Struktur Masyarakat Agraris Hubungan Patron Klien antara Petani Sawit Lahan Gambut dengan Buruh Tani di Desa Rokan Baru Kecamatan Pekaitan Kabupaten Rokan Hilir

dieksploitasi. Kedua, merupakan distribusi tidak wajar dari usaha dan hasilnya. Eksploitasi berbeda dengan resiprositas dalam hubungan patron klien. KemudianPopkin berpendapat bahwa di dalam masyarakat petani tradisional pun motivasi orang jauh lebih banyak terarah untuk mencapai keuntungan pribadi daripada untuk kepentingan kelompok. Hal ini mencerminkan seorang majikan petani pemilik kebun kelapa sawit akan mengambil keuntungan sebesar-besarnya dengan cara menekan biaya produksi upah seminimal mungkin terhadap buruh.

2.3. Struktur Masyarakat Agraris

Dalam proses produksi pertanian, apapun bentuk sistem produksinya,sumberdaya agraria akan tetap menjadi kekuatan produksi penting karena di atas sumberdaya agraria itulah kegiatan produksi dimulai dan kemudian dari sumber daya agraria tersebutlah petani hidup serta struktur sosial masyarakat petani terbentuk. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Sanderson dalam Wisadirana 2005, masyarakat agraris adalah masyarakat yang menyandarkan hidupnya pada pertanian, baik sebagai pemilik lahan maupun bukan pemilik lahan. Sumber daya agrarian atau lahan digunakan secara berkesinambungan. Oleh karena itu, gambaran struktur masyarakat agraris yang merujuk pada peta hubungan sosial di kalangan anggota masyarakat agraris akan bertumpu pada posisi para petani dalam penguasaan sumber daya agraria, baik dalam penguasaan tetap maupun penguasaan sementara. Kemudian diferensiasi struktur masyarakat agraris merujuk pada keberadaan kelompok-kelompok dalam masyarakat yang posisinya dalam penguasaan sumber daya agraria tidak sama Wisadirana, 2005:52. Berbasis pada pemikiran Sanderson di atas, sebuah penelitian yang dilakukan oleh Fadjar., dkk 2008 : 209 – 233 terhadap seluruh rumah tangga petani di empat komunitas petani menunjukkan bahwa struktur sosial komunitas petani terdiferensiasi dalam banyak lapisan. Sebagian dari lapisan-lapisan tersebut dibangun dengan status tunggal status dimaksud merupakan basis dasar pelapisan masyarakat, sedangkan sebagian lapisan-lapisan lainnya dibangun dengan status jamak atau kombinasi. Secara lebih rinci, berbagai lapisan masyarakat agraris yang muncul dalam dua komunitas petani di lokasi penelitian tersebut adalah: 1. Petani Pemilik. Petani pada lapisan ini menguasai sumberdaya agrariahanya melalui mekanisme pemilikan tetap baik petani pemilik yanglahannya diusahakan sendiri danatau petani pemilik yang lahannyadiusahakan orang lain, 2. Petani Pemilik + Penggarap. Petani pada lapisan ini menguasai sumber daya agraria tidak hanya melalui mekanisme pemilikan tetap tetapijuga melalui pemilikan sementara mengusahakan lahan milik petani lainmelalui sistem bagi hasil, sewa, atau gadai 3. Petani Pemilik + Penggarap + Buruh Tani. Petani pada lapisan ini selainmenguasai sumberdaya agraria melalui pemilikan tetap dan pemilikansementara juga menjadi buruh tani 4. Petani Pemilik + Buruh Tani. Petani pada lapisan ini menguasaisumberdaya agraria melalui pola pemilikan tetap. Selain itu, untukmenambah penghasilan keluarganya, mereka juga menjalankan perananseorang buruh tani. 5. Petani Penggarap. Para petani pada lapisan ini menguasai sumber daya agraria hanya melalui pola pemilikan sementara dengan cara mengusahakan lahan milik petani lain, umumnya melalui sistem bagi hasil. 6. Petani Penggarap + Buruh Tani. Petani pada lapisan ini menguasai sumber daya agraria melalui mekanisme pemilikan sementara. Selain itu,untuk menambah penghasilan keluarga, mereka juga menjalankan peranan buruh tani. 7. Buruh tani. Para petani pada lapisan ini benar-benar tidak menguasai sumber daya agrarian, sehingga dapat dikategorikan sebagai bukan pemilik lahan mutlak. Namun, mereka masih memperoleh manfaat sumber daya agrarian dengan cara buruh tani. Dari hasil observasi sementara yang dilakukan oleh peneliti, struktur masyarakat pertanian di Desa Rokan Baru menunjukkan bahwa terdapat lapisan sosial yang terdiri dari lapisan atas petani pemilik, lapisan bawah petani pemilik sekaligus buruh tani. Baik itu para petani lapisan atas maupun para petani lapisan bawah di desa ini sebagian besar memiliki kebun kelapa sawit. hanya saja orang yang disebut sebagai petani lapisan atas di desa ini adalah petani yang memiliki atau menggarap lahan kelapa sawit yang luas. Sedangkan petani kelas bawah petani sekaligus buruh tani adalah petani yang memiliki atau menggarap lahan kelapa sawit yang sedikit dan dikarenakan kebun kelapa sawit yang dimilikinya kurang luas untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, danatau adanya permintaan dari petani dari luar desakota yang biasanya masih ada ikatan persaudaraan atau persahabatan dengannya untuk mengelola kebun miliknya, membuat petani yang pada awalnya berstatus sebagai petani pemilik menjadi buruh tani juga. Di desa ini terdapat tiga kelompok buruh tani yaitu buruh tani tetap terikat dengan petani pemilik dan tidak bebas atau tidak dapat bekerja di lahan pertanian siapa saja, buruh tani langganan buruh petani yang dipakai secara tetap apabila petani pemilik membutuhkannya untuk mengolah lahannya namun tidak terikat dan dapat bekerja di tempat lain, dan buruh tani bebas tidak terikat dengan petani pemilik dan bebas bekerja di lahan pertaniaan siapa saja. Hasil kajian Kusyrono dalam Susilowati 2005:10 menyatakan bahwa buruh tetap bekerja pada seorang pemilik lahan untuk berbagai macam kegiatan baik kegiatan pertanian maupun non pertanian. Penggunaan buruh tani tetap bagi pemilik lahan adalah kepastian untuk memperoleh tenaga kerja. Penggunaan buruh tani langganan mengandung tujuan yang sama dengan penggunaan buruh tani tetap. Penggunaan buruh tani langganan memperlihatkan peningkatan sistem upah harian, mingguan atau upah bulanan. BAB III METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian