Medical Survey Survei Rekam Medis Rapid Upperl Limb Assesment RULA

kegiatan mana yang paling berat berisiko untuk dikerjakan terkait dengan keluhan kesehatan yang selama ini muncul pada pekerja. Survey ini dpat dilakukan dengan menyebarkan kuisioner atau wawancara pada para pekerja Melyssa, 2007. Survey ini mendapatkan skor 1 apabila pekerja mempunyai mengenai pekerjaannya dan skor 0 bila pekerja tidak mengalami keluhan apapun Humantech, 1995.

d. Medical Survey Survei Rekam Medis

Medical survey didapatkan dari hasil laporan rekam medis pekerja berupa kertu sakit dan data kunjungan pada poliklinik perusahaan atau pelayanan kesehatan lain. Data ini merupakan data yang paling dapat dipercaya, namun sulit didapatkan karena faktor kerahasiaan dan kebijaksanaan dari perusahaan. Pemberian skor pada metode ini diberikan secara berurutan yaitu 0 bagi pekerja yang tidak mengalami gangguan musculoskeletal, 1 bagi pekerja yang mengalami gangguan musculoskeletal namun tidak kehilangan hari kerjanya dan 2 tertinggi bagi pekerja yang mengalami gangguan atau kelainan pada sistem musculoskeletal dan kehilangan hari kerjanya.

e. Rapid Upperl Limb Assesment RULA

Metode ini dapat digunakan untuk menilai kegiatan dimana pekerja banyak menggunakan upper limb. Khususnya, pekerja duduk atau berdiri tanpa banyak pergerakan. Contoh kegiatan yang cocok menggunakan RULA seperti aktivitas yang memakai komputer, manufaktur dan aktivitas kasir Albugis, 2009. Metode RULA fokus terhadap pengukuran biomekanik dan beban postur pada masing-masing individu sehingga faktor risiko yang diukur dan dianalisis dengan menggunakan metode ini adalah postur, beban, penggunaan otot, durasi dan frekuensi Mc Atammey dan Corlet, 1993; Corlett, 1998; Lueder, 1996 . RULA memberikan sebuah kemudahan dalam menghitungkan rating dari beban kerja otot dalam bekerja dimana orang mempunyai risiko pada bagian leher dan beban kerja pada anggota tubuh bagian atas seperti postur dari bahulengan atas, sikulengan bawah, pergelangan tangan, leher, dan pinggang yang biasanya pada pekerjaan yang dilakukan dalam posisi duduk atau berdiri tanpa adanya perpindahan. Selain itu, RULA juga mempertimbangkan adanya beban dan perpindahan yang dilakukan dalam penilaiannya serta menilai posisi kaki stabil atau tidak. Pengukuraan dengan metode RULA dilakukan dengan cara observasi secara langsung pekerja atau operator saat bekerja selama beberapa siklus tugas untuk memilih tugas task dan postur untuk pengukuran. Alat ini memasukan skor tunggal sebagai gambaran foto dari sebuah pekerjaan, yang mana rating dari postur, besarnya gaya atau beban dan pergerakan yang diharapkan. Risiko adalah hasil perhitungan menjadi suatu nilai atau skor 1 rendah sampai skor tinggi 7, skor tersebut adalah dengan menggolongkan menjadi 4 level gerakan atau aksi itu memberikan sebuah indikasi dari kerangka waktu yang mana layak untuk mengekspektasi pengendalian risiko yang akan diajukan Staton et al, 2005 dalam Ikrimah 2010. Langkah penilaian skor RULA adalah sebagai berikut: 1. Langkah pertama: a. +1 Untuk 20° extension hingga 20° flexion b. +2 Untuk extension lebih dari 20° atau 20° - 45° flexion c. +3 Untuk 45° - 90° flexion d. +4 Untuk 90° flexion atau lebih Keterangan: a. + 1 jika pundakbahu ditinggikan b. + 1 jika lengan atas abducted c. -1 jika operator bersndar atau bobot lengan ditopang Gambar 2.6 Postur Bagian Lengan Atas 2. Langkah kedua Rentang untuk lengan bawah dikembangkan dari penelitian Grandjean dan Tichauer. Skor tersebut yaitu: a. + 1 untuk 60° - 100° flexion b. +2 untuk kurang dari 60° atau lebih dari 100° flexion Keterangan: a. + 1 jika lengan bekerja melintasi garis tengah badan atau keluar dari sisi Gambar 2.7 Postur Bagian Lengan Bawah 3. Langkah ketiga Panduan untuk pergelangan tangan dikembangkan dari penelitian Health and Safety Executive, digunakan untuk menghasilkan skor postur sebagai berikut: a. + 1 untuk berada pada posisi netral b. + 2 untuk 0 - 15° flexion maupun extension c. + 3 untuk 15° atau lebih flexionmaupun extension Keterangan: a. +1 jika pergelangan tangan berada pada deviasi radial maupun ulnar Gambar 2.8 Postur Pergelangan Tangan 4. Langkah keempat Putaran pergerakan tangan pronation dan supination yang dikeluarkan oleh Health and Safety Executive pada postur netral berdasar pada Tichauer. Skor tersebut adalah: b. +1 jika pergelangan tangan berada pda rentang menengah putaran c. +2 jika pergelangan tangan pada atau hampir berada pada akhir rentang putaran Gambar 2.9 Postur Putaran Pergelangan Tangan 5. Langkah kelima Gambar sikap kerja yang dihasilkan dari postur kelompok A yang meliputi lengan atas, lengan bawah, pergelangan tangan dan putaran pergelangan tangan diamati dan ditentukan skor unutk masing-masing postur. Kemudian skor tersebut dimasukkan dalam tabel A untuk memperoleh skor A. Table 2.1 Skor Grup A 6. Langkah keenam Skor penggunaan otot Tambahkan nilai +1, apabila terjadi : a. Postur statis, berlangsung selama 10 menit atau lebih. b. Gerakan berulang 4 kali atau lebih dalam 1 menit. 7. Langkah ketujuh Skor untuk penggunaan tenaga atau beban 8. Langkah kedelapan Tetapkan lajur pada table C Table 2.2 Grand Total Score Table 9. Langkah kesembilan Kelompok B, rentang postur untuk leher didasarkan pada studi yang dilakukan oleh Chaffin dan Kilbom et al. Skor dan kisaran tersebut adalah: a. +1 untuk 0 - 10° flexion b. +2 untuk 10 - 20° flexion c. +3 untuk 20° atau lebih flexion d. +4 jika dalam extention Apabila leher diputar atau dibengkokkan Keterangan : a. +1 jika leher diputar atau posisi miring, dibengkokkan ke kanan atau kiri. Beban 2 kg, intermiten 1 Beban 2-10 kg, Intermiten 2 Beban 2-10 kg, statis atau repetitif 3 Beban 10 kg, Refetitif atau dengan kejutan Gambar 2.10 Postur Leher 10. Langkah kesepuluh Kisaran untuk punggung dikembangkan oleh Druy, Grandjean dan Grandjean et al: a. +1 ketika duduk dan ditopang dengan baik dengan sudut paha tubuh 90°atau lebih b. +2 untuk 0 - 20° flexion c. +3 untuk 20° - 60° flexion d. +4 untuk 60° atau lebih flexion Punggung diputar atau dibengkokkan Keterangan: a. +1 jika tubuh diputar b. +1 jika tubuh miring kesamping Gambar 2.11 Postur Punggung 11. Langkah kesebelas Kisaran untuk kaki dengan skor postur kaki ditetapkan sebagai berikut: a. +1 jika kaki tertopang ketika duduk dengan bobot seimbang rata. b. +1 jika berdiri dimana bobot tubuh tersebar merata pada kaki dimana terdapat ruang untuk berubah posisi. a. +2 jika kaki tidak tertopang atau bobot tubuh tidak tersebar merata. Gambar 2.12 Postur Kaki 12. Langkah kedua belas Gambar sikap kerja yang dihasilkan dari postur kelompok B yaitu leher, punggung badan dan kaki diamati dan ditentukan skor untuk masing-masing postur. Kemudian skor tersebut dimasukkan ke dalam tabel B untuk memperoleh skor B. Tabel 2.3 Skor Grup B 13. Langkah ketiga belas Skor penggunaan otot Tambahkan nilai +1, apabila terjadi : a. Postur statis, berlangsung selama 10 menit atau lebih. b. Gerakan berulang 4 kali atau lebih dalam 1 menit. 14. Langkah keempat belas Skor untuk penggunan tenaga atau beban. 15. Langkah kelima belas Tetapkan lajur pada table C Beban 2 kg, intermiten 1 Beban 2-10 kg, Intermiten 2 Beban 2-10 kg, statis atau repetitif 3 Beban 10 kg, Refetitif atau dengan kejutan Penetapan skor final yaitu dengan memasukkan nilai postur kelompok A arm and wrist analysis kedalam kolom vertikal tabel C, lalu memasukkan nilai postur kelompok B neck, trunk, and leg analysis ke dalam kolom horizontal tabel C. Setelah diperoleh grand score, yang bernilai 1 sampai 7 menunjukkan level tindakan action level sebagai berikut: a. Action Level 1: Skor 1 atau 2 menunjukkan bahwa postur dapat diterima selama tidak dijaga atau berulang untuk waktu yang lama. b. Action Level 2: Skor 3 atau 4 menunjukkan bahwa penyelidikan lebih jauh dibutuhkan dan mungkin saja perubahan diperlukan. c. Action Level 3: Skor 5 atau 6 menunjukkan bahwa penyelidikan dan perubahan dibutuhkan segera. d. Action Level 4: Skor 7 menunjukkan bahwa penyelidikan dan perubahan dibutuhkan sesegera mungkin mendesak. Metode ini memiliki keterbatasan dalam pengukurannya, diantaranya Corlett, 1998: a. Tangan : metode ini tidak bisa mengukur gerakan tangan menggenggam, meluruskan, memutar, memerlukan tekanan pada telapak tangan. b. Tempat kerja : metode ini tidak mengukur antropometri tempat kerja yang dapat menyebabkan terjadinya postur janggal. c. Ketidaknyamanan : metode ini tidak mengukur derajat ketidaknyamanan akibat dimensi fisik tempat kerja. Meskipun begitu, metode ini juga memiliki banyak keuntungan yaitu mudah digunakan, cepat, praktis, dapat dikombinasikan dengan metode lainnya dan dapat dijadikan sebagai pedoman dalam melakukan investigasi lebih lanjut tindakan perbaikan.

f. Rapid Entire Body Assesment REBA

Dokumen yang terkait

Keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada Sales Promotion Girl (SPG) Pengguna Sepatu Hak Tinggi di Suzuya Medan Plaza pada Tahun 2015

33 205 129

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Musculoskeletal Disorders pada Pekerja di Bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Tbk Tangerang Tahun 2011

0 15 205

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Keluhan Musculoskeletal Disorders Pada Ibu Menyusui 0 sampai 6 Bulan di Kelurahan Pisangan Ciputat Timur Tahun 2013

1 15 193

Faktor-Faktor Yang Berhubungan dengan Keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada Pengrajin Sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung Tahun 2013

2 28 147

FAKTOR–FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN MUSCULOSKELETAL DISORDERS PADA PEKERJA CLEANING SERVICE RSUD KOTA SEMARANG 2015.

0 3 20

Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Terjadinya Musculoskeletal Disorders (MSDs) Pada Pekerja Pembuatan Dodol di Tanjung Pura Kabupaten Langkat Tahun 2016

0 15 199

Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Terjadinya Musculoskeletal Disorders (MSDs) Pada Pekerja Pembuatan Dodol di Tanjung Pura Kabupaten Langkat Tahun 2016

1 1 20

UNIVERSITAS NEGERI MANADO FAKULTAS TEKNIK P T I K 2010 KATA PENGANTAR - MAKALAH Faktor – faktor yang mempengaruhi perkembangan anak

0 1 10

PENGARUH LATIHAN PEREGANGAN TERHADAP PENURUNAN KELUHAN MUSCULOSKELETAL DISORDERS PADA PEKERJA BATIK DI SOKARAJA

0 0 16

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN SUBYEKTIF MUSCULOSKELETAL DISORDERS (MSDs) PADA PEKERJA PEMBUAT BAKSO (Studi Pada Pekerja Pembuat Bakso Kelurahan Gayamsari Kota Semarang) - Repository Universitas Muhammadiyah Semarang

0 0 12