Petani Pemilik Lahan Hubungan Patron Klien antara Petani Sawit Lahan Gambut dengan Buruh Tani di Desa Rokan Baru Kecamatan Pekaitan Kabupaten Rokan Hilir

terdifferensiasi ke dalam dua lapisan. Adapun lapisan-lapisan tersebut adalah sebagai berikut:

a. Petani Pemilik Lahan

Kepemilikan lahan di Desa Rokan Baru seluruhnya berbentuk kepemilikan tetap. Kepemilikan tetap tersebut telah berlangsung sejak sebelum terjadinya peralihan pemanfaatan lahan gambut dari tanaman padi ke tanaman kelapa sawit. Pemilik lahan yang dimaksud di sini adalahpara petani yang memiliki lahan pertanian di desa ini dengan kepemilikan tetap baik petani pemilik yang lahannya diusahakan sendiri dan atau petani pemilik yang lahannya diusahakan oleh orang lain. Petani pemilik lahan di desa ini terdiri dari petani pemilik yang berdomisili di Desa Rokan Baru dan petani pemilik yang berdomisili di luar Desa Rokan Baru. Seperti yang diutarakan Bapak Marno Kepala Desa Rokan Baru berikut ini: “Sekarang ini pemilik lahan sawit nggak hanya orang desa kita saja, dari luar desa kita juga banyak yang punya sawit di sini, misalnya orang-orang dari Bagan Batu, Balam, Rantau Perapat, Kota Pinang, Kisaran dan ada lagi daerah lain saya lupa dek”. Hal yang sama juga dikatakan oleh Bapak Ikhsan Sekretaris Desa Rokan Baru, yaitu sebagai berikut: “Lahan-lahan kelapa sawit di desa ini ada yang dimiliki oleh masyarakat Desa Rokan Baru, dan ada juga yang dimiliki oleh masyarakat yang bukan masyarakat Desa Rokan Baru. Masyarakat dari luar desa itu, ada yang dari Bagan Batu, Kota Pinang, AekKanopan, Balam, Ujung Tanjung, Lubuk Pakam dan kota-kota lainnya di Sumatera Utara dan Riau”. Dari hasil wawancara dengan Bapak Marno dan Bapak Ikhsan menunjukkan bahwa pemilik lahan dari luar Desa Rokan Baru merupakan penduduk yang berdomisili di kota-kota yang ada di Provinsi Sumatera Utara dan Provinsi Riau, Seperti Rantau Perapat, Kisaran, Lubuk Pakam, Kota Pinang, AekKanopan, Bagan Batu, Balam dan Ujung Tanjung. Pada dasarnya, pola penguasaan lahan tetap atau kepemilikan lahan tetap yang dimiliki oleh masyarakat Desa Rokan Baru maupun masyarakat dari luar Desa Rokan Baru ini di peroleh melalui tiga cara, yaitu sebagai berikut:

1. Lahan yang Diperoleh dari Program Transmigrasi

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa masyarakat transmigrasi dari Jawa lah yang pertama kali menghuni Desa Rokan Baru. Masyarakat transmigrasi ini secara resmi memperoleh 2 hektar lahan pertanian dan satu hektar perkarangan rumah dari pihak pemerintah di masa itu. Lahan ini awalnya diperuntukkan untuk tanaman padi, namun dikarenakan kurang menguntungkan, tanaman padi ini dialihkan menjadi tanaman kelapa sawit oleh masyarakat Desa Rokan Baru. Sebagian besar penduduk desa yang menguasai atau memiliki lahan di desa ini adalah keturunan atau anak-anak dari para masyarakat transmigrasi yang didatangkan dari Pulau Jawa, sedangkan selebihnya adalah masyarakat pendatang.

2. Lahan yang Diperoleh dari Membuka Hutan

Memperoleh lahan dengan cara membuka hutan adalah salah satu cara yang digunakan oleh para petani pendatang penduduk yang berasal dari luar Desa Rokan Baru untuk mendapatkan sumber daya agraria yang diperlukan sebagai tempat untuk menjalankan usaha pertanian. Umumnya, hutan-hutan yang dibuka oleh para petani pendatang ini berada di pinggiran Desa Rokan Baru.

3. Lahan yang Diperoleh dari Proses Transfer

Pola penguasaan lahan atau kepemilikan lahan yang terakhir adalah melalui proses transfer. Dalam proses transfer lahan ini, petani melakukannya melalui dua mekanisme, yaitu melalui transaksi jual- beli lahan kosong atau kebun, dan melalui mekanisme pewarisan dari orang tua kepada anak. Pada beberapa tahun belakangan, transfer sumberdaya agraria melalui mekanisme jual beli terus meningkat karena akhir-akhir ini semakin banyak kebutuhan petani yang hanya dapat mereka penuhi dengan cara menjual lahan maupun pindah ke daerah lain. Dari penjabaran di atas, tercermin bahwa sistem penguasaan lahan di Desa Rokan Baru adalah bercorak kepemilikan lahan perseorangan atau pribadi. Dengan sistem ini, pemilik bebas untuk melakukan pemindahan hak milik kepada petani lainnya baik itu melalui proses jual beli maupun warisan. Sistem ini ternyata berakibat pada adanya pola kepemilikan lahan pertanian yang sifatnya berpencar. Yang dimaksud dengan kepemilikan lahan pertanian yang sifatnya berpencar di sini ialah suatu usaha seorang petani yang memiliki beberapa bidang lahan pertanian yang letaknya berserak atau berada di beberapa lokasi di wilayah Desa Rokan Baru. Hal ini terlihat dalam hasil wawancara dengan BapakMarno Kepala Desa Rokan Baru berikut ini: “Rata-rata semua masyarakat di desa ini memiliki lahan pertanian sendiri, hanya saja ada yang 1 hektar, 2 hektar dan ada juga yang 5 hektar, bahkan lebih. Pokoknya paling sedikit 1 hektar lah yang dimiliki warga sini, dan itu belum termasuk perkarangan rumah. Tapi, kalau ada yang lebih dari dua hektar itu berarti letak ladangnya lebih dari satu tempat atau di satu tempat dengan cara membeli ladang dari beberapa orang. Desa ini kan awalnya desa transmigrasi, jadi tanah-tanah di sini sudah terpetak-petakkan”. Dari hasil wawancara tersebut terlihat bahwa seluruh masyarakat Desa Rokan Baru memiliki lahan pertanian, yang membedakannya hanya terletak pada besaran luas lahan yang dimiliki antar warga. Ada masyarakat desa yang hanya memiliki satu hektar, dua hektar dan bahkan lebih. Masyarakat yang memiliki lahan lebih dari dua hektar di desa ini adalah masyarakat yang memiliki lahan yang letaknya berpencar atau terletak di beberapa lokasi di kawasan Desa Rokan Baru, sebab, desa ini pada awalnya adalah desa transmigrasi yang semua lahan desanya telah dibagi-bagi oleh pemerintah sesuai dengan jumlah keluarga transmigran yang didatangkan.

b. Petani Pemilik Lahan Sekaligus Buruh Tani