancise English Dictionary, 1988 wacana adalah

1. Komunikasi verbal, ucapan, percakapan. 2. Sebuah perlakuan formal dari subjek dalam ucapan atau tulisan. 3. Sebuah unit teks yang digunakan oleh linguistik untuk menganalisis satuan lebih dari satu kalimat. commit to user 46

B. Longman Dictionary of the English Language, 1984, wacana adalah