Kesegaran Jasmani TINJAUAN PUSTAKA

Jadi dalam hal ini perokok lebih memiliki kemungkinan menderita masalah punggung dari pada bukan perokok. Efeknya adalah hubungan dosis dan lebih kuat dari pada yang diharapkan dari efek batuk. Risiko meningkat sekitar 20 untuk setiap 10 batang rokok perhari Pheasant,1991. Menurut Bustan tahun 1997, kebiasaan merokok dibagi menjadi beberapa kategori yaitu yang mempunyai kebiasaan merokok ringan 10 batang sehari, sedang 10-20 batang sehari, berat 20 batang sehari dan tidak punya kebiasaan merokok.

d. Kesegaran Jasmani

Pada umumnya keluhan otot jarang dialami oleh seseorang yang dalam aktifitas kesehariannya mempunyai cukup waktu untuk beristirahat. Sebaliknya, bagi yang dalam pekerjaan kesehariannya memerlukan tenaga besar dan tidak cukup istirahat akan lebih sering mengalami keluhan otot. Namun, kurangnya aktivitas fisik juga dapat meningkatkan kerentanan terhadap cedera dan setelah cedera, ambang batas untuk cedera lebih jauh berkurang. Disisi lain, beberapa rezim pengobatan standar telah menemukan bahwa gejala MSDs sering membaik oleh aktivitas fisik NIOSH, 1997. Laporan NIOSH yang dikutip dari hasil penelitian Cady et al.1979 menyatakan bahwa untuk tingkat kesegaran tubuh yang rendah, maka risiko terjadinya keluhan adlah 7,1, tingkat kesegaran tubuh sedang adalah 3,2 dan tingkat kesegaran tubuh tinggi adalah 0,8. Hal ini juga diperkuat dengan laporan Batti’e et al.1989 yang menyatakan bahwa hasil penelitian terhadap para penerbang menunjukkan bahwa kelompok penerbang dengan tingkat kesegaran tubuh yang paling mempunyai risiko yang sangat kecil terhadap risiko cidera otot. Namun beberapa studi epidemiologi kerja telah melihat pada kegiatan non fisik terkait dengan pekerjaan di atas kaki. Kebanyakan studi NIOSH [Hales dan Denda 1989; Kiken et al. 1990; Burt et al. 1990; Baron et al. 1991; Hales et al. 1994; Bernard et al. 1994] telah membuktikan MSDS karena cedera olahraga atau kegiatan lainnya yang berhubungan dengan non-pekerjaan atau cedera dan belum termasuk faktor-faktor dalam analisis. Singkatnya, meskipun kebugaran fisik dan aktivitas secara umum diterima sebagai cara untuk mengurangi MSDs yang berhubungan dengan pekerjaan, literatur epidemiologi saat ini tidak memberikan indikasi yang jelas seperti itu. Literatur kedokteran olahraga, bagaimanapun tidak memberikan indikasi yang lebih baik yang melibatkan aktivitas olahraga yang kuat, bersifat berulang seperti tenis dan pitching baseball yang berkaitan dengan MSDS NIOSH,1997. e. Kekuatan Fisik Beberapa studi epidemiologi mengatakan ada hubungan antara cedera punggung dan ketidakkekuatan fisik dan tugas pekerjaan. Chaffin dan Park 1977 seperti yang dilaporkan oleh NIOSH menemukan keluhan punggung yang tajam pada para pekerja yang menuntut pekerjaan otot diatas batas kekuatan otot maksimalnya. Dan pekerja yang memiliki kekuatan otot rendah berisiko tiga kali lipat lebih besar mengalami keluhan otot dibandingkan pekerja yang memiliki kekuatan otot yang tinggi. Dalam studi lain, Troup et al. [1981] menemukan bahwa mengurangi kekuatan otot fleksor punggung adalah prediktor yang konsisten dari sakit punggung berulang atau terus-menerus, namun asosiasi ini tidak ditemukan untuk pertama kali terjadinya nyeri punggung. Disisi lain, studi-studi lain tidak menemukan hubungan yang sama dengan kekuatan fisik. [Battie et al. 1989; Leino 1987] gagal untuk membuktikan bahwa kekuatan fisik ditentukan oleh kekuatan mengangkat isometrik, pekerja beresiko rendah untuk mengeluh sakit punggung. Battie et al. [1990] membandingkan nyeri punggung pekerja dengan pekerja lain pada pekerjaan yang sama dengan menguji kekuatan isometrik dan tidak menemukan bahwa pekerja dengan nyeri punggung yang melemah. Dalam dua studi dari perawat Videman et al;. 1989, Mostardi et al. 1992 kekuatan mengangkat tidak merupakan prediktor yang dapat diandalkan sakit punggung. Oleh karena itu, jika dicermati bersama, studi yang menemukan hubungan yang signifikan antara kekuatanpekerjaan tugas dan kembali sakit digunakan penilaian pekerjaan atau analisis yang lebih menyeluruh dan terfokus pada pekerjaan mengangkat manual. Namun, studi-studi ini hanya diikuti pekerja untuk jangka waktu satu tahun, dan apakah hubungan yang sama akan terus selama masa kerja lama, tentunya masih banyak yang tidak jelas dalam hal ini. Sedangkan studi yang tidak menemukan hubungan, meskipun mereka mengikuti pekerja untuk jangka waktu yang lebih lama, tidak termasuk pengukuran tingkat eksposur yang tepat untuk setiap pekerja, sehingga mereka tidak bisa menilai kemampuan kekuatan yang penting dalam pekerjaan individu. Oleh karena itu, mereka tidak bisa memperkirakan tingkat ketidakcocokan antara kekuatan pekerja dan tuntutan tugas NIOSH, 1997. f. Indeks Massa Tubuh Walaupun pengaruhnya relatif kecil, ukuran tubuh juga menyebabkan keluhan otot skeletal. Berat badan, tinggi badan, indeks massa tubuh BMI rasio berat terhadap tinggi kuadrat, dan obesitas semua telah diidentifikasi dalam studi sebagai faktor risiko potensial untuk MSDS tertentu, terutama CTS dan herniasi diskus lumbar. Dalam Werner et al. [1994] studi populasi yang membutuhkan evaluasi klinis elektrodiagnostik dari ujung kanan atas, pasien diklasifikasikan sebagai obesitas BMI 29 adalah 2,5 kali lebih besar dibandingkan pasien kurus BMI 20 untuk didiagnosis dengan CTS. Werner et al. [1994] mengembangkan model regresi linier berganda CTS dengan perbedaan antara indra ulnaris latency dan median sebagai variabel dependen yang menunjukkan bahwa BMI adalah variabel yang paling berpengaruh, tapi tetap hanya menyumbang 5 dari varians dalam model. Pada model logistik Nathan 1994, indeks massa tubuh dicatat 8,6 dari total risiko. Hubungan CTS dan BMI telah disarankan untuk berhubungan dengan jaringan lemak meningkat dalam saluran karpal atau untuk meningkatkan tekanan hidrostatik sepanjang kanal karpal pada orang obesitas dibandingkan dengan orang yang ramping. Data antropometrik yang bertentangan, tetapi secara umum menunjukkan bahwa tidak ada korelasi kuat antara tinggi badan, berat badan, tubuh membangun dan nyeri pinggang. Obesitas tampaknya memainkan peran kecil tapi signifikan dalam terjadinya CTS.

g. Masa Kerja

Dokumen yang terkait

Keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada Sales Promotion Girl (SPG) Pengguna Sepatu Hak Tinggi di Suzuya Medan Plaza pada Tahun 2015

33 205 129

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Musculoskeletal Disorders pada Pekerja di Bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Tbk Tangerang Tahun 2011

0 15 205

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Keluhan Musculoskeletal Disorders Pada Ibu Menyusui 0 sampai 6 Bulan di Kelurahan Pisangan Ciputat Timur Tahun 2013

1 15 193

Faktor-Faktor Yang Berhubungan dengan Keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada Pengrajin Sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung Tahun 2013

2 28 147

FAKTOR–FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN MUSCULOSKELETAL DISORDERS PADA PEKERJA CLEANING SERVICE RSUD KOTA SEMARANG 2015.

0 3 20

Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Terjadinya Musculoskeletal Disorders (MSDs) Pada Pekerja Pembuatan Dodol di Tanjung Pura Kabupaten Langkat Tahun 2016

0 15 199

Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Terjadinya Musculoskeletal Disorders (MSDs) Pada Pekerja Pembuatan Dodol di Tanjung Pura Kabupaten Langkat Tahun 2016

1 1 20

UNIVERSITAS NEGERI MANADO FAKULTAS TEKNIK P T I K 2010 KATA PENGANTAR - MAKALAH Faktor – faktor yang mempengaruhi perkembangan anak

0 1 10

PENGARUH LATIHAN PEREGANGAN TERHADAP PENURUNAN KELUHAN MUSCULOSKELETAL DISORDERS PADA PEKERJA BATIK DI SOKARAJA

0 0 16

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN SUBYEKTIF MUSCULOSKELETAL DISORDERS (MSDs) PADA PEKERJA PEMBUAT BAKSO (Studi Pada Pekerja Pembuat Bakso Kelurahan Gayamsari Kota Semarang) - Repository Universitas Muhammadiyah Semarang

0 0 12