diam tanpa seizinnya, dan dijual untuk keperluan pribadi adik iparnya tersebut. Ketika adik iparnya melakukan perbuatan curang tersebut, Bapak
Dayat kerap mengalami dilema, sebab informan mengatakan bahwa sangat sulit memecat atau menasehati orang yang yang punya ikatan keluarga
dengan kita. Bapak Dayat lebih memilih mendiamkan permasalahan tersebut dari pada menciptakan konflik dengan adik iparnya.
e. Batu Bara
Informan adalah seorang pria berusia 42 tahun. Istrinya bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil di salah satu Puskesmas di Lubuk Pakam. Informan
menyelesaikan pendidikannya sampai ke jenjang S1 Teknik Elektro Universitas Sumatera Utara pada tahun 2003. Saat ini bapak Batu Bara
memiliki pekerjaan sebagai wiraswasta dengan membuka usaha warnet dan kedai sampah di rumahnya yang berada di Lubuk Pakam. Informan
memiliki dua orang anak yang sekarang bersekolah di tingkat SD. Bapak informan mengakui bahwa penghasilan istri yang bekerja sebagai PNS
dirasakan cukup membantu. Dari penghasilan istrinya dan ditambah dengan penghasilan dirinya dari pekerjaan wiraswasta dan petani sawit dapat ia
tabung dan digunakan untuk membeli lahan kelapa sawit. Bapak Batu Bara mengatakan bahwa pada awalnya tahun 2008 ia
memiliki lahan kelapa sawit di Desa Rokan Baru hanya berjumlah 3 hektar. 3 hektar lagi ia beli pada tahun 2013. Pengelolaan lahan kelapa sawitnya ia
percayakan kepada adik iparnya yang tinggal di Desa Teluk Bano Kecamatan Bangko.
f. Saam
Informan adalah seorang pria berusia 51 tahun. Pendidikannya hanya sampai di tingkat SD Sekolah Dasar. Informan mempunyai seorang istri
dan empat orang anak. Dua orang anaknya telah bekerja sebagai tenaga honorer sedangkan dua orang lainnya sudah memiliki tanahladang sendiri.
Ia memiliki lahan kelapa sawit seluas 6 hektar, 2 hektar berada di Teluk Panji Kota Pinang dan 4 hektar lagi berada di Desa Rokan Baru.
Lahan kelapa sawit miliknya yang berada di Desa Rokan Baru ia percayakan pengelolaannya kepada Bapak Giso. Setiap sebulan atau dua
bulan sekali Bapak Saam datang mengontrol lahan kelapa sawitnya. Bapak Saam dan Bapak Giso tidak ada ikatan keluarga. Mereka saling kenal karena
di kenalkan oleh teman Bapak Saam yang juga memiliki ladang di Desa Rokan Baru.
2. Informan Kunci dari Kalangan Buruh Tani
a. Giso
Bapak Giso adalah seorang petani berusia 36 tahun yang juga ber- etnis Jawa. Bapak Giso telah menjadi petani kelapa sawit sejak 10 tahun
yang lalu, yaitu sejak ia menikah dan menetap di Desa Rokan Baru. Sebelum menetap di desa tersebut, Bapak Giso merupakan penduduk asal
Kota Kisaran. Menurutnya, menjadi petani merupakan satu-satunya pilihan pekerjaannya karena dia sangat menyadari betul akan keterbatasan
pendidikan yang dikenyamnya hanya sebatas tamatan sekolah menegah pertama SMP. Ia juga mengakui kalau Ia tidak banyak memiliki
keterampilan lain, oleh sebab itu Ia memutuskan untuk menjadi seorang petani sejak ia berkeluarga.
Sekarang ia memiliki seorang istri dan 4 empat orang anak yakni 2 dua orang anak laki-laki dan 2 dua orang anak perempuan.Pak Giso
hanya memiliki lahan kelapa sawit seluas 1 hektar. Lahan kelapa sawit itu ia peroleh dari hasil kerja kerasnya di masa lajang. Sebelum menikah Pak Giso
bekerja sebagai buruh bangunan di Kota Kisaran. Setelah menikah, uang hasil kerja bangunannya tersebut ia gunakan untuk membeli lahan kelapa
sawit 1 hektar di Desa Rokan Baru. Alasan beliau membeli lahan di desa ini dikarenakan harga lahan gambut di masa lalu masih sangat murah, yaitu
sebesar Rp. 5.000.000 per hektar. Setelah membeli lahan kelapa sawit gambut, Pak Giso beserta istri pindah ke desa ini.
Meskipun Pak Gisotelah memiliki kelapa sawit seluas 1 hektar, akan tetapi hasil dari lahan kelapa sawitnya tersebut tidaklah cukup memenuhi
kebutuhan keluarganya yang beraneka ragam. Untuk menutupi kebutuhan
yang kurang, Pak Giso bekerja menjadi buruh tani bagi petani-petani yang berasal dari luar Desa Rokan Baru. Saat ini ia menjadi buruh tani Bapak
Saam, yaitu seorang petani yang berasal dari Kota Pinang.
b. Ambik