Gambaran Pola Konsumsi Pangan Keluarga Peserta Program Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan di Kelurahan Mabar Hilir Kecamatan Medan Deli Tahun 2014

(1)

GAMBARAN POLA KONSUMSI PANGAN KELUARGA PESERTA PROGRAM PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI

PANGAN DI KELURAHAN MABAR HILIR KECAMATAN MEDAN DELI

TAHUN 2014

SKRIPSI

OLEH :

TITIN HERLINA 101000408

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(2)

GAMBARAN POLA KONSUMSI PANGAN KELUARGA PESERTA PROGRAM PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI

PANGAN DI KELURAHAN MABAR HILIR KECAMATAN MEDAN DELI

TAHUN 2014

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh :

TITIN HERLINA NIM: 101000408

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(3)

(4)

ii

Konsumsi Pangan (P2KP) yang belum memenuhi komposisi ideal yang dianjurkan ditandai dengan skor Pola Pangan Harapan (PPH) yang rendah yaitu 77, berada dibawah target yang ditetapkan pemerintah. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui gambaran pola konsumsi pangan keluarga peserta Program P2KP di Kelurahan Mabar Hilir Kecamatan Medan Deli Tahun 2014.

Penelitian ini bersifat deskriptif dengan desain penelitian cross sectional. Populasi adalah keluaga yang menjadi peserta program P2KP dengan jumlah sebanyak 30 keluarga dan seluruhnya dijadikan sampel (total sampling). Jenis data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer meliputi karakteristik keluarga, jenis, frekuensi, dan jumlah konsumsi pangan keluarga Data primer dikumpulkan melalui wawancara dengan menggunakan formulir karakteristik keluarga, formulir food frequency, dan formulir food recall. Data sekunder mengenai keadaan umum wilayah diperoleh dari kantor kelurahan Mabar Hilir sedangkan data tentang Program P2KP diperoleh dari Badan Ketahanan Pangan Kota Medan.

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa konsumsi energi berada dalam kategori sedang (50%), dan konsumsi protein berada dalam kategori kurang (43,33%). Umumnya keluarga mengkonsumsi makan dengan frekuensi 3 kali sehari. Keragaman pangan yang dikonsumsi keluarga berdasarkan kelompok pangan yang dikonsumsi berada dalam kategori tinggi (90,00%).

Perlu dilakukan pembinaan berkelanjutan untuk semua anggota kelompok P2KP tentang penerapan konsumsi pangan yang beragam serta keluarga kelompok P2KP lebih memaksimalkan penggunaan lahan pekarangan dalam memenuhi kebutuhan bahan makanan serta mengkonsumsi makanan dengan jumlah yang sesuai kebutuhan


(5)

iii

Acceleration program which do not meet the recommended ideal composition characterized by a score of Desirable Dietary Pattern were low at 77, is below the target set by the government. The purpose of this research was to know describe the family food consumption patterns of the participants Food Consumption Diversification Acceleration program, in Mabar Hilir sub district, Medan Deli district, 2014.

This research was a descriptive study by cross sectional research design. The population were families of Food Consumption Diversification Acceleration Program for 30 families and then to be total sampling.Type data was using primary data and secondary data. Primary data (characteristic family, and pattern of food consumption family) was collected by food frequency, food recall and characteristic family form. Secondary data were about the location of this study has obtained from village office of Mabar Hilir while about Food Consumption Diversification Acceleration program has obtained from Food Security Agency, Medan.

The results showed that the consumption of energy in medium category (50,00%), and consumption of protein in lower category (43,33%).The diversification of food consumption status of families are in the high category (90,00%) and medium category (10,00%).

There needs to be an construction continuity for all members of the group Food Consumption Diversification Acceleration on the application of diverse food consumption. And family groups Food Consumption Diversification Acceleration to optimize their courtyards as a source of household food and consume foods with adequate amounts.

Keywords: food consumption, food diversification, group of Food Consumption Diversification Acceleration


(6)

iii

Nama : Titin Herlina

Tempat/Tanggal Lahir : Aurduri, 02 Februari 1989

Agama : Islam

Status Perkawinan : Belum Kawin

Jumlah Bersaudara : 7 (Tujuh)

Nama Ayah : Nasmar

Nama Ibu : Maidarwati

Alamat Rumah : Jl. Pasar I, Gg Pribadi 2, Medan

Alamat Orang Tua : Desa Aurduri Kecamatan Kuantan Mudik Kabupaten Kuantan Singingi Riau

Riwayat Pendidikan

Tahun 1995 – 2001 : SD Negeri 028 Bukit Kauman Tahun 2001 – 2004 : SMP Negeri 2 Kuantan Mudik Tahun 2004 – 2007 : SMA Negeri 1 Kuantan Mudik

Tahun 2007 – 2010 : Akademi Kebidanan Kholisatur Rahmi Binjai Tahun 2010 - 2015 : Fakultas Kesehatan Masyarakat USU


(7)

iv

ridho-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi dengan judul “Gambaran Pola Konsumsi Pangan Keluarga Peserta Program Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan di Kelurahan Mabar Hilir Kecamatan Medan Deli Tahun 2014”. Skripsi ini adalah salah satu syarat yang ditetapkan untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Skripsi ini penulis persembahkan untuk kedua orang tua tercinta ayahanda Nasmar dan ibunda Maidarwati yang tiada henti memberikan do’a, kasih sayang, serta selalu memberikan bimbingan, arahan, dukungan moril maupun materil kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih karena selalu jadi pendengar yang paling baik, paling sabar dan paling manis.

Selanjutnya tidak lupa penulis juga mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. Albiner Siagian, M.Si selaku Ketua Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat FKM USU, dosen pembimbing II dan dosen penguji I yang telah banyak meluangkan waktu dan pikiran dalam memberikan bimbingan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

3. Ibu Fitri Ardiani, SKM, M.Kes selaku dosen pembimbing I dan ketua penguji yang telah banyak meluangkan waktu, pikiran dan kesabaran untuk memberikan bimbingan yang sangat menginspirasi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.


(8)

v

5. Ibu Dra. Jumirah, Apt, M.Kes selakudosen penguji III yang telah banyak memberikan saran dan arahan yang membangun dalam penulisan skripsi ini. 6. Ibu Umi Salmah, SKM, M.Kes selaku dosen pembimbing akademik penulis. 7. Seluruh dosen dan pegawai administrasi di lingkungan FKM USU khususnya

dosen Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat FKM USU dan Bapak Marihot Samosir S.T yang telah sabar memberi masukan serta membantu penulis dalam segala urusan administrasi.

8. Pihak Badan Ketahanan Pangan yang telah memberikan izin serta data yang dibutuhkan dalam penelitian ini

9. Kepala Kelurahan Mabar Hilir yang telah memberikan izin serta data yang dibutuhkan dalam penelitian ini.

10.Pendamping dan Ketua Program P2KP Kelurahan Mabar Hilir Kecamatan Medan Deli yang telah membantu saya dalam pengambilan data yang dibutuhkan dalam penelitian ini

Selanjutnya secara khusus penulis juga mengucapkan terima kasih yang tulus kepada :

1. Uni Desmarita dan Marni Asnita, Uda Adlinas, Abang Imbang Putra dan adikku tersayang Ayu Gusrini Putri yang selalu memberikan doa dan dukungan yang tiada henti untuk penulis.

2. Sahabatku Faradilla, Maulida Br Batubara dan Hikmah Nurmaralita yang selalu sedia memberikan bantuan.


(9)

vi

Maka dari itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, April 2015 Penulis


(10)

viii

ABSTRAK ……… ii

RIWAYAT HIDUP PENULIS ………. iv

KATA PENGANTAR ………. v

DAFTAR ISI……… viii

DAFTAR TABEL ………... x

DAFTAR GAMBAR………... xii

DAFTAR LAMPIRAN………... xiii

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ……… 1

1.2. Rumusan Masalah ………... 4

1.3. Tujuan Penelitian ……… 5

1.4. Manfaat Penelitian ……….. 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pola Konsumsi Pangan ……… 6

2.2 Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Pola Konsumsi Pangan………….. 6

2.3. Pola Pangan Harapan ……….. 9

2.4 Angka Kecukupan Gizi ………... 13

2.5. Penganekaragaman Pangan ………. 14

2.6. Program Percepatan Penganekaragaman Pangan ……… 15

2.6.1 Ruang Lingkup Kegiatan P2KP………... 16

2.6.2 Tujuan Program Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan ….. 20

2.6.3 Kerangka Teori ……… 22

2.6.4 Kerangka Konsep ……… 24

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ………... 25

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ………. 25

3.2.1 Lokasi Penelitian ………. 25

3.2.2 Waktu Penelitian ……… 25

3.3 Populasi Dan Sampel ... 25

3.3.1 Populasi ……….. 25

3.3.2 Sampel ……… 25

3.4 Metode Pengumpulan Data ………. 26

3.4.1 Data Primer ... 26

3.4.2 Data Sekunder ... 26

3.5 Defenisi Operasional ..………. 26

3.6. Instrumen Penelitian ... 27


(11)

ix BAB IV HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ………. 31

4.2. Karakteristik Keluarga ……… 32

4.3 Pola Konsumsi Pangan Keluarga ……… 34

4.4 Tingkat Konsumsi Energi dan Protein ……… 38

4.5 Tingkat Keragaman Konsumsi Pangan ……….. 39

4.6 Tingkat Kecukupan Energi Keluarga berdasarkan Karakteristik Keluarga ………. 40

4.7 Tingkat Kecukupan Protein Keluarga berdasarkan Karakteristik Keluarga ……….. 42

4.8 Tingkat Keragamanan Konsumsi Pangan berdasarkan Karakteristik Keluarga………... 45

4.9 Tingkat Keragaman Konsumsi Pangan berdasarkan Tingkat Kecukupan Energi dan Protein Keluarga………. 47

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Pola konsumsi pangan keluarga ……….. 49

5.2 Tingkat Kecukupan Energi dan Protein ……….. 54

5.3 Tingkat Keragaman Pangan Keluarga ……… 55

5.4 Tingkat Kecukupan Energi dan Protein Keluarga berdasarkan Karakteristik Keluarga ……… 55

5.5 Tingkat Keragamanan Pangan berdasarkan Karakteristik Keluarga ….. 56

5.6 Tingkat Keragaman Pangan berdasarkan Tingkat Kecukupan Energi dan Protein Keluarga ………... 57

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ……….. 59

6.2. Saran……… 60

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(12)

x

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Keluarga Menurut Karakteristik Keluarga di Kelurahan Mabar Hilir kecamatan Medan Deli Tahun 2014 ………. 33 Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Konsumsi Pangan Keluarga Berdasarkan Jenis

Pangan Padi-padian di Kelurahan Mabar Hilir Kecamatan Medan

Deli Tahun 2014 ………. 34

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Konsumsi Pangan Keluarga Berdasarkan Jenis Pangan Umbi-umbian di Kelurahan Mabar Hilir Kecamatan Medan

Deli Tahun 2014 ………. 34

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Konsumsi Pangan Keluarga Berdasarkan Jenis Pangan Hewani di Kelurahan Mabar Hilir Kecamatan Medan Deli

Tahun 2014 ………. 35

Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Konsumsi Pangan Keluarga Berdasarkan Jenis Pangan Minyak dan Lemak di Kelurahan Mabar Hilir Kecamatan

Medan Deli Tahun 2014 ………. 35

Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Konsumsi Pangan Keluarga Berdasarkan Jenis Pangan Buah/ Biji-bijian di Kelurahan Mabar Hilir Kecamatan

Medan Deli Tahun 2014 ………. 36

Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Konsumsi Pangan Keluarga Berdasarkan Jenis Pangan Kacang - Kacangan di Kelurahan Mabar Hilir Kecamatan

Medan Deli Tahun 2014 ………. 36

Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Konsumsi Pangan Keluarga Berdasarkan Jenis Pangan Gula di Kelurahan Mabar Hilir Kecamatan Medan Deli

Tahun 2014 ………. 37

Tabel 4.9 Distribusi Frekuensi Konsumsi Pangan Keluarga Berdasarkan Jenis Pangan Sayur dan Buah di Kelurahan Mabar Hilir Kecamatan

Medan Deli Tahun 2014 ………. 37

Tabel 4.10 Distribusi Frekuensi Konsumsi Pangan Keluarga Berdasarkan Jenis Pangan Lain- lain di Kelurahan Mabar Hilir Kecamatan Medan


(13)

xi

Tabel 4.12 Distribusi Tingkat Kecukupan Protein di Kelurahan Mabar Hilir Kecamatan Medan Deli Tahun 2014 ……….. 39 Tabel 4.13 Distribusi Tingkat Keragaman Pangan di Kelurahan Mabar Hilir

Kecamatan Medan Deli Tahun 2014………... 39 Tabel 4.14 Tabulasi Silang Tingkat Kecukupan Energi Berdasarkan Pekerjaan

Kepala Keluarga……….. 40

Tabel 4.15 Tabulasi Silang Tingkat Kecukupan Energi Berdasarkan Jumlah

Anggota Keluarga ……….. 41

Tabel 4.16 Tabulasi Silang Tingkat Kecukupan Energi Berdasarkan

Pendidikan Kepala Keluarga ………. 42

Tabel 4.17 Tabulasi Silang Tingkat Kecukupan Energi Berdasarkan Pekerjaan

Kepala Keluarga ………. 43

Tabel 4.18 Tabulasi Silang Tingkat Kecukupan Protein Berdasarkan Jumlah

Anggota Keluarga ……….. 44

Tabel 4.19 Tabulasi Silang Tingkat Kecukupan Protein Berdasarkan

Pendidikan Kepala Keluarga ……….. 44

Tabel 4.20 Tabulasi Silang Tingkat Keragaman Pangan Berdasarkan Pekerjaan

Kepala Keluarga ………. 45

Tabel 4.21 Tabulasi Silang Tingkat Keragaman Pangan Berdasarkan Jumlah

Anggota Keluarga ……….. 46

Tabel 4.22 Tabulasi Silang Tingkat Keragaman Pangan Berdasarkan

Pendidikan Kepala Keluarga ……….. 47

Tabel 4.23 Tabulasi Silang Tingkat Keragaman Pangan Berdasarkan Tingkat

Kecukupan Energi ……….. 47

Tabel 4.24 Tabulasi Silang Tingkat Keragaman Pangan Berdasarkan Tingkat


(14)

xii


(15)

xiii

Lampiran 2 Master Data Lampiran 3 Output Data

Lampiran 4 Surat Permohonan Izin Penelitian dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Lampiran 5 Surat Keterangan Telah Selesai Penelitian dari Kelurahan Mabar Hilir Lampiran 6 Gambar Penelitian


(16)

ii

Konsumsi Pangan (P2KP) yang belum memenuhi komposisi ideal yang dianjurkan ditandai dengan skor Pola Pangan Harapan (PPH) yang rendah yaitu 77, berada dibawah target yang ditetapkan pemerintah. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui gambaran pola konsumsi pangan keluarga peserta Program P2KP di Kelurahan Mabar Hilir Kecamatan Medan Deli Tahun 2014.

Penelitian ini bersifat deskriptif dengan desain penelitian cross sectional. Populasi adalah keluaga yang menjadi peserta program P2KP dengan jumlah sebanyak 30 keluarga dan seluruhnya dijadikan sampel (total sampling). Jenis data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer meliputi karakteristik keluarga, jenis, frekuensi, dan jumlah konsumsi pangan keluarga Data primer dikumpulkan melalui wawancara dengan menggunakan formulir karakteristik keluarga, formulir food frequency, dan formulir food recall. Data sekunder mengenai keadaan umum wilayah diperoleh dari kantor kelurahan Mabar Hilir sedangkan data tentang Program P2KP diperoleh dari Badan Ketahanan Pangan Kota Medan.

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa konsumsi energi berada dalam kategori sedang (50%), dan konsumsi protein berada dalam kategori kurang (43,33%). Umumnya keluarga mengkonsumsi makan dengan frekuensi 3 kali sehari. Keragaman pangan yang dikonsumsi keluarga berdasarkan kelompok pangan yang dikonsumsi berada dalam kategori tinggi (90,00%).

Perlu dilakukan pembinaan berkelanjutan untuk semua anggota kelompok P2KP tentang penerapan konsumsi pangan yang beragam serta keluarga kelompok P2KP lebih memaksimalkan penggunaan lahan pekarangan dalam memenuhi kebutuhan bahan makanan serta mengkonsumsi makanan dengan jumlah yang sesuai kebutuhan


(17)

iii

Acceleration program which do not meet the recommended ideal composition characterized by a score of Desirable Dietary Pattern were low at 77, is below the target set by the government. The purpose of this research was to know describe the family food consumption patterns of the participants Food Consumption Diversification Acceleration program, in Mabar Hilir sub district, Medan Deli district, 2014.

This research was a descriptive study by cross sectional research design. The population were families of Food Consumption Diversification Acceleration Program for 30 families and then to be total sampling.Type data was using primary data and secondary data. Primary data (characteristic family, and pattern of food consumption family) was collected by food frequency, food recall and characteristic family form. Secondary data were about the location of this study has obtained from village office of Mabar Hilir while about Food Consumption Diversification Acceleration program has obtained from Food Security Agency, Medan.

The results showed that the consumption of energy in medium category (50,00%), and consumption of protein in lower category (43,33%).The diversification of food consumption status of families are in the high category (90,00%) and medium category (10,00%).

There needs to be an construction continuity for all members of the group Food Consumption Diversification Acceleration on the application of diverse food consumption. And family groups Food Consumption Diversification Acceleration to optimize their courtyards as a source of household food and consume foods with adequate amounts.

Keywords: food consumption, food diversification, group of Food Consumption Diversification Acceleration


(18)

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Kegiatan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP) merupakan implementasi dari Rencana Strategis Kementerian Pertanian yaitu Empat Sukses Pertanian, yang salah satunya ialah mengenai Peningkatan Diversifikasi Pangan. Kegiatan P2KP merupakan salah satu kontrak kerja antara Menteri Pertanian dengan Presiden Republik Indonesia pada tahun 2009-2014, yang bertujuan untuk meningkatkan keanekaragaman pangan sesuai dengan karakteristik wilayah. Kontrak kerja ini merupakan tindak lanjut dari Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2009 tentang Kebijakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal, yang ditindaklanjuti oleh Peraturan Menteri Pertanian Nomor 43/Permentan/OT.140/10/2009 tentang Gerakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal. Peraturan tersebut kini menjadi acuan untuk mendorong upaya penganekaragaman konsumsi pangan dengan cepat melalui basis kearifan lokal serta kerja sama terintegerasi antara Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat. Di tingkat provinsi, kebijakan tersebut telah ditindaklanjuti melalui surat edaran atau Peraturan Gubernur (Pergub), dan di tingkat kabupaten/kota ditindaklanjuti dengan Surat Edaran atau Peraturan Bupati/Walikota (Perbup/Perwalikota) (Badan Ketahanan Pangan, 2014).

Sebagai bentuk keberlanjutan program P2KP berbasis sumber daya lokal Tahun 2010, pada tahun 2014 program P2KP diimplementasikan melalui kegiatan: (1) Optimalisasi pemanfaatan pekarangan melalui konsep Kawasan Rumah Pangan


(19)

Lestari (KRPL), (2) Model Pengembangan Pangan Pokok Lokal (MP3L), serta (3) Sosialisasi dan Promosi P2KP. Melalui 3 (tiga) kegiatan besar ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas konsumsi pangan masyarakat untuk membentuk pola konsumsi pangan yang baik. Sesuai dengan tujuan kegiatan program P2KP untuk memfasilitasi dan mendorong terwujudnya pola konsumsi pangan masyarakat yang beragam, bergizi, seimbang dan aman yang diindikasikan dengan meningkatnya skor Pola Pangan Harapan (PPH).

Berdasarkan Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) tahun 2011 dan triwulan I tahun 2012, selama tahun 2011-2012 terjadi penurunan kuantitas konsumsi energi sebesar 99 kkal/kapita/hari (dari 1952 kkal/kapita/hari menjadi 1853 kkal/kapita/hari). Penurunan konsumsi energi selama tahun 2011-2012 menyebabkan penurunan PPH sebesar 1,9 poin (dari 77,3 menjadi 75,4). Hal ini disebabkan masih rendahnya konsumsi pangan hewani, sayur dan buah. Situasi seperti ini terjadi karena pola konsumsi pangan masyarakat yang kurang beragam, bergizi seimbang serta diikuti dengan semakin meningkatnya konsumsi terhadap produk impor, antara lain gandum dan terigu. Sementara itu, konsumsi bahan pangan lainnya dinilai masih belum memenuhi komposisi ideal yang dianjurkan, seperti pada kelompok umbi-umbian, pangan hewani, sayuran dan aneka buah (Badan Ketahanan Pangan, 2014).

Pada tahun 2013 Program P2KP di Kota Medan dilaksanakan di 18 Kelurahan

dengan kegiatan utama yaitu “Optimalisasi pemanfaatan pekarangan melalui konsep

KRPL “, dan tahun yang sama telah dilakukan evaluasi pelaksanaan program ini di Kota Medan terhadap 6 kelompok P2KP di Kelurahan Mabar Hilir, Rengas Pulau, Tembung, Sei Putih Barat, Titi Rantai dan Ladang Bambu, dan hasilnya


(20)

menunjukkan bahwa Skor PPH kelompok P2KP di Kelurahan Mabar Hilir adalah yang paling rendah yaitu 77. Skor PPH tersebut belum mencapai target yang ditetapkan pemerintah yaitu 95 pada tahun 2014 dan beberapa konsumsi bahan pangan dinilai masih belum memenuhi komposisi ideal yang dianjurkan, seperti kelompok umbi-umbian, minyak/lemak, buah/biji berminyak, kacang-kacangan, gula, sayur/buah masih berada dibawah skor ideal.

Berdasarkan survei awal yang dilakukan di kelompok P2KP Kelurahan Mabar Hilir, ditemukan bahwa pekarangan dimanfaatkan untuk menanam tanaman yang terdiri dari umbi-umbian (singkong), sayur-sayuran (sawi, bayam, daun katuk, kangkung, cabe), buah-buahan (pepaya, pisang) dan bumbu-bumbuan (lengkuas, kunyit, jahe, daun serai) serta dimanfaatkan untuk memelihara ternak sebagai sumber pangan hewani (ikan lele). Namun, jenis pangan yang ditanam serta ternak yang dipelihara belum terlalu beragam, hal ini diindikasikan menjadi salah satu faktor penyebab dari rendahnya skor PPH di kelompok tersebut.

Pola konsumsi pangan yang seimbang adalah konsumsi pangan yang dapat menyediakan zat tenaga, zat pembangun dan zat pengatur dalam jumlah yang cukup sesuai dengan umur, jenis kelamin dan aktifitas fisik, yang terdiri dari pangan yang beragam. Keragaman konsumsi pangan sangat penting, hal ini karena tidak ada satu jenis panganpun yang mengandung zat gizi secara lengkap baik jenis maupun jumlah. Dengan mengonsumsi pangan yang beragam, maka kekurangan zat gizi dalam satu jenis akan dilengkapi oleh zat gizi dari jenis pangan lainnya. Adanya prinsip saling melengkapi antar berbagai pangan tersebut akan menjamin terpenuhinya mutu gizi seimbang dalam jumlah cukup.


(21)

Keragaman konsumsi pangan mempunyai pengaruh yang besar terhadap kualitas zat-zat gizi dalam pangan. Hal ini dapat diketahui bahwa pilihan yang luas dari kelompok pangan yang berbeda menunjukkan jaminan perlindungan terhadap zat-zat gizi esensial.

Rendahnya skor PPH yang diakibatkan ketidakseimbangan konsumsi pangan, dalam jangka panjang akan berdampak pada status gizi maupun kualitas sumber daya manusia. Berbagai data menunjukkan bahwa kekurangan gizi pada anak-anak sebagai akibat rendahnya konsumsi pangan akan berdampak terhadap pertumbuhan fisik, mental dan intelektual. Sebagai ilustrasi kekurangan energi protein yang diakibatkan kekurangan makanan bergizi dan infeksi berdampak pada kehilangan 5-10 IQ poin (UNICEF, 1997). Fakta di atas mengindikasikan bahwa keanekaragaman konsumsi pangan sebagai upaya meningkatkan status gizi harus terus dilaksanakan guna menciptakan sumber daya manusia yang lebih berkualitas dan berdaya saing.

Berdasarkan hal tersebut, penulis tertarik untuk mengetahui sejauh mana perubahan pola konsumsi pangan peserta program P2KP dan pencapaiannya dalam keanekaragaman pangan keluarga dengan melakukan penelitian tentang “Gambaran Pola Konsumsi Pangan Keluarga Peserta Program Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan di Kelurahan Mabar Hilir Kecamatan Medan Deli Tahun 2014 “.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana gambaran pola konsumsi pangan keluarga peserta program Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan di Kelurahan Mabar Hilir Kecamatan Medan Deli Tahun 2014.


(22)

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran pola konsumsi pangan keluarga peserta program P2KP di Kelurahan Mabar Hilir Kecamatan Medan Deli Tahun 2014.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui pola konsumsi pangan keluarga peserta program P2KP di Kelurahan Mabar Hilir Kecamatan Medan Deli Tahun 2014. 2. Untuk mengetahui tingkat kecukupan energi dan protein keluarga peserta

Program P2KP di Kelurahan Mabar Hilir Kecamatan Medan Deli Tahun 2014.

3. Untuk mengetahui tingkat keragaman konsumsi pangan keluarga peserta Program P2KP di Kelurahan Mabar Hilir Kecamatan Medan Deli Tahun 2014.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan masukan dan informasi untuk meningkatkan pola konsumsi pangan keluarga peserta program P2KP di Kelurahan Mabar Hilir Kecamatan Medan Deli Tahun 2014

2. Sebagai bahan masukan bagi Badan Ketahanan Pangan dalam meningkatkan kualitas penyelenggaraan program P2KP kota Medan.


(23)

6 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pola Konsumsi Pangan

Pola konsumsi pangan adalah susunan jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu (Baliwati, dkk, 2010). Pola konsumsi pangan berfungsi untuk mengarahkan agar pola pemanfaatan pangan secara nasional dapat memenuhi kaidah mutu, keanekaragaman, kandungan gizi, keamanan dan kehalalan, di samping juga untuk efisiensi makan dalam mencegah pemborosan. Pola konsumsi pangan juga mengarahkan agar pemanfaatan pangan dalam tubuh (utility food) dapat optimal, dengan peningkatan atas kesadaran pentingnya pola konsumsi yang beragam, dengan gizi seimbang mencakup energi, protein, vitamin dan mineral serta aman (Badan Ketahanan Pangan, 2012).

Pola makan yang baik mengandung makanan pokok, lauk-pauk, buah-buahan dan sayur-sayuran serta dimakan dalam jumlah cukup sesuai dengan kebutuhan. Pola makan yang baik dan jenis hidangan yang beraneka ragam dapat menjamin terpenuhinya kecukupan sumber tenaga, zat pembangun dan zat pengatur bagi kebutuhan gizi seseorang, sehingga status gizi seseorang akan lebih baik dan memperkuat daya tahan tubuh terhadap serangan penyakit (Baliwati, dkk, 2010).

2.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pola Konsumsi Pangan

Pola konsumsi pangan dibentuk oleh beberapa faktor yang mempengaruhinya. Secara umum adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pola konsumsi pangan tersebut adalah :


(24)

1. Jumlah anggota keluarga

Jumlah anggota keluarga dapat mempengaruhi jumlah dan pembagian ragam pangan yang dikonsumsi dalam keluarga. Semakin banyak anggota keluarga, maka makanan untuk setiap orang akan berkurang terutama pada keluarga dengan ekonomi lemah (Suhardjo, dkk,1986).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Fransiska (2013) tentang analisis diversifikasi konsumsi pangan beras dan pangan non beras, dijumpai bahwa jumlah anggota rumah tangga berpengaruh nyata dan positif terhadap konsumsi pangan rumah tangga.

Hal ini juga didukung dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Bangun (2013) menunjukkan bahwa jumlah anggota keluarga berpengaruh nyata dengan tingkat konsumsi beras dimana semakin banyak anggota keluarga semakin banyak beras yang dikonsumsi.

2. Pendidikan

Menurut Husaini (1989) dalam penelitian Ampera dkk perilaku konsumsi pangan seseorang atau keluarga dipengaruhi oleh tingkat pendidikan atau pengetahuan tentang pangan itu sendiri, dalam satu keluarga biasanya ibu yang bertanggung jawab terhadap makanan keluarga. Karena pengetahuan gizi bertujuan untuk mengubah perilaku konsumsi masyarakat kearah konsumsi pangan yang sehat dan bergizi.

Penelitian yang dilakukan oleh Mapandin (2005) dalam tesisnya yang berjudul hubungan faktor-faktor sosial budaya dengan konsumsi makanan pokok rumah tangga pada masyarakat di kecamatan Wamena, kabupaten


(25)

Jayawijaya didapatkan bahwa kontribusi energi makanan pokok dengan kategori pada rumah tangga dengan ibu rumah tangga berpendidikan dasar jauh lebih besar dibandingkan pada rumah tangga dengan ibu rumah tangga berpendidikan lanjut.

3. Budaya

Kebudayaan juga menentukan kapan seseorang boleh atau tidak boleh memakan suatu makanan (tabu), walaupun tidak semua tabu rasional, bahkan banyak jenis tabu yang tidak masuk akal. Oleh karena itu kebudayaan mempengaruhi seseorang dalam konsumsi pangan yang menyangkut

pemilihan jenis pangan, serta persiapan serta penyajiannya (Siregar, 2009)

.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Mapandin (2005) ditemukan bahwa faktor budaya juga sangat berperan dalam konsumsi makanan pokok rumah tangga beragam. Semakin kuat faktor budaya yang dianut, semakin sedikit jenis makanan pokok yang dikonsumsi.

4. Lingkungan

Faktor lingkungan cukup besar pengaruhnya terhadap pembentukan perilaku makan. Lingkungan yang dimaksud dapat berupa lingkungan keluarga, sekolah, serta adanya promosi melalui media elektronik maupun cetak (Handayani, 2012).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sebayang (2012) tentang gambaran pola konsumsi makanan mahasiswa di Universitas Indonesia dijumpai bahwa 90,6% responden memiliki pengaruh yang kuat dari teman sebaya dalam hal


(26)

konsumsi makanan dan sisanya memiliki pengaruh yang lemah terhadap pola konsumsi.

5. Peraturan/program pemerintah

Adanya dukungan baik berupa peraturan ataupun program pemerintah dapat menyebabkan kepatuhan peserta program (Nahampun, 2009), sehingga akan membantu masyarakat atau peserta dari program tersebut untuk memperbaiki pola konsumsinya menjadi lebih baik.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sihotang (2008) diketahui bahwa semakin keluarga sadar gizi maka status gizi balita baik. Terlihat dari persentase status gizi balita dimana pada keluarga yang telah melaksanakan indikator sadar gizi, balita dengan status gizi baik adalah 100%. Sementara keluarga yang tidak sadar gizi masih ditemukan status gizi kurang dan status gizi buruk.

2.3 Pola Pangan Harapan

Penilaian keberhasilan upaya percepatan penganekaragaman pola konsumsi pangan memerlukan suatu parameter. Parameter yang digunakan adalah PPH. Pola Pangan Harapan adalah susunan beragam pangan atau kelompok pangan yang didasarkan atas sumbangan energinya, baik secara absolut maupun relatif terhadap total energi baik dalam hal ketersediaan maupun konsumsi pangan sehingga mampu mencukupi kebutuhan konsumsi pangan penduduk sekaligus mempertimbangkan keseimbangan gizi yang didukung dengan citarasa, daya cerna, daya terima masyarakat, kuantitas dan kemampuan daya beli masyarakat (Baliwati,dkk, 2010).


(27)

Pola Pangan Harapan mencerminkan susunan konsumsi pangan anjuran untuk hidup sehat, aktif dan produktif. Dengan pendekatan PPH dapat dinilai mutu pangan berdasarkan skor pangan dari sembilan bahan pangan. Ketersediaan pangan sepanjang waktu, dalam jumlah yang cukup dan hanya terjangkau sangat menentukan tingkat konsumsi pangan di tingkat rumah tangga. Selanjutnya pola konsumsi pangan rumah tangga akan berpengaruh pada komposisi konsumsi pangan (Depkes RI, 2010).

Tiap negara mempunyai potensi dan sosial budaya yang berbeda-beda. Bagi Indonesia menurut hasil Workshop on Food and Agriculture Planning for Nutritional Adequacy di Jakarta tanggal 11-13 Oktober 1989 direkomendasikan sebagai berikut: kelompok padi-padian sekitar 50%, makanan berpati sekitar 5%, pangan hewani sekitar 15-20%, minyak dan lemak lebih dari 10%, kacang-kacangan sekitar 5%, gula 6-7%, buah dan sayur 5% (FAO-MOA, 1989). Menurut Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WKNPG) VII tahun 2004, susunan PPH nasional yang telah disepakati terdapat pada Table 2.1 dengan target pencapaian energi sebesar 2000 kkal/kapita/hari.


(28)

Tabel 2.1. Pola Konsumsi Pangan Beragam, Bergizi dan Berimbang Nasional

No Kelompok Pangan

Pola Pangan Harapan Nasional

Porsi (gram)

Konsumsi Energi

(kkal)

% AKE Bobot Skor Mutu (PPH) 1 Padi-padian 275 1,000 50,0 0,5 25,0 2 Umbi-umbian 100 120 6,0 0,5 3, 0 3 Pangan hewani 150 240 12,0 2,0 24,0 4 Minyak dan

lemak

20 200 10,0 0,5 5,0 5 Biji berminyak 10 60 3,0 0,5 1,5 6 Kacang-kacangan 35 100 5,0 2,0 10,0

7 Gula 30 100 5,0 0,5 2,5

8 Sayur dan buah 250 120 6,0 5,0 30,0

9 lain-lain 60 3,0 0,0 0,0

Jumlah 2,000 100,0 100,0

Sumber: Pusat Penganekaragaman Konsumsi Dan Keamanan Pangan, 2013

Pada konsep PPH, setiap kelompok pangan dalam bentuk energi mempunyai pembobot yang berbeda tergantung dari peranan pangan dari masing-masing kelompok terhadap pertumbuhan dan perkembangan manusia. Sebagai contoh, pembobot pada kelompok padi-padian, umbi-umbian dan gula hanya 0,5 karena pangan tersebut hanya sebagai sumber energi untuk pertumbuhan manusia. Sebaliknya pangan hewani dan kacang-kacangan sebagai sumber protein yang berfungsi sebagai pertumbuhan dan perkembangan manusia mempunyai pembobot 2 dan sayur/buah sebagai sumber vitamin dan mineral, serat, dan lain-lain mempunyai pembobot 5. Dengan mengkalikan proporsi energi dengan masing-masing pembobotnya, maka dalam konsep PPH akan diperoleh skor sebesar 100. Dalam arti diversifikasi konsumsi pangan sesuai konsep PPH harus mempunyai skor 100 (Ariani, 2005).


(29)

Penilaian untuk keberhasilan penganekaragaman (diversifikasi) konsumsi pangan berdasarkan skor mutu PPH yang dicapai dibagi dalam 3 (tiga) kategori sebagai berikut (Suhardjo dalam Sembiring (2002)) :

a. Segitiga perunggu

Skor mutu pangan kurang dari 78, dengan ciri-ciri antara lain :

- Energi dari padi-padian dan umbi-umbian masih tinggi diatas norma PPH - Energi dari pangan hewani, sayur dan buah serta kacang-kacangan masih

rendah dibawah norma PPH

- Energi dari minyak dan gula relatif sudah memenuhi norma PPH b. Segitiga Perak

Skor mutu pangan 78-87, dengan ciri-ciri antara lain :

- Energi dari padi-padian dan umbi-umbian makin menurun, namun masih diatas norma PPH

- Energi dari pangan hewani, sayur dan buah serta kacang-kacangan masih rendah masing- masing antara 8-12% dan 4-5%

- Energi dari minyak, kacang-kacangan dan gula relatif sudah memenuhi norma PPH

c. Segitiga Emas

Skor mutu pangan 88 keatas dengan ciri-ciri antara lain :

- Energi dari padi-padian sedikit diatas norma PPH atau relatif sama

- Energi dari pangan hewani diatas 12% atau relatif sama dengan norma PPH


(30)

Penelitian yang dilakukan oleh Rosida tentang pola konsumsi pangan keluarga dan pola pangan harapan (PPH) di Desa Kampong Jeumpa Kecamatan Glumpang Tiga Kabupaten Pidie ditemukan bahwa rata-rata konsumsi energi penduduk Desa Kampong Jeumpa sebesar 2045 kalori lebih tinggi dari kecukupan energi yaitu 2000 kalori. Komposisi pangan yang dikonsumsi belum berimbang antar kelompok pangan dan gizi, dimana konsumsi padi-padian dan pangan hewani cukup tinggi sebesar 67,2% dan 15,5% sedangkan, kelompok pangan lain sangat rendah dibanding PPH Nasional yang telah ditetapkan. Komposisi pangan yang tidak seimbang tersebut menyebabkan skor mutu PPH menjadi rendah yaitu 68,2. Hal ini mengindikasikan bahwa sekalipun kecukupan energi terpenuhi tidak menjamin skor mutu PPH menjadi lebih baik.

2.4 Angka Kecukupan Gizi

Angka kecukupan gizi yang dianjurkan (AKG) adalah banyaknya masing- masing zat essensial yang harus dipenuhi dari makanan mencakup hampir semua orang sehat untuk mencegah defisiensi zat gizi. Angka kecukupan gizi rata-rata yang dianjurkan pada masing-masing orang per hari bervariasi tergantung pada umur, jenis kelamin, dan keadaan fisiologis individu tersebut (Almatsier, 2005).

Tubuh manusia membutuhkan aneka ragam makanan untuk memenuhi kebutuhan zat gizi tersebut. Kekurangan atau kelebihan zat gizi tersebut akan menyebabkan kelainan atau penyakit bagi tubuh. Oleh karena itu, perlu diterapkan kebiasaan mengkonsumsi makanan yang seimbang sejak usia dini dengan jumlah yang sesuai untuk mencukupi kebutuhan masing-masing individu, sehingga tercapai kondisi kesehatan yang prima (Sebayang, 2012).


(31)

2.5 Penganekaragaman Pangan

Penganekaragaman pangan adalah upaya peningkatan ketersediaan dan konsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang, dan berbasis pada potensi sumber daya lokal (UU RI No 18 Tahun 2012 Tentang Pangan). Penganekaragaman konsumsi pangan selama ini sering diartikan terlalu sederhana, berupa penganekaragaman konsumsi pangan pokok, terutama pangan non beras. Penganekaragaman konsumsi pangan seharusnya mengonsumsi aneka ragam pangan dari berbagai kelompok pangan, baik pangan pokok, lauk pauk, sayuran maupun buah dalam jumlah yang cukup. Tujuan utama penganekaragaman konsumsi pangan adalah untuk meningkatkan mutu gizi konsumsi dan mengurangi ketergantungan konsumsi pangan pada salah satu jenis atau kelompok pangan (Baliwati, dkk, 2010).

Menurut Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi 2011-2015, penganekaragaman pangan atau diversifikasi pangan adalah upaya peningkatan konsumsi aneka ragam pangan dengan prinsip gizi seimbang. Pola makan yang bermutu gizi seimbang mensyaratkan perlunya diversifikasi pangan dalam menu sehari-hari. Pangan yang beranekaragam sangat penting karena tidak ada satu jenis panganpun yang dapat menyediakan gizi bagi seseorang secara lengkap. Melalui konsumsi pangan yang beranekaragam maka kekurangan zat gizi dari satu jenis pangan akan dilengkapi oleh gizi dari pangan yang lain. Kecuali Air Susu Ibu (ASI) untuk bayi baru lahir sampai berusia enam bulan. Hal ini disebabkan karena ASI dapat mencukupi kebutuhan untuk tumbuh dan berkembang dengan optimal, serta sesuai dengan kondisi fisiologis pencernaan dan fungsi lainnya dalam tubuh bayi.


(32)

Pada sisi lain, kesadaran akan pentingnya konsumsi pangan beranekaragam menyebabkan ketergantungan terhadap satu jenis pangan dapat dicegah sehingga akan memantapkan ketahanan pangan rumah tangga (Khomsan, 2012). Semakin banyak jenis pangan yang dikonsumsi, semakin kuat ketahanan pangan (Khaeron, 2012).

Penganekaragaman pangan atau diversifikasi pangan terbagi menjadi 3 (tiga) golongan yaitu (Cahyani, 2008) :

1. Diversifikasi horizontal merupakan upaya penganekaragaman produk yang dihasilkan (dari sisi penawaran) dan produk yang dikonsumsi (dari sisi permintaan) pada tingkat individu, rumah tangga maupun perusahaan. Secara prinsip diversifikasi horizontal adalah pengekaragaman antar komoditas. 2. Diversifikasi vertikal merupakan upaya pengembangan produk pangan pokok

menjadi produk baru untuk keverluan pada tingkat konsumsi. Secara prinsip diversifikasi pangan vertikal adalah upaya pengembangan produk setelah panen didalamnya termasuk kegiatan pengolahan hasil dan limbah pertanian. Diversifikasi vertikal ini dimaksudkan untuk meningkatkan nilai tambah dari komoditas pangan agar lebih berdaya guna bagi kebutuhan manusia.

3. Diversifikasi regional merupakan diversifikasi antara wilayah dan sosial budaya yaitu upaya penganekaragaman pangan yang dikonsumsi berdasarkan potensi pangan lokal.

2.6 Program Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan

Pelaksanaan kegiatan P2KP merupakan implementasi dari Rencana Strategis Kementerian Pertanian yaitu Empat Sukses Pertanian. Salah satu dari Empat Sukses


(33)

tersebut adalah Peningkatan Diversifikasi Pangan, yang merupakan salah satu kontrak kerja antara Menteri Pertanian dengan Presiden Republik Indonesia pada tahun 2009-2014. Tujuannya adalah untuk meningkatkan keanekaragaman pangan sesuai dengan karakteristik wilayah. Kontrak kerja ini merupakan tindak lanjut dari Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2009 tentang Kebijakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal, yang ditindaklanjuti oleh Peraturan Menteri Pertanian Nomor 43/Permentan/OT.140/10/2009 tentang Gerakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal. Peraturan tersebut kini menjadi acuan untuk mendorong upaya penganekaragaman konsumsi pangan dengan cepat melalui basis kearifan lokal serta kerja sama terintegerasi antara pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat. Di tingkat provinsi, kebijakan tersebut telah ditindaklanjuti melalui surat edaran atau Peraturan Gubernur (Pergub), dan di tingkat kabupaten/kota ditindaklanjuti dengan surat edaran atau Peraturan Bupati/Walikota (Perbup/Perwalikota) (Badan Ketahanan Pangan, 2014).

2.6.1 Ruang Lingkup Kegiatan P2KP

1. Optimalisasi Pemanfaatan Pekarangan melalui Konsep KRPL

Optimalisasi pemanfaatan pekarangan merupakan upaya pemberdayaan wanita dalam mengoptimalkan pekarangan sebagai sumber pangan. Upaya ini dilakukan dengan membudidayakan berbagai jenis tanaman sesuai kebutuhan keluarga seperti aneka sayuran, buah serta budidaya ternak dan ikan sebagai tambahan untuk ketersediaan sumber karbohidrat, vitamin, mineral dan protein bagi keluarga di kawasan perumahan/warga yang berdekatan. Dengan demikian akan terbentuk sebuah kawasan yang kaya akan sumber pangan. Pendekatan


(34)

pengembangan ini dilakukan dengan mengembangkan pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture), antara lain dengan membangun kebun bibit dan mengutamakan sumber daya lokal disertai dengan pemanfaatan pengetahuan lokal (local wisdom),sehingga kelestarian alampun tetap terjaga. Implementasi kegiatan ini disebut Kawasan Rumah Pangan Lestari (Badan Ketahanan Pangan, 2014).

Kelompok sasaran kegiatan optimalisasi pemanfaatan pekarangan adalah kelompok wanita yang beranggotakan minimal 30 rumah tangga yang berdomisili berdekatan dalam satu desa sehingga membentuk kawasan. Setiap anggota wajib memanfaatkan pekarangan dengan menanam tanaman sumber pangan (sayur, buah, umbi) ataupun memelihara ternak dan ikan. Tujuannya adalah mencukupi ketersediaan pangan dan gizi di tingkat rumah tangga. Hasil dari usaha pekarangan ini diutamakan untuk dikonsumsi oleh rumah tangga bersangkutan dan apabila berlebih dapat dibagikan/disumbangkan kepada anggota kelompok atau secara bersama-sama dijual oleh kelompok (Badan Ketahanan Pangan, 2014).

Adapun kriteria-kriteria yang harus dipenuhi oleh calon kelompok ini yaitu : a. Kelompok wanita yang beranggotakan minimal 30 rumah tangga yang

berdomisili berdekatan dalam satu kawasan, sehingga dapat membentuk kawasan pekarangan dengan konsep KRPL.

b. Bukan kelompok penerima bansos lainnya ditahun berjalan. c. Memiliki struktur organisasi yang jelas dan diketahui kepala desa.

d. Mampu menyediakan lahan untuk kebun bibit (bukan menyewa lahan) dan memeliharanya untuk kepentingan anggota kelompok dan masyarakat desa lainnya (surat pernyataan).


(35)

e. Mampu mengelola keuangan kelompok dan melaksanakan kegiatan secara berkesinambungan (surat pernyataan).

f. Khusus untuk daerah yang sulit memenuhi jumlah anggotanya dapat mengambil anggota kelompok dari desa terdekat dan nama desa yang ditetapkan sebagai penerima manfaat adalah desa dengan jumlah anggota rumah tangga terbanyak.

Kelompok wanita pelaksana optimalisasi pemanfaatan pekarangan dengan konsep KRPL ini diberikan dana bantuan sebesar Rp. 47.000.000,- (empat puluh tujuh juta rupiah) yang dimanfaatkan untuk pengembangan pekarangan anggota dan demplot, kebun bibit, pengembangan kebun sekolah, serta pengembangan menu B2SA dari hasil pekarangan. Apabila kelompok tidak dapat memanfaatkan bantuan sosial ini maka pemberi bantuan berhak mencabut seluruh dana tersebut secara sepihak.

Rincian kegiatan yang dilaksanakan oleh kelompok ini adalah :

1. Melaksanakan sosialisasi optimalisasi pemanfaatan pekarangan oleh penyuluh pendamping kepada kelompok penerima manfaat melalui metode Sekolah Lapangan (SL).

2. Melaksanakan pengembangan demplot pekarangan sebagai Laboratorium Lapangan (LL) sekaligus sebagai pekarangan percontohan.

3. Mengembangkan kebun bibit kelompok yang diarahkan untuk menjadi cikal bakal kebun bibit desa


(36)

4. Mengembangkan pekarangan milik anggota kelompok penerima manfaat sesuai hasil musyawarah anggota sesuai dengan potensi wilayah maupun kebutuhan anggota.

5. Setiap desa P2KP harus membina satu sekolah untuk mengembangkan kebun sekolah dengan tanaman sayuran, buah-buahan dan umbi-umbian. 6. Tanaman yang dibudidayakan adalah sayur, buah maupun umbi-umbian

dengan memperhatikan sistem rotasi tanaman. 7. Membudidayakan unggas atau ternak kecil.

8. Mengenalkan beberapa organism pengganggu tanaman.

9. Melakukan pertemuan kelompok secara periodik minimal satu kali sebulan.

10.Melakukan penyuluhan tentang pangan yang beragam, bergizi seimbang dan aman untuk hidup sehat, aktif dan produktif.

11.Demonstrasi penyiapan pangan dan penyiapan menu makanan yang beragam, bergizi, seimbang dan aman.

2. Model Pengembangan Pangan Pokok Lokal (MP3L).

Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk mengembangkan pangan lokal sumber karbohidrat selain beras dan terigu yang secara khusus dipersiapkan untuk mendukung pelaksanaan program pangan bersubsidi bagi keluarga berpendapatan rendah. Kegiatan ini dilaksanakan melalui kerja sama dengan perguruan tinggi dan berbagai instansi terkait yang bertujuan untuk (Badan Ketahanan Pangan, 2014):

a. Mengembangkan beras/nasi “non beras” sumber karbohidrat yang dapat


(37)

b. Mengembalikan kesadaran masyarakat untuk kembali pada pola konsumsi pangan pokok asalnya melalui penyediaan bahan pangan non-beras/non-terigu dari sumber pangan lokal;

c. Perbaikan mutu konsumsi pangan masyarakat melalui penurunan konsumsi beras dan peningkatan konsumsi pangan pokok selain beras yang diimbangi dengan konsumsi pangan hewani serta sayur dan buah.

3. Sosialisasi dan Promosi P2KP

Kegiatan Sosialisasi dan Promosi P2KP dimaksudkan untuk memasyarakatkan dan membudayakan pola konsumsi pangan B2SA kepada masyarakat melalui upaya-upaya penyebarluasan informasi, penyadaran sikap dan perilaku serta ajakan untuk memanfaatkan pangan lokal sebagai sumber gizi keluarga demi terciptanya pola hidup yang sehat, aktif dan produktif (Badan Ketahanan Pangan, 2014)

2.6.2 Tujuan Program Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan

Secara umum tujuan program P2KP adalah untuk memfasilitasi dan mendorong terwujudnya pola konsumsi pangan masyarakat yang B2SA yang diindikasikan dengan meningkatnya skor PPH (Badan Ketahanan Pangan, 2014).

Adapun tujuan khusus program P2KP adalah untuk (Badan Ketahanan Pangan, 2014):

a. Meningkatkan kesadaran, peran, dan partisipasi masyarakat dalam mewujudkan pola konsumsi pangan yang Beragam, Bergizi Seimbang dan Aman (B2SA) serta mengurangi ketergantungan terhadap bahan pangan pokok beras;


(38)

b. Meningkatkan partisipasi kelompok wanita dalam penyediaan sumber pangan dan gizi keluarga melalui optimalisasi pemanfaatan pekarangan sebagai penghasil sumber karbohidrat, protein, vitamin dan mineral untuk konsumsi keluarga; dan

c. Mendorong pengembangan usaha pengolahan pangan skala Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) sumber karbohidrat selain beras dan terigu yang berbasis sumber daya dan kearifan lokal.


(39)

2.7 Kerangka Teori

Gambar 2.1 Kerangka Teori Lawrence Green (1980)

Sebagaimana kita ketahui bahwa pola makan adalah perilaku yang ditempuh seseorang dalam memilih, menggunakan bahan makanan dalam konsumsi pangan setiap hari meliputi jenis makanan, jumlah makanan dan frekuensi makanan yang berdasarkan pada faktor-faktor sosial, budaya dimana mereka hidup. Perilaku sangat

Faktor Predisposisi (Predisposing factors) : Jumlah anggota

keluarga Pendidikan

Faktor Pendukung (Enabling Factors) : Lingkungan

Perilaku (Pola Konsumsi)

Faktor pendorong (Reinforcing Factors) : Undang-Undang Peraturan pemerintah Program Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan


(40)

mempengaruhi seseorang dalam bertingkah laku. Menurut Green dalam Notoadmodjo (2005), perilaku dipengaruhi oleh 3 (tiga) faktor utama yaitu :

1. Faktor Predisposisi (predisposing factors), yaitu : Faktor-faktor yang dapat mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku pada diri seseorang atau masyarakat, seperti : umur, pengetahuan, pengalaman, pendidikan, sikap, keyakinan, jumlah anggota keluarga dan lain sebagainya.

2. Faktor Pendukung (enabling factors), yaitu : faktor yang mendukung timbulnya perilaku seperti lingkungan fisik, dana dan sumber daya yang ada di masyarakat. 3. Faktor Pendorong (reinforcing factors), yaitu : faktor yang memperkuat atau

mendorong seseorang untuk berperilaku. Kadang-kadang sekalipun seseorang tahu dan mampu untuk berperilaku sehat, tetapi tidak melakukannya. Sehingga harus didorong dengan adanya tokoh masyarakat, peraturan, undang-undang, surat keputusan dari para pejabat pemerintahan pusat atau daerah, didalam hal ini adalah Program Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan merupakan faktor penguat perilaku pola konsumsi.


(41)

2.8 Kerangka konsep

Kerangka konsep pada penelitian ini diambil dari skema Green (1980) seperti yang dapat dilihat dibawah ini :

Gambar 2.2 Kerangka konsep

Kerangka konsep diatas dapat dijelaskan bahwa program P2KP dengan kegiatan optimalisasi pemanfaatan pekarangan dengan konsep kawasan rumah pangan lestari dapat mempengaruhi pola konsumsi yang meliputi jenis, jumlah dan frekuensi. Pola konsumsi dapat mempengaruhi tingkat kecukupan energi, tingkat kecukupan protein dan tingkat keragaman konsumsi pangan.

Pola Konsumsi:

- - Jenis - - Jumlah - - Frekuensi

Program Percepatan

Penganekaragaman Konsumsi Pangan:

- Optimalisasi pemanfaatan

pekarangan melalui konsep KRPL

- Tingkat

kecukupan energi - Tingkat

kecukupan Protein - Tingkat

Keragaman Konsumsi Pangan


(42)

25 BAB III

METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan desain penelitian cross-sectional, untuk mengetahui gambaran pola konsumsi pangan keluarga peserta program P2KP di Kelurahan Mabar Hilir Kecamatan Medan Deli Tahun 2014.

3.2. Lokasi Dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Mabar Hilir Kecamatan Medan Deli, karena di kelurahan tersebut terdapat satu kelompok P2KP yang skor PPH nya berada dibawah skor ideal (Badan Ketahanan Pangan, 2013).

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan mulai dari bulan Nopember 2014 s/d Desember 2014 yang dimulai dari pelaksanaan penelitian.

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah keluarga peserta Program P2KP di Kelurahan Mabar Hilir Kecamatan Medan Deli dengan jumlah 30 keluarga. Sehingga populasi dalam penelitian ini adalah sebanyak 30 keluarga.

3.3.2 Sampel


(43)

3.4 Metode Pengumpulan Data 3.4.1 Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh langsung oleh peneliti untuk mengetahui pola konsumsi peserta program P2KP yang meliputi karakteristik keluarga, jenis, jumlah dan frekuensi makanan. Karakteristik keluarga terdiri dari umur, jenis kelamin, besar keluarga, pendidikan orang tua, dan pekerjaan. Data untuk mengetahui jenis, jumlah dan frekuensi makanan dengan menggunakan formulir food frequency dan food recall 24 jam.

3.4.2 Data sekunder

Data sekunder dalam penelitian ini adalah data gambaran umum wilayah dan masyarakat Kelurahan Mabar Hilir Kecamatan Medan Deli dan data tentang program P2KP di Kelurahan Mabar Hilir Kecamatan Medan Deli.

3.5 Defenisi Operasional

1. Pola konsumsi pangan adalah kebiasaan makan yang dilakukan oleh keluarga peserta program P2KP yang meliputi jenis, jumlah dan frekuensi makan.

2. Program Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan adalah suatu program pemerintah untuk meningkatkan ketersediaan dan konsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang dan aman yang berbasis sumber daya lokal.

3. Keluarga peserta program percepatan penganekaragaman konsumsi pangan adalah semua anggota dalam rumah tangga peserta program P2KP di Kelurahan Mabar Hilir Kecamatan Medan Deli.


(44)

4. Tingkat kecukupan energi dan protein adalah kuantitas energi dan protein yang dikonsumsi dibandingkan dengan angka kecukupan gizi yang dianjurkan (AKG) yang dinyatakan dalam persen.

5. Tingkat keragaman konsumsi pangan adalah jumlah dari kelompok pangan yang dikonsumsi oleh keluarga.

3.6 Instrumen penelitian

Instrumen penelitian berupa formulir food frequency dan food recall 24 jam.

3.7 Aspek Pengukuran

Pola konsumsi pangan peserta program P2KP diukur dengan menggunakan metode food frequency dan metode food recall 24 jam.

1. Jenis Makanan

Jenis makanan diukur dengan menggunakan food frequency yang diklasifikasikan menjadi sembilan kelompok pangan yaitu padi-padian, umbi-umbian, pangan hewani, minyak/lemak, buah/ biji berminyak, kacang-kacangan, gula, sayur/buah, lain-lain (bumbu-bumbuan) (Baliwati, dkk. 2010).

2. Frekuensi Makanan

frekuensi makanan diukur dengan formulir food frequency. Data frekuensi makan diolah menjadi lima kelompok yaitu: a. Tidak pernah

b. 1-2x/5 hari, c. 3-5x/5 hari, d. 6-10x/5 hari, dan e. >10x/5 hari.


(45)

3. Jumlah Zat Gizi

Jumlah zat gizi diperoleh dari hasil food recall 24 jam yang dilakukan dua kali. Kemudian bahan makanan dikonversikan menjadi zat gizi dan dihitung zat gizi yang dikonsumsi, hasilnya dibandingkan dengan Daftar Kecukupan Gizi yang Dianjurkan (DKGA).

Rata-rata angka kecukupan zat gizi pangan keluarga dihitung dengan rumus sebagai berikut :

AKGK = ����

Keterangan :

AKGK : Angka Kecukupan Gizi keluarga AKGI : Angka kecukupan Gizi Individu n : Jumlah anggota keluarga

Tingkat kecukupan energi dan protein dapat dihitung dengan :

TK = Rata−rata konsumsi gizi keluarga

AKGK x 100%

Keterangan :

TK : Tingkat Kecukupan

Tingkat energi dan protein dapat digolongkan atas (Supariasa, 2002) : - Baik : ≥ 100% AKG

- Sedang : 80-99% AKG - Kurang : 70-79% AKG - Defisit : < 70% AKG


(46)

4. Keragaman Pangan

Indikator keragaman konsumsi pangan

1. Keragaman konsumsi pangan rendah : ≤ 3 kelompok pangan 2. Keragaman konsumsi pangan sedang : 4–5 kelompok pangan 3. Keragaman konsumsi pangan tinggi : ≥ 6 kelompok pangan

Untuk rumah tangga keragaman konsumsi pangan dihitung berdasarkan catatan kelompok makanan yang dikonsumsi selama jangka waktu tertentu (24 jam) dengan 12 kelompok makanan, sehingga skor antara 0–12. Berikut ini adalah kelompok makanan bagi rumah tangga :

1. Sereal

2. Umbi-umbian 3. Sayur-sayuran 4. Buah-buahan

5. Daging, unggas, jeroan 6. Telur

7. Ikan dan hasil (makanan) laut 8. Kacang-kacangan dan biji-bijian 9. Susu dan produk yang terbuat dari susu 10. Minyak dan lemak

11. Gula dan madu 12. dan lain-lain.


(47)

3.8 Teknis Analisis Data 3.8.1 Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan secara manual dan dengan komputer langkah-langkah sebagai berikut:

1. Editing

Data yang dikumpulkan kemudian diperiksa. Bila terdapat kesalahan dalam pengumpulan data, data diperbaiki dengan cara memeriksa jawaban yang kurang sehingga tidak ada lagi kekeliruan yang dapat mengganggu pada proses pengolahan data.

2. Koding

Pemberian kode yang dimaksudkan untuk mempermudah pada saat analisis data dan juga mempercepat pada saat entri data.

3. Entri data

Yaitu memasukkan data yang telah dikumpulkan kedalam master tabel. Entri dapat dilakukan dengan menggunakan fasilitas komputer.

3.8.2 Analisis Data

Data yang dikumpulkan, kemudian dianalisis untuk menggambarkan (mendiskripsikan) masing-masing variabel independen dan variabel dependen dengan menggunakan SPSS. Hasil data yang telah diolah disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.


(48)

31

BAB IV

HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Kelurahan Mabar Hilir adalah salah satu kelurahan yang ada di Kecamatan Medan Deli, Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara yang memiliki luas wilayah 3,16 Ha. Jumlah penduduknya sebanyak 26.816 jiwa, yang terdiri atas laki-laki sebanyak 13.870 orang (51,72%) dan jumlah perempuan sebanyak 12.946 orang (48,28%). Jumlah kepala keluarga di desa ini sebanyak 6009 kepala keluarga.

Kelurahan Mabar Hilir memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut : a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Medan Labuhan

b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Medan Timur

c. Sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Mabar/ Tanjung Mulia Hilir d. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang

Kelompok P2KP di Kelurahan Mabar Hilir bernama Melati terletak di Jalan Pancing IV dengan jumlah anggota sebanyak 30 orang wanita. Syarat bagi pembentukan kelompok ini adalah :

1. Kelompok wanita yang beranggotakan minimal 30 rumah tangga yang berdomisili berdekatan dalam satu kawasan, sehingga dapat membentuk kawasan pekarangan dengan konsep KRPL.

2. Bukan kelompok penerima bansos lainnya ditahun berjalan. 3. Memiliki struktur organisasi yang jelas dan diketahui kepala desa.


(49)

4. Mampu menyediakan lahan untuk kebun bibit (bukan menyewa lahan) dan memeliharanya untuk kepentingan anggota kelompok dan masyarakat desa lainnya (surat pernyataan).

5. Mampu mengelola keuangan kelompok dan melaksanakan kegiatan secara berkesinambungan (surat pernyataan).

6. Khusus untuk daerah yang sulit memenuhi jumlah anggotanya dapat mengambil anggota kelompok dari desa terdekat dan nama desa yang ditetapkan sebagai penerima manfaat adalah desa dengan jumlah anggota rumah tangga terbanyak.

Pola makan anggota kelompok P2KP di Kelurahan Mabar Hilir untuk kelompok pangan umbi-umbian, buah/biji berminyak, minyak/lemak, sayur/buah masih berada di bawah skor PPH yang diharapkan dari masing-masing kelompok pangan tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah pangan yang dikonsumsi untuk jenis pangan tersebut belum mencukupi kebutuhan.

4.2 Karakteristik Keluarga

Karakteristik keluarga peserta program P2KP dalam penelitian ini meliputi umur, pendidikan, pekerjaan dan jumlah anggota keluarga. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa jumlah kepala keluarga berdasarkan umur, yang terbesar adalah 30–49 tahun sebanyak 20 orang (66,67%) sedangkan, jumlah kepala keluarga berdasarkan pendidikan sebagian besar yaitu SMA sebanyak 20 orang (66,67%). Jumlah kepala keluarga berdasarkan jenis pekerjaan sebagian besar yaitu karyawan swasta sebanyak 12 orang (40,00%). Jumlah kepala keluarga berdasarkan jumlah


(50)

anggota keluarga sebagian besar yaitu ≤ 4 sebanyak 19 orang (63,33%). Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Keluarga Menurut Karakteristik Keluarga di Kelurahan Mabar Hilir Kecamatan Medan Deli Tahun 2014

No Karakteristik Keluarga N Persentase

1 Umur Kepala Keluarga

20-29 tahun 2 6,67

30-49 tahun 20 66,67

50-64 tahun 8 26,66

Jumlah 30 100,00

2 Pendidikan

SD 2 6,67

SMP 5 16,66

SMA 20 66,67

PT 3 10,00

Jumlah 30 100,00

3 Pekerjaan

Kontraktor 1 3,33

Satpam 2 6,67

Kepling 1 3,33

Karyawan Swasta 12 40,00

Guru 2 6,67

Wirausaha 1 3,33

Supir 5 16,67

Mocok 1 3,33

Tukang Becak 1 3,33

Pengacara 1 3,33

Buruh Cuci 1 3,33

Tukang Bangunan 2 6,67

Jumlah 30 100, 00

4 Jumlah Anggota Keluarga

≤ 4 (kecil) 19 63,33

5-6 ( Sedang) 11 36,67

≥ 7 (Besar) 0 0


(51)

4.3 Pola Konsumsi Pangan Keluarga

Konsumsi pangan keluarga berdasarkan jenis dan frekuensi konsumsi pangan dapat dilihat pada tabel – tabel berikut ini :

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Konsumsi Pangan Keluarga Berdasarkan Jenis Pangan Padi-padian di Kelurahan Mabar Hilir Kecamatan Medan Deli Tahun 2014

No Padi-padian

Frekuensi Konsumsi Pangan Jumlah

Tidak Pernah 1-2x/5 hari 3-5x/5 hari 6-10x/5 hari >10x/5 hari

N % N % N % N % N % N %

1 2 3 4 Nasi Jagung Gandum Tepung 0 28 28 27 0,00 93,33 93,33 90,00 0 2 2 2 0,00 6,67 6,67 6,67 0 0 0 0 0,00 0,00 0,00 0,00 0 0 0 0 0,00 0,00 0,00 0,00 30 0 0 1 100,00 0,00 0,00 3,33 30 30 30 30 100 100 100 100

Pada Tabel 4.2 dapat dilihat bahwa seluruh responden (100%) mengonsumsi nasi dengan frekuensi >10x/5 hari. Jenis padi-padian yang lain seperti jagung dan gandum hanya dikonsumsi masing-masing 2 keluarga (6,67%) dengan frekuensi 1-2x/5 hari.

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Konsumsi Pangan Keluarga Berdasarkan Jenis Pangan Umbi-umbian di Kelurahan Mabar Hilir Kecamatan Medan Deli Tahun 2014

No Umbi-umbian

Frekuensi Konsumsi Pangan Jumlah

Tidak Pernah

1-2x/5 hari

3-5x/5 hari 6-10x/5 hari

>10x/5 hari

N % N % N % N % N % N %

1 2 3 4 Singkong ubi jalar kentang talas 3 12 8 29 10,00 40,00 26,67 96,67 19 14 1 1 63,33 46,67 3,33 3,33 4 3 15 0 13,33 10,00 50,00 0,00 3 1 4 0 10,00 3,33 13,33 0,00 1 0 2 0 3,33 0,00 6,67 0,00 30 30 30 30 100 100 100 100


(52)

Tabel 4.3 menunjukkan bahwa banyak keluarga yang mengkonsumsi singkong dengan frekuensi 1-2x/5 hari sebanyak 19 keluarga (63,33%) dan untuk talas hanya dikonsumsi 1 keluarga dengan frekuensi 1-2x/5 hari.

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Konsumsi Pangan Keluarga Berdasarkan Jenis Pangan Hewani di Kelurahan Mabar Hilir Kecamatan Medan Deli Tahun 2014

No Pangan hewani

Frekuensi Konsumsi Pangan Jumlah

Tidak Pernah

1-2x/5 hari

3-5x/5 hari 6-10x/5 hari

>10x/5 hari

N % N % N % N % N % N %

1 2 3 4 Daging Telur Susu Ikan 28 0 3 0 93,33 0,00 10,00 0,00 1 1 18 1 3,33 3,33 60,00 3,33 0 8 0 10 0,00 26,67 0,00 33,33 1 21 9 19 3.33 70,00 30,00 63,33 0 0 0 0 0,00 0,00 0,00 0,00 30 30 30 30 100 100 100 100

Berdasarkan Tabel 4.4 dijumpai bahwa banyak keluarga yang mengkonsumsi telur dengan frekuensi 6-10x/5 hari sebanyak 21 keluarga (70,00%) sedangkan, daging hanya dikonsumsi 1 keluarga (3,33%) dengan frekuensi 1-2x/5 hari.

Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Konsumsi Pangan Keluarga Berdasarkan Jenis Pangan Minyak dan Lemak di Kelurahan Mabar Hilir Kecamatan Medan Deli Tahun 2014

No Minyak dan lemak

Frekuensi Konsumsi Pangan Jumlah

Tidak Pernah 1-2x/5 hari 3-5x/5 hari 6-10x/5 hari >10x/5 hari

N % N % N % N % N % N %

1

2 3

Minyak kelapa sawit Margarin Mentega 0 27 28 0,00 90,00 93,33 0 3 2 0,00 10,00 6,67 0 0 0 0,00 0,00 0,00 0 0 0 0,00 0,00 0,00 30 0 0 100,00 0,00 0,00 30 30 30 100 100 100

Tabel 4.5 menunjukkan bahwa semua keluarga mengkonsumsi minyak kelapa sawit dengan frekuensi >10x/5 hari sebanyak 30 keluarga (100,00%). Namun jenis pangan minyak/lemak yang paling rendah dikonsumsi adalah mentega sebanyak 2 keluarga (6,67%) dengan frekuensi 1-2x/5 hari.


(53)

Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Konsumsi Pangan Keluarga Berdasarkan Jenis Pangan Buah/ Biji-bijian di Kelurahan Mabar Hilir Kecamatan Medan Deli Tahun 2014

No Buah/Biji Berminyak

Frekuensi Konsumsi Pangan Jumlah

Tidak Pernah 1-2x/5 hari 3-5x/5 hari 6-10x/5 hari >10x/5 hari

N % N % N % N % N % N %

1 2 Kelapa Kemiri 0 13 0,00 43,33 17 13 56,67 43,33 7 4 23,33 13,33 2 0 6,67 0,00 4 0 13,33 0,00 30 30 100 100

Pada Tabel 4.6 memperlihatkan bahwa keluarga yang mengkonsumsi kelapa paling banyak dengan frekuensi 1-2x/5 hari yaitu sebanyak 17 keluarga (56,67%). Sedangkan kemiri dikonsumsi sebanyak 13 keluarga (43,33%) dengan frekuensi 1-2x/5 hari.

Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Konsumsi Pangan Keluarga Berdasarkan Jenis Pangan Kacang-Kacangan di Kelurahan Mabar Hilir Kecamatan Medan Deli Tahun 2014

No Kacang-kacangan

Frekuensi Konsumsi Pangan Jumlah

Tidak Pernah

1-2x/5 hari

3-5x/5 hari 6-10x/5 hari

>10x/5 hari

N % N % N % N % N % N %

1 2 3 4 5 6 Kacang tanah Kacang hijau Tempe Tahu Susu kedelai Oncom 19 13 0 0 29 29 63,33 43,33 0,00 0,00 96,67 96,67 10 12 3 5 1 0 33,33 40,00 10,00 16,67 3,33 0,00 1 5 14 13 0 1 3,33 16,67 46,67 43,33 0,00 3,33 0 0 11 9 0 0 0,00 0,00 36,67 30,00 0,00 0,00 0 0 2 3 0 0 0,00 0,00 6,67 10,00 0,00 0,00 30 30 30 30 30 30 100 100 100 100 100 100

Berdasarkan Tabel 4.7 ditemukan bahwa tempe dikonsumsi keluarga sebanyak 14 keluarga (46,67%) dengan frekuensi 3-5x/5 hari dan susu kedelai dikonsumsi oleh 1 keluarga (3,33%) dengan frekuensi 1-2x/5 hari.


(54)

Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Konsumsi Pangan Keluarga Berdasarkan Jenis Pangan Gula di Kelurahan Mabar Hilir Kecamatan Medan Deli Tahun 2014

No Gula Frekuensi Konsumsi Pangan Jumlah

Tidak Pernah

1-2x/5 hari

3-5x/5 hari 6-10x/5 hari

>10x/5 hari

N % N % N % N % N % N %

1 2 3 Gula pasir Gula merah Sirup 0 29 14 0,00 96,67 46,67 0 1 5 0,00 3,33 16,67 0 0 11 0,00 0,00 36,67 30 0 0 100,00 0,00 0,00 0 0 0 0,00 0,00 0,00 30 30 30 100 100 100 Tabel 4.8 menunjukkan bahwa semua keluarga mengkonsumsi gula pasir dengan frekuensi 6-10x/5 hari. Namun yang paling jarang dikonsumsi adalah gula merah yang dikonsumsi 1 keluarga (3,33%) dengan frekuensi 1-2x/5 hari.

Tabel 4.9 Distribusi Frekuensi Konsumsi Pangan Keluarga Berdasarkan Jenis Pangan Sayur dan Buah di Kelurahan Mabar Hilir Kecamatan Medan Deli Tahun 2014

No Sayur/ Buah

Frekuensi Konsumsi Pangan Jumlah

Tidak Pernah

1-2x/5 hari

3-5x/5 hari 6-10x/5 hari

>10x/5 hari

N % N % N % N % N % N %

1 2 3 4 5 6 7 8 9 Bayam Kangkung Sawi Terong Brokoli Pisang Daun ubi Kol Tauge 5 6 7 21 29 18 5 23 28 16,67 20,00 23,33 70,00 96,67 60,00 16,67 76,67 93,33 10 11 5 3 1 8 17 5 2 33,33 36,67 16,67 10,00 3,33 26,67 56,67 16,67 6,67 11 9 13 6 0 4 5 1 0 36,67 30,00 43,33 20,00 0,00 13,33 16,67 3,33 0,00 4 3 5 0 0 0 3 1 0 13,33 10,00 16,67 0,00 0,00 0,00 10,00 3,33 0,00 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0,00 3,33 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 30 30 30 30 30 30 30 30 30 100 100 100 100 100 100 100 100 100 Pada Tabel 4.9 ditemukan bahwa keluarga paling banyak mengkonsumsi sawi yaitu sebanyak 13 keluarga (43,33%) dengan frekuensi 3-5x/5 hari . Namun, untuk jenis sayur/buah yang paling rendah dikonsumsi adalah brokoli sebanyak 1 keluarga (3,33%) dengan frekuensi 1-2x/5 hari.


(55)

Tabel 4.10 Distribusi Frekuensi Konsumsi Pangan Keluarga Berdasarkan Jenis Pangan Lain- lain di Kelurahan Mabar Hilir Kecamatan Medan Deli Tahun 2014

No Lain/lain Frekuensi Konsumsi Pangan Jumlah

Tidak Pernah 1-2x/5 hari 3-5x/5 hari 6-10x/5 hari >10x/5 hari

N % N % N % N % N % N %

1 2 3 4 5 6 7 8 Cabe Bawang Ketumbar Merica Pala Asam Jawa Cengkih Teh 0 0 2 17 29 28 29 0 0,00 0,00 6,67 56,67 96,67 93,33 96,67 0,00 0 0 17 9 1 2 1 0 0,00 0,00 56,67 30,00 3,33 6,67 3,33 0,00 0 0 5 1 0 0 0 23 0,00 0,00 16,67 3,33 0,00 0,00 0,00 76,67 0 0 2 2 0 0 0 4 0,00 0,00 6,67 6,67 0,00 0,00 0,00 13,33 30 30 1 1 0 0 0 3 100,00 100,00 3,33 3,33 0,00 0,00 0,00 10,00 30 30 30 30 30 30 30 30 100 100 100 100 100 100 100 100

Berdasarkan Tabel 4.10 dapat diketahui bahwa keluarga yang mengkonsumsi cabe dan bawang sebanyak 30 keluarga (100%) dengan frekuensi >10x/5 hari . Jenis bumbu-bumbuan yang lain seperti pala dan cengkih dikonsumsi paling sedikit yaitu masing-masing sebanyak 1 keluarga (3,33%) dengan frekuensi 1-2x/5 hari.

4.4 Tingkat Konsumsi Energi dan Protein

Tingkat konsumsi energi dan protein dilihat dari jumlah kalori yang dikonsumsi keluarga dalam sehari. Hasilnya dapat dilihat pada tabel-tabel berikut ini:

Tabel 4.11 Distribusi Tingkat Kecukupan Energi di Kelurahan Mabar Hilir Kecamatan Medan Deli Tahun 2014

No Tingkat Kecukupan Energi N Persentase

1 Baik 8 26,67

2 Sedang 15 50,00

3 Kurang 7 23,33

Jumlah 30 100,00

Pada Tabel 4.11 dapat diketahui bahwa sebagian besar keluarga memiliki tingkat kecukupan energi sedang sebanyak 15 keluarga (50,00%), sedangkan tingkat


(56)

kecukupan energi baik 8 keluarga (26,67%) dan yang kurang sebanyak 7 keluarga (23,33%).

Tabel 4.12 Distribusi Tingkat Kecukupan Protein di Kelurahan Mabar Hilir Kecamatan Medan Deli Tahun 2014

No Tingkat Kecukupan Protein N Persentase

1 Baik 6 20,00

2 Sedang 11 36,67

3 Kurang 13 43,33

Jumlah 30 100,00

Hasil pada Tabel 4.12 dapat diketahui bahwa yang memiliki tingkat kecukupan protein kurang sebanyak 13 keluarga (43,33%), tingkat kecukupan protein baik hanya 6 keluarga (20,00%) serta tingkat kecukupan protein sedang sebanyak 11 keluarga (36,67%).

4.5 Tingkat Keragaman Konsumsi Pangan

Tingkat keragaman pangan dilihat dari pangan yang dikonsumsi dalam sehari berdasarkan hasil food recall. Hasilnya dapat dilihat dari Tabel 4.13 berikut ini :

Tabel 4.13 Distribusi Tingkat Keragaman Pangan di Kelurahan Mabar Hilir Kecamatan Medan Deli Tahun 2014

No Keragaman Pangan N %

1 Sedang

Tinggi

3 10,00

2 27 90,00

Jumlah 30 100,00

Tabel 4.13 menunjukkan bahwa sebagian besar keluarga memiliki tingkat keragaman pangan yang tinggi yaitu sebanyak 27 keluarga (90,00%). Sedangkan tingkat keragaman pangan sedang ada 3 keluarga (10,00%).


(57)

4.6 Tingkat Kecukupan Energi Keluarga Berdasarkan Karakteristik Keluarga

Tingkat kecukupan energi berdasarkan karakteristik keluarga dapat dilihat dari hasil tabulasi silang berikut ini :

Tabel 4.14 Tabulasi Silang Tingkat Kecukupan Energi Berdasarkan Pekerjaan Kepala Keluarga

No

Pekerjaan Kepala Keluarga

Tingkat Kecukupan Energi

Baik Sedang Kurang

N % N % N %

1 Kontraktor 1 12,50 0 0,00 0 0,00

2 Satpam 1 12,50 1 6,67 0 0,00

3 Kepling 1 12,50 0 0,00 0 0,00

4 Karyawan Swasta 1 12,50 8 53,33 3 42,86

5 Guru 2 25,00 0 0,00 0 0,00

6 Wirausaha 1 12,50 0 0,00 0 0,00

7 Supir 0 0,00 2 13,33 3 42,86

8 Mocok 0 0,00 1 6,67 0 0,00

9 Tukang Becak 0 0,00 0 0,00 1 14,28

10 Pengacara 1 12,50 0 0,00 0 0,00

11 Buruh Cuci 0 0,00 1 6,67 0 0,00

12 Tukang Bangunan 0 0,00 2 13,33 0 0,00

Total 8 100,00 15 100,00 7 100,00

Hasil dari tabulasi silang dapat dilihat bahwa dari 8 keluarga dengan tingkat kecukupan energi baik, masing- masing terdapat 1 kepala keluarga (12,50%) yang bekerja sebagai kontraktor, satpam, kepling, karyawan swasta, wirausaha dan pengacara serta 2 orang kepala keluarga (25,00%) yang bekerja sebagai guru. Sedangkan dari 15 keluarga dengan tingkat kecukupan energi sedang, masing-masing 1 kepala keluarga (6,67%) bekerja sebagai securiti, mocok dan buruh cuci, 8 kepala keluarga (53,33 %) bekerja sebagai karyawan swasta dan 2 kepala keluarga (13,33%) bekerja sebagai supir serta 2 orang kepala keluarga (13,33%) lainnya bekerja sebagai


(58)

tukang bangunan. Sementara dari 7 keluarga yang memiliki tingkat kecukupan energi kurang, 1 kepala keluarga (14,28%) memiliki pekerjaan sebagai tukang becak, dan 3 kepala keluarga (42,86%) sebagai karyawan swasta dan 3 kepala keluarga (42,86%) lainnya bekerja sebagai supir.

Tabel 4.15 Tabulasi Silang Tingkat Kecukupan Energi Berdasarkan Jumlah Anggota Keluarga

No

Tingkat Kecukupan

Energi

Jumlah Anggota Keluarga

Total %

Kecil Sedang Besar

N % N % N %

1 Baik 3 37,50 5 62,50 0 0,00 8 100

2 Sedang 11 73,33 4 26,67 0 0,00 15 100

3 Kurang 5 71,43 2 28,57 0 0,00 7 100

Pada tabulasi silang dapat dilihat bahwa dari 8 keluarga dengan tingkat kecukupan energi baik, 5 keluarga (62,50%) memiliki jumlah anggota keluarga kategori sedang dan 3 keluarga (37,50%) memiliki jumlah anggota keluarga dalam kategori kecil. Dari 15 keluarga dengan tingkat kecukupan energi sedang, 11 keluarga (73,33%) memiliki jumlah anggota keluarga dalam kategori kecil sedangkan 4 keluarga (26,67%) berada dalam kategori sedang. Sementara dari 7 keluarga yang memiliki tingkat kecukupan energi kurang, 5 keluarga (71,43%) memiliki jumlah anggota keluarga kategori kecil dan 2 keluarga (28,57%) dengan kategori jumlah anggota keluarga sedang.


(59)

Tabel 4.16 Tabulasi Silang Tingkat Kecukupan Energi Berdasarkan Pendidikan Kepala Keluarga

No

Tingkat Kecukupan

Energi

Pendidikan Kepala Keluarga

Total %

SD SMP SMA Sarjana

N % N % N % N %

1 Baik 0 0,00 0 0,00 5 62,50 3 37,50 8 100

2 Sedang 1 6,67 5 33,33 9 60,00 0 0,00 15 100

3 Kurang 1 14,29 0 0,00 6 85,71 0 0,00 7 100

Berdasarkan hasil tabulasi silang dapat dilihat bahwa dari 8 keluarga dengan tingkat kecukupan energi baik, 5 kepala keluarga (62,50%) memiliki pendidikan SMA sedangkan 3 kepala keluarga (37,50%) memiliki tingkat pendidikan sarjana. Dari 15 keluarga dengan tingkat kecukupan energi sedang, 1 kepala keluarga (6,67%) memiliki pendidikan SD, sedangkan 5 kepala keluarga (33,33%) dengan tingkat pendidikan SMP dan 9 kepala keluarga (60,00%) lainnya memiliki pendidikan SMA. Sedangkan dari 7 keluarga yang memiliki tingkat kecukupan energi kurang, 1 kepala keluarga (14,29%) memiliki pendidikan SD, dan 6 kepala keluarga (85,71%) dengan tingkat pendidikan SMA.

4.7 Tingkat Kecukupan Protein Keluarga Berdasarkan Karakteristik Keluarga

Tingkat kecukupan protein berdasarkan karakteristik keluarga dapat dilihat dari hasil tabulasi silang berikut ini :


(60)

Tabel 4.17 Tabulasi Silang Tingkat Kecukupan Protein Berdasarkan Pekerjaan Kepala Keluarga

No

Pekerjaan Kepala Keluarga

Tingkat Kecukupan Protein

Baik Sedang Kurang

N % N % N %

1 Kontraktor 1 16,67 0 0,00 0 0,00

2 Satpam 0 0,00 2 18,18 0 0,00

3 Kepling 1 16,67 0 0,00 0 0,00

4 Karyawan Swasta 0 0,00 6 54,55 6 46,15

5 Guru 2 33,33 0 0,00 0 0,00

6 Wirausaha 1 16,67 0 0,00 0 0,00

7 Supir 0 0,00 2 18,18 3 23,08

8 Mocok 0 0,00 1 9,09 0 0,00

9 Tukang Becak 0 0,00 0 0,00 1 7,69

10 Pengacara 1 16,67 0 0,00 0 0,00

11 Buruh Cuci 0 0,00 0 0,00 1 7,69

12 Tukang Bangunan 0 0,00 0 0,00 2 15,39

Total 6 100,00 11 100,00 13 100,00

Pada Tabel 4.17 dapat dilihat bahwa dari 6 keluarga dengan tingkat kecukupan protein baik, masing- masing terdapat 1 kepala keluarga (16,67%) yang bekerja sebagai kontraktor, kepling, wirausaha dan pengacara serta 2 orang kepala keluarga (33,33%) bekerja sebagai guru. Sedangkan dari 11 keluarga dengan tingkat kecukupan protein sedang, 2 kepala keluarga (18,18%) bekerja sebagai satpam, mocok dan buruh cuci, 6 kepala keluarga (54,55%) bekerja sebagai karyawan swasta dan 2 kepala keluarga (18,18%) bekerja sebagai supir, dan 1 orang kepala keluarga (9,09%) bekerja mocok. Keluarga yang memiliki tingkat kecukupan protein kurang sebanyak 13 keluarga dengan 6 kepala keluarga (46,15%) memiliki pekerjaan sebagai karyawan swasta, 3 kepala keluarga (23,08%) sebagai supir dan, 2 kepala keluarga tukang bangunan (15,39%), 1 kepala keluarga (7,69%) bekerja sebagai tukang becak dan buruh cuci.


(61)

Tabel 4.18 Tabulasi Silang Tingkat Kecukupan Protein Berdasarkan Jumlah Anggota Keluarga

No

Tingkat Kecukupan

Protein

Jumlah Anggota Keluarga

Total %

Kecil Sedang Besar

N % N % N %

1 Baik 3 50,00 3 50,00 0 0,00 6 100

2 Sedang 7 63,64 4 36,36 0 0,00 11 100

3 Kurang 9 69,23 4 30,77 0 0,00 13 100

Hasil tabulasi silang dapat diketahui bahwa dari 6 keluarga dengan tingkat kecukupan protein baik, 3 kepala keluarga (50,00%) memiliki jumlah anggota keluarga dalam kategori kecil sedangkan 3 kepala keluarga (50,00%) lainnya memiliki jumlah anggota keluarga dalam kategori sedang. Dari 11 keluarga dengan tingkat kecukupan protein sedang, 7 kepala keluarga (63,64%) memiliki jumlah anggota keluarga dalam kategori kecil sedangkan 4 kepala keluarga (36,36%) berada dalam kategori sedang. Serta dari 13 keluarga yang memiliki tingkat kecukupan energi kurang, 9 kepala keluarga (69,23%) memiliki jumlah anggota keluarga kategori kecil dan 4 kepala keluarga (30,77%) dengan kategori jumlah anggota keluarga sedang.

Tabel 4.19 Tabulasi Silang Tingkat Kecukupan Protein Berdasarkan Pendidikan Kepala Keluarga

No

Tingkat Kecukupan

Protein

Pendidikan Kepala Keluarga

Total %

SD SMP SMA Sarjana

N % N % N % N %

1 Baik 0 0,00 0 0,00 3 50,00 3 50,00 6 100

2 Sedang 0 0,00 4 36,36 7 63,64 0 0,00 11 100

3 Kurang 2 15,39 1 7,69 10 76,92 0 0,00 13 100

Pada tabel tabulasi silang dapat diketahui bahwa 6 keluarga dengan tingkat kecukupan protein baik, 3 kepala keluarga (50,00%) memiliki pendidikan SMA


(62)

sedangkan 3 kepala keluarga (50,00%) lainnya memiliki pendidikan sarjana. Dari 11 keluarga dengan tingkat kecukupan protein sedang, 4 kepala keluarga (36,36%) memiliki pendidikan SMP sedangkan 7 kepala keluarga (63,64%) dengan pendidikan SMA. Sementara dari 13 keluarga yang memiliki tingkat kecukupan energi kurang, 2 kepala keluarga (15,39%) dengan pendidikan kepala keluarga SD, 1 kepala keluarga (7,69%) memiliki pendidikan SMP dan 10 kepala keluarga (76,92%) dengan pendidikan sarjana.

4.8 Tingkat Keragaman Konsumsi Pangan Berdasarkan Karakteristik Keluarga

Tingkat keragaman konsumsi pangan berdasarkan karakteristik keluarga dapat dilihat dari hasil tabulasi silang yang disajikan berikut ini :

Tabel 4.20 Tabulasi Silang Tingkat Keragaman Pangan Berdasarkan Pekerjaan Kepala Keluarga

No

Pekerjaan Kepala Keluarga

Tingkat Keragaman Konsumsi Pangan

Tinggi Sedang Rendah

N % N % N %

1 Kontraktor 1 3,70 0 0,00 0 0,00

2 Satpam 2 7,41 0 0,00 0 0,00

3 Kepling 1 3,70 0 0,00 0 0,00

4 Karyawan Swasta 12 44,44 0 0,00 0 0,00

5 Guru 2 7,41 0 0,00 0 0,00

6 Wirausaha 1 3,70 0 0,00 0 0,00

7 Supir 3 11,11 2 66,67 0 0,00

8 Mocok 1 3,70 1 33,33 0 0,00

9 Tukang Becak 0 0,00 0 0,00 0 0,00

10 Pengacara 1 3,70 0 0,00 0 0,00

11 Buruh Cuci 1 3,70 0 0,00 0 0,00

12 Tukang Bangunan 2 7,41 0 0,00 0 0,00


(1)

Mocok Count 1 0 1 % within Tingkat

Keragaman Pangan

3.7% .0% 3.3%

% of Total 3.3% .0% 3.3%

Tukang Becak

Count 0 1 1

% within Tingkat Keragaman Pangan

.0% 33.3% 3.3%

% of Total .0% 3.3% 3.3%

Pengacara Count 1 0 1

% within Tingkat Keragaman Pangan

3.7% .0% 3.3%

% of Total 3.3% .0% 3.3%

Buruh Cuci Count 1 0 1

% within Tingkat Keragaman Pangan

3.7% .0% 3.3%

% of Total 3.3% .0% 3.3%

Tukang Bangunan

Count 2 0 2

% within Tingkat Keragaman Pangan

7.4% .0% 6.7%

% of Total 6.7% .0% 6.7%

Total Count 27 3 30

% within Tingkat Keragaman Pangan

100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 90.0% 10.0% 100.0%

Tingkat Keragaman Pangan * Pendidikan Kepala Keluarga Crosstabulation

Pendidikan Kepala Keluarga

Total

SD SMP SMA Sarjana

Tingkat Keragaman Pangan

Tinggi Count 2 5 17 3 27

% within Pendidikan Kepala Keluarga

100.0% 100.0% 85.0% 100.0% 90.0% % of Total 6.7% 16.7% 56.7% 10.0% 90.0%

Sedang Count 0 0 3 0 3

% within Pendidikan Kepala Keluarga

.0% .0% 15.0% .0% 10.0%

% of Total .0% .0% 10.0% .0% 10.0%

Total Count 2 5 20 3 30

% within Pendidikan Kepala Keluarga

100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% % of Total 6.7% 16.7% 66.7% 10.0% 100.0%


(2)

Tingkat Keragaman Pangan * Tingkat Kecukupan Energi Crosstabulation

Tingkat Kecukupan Energi

Total Baik Sedang Kurang

Tingkat Keragaman Pangan

Tinggi Count 8 15 4 27

% within Tingkat Kecukupan Energi

100.0% 100.0% 57.1% 90.0%

% of Total 26.7% 50.0% 13.3% 90.0%

Sedang Count 0 0 3 3

% within Tingkat Kecukupan Energi

.0% .0% 42.9% 10.0%

% of Total .0% .0% 10.0% 10.0%

Total Count 8 15 7 30

% within Tingkat Kecukupan Energi

100.0% 100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 26.7% 50.0% 23.3% 100.0%

Tingkat Keragaman Pangan * Tingkat Kecukupan Protein Crosstabulation

Tingkat Kecukupan Protein

Total Baik Sedang Kurang

Tingkat Keragaman Pangan

Tinggi Count 6 11 10 27

% within Tingkat Kecukupan Protein

100.0% 100.0% 76.9% 90.0%

% of Total 20.0% 36.7% 33.3% 90.0%

Sedang Count 0 0 3 3

% within Tingkat Kecukupan Protein

.0% .0% 23.1% 10.0%

% of Total .0% .0% 10.0% 10.0%

Total Count 6 11 13 30

% within Tingkat Kecukupan Protein

100.0% 100.0% 100.0% 100.0%


(3)

(4)

(5)

Gambar I

: Melakukan recall kepada salah seorang ibu rumah tangga yang

menjadi anggota P2KP

Gambar 2

: Melakukan recall kepada ketua kelompok P2KP Kelurahan Mabar

Hilir


(6)

Gambar 3

: Kebun Bibit yang sudah tidak terawat