Faktor-faktor yang mempengaruhi keluhan musculoskeletal disorders (MSD s) pada pekerja assembling Pt. X Bogor tahun 2010

(1)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KELUHAN MUSCULOSKELETAL DISORDERS (MSDs) PADA PEKERJA

ASSEMBLING PT X BOGOR TAHUN 2010

SKRIPSI

Oleh : Emi Maijunidah NIM 106101003319

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1431 H/2010 M


(2)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarata.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, Desember 2010


(3)

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

Skripsi, Desember 2010

Emi Maijunidah, NIM: 106101003319

Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs)Pada Pekerja Assembling PT X Bogor Tahun 2010

xvi + 121 halaman, 18 tabel, 18 gambar, 2 bagan, 1 grafik, lampiran ABSTRAK

Keluhan musculoskeletal disorder (MSDs) adalah keluhan pada bagian otot-otot skeletal yang dirasakan seseorang mulai dari keluhan yang sangat ringan sampai berat. Jika kondisi ini terjadi dalam waktu yang lama dapat menyebabkan sakit permanen pada otot, sendi dan ligamen serta mengurangi produktivitas dan efisiensi kerja. Proses pekerjaan ditempat ini dipengaruhi oleh target produksi yaitu 10-20 unit per hari dengan estimasi waktu yang telah ditetapkan. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan terhadap 10 pekerja assembling 90% diantaranya mengalami keluhan otot seperti nyeri atau pegal-pegal pada leher, bahu, pinggang, punggung, paha, betis dan kaki.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor – faktor yang mempengaruhi keluhan musculoskeletal disorder (MSDs) pada pekerja assembling di PT X Bogor tahun 2010 yang terdiri dari faktor pekerjaan, usia, kebiasaan merokok dan masa kerja. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain cross sectional yang dilakukan pada bulan Agustus sampai Desember 2010. Sampel penelitian ini berjumlah 70 orang didapatkan dari hasil perhitungan sampel dengan rumus uji hipotesis beda dua proporsi. Penelitian ini menggunakan dua uji statistik yaitu chi square untuk melihat adanya hubungan antara variabel pekerjaan, usia dan kebiasaan merokok dengan keluhan MSDs sedangkan Mann-Whitney untuk variabel masa kerja.

Berdasarkan hasil penelitian, sebagian besar pekerja mengalami keluhan MSDs yaitu sebanyak 65 pekerja (92,9%) dan berdasarkan pengukuran faktor pekerjaan sebagian besar pekerja mengalami risiko pekerjaan tinggi (47,1%) dan sangat tinggi (34,3%). Pada Penelitian ini didapatkan faktor pekerjaan, usia, kebiasaan merokok dan masa kerja tidak berhubungan dengan keluhan MSDs.

Untuk mengurangi keluhan MSDs, disarankan kepada perusahaan agar memberikan alat bantu penanganan pada pekerjaan manual handling yang membutuhkan tenaga besar. Memberikan training tentang risiko ergonomi dan tata cara bekerja yang sesuai dengan prinsip ergonomi, membuat standar ergonomi (SOP) untuk setiap jenis pekerjaan terutama yang memiliki risiko ergonomi sangat tinggi dan tinggi serta pemberdayaan SMK3 dengan meningkatkan pengawasan dan koordinasi program P2K3 yang terkait dengan ergonomi di perusahaan yang dapat digunakan pekerja untuk bekerja dengan aman dan nyaman.


(4)

SYARIEF HIDAYATULLAH STATE ISLAMIC UNIVERSITY JAKARTA FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE

STUDY PROGRAM OF PUBLIC HEALTH

Undergraduated Thesis, December 2010

Emi Maijunidah, NIM: 106101003319

The Factors Affecting Complaint Musculoskeletal Disorders (MSDs) On Workers Assembling PT X Bogor Year 2010

xvi + 121 pages, 18 tables, 18 drawings, 2 charts, 1 graphics, attachments ABSTRACT

Musculoskeletal disorders (MSDs) are the complaint in the skeletal muscles that one feels complaint ranging from mild to very severe. If this condition occurs in a long time can cause permanent pain in muscles, joints and ligaments and reduce productivity and work efficiency. The process works in this place is influenced by production targets of 10-20 units per day with estimated time frames. Based on preliminary studies conducted on 10 workers assembling 90% of them experienced muscle complaint such as pain or stiffness in the neck, shoulders, waist, back, thighs, calves and feet.

This study aims to identify many factors that influence the complaint musculoskeletal disorders (MSDs) in workers assembling in PT X Bogor in 2010, which consist of job factor, age, smoking habits and working period. This research is a quantitative research with cross sectional design conducted in August through December 2010.The sample was 70 people obtained from the calculation formula of the sample with two different hypothesis test proportions. This study used two statistical tests of chi square to analyse the correlation between variables job factors, age and smoking habits with symptoms of MSDs, and the Mann-Whitney test for variable working period.

Based on the results of the study, most workers experience MSDs complaints which are 65 workers (92.9%) and job factors measured on the majority of workers experienced high-risk jobs (47.1%) and very high (34.3%). In this study, obtained a job factor, age, smoking habits and working period not associated with symptoms of MSDs.

To reducing complaint musculoskeletal disorders (MSDs), advised the company to provide a tool handling in manual handling jobs that require great strength. Provide training about ergonomic risk and working procedures in accordance with the principles of ergonomics, making ergonomics standard (SOP) for each type of work, especially with very high risk and high ergonomics and empowerment SMK3 by improving supervision and coordination of programs related to ergonomics P2K3 in the company which can be used workers to work safely and comfortably.


(5)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi Dengan Judul

FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KELUHAN

MUSCULOSKELETAL DISORDERS (MSDS) PADA PEKERJA ASSEMBLING DI PT X BOGOR TAHUN 2010

Telah disetujui, diperiksa, dipertahankan di hadapan tim penguji skripsi

Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Jakarta, 16 Desember 2010

Mengetahui,

Iting Shofwati, ST, MKKK DR. H. Arif Sumantri, SKM, MKes Pembimbing Skripsi I Pembimbing Skripsi II


(6)

PANITIA SIDANG UJIAN SKRIPSI

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Jakarta, 16 Desember 2010 Penguji I

Iting Shofwati, ST, MKKK

Penguji II

DR. H. Arif Sumantri, SKM, Mkes

Penguji III


(7)

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Nama : Emi Maijunidah

TTL : Lamongan, 4 April 1988

Jenis Kelamin : Perempuan

Status : Belum Menikah

Agama : Islam

Ponsel : (021) 93366900

Alamat : Jl. Harun No 11 B Rt 012/01, Tn. Kusir Jakarta Selatan 12240

E-mail : emy_april88@yahoo.co.id

PENDIDIKAN FORMAL

1994 – 2000 : SDN. 09 Pagi Kebayoran Lama

2000 – 2003 : SLTPN 31 Jakarta

2003 – 2006 : SMPN 32 Jakarta

2006 – 2010 : Peminatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Program Studi Kesehatan Masyarakat

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan


(8)

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas rahmat dan karunia-NYA dan salam tak lupa tercurah kepada junjungan Nabi Muhammad SAW sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “ Faktor-faktor yang mempengaruhi keluhan musculoskeletal disorders (MSDs) pada pekerja assembling PT X Bogor Tahun 2010”.

Dalam pelaksanaan magang dan penulisan laporan magang, penulis banyak mendapatkan bantuan, bimbingan dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:

1. My beloved family, orang tua tercinta yang telah banyak memberikan perhatian, dukungan secara moril dan materil, terima kasih atas doa, kasih sayang dan kesabaran yang tak terkira, kakak-kakakku dan adikku tersayang.

2. Bapak dr. Yuli Prapanca Satar, MARS, selaku Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat FKIK UIN Jakarta.

3. Ibu Iting Shofwati, ST, MKKK, selaku dosen pembimbing I dalam penyusunan skripsi ini, yang telah banyak meluangkan waktu dan memberikan banyak masukan serta motivasi kepada penulis.

4. Bapak DR H Arif Sumantri, SKM, Mkes, selaku pembimbing II dalam penyusunan skripsi ini, yang juga telah meluangkan waktu dan memberikan banyak saran.

5. Direksi PT X Bogor beserta jajarannya yang telah memberikan izin serta fasilitas kepada penulis.


(9)

6. Bapak Ir. Didit Suwardi, selaku Ketua P2K3 dan Bapak Ir. Ari Abriyarto, selaku Sekretaris Umum P2K3, Bapak Dewo selaku manager dan Bapak Didi, selaku supervisor di lokasi penelitian yang banyak memberikan masukan kepada penulis.

7. Pak Suyono, Pak Damiri, Ibu Wuri, Mas Budi serta seluruh staf dan operator PT X Bogor, terima kasih atas bantuan dan kerjasamanya.

8. Sahabat dan Saudaraku tersayang yang selalu membuat hariku ceria dan memberikan semangat (Desi, Nita, Heri Puji, Dita, Agita, Nisa, Rina, Lesy, Abel, Prit, Adit Prayudi, Angga, Eka Wahyuni, Rony, anak-anak Kos’an, Mas Amir dan seluruh mahasiswa kesmas 3G angkatan 2006 UIN Jakarta.

9. Seluruh dosen dan civitas akademik FKIK UIN Jakarta, khususnya Pak Gozali yang sudah banyak membantu proses administrasi dan memberikan motivasi. 10. Dan seluruh pihak yang telah banyak membantu yang tidak dapat penulis

sebutkan. Thank you for everythings.

Semoga Allah membalas jasa-jasa kalian semuanya. Penulis menyadari bahwa sebagai manusia tak luput dari kesalahan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan penulis terima dengan baik. Akhir kata penulis berharap semoga skrpsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis, pembaca dan berbagai pihak yang memerlukan.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Jakarta, Desember 2010


(10)

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ... ii

LEMBAR PERSETUJUAN ... iv

LEMBAR PENGESAHAN ... v

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR BAGAN ... xiv

DAFTAR GRAFIK ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.3 Pertanyaan Penelitian ... 6

1.4 Tujuan ... 7

1.4.1 Tujuan Umum ... 7

1.4.2 Tujuan Khusus ... 7

1.5 Manfaat ... 8

1.5.1 Perusahaan ... 8

1.5.2 Peneliti ... 8

1.5.2 Institusi Pendidikan ... 8

1.6 Ruang Lingkup ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Faktor Risiko MSDs ... 10

2.1.1 Faktor Pekerjaan ... 10

a. Postur Tubuh ... 10

b. Peregangan Otot yang Berlebihan ... 11

c. Aktivitas Berulang ... 12

d. Force/Load ... 12

e. Durasi ... 13

2.1.2 Faktor Invidu ... 13

a. Umur ... 13

b. Jenis Kelamin ... 15

c. Kebiasaan Merokok ... 16

d. Kesegaran Jasmani ... 18

e. Kekuatan Fisik ... 19


(11)

g. Masa Kerja ... 22

2.1.3 Faktor Lingkungan ... 22

a. Mikrolimat ... 22

b. Iluminasi ... 23

c. Vibrasi ... 24

2.1.4 Faktor Psikososial ... 25

2.2 Musculoskeletal Disorders (MSDs) ... 26

2.2.1 Definisi Musculoskeletal Disorders (MSDs) ... 26

2.2.2 Keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) ... 29

2.2.3 Anatomi dan Fisiologi Organ dalam Sistem Musculoskeletal ... 31

2.2.3.1 Muskuler/Otot ... 31

2.2.3.2 Skeletal ... 32

2.2.3.3 Low back Region ... 33

2.2.3.4 Intervertebral Disc ... 34

2.2.3.5 Leher ... 35

2.2.3.6 Elbow/Siku ... 35

2.2.3.7 Shoulder/Bahu ... 36

2.3 Metode Penilaian Ergonomi ... 36

2.3.1 Pengertian Ergonomi ... 36

a. Ergonomic Assesment Survey Method (EASY) ... 38

b. Base Risk of Ergonomic Factor (BRIEF) ... 38

c. Employee Survey (Survei Gejala) ... 39

d. Medical Survey (Survei Rekam Medis) ... 39

e. Rapid Upper Limb Assesment (RULA) ... 40

f. Rapid Entire Body Assesment (REBA) ... 50

2.4 Pengendalian Keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) ... 60

2.5 Kerangka Teori ... 63

BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS 3.1 Kerangka Konsep ... 65

3.2 Definisi Operasional ... 69

3.3 Hipotesis ... 71

BAB IV METODELOGI PENELITIAN 4.1 Jenis Penelitian ... 72

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 72

4.3 Populasi dan Sampel ... 72

4.3.1 Populasi ... 72

4.3.2 Sampel ... 72

4.4 Instrumen Penelitian dan Sumber Data ... 74


(12)

4.6 Analisis Data ... 84

4.6.1 Analisis Univariat ... 84

4.6.2 Analisis Bivariat ... 85

BAB V HASIL 5.1 Sejarah singkat perusahaan ... 86

5.2 Departemen APC (Assembling Passenger Cars) ... 86

5.3 Analisis Univariat ... 98

5.3.1 Keluhan MSDs pada Pekerja Assembling ... 98

5.3.2 Risiko Faktor Pekerjaan pada Pekerja Assembling ... 99

5.3.3 Risiko Faktor Pekerja pada Pekerja Assembling ... 100

5.4 Analisis Bivariat ... 101

5.4.1 Hubungan Faktor Pekerjaan dengan Keluhan MSDs ... 101

5.4.2 Hubungan Faktor Pekerja dengan Keluhan MSDs ... 102

BAB VI PEMBAHASAN 6.1 Keterbatasan Penelitian ... 104

6.2 Keluhan Musculoskeletal disorders(MSDs) ... 105

6.3 Hubungan Faktor Pekerjaan dengan Keluhan MSDs ... 108

6.4 Hubungan Faktor Pekerja dengan Keluhan MSDs ... 111

6.4.1 Hubungan usia dengan Keluhan MSDs ... 111

6.4.2 Hubungan kebiasaan merokok dengan Keluhan MSDs ... 113

6.4.3 Hubungan masa kerja dengan Keluhan MSDs ... 116

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan ... 118

7.2 Saran ... 119

7.2.1 Bagi Perusahaan ... 119

7.2.2 Bagi Peneliti Selanjutnya ... 120

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Skor Grup A RULA ... 44

Tabel 2.2 Skor Grand Total RULA ... 45

Tabel 2.3 Skor Grup B RULA ... 48

Tabel 2.4 Penilaian Skor Grup A REBA ... 55

Tabel 2.5 Penilaian Skor Grup B REBA ... 57

Tabel 2.6 Penilaian Skor Grup C dan Skor Aktivitas ... 59

Tabel 2.7 Level Akhir Skor REBA ... 59

Tabel 4.1 Contoh Penilaian Skor Grup A REBA ... 77

Tabel 4.2 Contoh Penilaian Skor Grup B REBA ... 79

Tabel 4.3 Contoh Penilaian Skor Grup C REBA ... 80

Tabel 4.4 Level Akhir Skor REBA ... 81

Tabel 5.1 Distribusi Responden Berdasarkan Keluhan MSDs pada Pekerja Assembling PT X Bogor tahun 2010 ... 98

Tabel 5.2 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Risiko Faktor Pekerjaan pada Pekerja Assembling PT X Bogor tahun 2010 ... 99

Tabel 5.3 Distribusi Responden Berdasarkan Usia dan Kebiasaan Merokok pada Pekerja Assembling PT X Bogor tahun 2010 ... 100

Tabel 5.4 Distribusi Responden Berdasarkan Masa Kerja pada Pekerja Assembling PT X Bogor tahun 2010 ... 100

Tabel 5.5 Distribusi Faktor Pekerjaan dengan Keluhan MSDs pada Pekerja Assembling PT X Bogor tahun 2010 ... 101

Tabel 5.6 Distribusi Responden Menurut Usia dan Kebiasaan Merokok dengan Keluhan MSDS pada Pekerja Assembling PT X Bogor tahun 2010 ... 102

Tabel 5.7 Analisis Hubungan Masa Kerja dengan Keluhan MSDs pada Pekerja Assembling PT X Bogor tahun 2010 ... 103


(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Bagian-bagian Intervertebral disc ... 34

Gambar 2.2 Tulang Leher ... 35

Gambar 2.3 Otot Leher ... 35

Gambar 2.4 Otot dan Bagian Siku ... 35

Gambar 2.5 Otot Bahu ... 36

Gambar 2.6 Postur Bagian Lengan Atas ... 41

Gambar 2.7 Postur Bagian Lengan Bawah ... 42

Gambar 2.8 Postur Pergelangan Tangan ... 43

Gambar 2.9 Postur Putaran Pergelangan Tangan ... 43

Gambar 2.10 Postur Leher ... 46

Gambar 2.11 Postur Punggung ... 47

Gambar 2.12 Postur Kaki ... 47

Gambar 2.13 Penilaian Grup A Posisi Leher ... 53

Gambar 2.14 Penilaian Grup A Posisi Punggung ... 54

Gambar 2.15 Penilaian Grup A Posisi Kaki... 54

Gambar 2.16 Penilaian Grup B Posisi Lengan Atas ... 56

Gambar 2.17 Penilaian Grup B Posisi Lengan Bawah ... 56


(15)

DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1 Kerangka Teori ... 64 Bagan 3.1 Kerangka Konsep ... 68


(16)

DAFTAR GRAFIK

Grafik 5.1 Distribusi bagian tubuh yang dikeluhkan pada operator assembling


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Kuisioner Penelitian Lampiran 2 Hasil Uji Univariat Lampiran 3 Hasil Uji Bivariat Lampiran 4 Form REBA Lampiran 5 Form RULA


(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Keluhan musculoskeletal adalah keluhan pada bagian otot-otot skeletal yang dirasakan seseorang mulai dari keluhan yang sangat ringan sampai berat. Jika dalam hal ini otot menerima beban statis secara berulang dan dalam waktu yang lama maka dapat menyebabkan kerusakan pada otot, saraf, tendon, persendian, kartilago dan discus intervetebrata (Tarwaka, 2004). Keluhan muskuloskeletal sering juga dinamakan MSDs (Musculoskeletal Disorder), RSI (Repetitive Strain Injuries), CTD (Cumulative Trauma Disorders), Work-related Musculoskeletal Disorders (WMSDs), RMI (Repetitive Motion Injury).

Biasanya MSDs mempengaruhi bagian-bagian tubuh yang terlibat dalam pelaksanaan suatu pekerjaan. Keluhan MSD yang sering timbul pada pekerja industri adalah nyeri punggung, nyeri leher, nyeri pada pergelangan tangan, siku dan kaki. Tubuh bagian atas terutama punggung dan lengan adalah bagian yang paling rentan terhadap risiko terkena MSDs. Jenis pekerjaan seperti perakitan, pengolahan data menggunakan keyboard komputer, pengepakan makanan dan penyolderan adalah pekerjaan-pekerjaan yang mempunyai siklus pengulangan pendek dan cepat sehingga menyebabkan timbulnya MSDs.

Pekerjaan-pekerjaan dan sikap kerja yang statis sangat berpotensi mempercepat timbulnya kelelahan dan nyeri pada otot-otot yang terlibat. Jika kondisi seperti ini berlangsung setiap hari dan dalam waktu yang lama (kronis) bisa menimbulkan sakit permanen dan kerusakan pada otot, sendi, tendon, ligamen dan


(19)

jaringan-jaringan lain. Selain itu, bekerja dengan rasa sakit dapat mengurangi produktivitas serta efisiensi kerja dan apabila bekerja dengan kesakitan ini diteruskan maka akan berakibat pada kecacatan yang akhirnya menghilangkan pekerjaan bagi pekerjanya. Terdapat lebih dari sepertiga dari seluruh waktu kerja yang hilang (lost time injuries) karena hal ini (Melissa, 2009).

Cohen et al (1997) menyebutkan bahwa MSDs dapat terjadi karena faktor pekerjaan, personal, lingkungan dan psikososial. Faktor pekerjaan antara lain postur janggal, postur statis, peregangan otot yang berlebihan, aktivitas berulang, force/load, frekuensi, durasi dan alat perangkai/genggaman. Faktor pekerja antara lain umur, jenis kelamin, kebiasaan merokok, kesegaran jasmani, kekuatan fisik, ukuran tubuh, masa kerja dan indeks massa tubuh. Faktor lingkungan antara lain mikrolimat (suhu), getaran, iluminasi. Sedangkan faktor psikososial antara lain kepuasaan kerja, stress mental dan organisasi kerja (Bridger, 1995; Tarwaka et al, 2004).

Gangguan musculoskeletal adalah masalah kesehatan yang paling umum di Uni Eropa yaitu 25 – 27% dari pekerja Eropa mengeluh sakit punggung dan 23% nyeri otot. Kemudian 62% dari pekerja di Uni-Eropa 27 terekspos seperempat waktu atau lebih untuk gerakan tangan repetitif dan gerakan lengan, 46% ke posisi yang menyakitkan atau melelahkan, 35% gerakan membawa atau memindahkan beban berat. Data lainnya dari The Labour Force Survey pada tahun 2007/2008, diperkirakan 539.000 pekerja di Britania Raya menderita musculoskeletal disorders yang disebabkan oleh pekerjaan mereka saat ini maupun pekerjaan sebelumnya dalam waktu 12 bulan terakhir.


(20)

Menurut data Biro Statistik Departemen Tenaga Kerja Amerika (2001) pada periode tahun 1996 sampai 1998 terdapat 2.811.000 kasus, diantaranya adalah gangguan yang berhubungan dengan faktor risiko ergonomi. Data lainnya juga menyebutkan di Amerika terjadi sekitar 6 juta kasus per tahun atau rata-rata 300 – 400 kasus per 100 ribu pekerja. Masalah ini mengakibatkan pekerja harus istirahat dirumah (lost day) selama rata-rata 20 hari, dengan variasi mulai dari ringan hingga cacat permanen tentunya. Biaya yang harus dikeluarkan akibat MSDs ini mencapai rata-rata $ 14.726 (lebih dari 130 juta rupiah). Bagi perusahaan, angka ini tentu belum termasuk biaya terhentinya produksi dan hilangnya kepercayaan pekerja kepada jaminan keselamatan yang diberikan perusahaan (aspek moral) (ergoinstitute, 2008).

Sedangkan di Indonesia berdasarkan dari hasil studi Departemen Kesehatan dalan profil masalah kesehatan di Indonesia tahun 2005, menunjukkan bahwa sekitar 40,5% penyakita yang diderita pekerja sehubungan dengan pekerjaannya. Gangguan kesehatan yang dialami pekerja, menurut penelitian yang dilakukan terhadap 9.482 pekerja di 12 kabupaten atau kota di Indonesia, umumnya berupa penyakit musculoskeletal disorders (16%), kardiovaskuler (8%), gangguan saraf (3%) dan gangguan THT (1,5%) (Sumiati, 2007).

Menurut penelitian Melyssa tahun 2007, tingkat resiko MSDs pada pekerja otomotif di section assembling I-line memiliki risiko cukup tinggi terutama pada proses kerja chassis 1 dengan jenis aktifitas yaitu pemasangan rear suspension, bolt front strut, protector muffler, hose fuel tank. Hal serupa juga diungkapkan pada penelitian Soleha tahun 2009, yang mengatakan bahwa risiko ergonomi pekerjaan di bagian cant plant memiliki medium risk dan high risk, dimana terdapat hubungan


(21)

antara variabel umur (Pvalue 0,024) dan variabel kebiasaan merokok (Pvalue 0,005) dengan keluhan MSDs pada operator Can Plant PT X tahun 2009. Selain itu didapatkan dari hasil penelitian bahwa operator yang mengalami keluhan MSDs lebih banyak dibandingkan dengan operator yang tidak mengalami keluhan. Sementara itu pada penelitian Ikrimah tahun 2010, menyatakan bahwa terdapat hubungan antara faktor pekerjaan (Pvalue 0,029), kebiasaan merokok (Pvalue 0,000), getaran (Pvalue 0,032) dengan keluhan MSDs.

PT X merupakan salah satu produsen mobil yang ada di negara ini. Di pabrik ini di produksi dua jenis kendaraan yaitu Passenger Cars yang berada di plant Assembling Passenger Cars dan Commercial Vehicle atau chassis bus yang berada di plant Assembling Commercial Vehicle. Untuk perakitan chassis bus terdapat departemen Aggregate Assembly & Commponent yang khusus merakit mesin, gearbox dan axle yang nantinya akan digabungkan dengan chassis pada proses selanjutnya.

Proses pekerjaan pada perakitan passenger cars memiliki beragam jenis kegiatan atau lebih bervariasi jika dibandingkan dengan proses pekerjaan pada commercial vehicle disertai dengan kegiatan berpindah tempat. Selain itu proses pekerjaan di tempat ini dipengaruhi oleh target produksi yang harus dikerjakan tiap harinya yakni 10 – 20 unit per hari yang tentu saja tiap pekerjaannya dilakukan berdasarkan estimasi waktu yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Sehingga kemungkinan tubuh pekerja sering melakukan perputaran cepat dan terus menerus serta beragam tehnik atau gerakan diantaranya berdiri, berputar, membungkuk dan mengangkat beban.


(22)

Berdasarkan studi pendahuluan di perusahaan tersebut, diketahui bahwa 9 dari dari 10 operator diantaranya mengalami keluhan otot seperti nyeri atau pegal-pegal yang umumnya sering dirasakan dibeberapa bagian tubuh seperti leher, bahu, pingggang, punggung, paha, betis dan kaki. Sepuluh operator ini mewakili dari setiap stasiun yang ada dan diambil secara acak. Selain itu menurut pernyataan pihak klinik, jumlah pekerja dibagian ini yang mengeluhkan nyeri otot atau pegal-pegal di klinik sekitar 15 orang per bulan.

Berdasarkan uraian diatas peneliti ingin melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada pekerja assembling di PT X Bogor Tahun 2010.

1.2 Rumusan Masalah

Proses pekerjaan di passenger cars yang memiliki beragam jenis kegiatan (bervariasi) jika dibandingkan dengan commercial vehicle dan banyak gerakan yang repetitif disertai dengan kegiatan berpindah tempat. Selain itu proses pekerjaan di tempat ini dipengaruhi oleh target produksi yang harus dikerjakan tiap harinya yakni 10 – 20 unit per hari yang tentu saja tiap pekerjaannya dilakukan berdasarkan estimasi waktu yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Sehingga kemungkinan tubuh pekerja sering melakukan perputaran cepat dan terus menerus serta beragam tehnik atau gerakan diantaranya berdiri, berputar, membungkuk dan mengangkat beban.

Berdasarkan studi pendahuluan diketahui bahwa 9 dari 10 operator diantaranya mengalami keluhan otot seperti nyeri atau pegal-pegal yang umumnya sering dirasakan dibeberapa bagian tubuh seperti leher, bahu, pingggang, punggung,


(23)

paha, betis dan kaki. Selain itu jumlah pekerja dibagian ini yang mengeluhkan nyeri otot atau pegal-pegal di klinik sekitar 15 orang per bulan.

Diperkirakan kejadian Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada pekerja dapat mempengaruhi produktivitas dan efisiensi kerja, meningkatkan risiko kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja serta target produksi yang telah ditetapkan perusahaan akan terganggu. Diperkirakan juga Faktor risiko keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada pekerja dibagian ini yaitu faktor pekerjaan dan pekerja (umur, kebiasaan merokok, masa kerja).

Dengan demikian diperlukan adanya penelitian untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada pekerja sehingga upaya preventif akan lebih mudah dilakukan.

1.3 Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana gambaran keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada pekerja assembling di PT X Bogor Tahun 2010.

2. Bagaimana gambaran faktor pekerjaan pada pekerja assembling di PT X Bogor Tahun 2010.

3. Bagaimana gambaran faktor pekerja pada pekerja assembling di PT X Bogor Tahun 2010.

4. Apakah ada hubungan antara faktor pekerjaan dengan risiko Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada pekerja assembling di PT X Bogor Tahun 2010. 5. Apakah ada hubungan antara faktor pekerja dengan keluhan Musculoskeletal


(24)

1.4 Tujuan

1.4.1 Tujuan Umum

Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada pekerja assembling di PT X Bogor Tahun 2010.

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Diketahuinya gambaran keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada pekerja assembling di PT X Bogor Tahun 2010.

2. Diketahuinya gambaran faktor pekerjaan pada pekerja assembling di PT X Bogor Tahun 2010.

3. Diketahuinya gambaran faktor pekerja pada pekerja assembling di PT X Bogor Tahun 2010.

4. Diketahuinya hubungan antara faktor pekerjaan dengan keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada pekerja assembling di PT X Bogor Tahun 2010.

5. Diketahuinya hubungan antara faktor pekerja dengan keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada pekerja assembling di PT X Bogor Tahun 2010.

1.5 Manfaat

1.5.1 Perusahaan

a. Dapat memberikan informasi mengenai faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada pekerja, agar perusahaan lebih meningkatkan perhatian pada permasalahan ergonomi.


(25)

b. Dapat memberikan solusi alternatif mengenai tindakan pencegahan terhadap risiko Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada pekerja guna meningkatkan kesehatan dan kinerja pekerja.

1.5.2 Peneliti

Menambah wawasan dan pengetahuan peneliti dalam dunia kerja khususnya tentang keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs), melakukan penilaian risiko MSDs dan permasalahanya di tempat kerja serta sebagai bahan referensi yang dapat dijadikan bahan bacaan oleh peneliti selanjutnya.

1.5.3 Institusi Pendidikan

Menambah referensi mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan risiko Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada pekerja di industri perakitan kendaraan dalam bidang keilmuan K3 dan mahasiswa peminatan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3).

1.6 Ruang Lingkup

Penelitian ini dilakukan pada bagian passenger cars di PT X Bogor tahun 2010. Topik penelitian ini tentang faktor-faktor yang mempengaruhi keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada pekerja, karena banyaknya kegiatan atau proses pekerjaan yang dilakukan pada bagian ini dan proses kerja yang dilakukan dengan cepat karena adanya target produksi yang harus dicapai tiap harinya yaitu 10 – 20 unit perhari. Sehingga kemungkinan tubuh pekerja sering melakukan perputaran cepat dan terus menerus serta beragam tehnik atau gerakan diantaranya berdiri, berputar, membungkuk, mengangkat beban, yang rentan terhadap postur kerja janggal.


(26)

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus sampai Desember 2010. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan desain studi cross sectional yang terdiri dari beberapa variabel yaitu faktor pekerjaan dan pekerja (umur, kebiasaan merokok, masa kerja).

Populasi pada penelitian ini yaitu seluruh operator di Assembling Passenger Cars yang berjumlah 90 orang dan sampel penelitian ini berjumlah 70 orang yang didapatkan dari hasil perhitungan sampel dengan rumus sampel uji hipotesis beda dua proporsi. Pengumpulan data dilakukan dengan menyebar kuisioner, observasi serta melakukan penilaian skor terhadap faktor pekerjaan dengan menggunakan metode pengukuran ergonomi yaitu metode REBA dan RULA.


(27)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Faktor Risiko MSDs 2.1.1 Faktor Pekerjaan a. Postur Tubuh

Postur adalah orientasi relatif dari bagian tubuh dalam ruang. Postur manusia dalam keadaan melakukan kerjanya ditentukan oleh dimensi tubuh dan dimensi deasain kerjanya, jika tidak terdapat keselarasan dalam kedua dimensi tersebut maka akan timbul dampak jangka panjang dan dampak jangka pendek terhadap tubuh manusia (Pheasant, 1991).

ILO (1998) mengkategorikan postur tubuh sebagai postur janggal adalah berdiri, duduk tanpa dukungan lumbar, duduk tanpa dukungan punggung, duduk tanpa footrest (tumpuan kaki) yang baik dengan ketinggian yang sesuai, duduk dengan mengistirahatkan bahu pada permukaan alat kerja yang terlalu tinggi, tangan bagian atas terangkat tanpa dukungan dari alas vertikal, tangan meraih sesuatu yang sulit terjangkau (jauh/tinggi), kepala mendongak, posisi membungkuk, punggung yang mengarah ke depan, membawa beban berat dengan cara memanggul atau memikul, semua posisi tegang, posisi ekstrim yang terus menerus setiap sendi.

Sedangkan postur statis merupakan postur kerja fisik dalam posisi yang sama dimana pergerakan yang terjadi sangat minimal. Pada waktu diam, dimana pergerakan yang tak berguna terlihat, pengerutan supplai darah, darah tidak mengalir baik ke otot. Berbeda halnya, dengan kondisi yang dinamis, suplai darah segar terus tersedia untuk menghilangkan hasil buangan melalui kontraksi dan relaksasi otot.


(28)

Pekerjaan kondisi diam yang lama mengharuskan otot untuk menyuplai oksigen dan nutrisi sendiri, dan hasil buangan tidak dihilangkan.

Penumpukan Local hypoxia dan asam latic meningkatkan kekusutan otot, dengan dampak sakit dan letih. Sifat yang khusus dari gangguan statik termasuk didalamnya menjaga usaha dalam level yang tinggi dalam 10 menit atau lebih, level menengah 1 menit atau lebih, atau usaha dengan level rendah 4 menit atau lebih. Contoh dari gangguan statik termasuk didalamnya: meningkatkan bahu untuk periode yang lama, menggenggam benda dengan lengan mendorong dan memutar benda berat, berdiri di tempat yang sama dalam waktu yang lama dan memiringkan kepala kedepan dalam waktu yang lama. Diperkirakan semua pekerjaan itu dapat di atur dalam beberapa jam per hari tanpa gejala keletihan dalam jika menggunakan gaya yang besar tidak boleh melebihi 8 % dari maksimum gaya otot (Graendjean, 1980).

b. Peregangan otot yang berlebihan

Peregangan otot yang berlebihan (over exertion) biasanya dialami pekerja yang mengalami aktifitas kerja yang menuntut tenaga yang besar seperti aktivitas mengangkat, mendorong, menarik dan menahan beban yang berat. Peregangan otot yang berlebihan ini terjadi karena pengerahan tenaga yang diperlukan melampaui kekuatan optimum otot. Apabila hal serupa sering dilakukan, maka akan mempertinggi resiko terjadinya keluhan otot, bahkan dapat menyebabkan terjadinya cidera otot skeletal (Peter Vi, 2000 dalam Tarwaka et al, 2004).


(29)

c. Aktivitas Berulang

Aktifitas berulang adalah pekerjaan yang dilakukan secara terus menerus. Keluhan otot terjadi karena otot menerima tekanan akibat beban kerja secara terus menerus, tanpa memperoleh kesempatan untuk melakukan relaksasi (Peter Vi, 2000 dalam Tarwaka et al, 2004).

Gerakan lengan dan tangan yang dilakukan secara berulang-ulang terutama pada saat bekerja mempunyai risiko bahaya yang tinggi terhadap timbulnya CTDs. Tingkat risiko akan bertambah jika pekerjaan dilakukan dengan tenaga besar, dalam waktu yang sangat cepat dan waktu pemulihan kurang (Ikrimah, 2010).

d. Force/Load

Force adalah jumlah usaha fisik yang digunakan untuk melakukan pekerjaan seperti mengangkat benda berat. Jumlah tenaga bergantung pada tipe pegangan yang digunakan, berat obyek, durasi aktivitas, postur tubuh dan jenis dari aktivitasnya. Massa beban/objek merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya gangguan otot rangka (Soleha, 2009).

Untuk jenis pekerjaan angkat dan angkut, maka beban maksimum yang diperkenankan, agar tidak menimbulkan kecelakaan kerja, sesuai dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Koperasi No. Per.01/MEN/1978 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam penebangan dan pengangkutan kayu. Untuk laki-laki dewasa dengan pekerjaan terus menerus sebesar 40 kg dan pekerjaan sekali-kali sebesar 15-18 kg dan untuk wanita dewasa dengan pekerjaan terus menerus sebesar 15 kg dan pekerjaan sekali-kali sebesar 10 kg. Sedangkan untuk tenaga kerja muda laki-laki dengan pekerjaan terus menerus sebesar 15 kg dan pekerjaan sekali-kali sebesar 10-15 kg dan untuk tenaga kerja muda wanita dengan pekerjaan terus


(30)

menerus sebesar 10-12 kg dan pekerjaan sekali-kali sebesar 6-9 kg (Ramandhani, 2003).

e. Durasi

Durasi menunjukkan jumlah waktu yang digunakan dalam melakukan suatu pekerjaan. Semakin lama durasinya dalam melakukan pekerjaan yang sama akan semakin tinggi resiko yang diterima dan semakin lama juga waktu yang diperlukan untuk pemulihan tenaganya (NIOSH, pub 97-117, 1997). Bird (2005) mendefinisikan durasi dengan pengkategorian yaitu durasi singkat jika < 1 jam/hari, durasi sedang jika 1-2 jam/hari dan durasi lama jika > 2 jam/hari.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Ikrimah tahun 2010 didapatkan hasil bahwa faktor pekerjaan memiliki hubungan yang signifikan dengan keluhan MSDs dengan Pvalue sebesar 0,029. Sedangkan pada penelitian yang dilakukan oleh Soleha tahun 2009 didapatkan hasil bahwa faktor pekerjaan kurang memiliki hubungan yang signifikan dengan keluhan MSDs dengan Pvalue sebesar 0,148.

2.1.2 Faktor Individu a. Umur

Prevalensi MSDs seseorang meningkat saat mereka mulai masuk bekerja. Pada umumnya keluhan muskuloskeletal mulai dirasakan pada umur 30 tahun dan semakin meningkat pada umur 40 tahun ke atas. Hal ini disebabkan perubahan biologis secara alamiah pada usia paruh baya kekuatan dan ketahanan otot mulai menurun karena proses penuaan, misalnya degeneratif otot, tendon, ligamen dan sendi sehingga resiko terjadinya keluhan pada otot meningkat.


(31)

Pada usia 35, kebanyakan orang memiliki episode pertama mereka kembali sakit [Guo et al. 1995; Chaffin 1979]. Setelah di tahun-tahun kerja mereka (usia 25-65), Namun, prevalensi relatif konsisten [Guo et al. 1995; Biering-Sorensen 1983]. Gangguan otot adalah salah satu gejala sebagian besar masalah kesehatan umum usia menengah dan tua Buckwalter et al [. 1993]. Namun, kelompok usia dengan tingkat nyeri punggung tertinggi compensable dan strain adalah kelompok umur 20-24 untuk laki-laki, dan kelompok umur 30-34 untuk perempuan. Selain penurunan fungsi muskuloskeletal karena perkembangan usia yang terkait gangguan degeneratif usia, kehilangan kekuatan jaringan dapat meningkatkan probabilitas atau tingkat keparahan kerusakan jaringan lunak (NIOSH, 1997).

Sebagai contoh, Betti’e et al (1989) telah melakukan studi tentang kekuatan statik otot untuk pria dan wanita dengan usia antara 20 sampai dengan di atas 60 tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kekuatan otot maksimal terjadi pada saat umur antara 20-29 tahun, selanjutnya terus terjadi penururnan sejalan dengan bertambahnya umur. Pada saat umur mencapai 60 tahun, rata-rata kekuatan otot menurun sampai 20%. Pada saat kekuatan otot mulai menurun, maka resiko terjadinya keluhan otot akan meningkat. Riihimaki et al. (1989) menjelaskan bahwa umur mempunyai hubungan yang sangat erat dengan kekuatan otot, terutama untuk otot leher dan bahu, bahkan ada beberapa ahli lainnya menyatakan bahwa umur merupakan penyebab utama terjadinya keluhan otot (Tarwaka, et al. 2004).

Beberapa studi menemukan usia menjadi faktor penting yang terkait dengan MSDs [Guo et a. 1995; Biering-Sorensen 1983; Inggris et al. 1995; Ohlsson et al. 1994; Riihimäki et al; Toomingas et al 1989]. Misalnya pada penelitian Riihimaki et al. (1989) menemukan hubungan yang signifikan antara sciatica dan usia di


(32)

operator mesin, tukang kayu, dan pekerja yang menetap. Usia juga merupakan faktor risiko yang kuat untuk leher dan bahu gejala di tukang kayu, operator mesin dan pekerja berpindah-pindah. Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Soleha tahun 2009 juga mendapatkan hasil yang serupa yaitu terdapat hubungan yang signifikan antara faktor individu (umur) dengan keluhan MSDs dengan Pvalue sebesar 0,024.

Namun beberapa penelitian juga mendapatkan hasil bahwa umur tidak memiliki hubungan dengan keluhan MSDs sebagai contohnya penelitian Torell et al. [1988] tidak menemukan korelasi antara usia dan MSDS pada prevalensi dalam populasi pekerja galangan kapal. Mereka menemukan hubungan yang kuat antara beban kerja (dalam kategori rendah, sedang, atau berat) dan gejala atau diagnosis MSDS

.

Hasil yang sama juga didapatkan pada penelitian Ikrimah tahun 2010 bahwa faktor individu (umur) tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan keluhan MSDs dengan Pvalue sebesar 0,121.

b. Jenis Kelamin

Dalam pendesainan suatu beban tugas harus diperhatikan jenis kelamin pemakainya, Astarnd dan Rodahl (1977) menjelaskan bahwa kekuatan otot wanita hanya sekitar dua pertiga dari kekuatan otot pria, sehingga daya tahan otot pria pun lebih tinggi dibandingkan dengan wanita. Namun pendapat ini masih diperdebatkan oleh para ahli, namun beberapa hasil penelitian secara seginifikan menunjukkan jenis kelamin sangat mempengaruhi tingkat risiko keluhan otot.

Hal ini terjadi karena secara fisiologis, kemampuan otot wanita memang lebih rendah dari pria. Hasil penelitian Betti’e et al. (1989) menunjukkan bahwa rata-rata kekuatan otot wanita kurang lebih hanya 60% dari kekuatan otot pria, khususnya untuk otot lengan, punggung dan kaki. Hal ini diperkuat oleh hasil penelitian Chiang


(33)

et al. (1993), Bernard et al. (1994), hales et al. (1994), dan Johansonb(1994) yang menyatakan bahwa perbandingan keluhan otot antara pria dan wanita adalah 1:3 (Tarwaka, et al. 2004).

Penelitian, Lindman et al. [1991], menemukan bahwa wanita memiliki lebih banyak jenis serat otot di otot muscle daripada pria dan membuat hipotesis sakit miofasial berasal dalam serat otot tipe I. Ulin et al. [1993] mencatat bahwa perbedaan gender yang signifikan dalam sikap kerja yang terkait dengan sosok laki-laki atau perempuan. Namun prevalensi wanita yang lebih tinggi mengeluh MSDs daripada laki-laki dapat disebabkan karena bias pelaporan yang mungkin terjadi karena wanita mungkin lebih mungkin melaporkan rasa sakit dan mencari perawatan medis daripada laki-laki [Armstrong et al. 1993; Hales et al. 1994].

c. Kebiasaan Merokok

Beberapa penelitian telah menyajikan bukti bahwa riwayat merokok positif dikaitkan dengan MSDs seperti nyeri pinggang, linu panggul, atau intervertebral disc hernia [Finkelstein 1995; Owen dan Damron 1984; Frymoyer et al. 1983; Svensson dan Anderson 1983; Kelsey et al.1984]. Meningkatnya keluhan otot sangat erat hubungannya dengan lama dan tingkat kebiasaan merokok. Semakin lama dan semakin tinggi frekuensi merokok, semakin tinggi pula tingkat keluhan otot yang dirasakan.

Boshuizen et al. (1993) menemukan hubungan yang signifikan antara kebiasaan merokok dengan keluhan otot pinggang, khususnya untuk pekerjaan yang memerlukan pengerahan otot. Hal ini sebenarnya terkait erat dengan kondisi kesegaran tubuh seseorang. Kebiasaan merokok akan dapat menurunkan kapasitas paru-paru, sehingga kemampuan untuk mengonsumsi oksigen menurun dan sebagai


(34)

akibatnya tingkat kesegaran tubuh juga menurun. Apabila yang bersangkutan harus melakukan tugas yang menuntut pengerahan tenaga, maka akan mudah lelah karena kandungan oksigen dalam darah rendah, pembakaran karbohidrat terhambat, terjadi tumpukan asam laktat dan akhirnya timbul rasa nyeri otot (Tarwaka, et al. 2004). Deyo dan [Bass 1989] mengamati bahwa prevalensi sakit punggung meningkat dengan jumlah paket-tahun merokok dan dengan tingkat merokok terberat.

Dalam sebuah penelitian Finlandia usia 30-64, [Makela et al. 1991], nyeri leher ditemukan secara signifikan berhubungan dengan merokok saat ini (OR 1.3, CI 95% 1-1,61) ketika model logistik telah disesuaikan untuk usia dan jenis kelamin. Beberapa penjelasan untuk hubungan yang telah dirumuskan. Satu hipotesis adalah bahwa nyeri punggung disebabkan oleh batuk dari merokok. Batuk meningkatkan tekanan perut dan tekanan intradiscal dan meletakkan beban pada tulang belakang. Beberapa studi telah mengamati hubungan tersebut [Deyo dan Bass 1989; Frymoyer et al. 1980; Troup et al. 1987]. Mekanismenya dimulai dari nikotin yang menyebabkan berkurangnya aliran darah ke jaringan dan kandungan rokok menyebabkan kandungan mineral tulang belakang berkurang dan menyebabkan microfractures.

Hal serupa juga diungkapkan pada penelitian Soleha tahun 2009 dan didapatkan hasil bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara faktor individu (kebiasaan merokok) dengan keluhan MSDs dengan Pvalue sebesar 0,005. Sedangkan pada penelitian Ikrimah tahun 2010 didapatkan hasil bahwa faktor individu (kebiasaan merokok) juga memiliki hubungan yang signifikan dengan keluhan MSDs.


(35)

Jadi dalam hal ini perokok lebih memiliki kemungkinan menderita masalah punggung dari pada bukan perokok. Efeknya adalah hubungan dosis dan lebih kuat dari pada yang diharapkan dari efek batuk. Risiko meningkat sekitar 20% untuk setiap 10 batang rokok perhari (Pheasant,1991).

Menurut Bustan tahun 1997, kebiasaan merokok dibagi menjadi beberapa kategori yaitu yang mempunyai kebiasaan merokok ringan (10 batang sehari), sedang (10-20 batang sehari), berat (> 20 batang sehari) dan tidak punya kebiasaan merokok. d. Kesegaran Jasmani

Pada umumnya keluhan otot jarang dialami oleh seseorang yang dalam aktifitas kesehariannya mempunyai cukup waktu untuk beristirahat. Sebaliknya, bagi yang dalam pekerjaan kesehariannya memerlukan tenaga besar dan tidak cukup istirahat akan lebih sering mengalami keluhan otot. Namun, kurangnya aktivitas fisik juga dapat meningkatkan kerentanan terhadap cedera dan setelah cedera, ambang batas untuk cedera lebih jauh berkurang. Disisi lain, beberapa rezim pengobatan standar telah menemukan bahwa gejala MSDs sering membaik oleh aktivitas fisik (NIOSH, 1997).

Laporan NIOSH yang dikutip dari hasil penelitian Cady et al.(1979) menyatakan bahwa untuk tingkat kesegaran tubuh yang rendah, maka risiko terjadinya keluhan adlah 7,1%, tingkat kesegaran tubuh sedang adalah 3,2% dan tingkat kesegaran tubuh tinggi adalah 0,8%. Hal ini juga diperkuat dengan laporan Batti’e et al.(1989) yang menyatakan bahwa hasil penelitian terhadap para penerbang menunjukkan bahwa kelompok penerbang dengan tingkat kesegaran tubuh yang paling mempunyai risiko yang sangat kecil terhadap risiko cidera otot.


(36)

Namun beberapa studi epidemiologi kerja telah melihat pada kegiatan non fisik terkait dengan pekerjaan di atas kaki. Kebanyakan studi NIOSH [Hales dan Denda 1989; Kiken et al. 1990; Burt et al. 1990; Baron et al. 1991; Hales et al. 1994; Bernard et al. 1994] telah membuktikan MSDS karena cedera olahraga atau kegiatan lainnya yang berhubungan dengan non-pekerjaan atau cedera dan belum termasuk faktor-faktor dalam analisis.

Singkatnya, meskipun kebugaran fisik dan aktivitas secara umum diterima sebagai cara untuk mengurangi MSDs yang berhubungan dengan pekerjaan, literatur epidemiologi saat ini tidak memberikan indikasi yang jelas seperti itu. Literatur kedokteran olahraga, bagaimanapun tidak memberikan indikasi yang lebih baik yang melibatkan aktivitas olahraga yang kuat, bersifat berulang (seperti tenis dan pitching baseball) yang berkaitan dengan MSDS (NIOSH,1997).

e. Kekuatan Fisik

Beberapa studi epidemiologi mengatakan ada hubungan antara cedera punggung dan ketidakkekuatan fisik dan tugas pekerjaan. Chaffin dan Park (1977) seperti yang dilaporkan oleh NIOSH menemukan keluhan punggung yang tajam pada para pekerja yang menuntut pekerjaan otot diatas batas kekuatan otot maksimalnya. Dan pekerja yang memiliki kekuatan otot rendah berisiko tiga kali lipat lebih besar mengalami keluhan otot dibandingkan pekerja yang memiliki kekuatan otot yang tinggi. Dalam studi lain, Troup et al. [1981] menemukan bahwa mengurangi kekuatan otot fleksor punggung adalah prediktor yang konsisten dari sakit punggung berulang atau terus-menerus, namun asosiasi ini tidak ditemukan untuk pertama kali terjadinya nyeri punggung.


(37)

Disisi lain, studi-studi lain tidak menemukan hubungan yang sama dengan kekuatan fisik. [Battie et al. 1989; Leino 1987] gagal untuk membuktikan bahwa kekuatan fisik ditentukan oleh kekuatan mengangkat isometrik, pekerja beresiko rendah untuk mengeluh sakit punggung. Battie et al. [1990] membandingkan nyeri punggung pekerja dengan pekerja lain pada pekerjaan yang sama dengan menguji kekuatan isometrik dan tidak menemukan bahwa pekerja dengan nyeri punggung yang melemah. Dalam dua studi dari perawat (Videman et al;. 1989, Mostardi et al. 1992) kekuatan mengangkat tidak merupakan prediktor yang dapat diandalkan sakit punggung.

Oleh karena itu, jika dicermati bersama, studi yang menemukan hubungan yang signifikan antara kekuatan/pekerjaan tugas dan kembali sakit digunakan penilaian pekerjaan atau analisis yang lebih menyeluruh dan terfokus pada pekerjaan mengangkat manual. Namun, studi-studi ini hanya diikuti pekerja untuk jangka waktu satu tahun, dan apakah hubungan yang sama akan terus selama masa kerja lama, tentunya masih banyak yang tidak jelas dalam hal ini. Sedangkan studi yang tidak menemukan hubungan, meskipun mereka mengikuti pekerja untuk jangka waktu yang lebih lama, tidak termasuk pengukuran tingkat eksposur yang tepat untuk setiap pekerja, sehingga mereka tidak bisa menilai kemampuan kekuatan yang penting dalam pekerjaan individu. Oleh karena itu, mereka tidak bisa memperkirakan tingkat ketidakcocokan antara 'kekuatan pekerja dan tuntutan tugas (NIOSH, 1997). f. Indeks Massa Tubuh

Walaupun pengaruhnya relatif kecil, ukuran tubuh juga menyebabkan keluhan otot skeletal. Berat badan, tinggi badan, indeks massa tubuh (BMI) (rasio berat terhadap tinggi kuadrat), dan obesitas semua telah diidentifikasi dalam studi sebagai


(38)

faktor risiko potensial untuk MSDS tertentu, terutama CTS dan herniasi diskus lumbar.

Dalam Werner et al. [1994] studi populasi yang membutuhkan evaluasi klinis elektrodiagnostik dari ujung kanan atas, pasien diklasifikasikan sebagai obesitas (BMI> 29) adalah 2,5 kali lebih besar dibandingkan pasien kurus (BMI <20) untuk didiagnosis dengan CTS. Werner et al. [1994] mengembangkan model regresi linier berganda CTS dengan perbedaan antara indra ulnaris latency dan median sebagai variabel dependen yang menunjukkan bahwa BMI adalah variabel yang paling berpengaruh, tapi tetap hanya menyumbang 5% dari varians dalam model. Pada model logistik Nathan 1994, indeks massa tubuh dicatat 8,6% dari total risiko. Hubungan CTS dan BMI telah disarankan untuk berhubungan dengan jaringan lemak meningkat dalam saluran karpal atau untuk meningkatkan tekanan hidrostatik sepanjang kanal karpal pada orang obesitas dibandingkan dengan orang yang ramping.

Data antropometrik yang bertentangan, tetapi secara umum menunjukkan bahwa tidak ada korelasi kuat antara tinggi badan, berat badan, tubuh membangun dan nyeri pinggang. Obesitas tampaknya memainkan peran kecil tapi signifikan dalam terjadinya CTS.

g. Masa Kerja

Masa kerja adalah faktor yang berkaitan dengan lamanya seseorang bekerja disuatu perusahaan. Terkait dengan hal tersebut, MSDs merupakan penyakit kronis yang membutuhkan waktu lama untuk berkembang dan bermanifestasi. Jadi semakin lana waktu bekerja atau semakin lama seseorang terpajan faktor risiko MSDs ini maka semakin besar pula risiko untuk mengalami MSDs (Guo, 2004).


(39)

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ikrimah tahun 2010 didapatkan hasil bahwa masa kerja tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan keluhan MSDs dengan Pvalue sebesar 0,313. Demikian juga dengan penelitian Soleha tahun 2009 yang menunjukkan bahwa masa kerja tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan keluhan MSDs dengan Pvalue sebesar 0,439.

2.1.3 Faktor Lingkungan a. Mikrolimat

Paparan suhu dingin maupun panas yang berlebihan dapat menurunkan kelincahan, kepekaan dan kekuatan pekerja sehingga gerakan pekerja menjadi lamban, sulit bergerak dan kekuatan otot menurun. Demikian juga dengan paparan udara yang panas. Beda suhu lingkungan dengan suhu tubuh yang terlampau besar menyebabkan sebagian besar energi yang ada dalam tubuh akan termanfaatkan oleh tubuh untuk beradaptasi dengan lingkungan tersebut. Apabila hal ini tidak diimbangi dengan pasokan energi yang cukup, maka akan terjadi kekurangan suplai energi ke otot. Sebagai akibatnya, peredaran darah kurang lancar, suplai oksigen ke otot menurun, proses metabolisme karbohidrat terhambat dan terjadi penimbunan asam laktat yang dapat menimbulkan rasa nyeri otot (Suma’mur, 1982; Grandjean, 1993 dalam Tarwaka et al. 2004).

b. Iluminasi

Iluminasi adalah datangnya cahaya ke suatu objek. Iluminansi merupakan besaran penerangan yang kaitannya erat dengan kuat penerangan penerangan. Iluminansi adalah penyataan kuantitatif jumlah cahaya yang dipantulkan oleh permuakaan pada suatu arah. (Muhaimin, 2001). Iluminansi suatu permukaan


(40)

ditentukan oleh kuat penerangan dan kemampuan memantulkan cahaya oleh permukaan.

Penelitian yang dilakukan Escuyer dan Fontoynont, mengadopsi metode wawancara tidak langsung untuk mensurvey kecenderungan intensitas penerangan yang disukai oleh para pekerja di Perancis melalui lingkungan kerjanya. Hasilnya, 44% responden mengatakan bahwa ”memiliki pencahayaan alami yang sedikit” adalah karakteristik utama pada sebuah kantor. Kadar pencahayan dapat dikategorikan berdasarkan jenis pekerjaannya yaitu:

• Tidak cermat (ex: menumpuk barang) = 80 – 170 lux • Agak cermat (ex: memasang, tidak persis) = 170 – 350 lux • Cermat/persis (ex: membaca, menggambar) = 350 – 700 lux • Amat persis (ex: memasang, persis) = 700 – 10000 lux

Jika tingkat iluminasi pada suatu tempat tidak memenuhi persyaratan maka akan menyebabakan postur leher untuk fleksi ke depan (menunduk) dan postur tubuh untuk fleksi (membungkuk) yang berisiko mengalami MSDs (Bridger, 1995).

c. Vibrasi

Getaran dengan frekuensi yang tinggi akan menyebabkan kontraksi otot bertambah. Kontraksi statis ini menyebabkan penimbunan asam laktat dalam alat-alat dengan bertambahnya panjang waktu reaksi. Rasa tidak enak menjadi sebab kurangnya perhatian. Rangsangan-rangsangan pada system retikuler di otak menjadi sebab mabuk. (Suma’mur, 1982).

Paparan dari getaran lokal terjadi ketika bagian tubuh tertentu kontak dengan objek yang bergetar, seperti kekuatan alat-alat yang menggunakan tangan. Paparan getaran seluruh tubuh dapat terjadi ketika berdiri atau duduk dalam lingkungan atau


(41)

objek yang bergetar, seperti ketika mengopeasikan kendaraan atau mesin yang besar (Cohet et al, 1997).

Disamping rasa tidak nyaman yang ditimbulkan oleh goyangan organ pada seluruh tubuh, menurut beberapa penelitian telah dilaporkan efek jangka lama yang menimbulkan osteoarthritis tulang belakang (J.M. Harrington, 2003:187-188). Menambahnya tonus otot-otot oleh karena getaran dibawah frekuensi 20 Hz menjadi sebab kelelahan.

Getaran menjadi faktor risiko jika pekerja terpapar secara terus menerus atau berada pada intensitas tinggi, yang mungkin didapat dari penggunaan peralatan. Pekerja yang mengalami getaran dapat menyebabkan kelelahan, letih, mati rasa dan peningkatan sensitifitas terhadap dingin (Nurmianto, 2004).

2.1.4 Faktor Psikososial

Faktor psikososial yaitu kepuasaan kerja, stress mental, organisasi kerja (shift kerja, waktu istirahat, dll) (Dinardi, 1997 dalam Soleha 2009). Sejumlah faktor psikososial tempat kerja dapat mempengaruhi gangguan ekstemitas atas seperti kepuasaan kerja, kerja monoton, dukungan sosial tempat kerja, tuntutan kerja yang tinggi, stres kerja dan emosional di tempat kerja. Persepsi dari kemampuan seseorang untuk bekerja juga berhubungan dengan nyeri punggung untuk waktu yang akan datang.

Ada semakin banyak bukti dalam literatur kesehatan kerja yang menyatakan faktor psikososial dapat mempengaruhi perkembangan masalah muskuloskeletal, termasuk low back dan gangguan ekstremitas atas (Bongers et al, 1993). Faktor Psikososial kerja didefinisikan sebagai aspek lingkungan kerja (seperti peran kerja,


(42)

tekanan kerja, hubungan di tempat kerja) yang dapat memberikan kontribusi pengalaman stres dalam individu (Lim dan Carayon 1994; ILO 1986).

Penelitian terbaru yang lebih kuat menggunakan teknik statistik inferensial titik lebih kuat ke pengaruh faktor pekerjaan psikososial pada ekstremitas atas gangguan muskuloskeletal antara pekerja kantor. Misalnya, Lim dan Carayon (1994) menggunakan metode analisis struktural untuk menguji hubungan antara faktor-faktor kerja psikososial dan ekstremitas atas ketidaknyamanan muskuloskeletal dalam sampel 129 pekerja kantor. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor psikososial seperti tekanan kerja, kontrol tugas dan kuota produksi prediktor dapat menimbulkan ekstremitas atas ketidaknyamanan muskuloskeletal, terutama di daerah leher dan bahu,. Demografi faktor (umur, jenis kelamin masa jabatan dengan majikan, jam menggunakan komputer per hari) dan faktor perancu lain (self-laporan tentang kondisi medis, hobi dan menggunakan keyboard di luar pekerjaan) yang dikontrol dalam penelitian dan tidak berhubungan dengan masalah ini (ILO, 2010).

Namun, bukti hubungan sebab akibat antara faktor risiko psikososial kurang umum. Secara umum, faktor psikososial berkaitan dengan daerah non-fisik pekerjaan (misalnya tekanan waktu, dianggap beban kerja, dukungan sosial dari rekan-rekan dan manajemen, tingkat kontrol, dll). Tidak adanya definisi universal dan objektif dalam mengukur faktor psikososial telah membuatnya sulit untuk melakukan studi untuk menyelidiki penyebab-akibat di konteks MSDs (Sauter dan Swanson 1996).


(43)

2.2 Musculoskeletal Disorders (MSDs)

2.2.1 Definisi Musculoskeletal Disorders (MSDs)

Musculoskeletal Disorders (MSDs) merupakan salat satu penyakit yang berkaitan dengan jaringan otot, tendon, ligamen sistem saraf, struktur tulang dan pembuluh darah. Bagian tubuh yang menjadi fokus penelitian dari MSDs adalah leher, bahu, lengan bawah, lengan atas, pergelangan tangan dan kaki. MSDs pada awalnya menyebabkan sakit, nyeri, mati rasa, kesemutan, bengkak, kekakuan, gemetar, gangguan tidur dan rasa tebakar. (Humantech, 1995).

Sedangkan menurut NIOSH (1997) MSDs adalah sekumpulan kondisi patologis yang mempengaruhi fungsi normal dari jaringan halus sistem musculoskeletal yang mencakup syaraf, tendon, otot, dan struktur penunjang seperti discus intervertebral. Menurut WHO didefinisikan sebagai salah satu gangguan terkait yang timbul ketika seseorang terkena aktivitas kerja dan kondisi kerja yang signifikan berkontribusi pada pengembangan atau eksaserbasi tetapi tidak bertindak sebagai satu-satuya determinan penyebab.

MSDs dapat bermanifestasi dalam berbagai bentuk pada bagian tubuh dengan gejala dan penyebab yang berbeda-beda, seperti kondisi-kondisi yang dijelaskan dibawah ini:

Tendinitis merupakan peradangan hebat atau iritasi pada urat/sendi yang

berkembang ketika otot secara berulang-ulang terpajan oleh penggunaan berlebih dan kejanggalan penggunaan tangan, pergelangan, lengan dan bahu. • Carpal Tunnel Syndrome (CTS) berupa tekanan pada syaraf di pergelangan

tangan yang dikelilingi jaringan dan tulang yang dapat menyebabkan pernutup sendi/urat ataupun urat sendi yang mengalami iritasi dan pembengkakan.


(44)

Gejalanya ditandai dengan seperti rasa sakit pada pergelangan tangan, perasaan tidak nyaman pada jari-jari dan mati rasa/kebas. CTS dapat menyebabkan sulitnya seseorang menggenggam sesuatu pada tangannya.

Trigger Finger berupa tekanan yang berulang pada jari-jari (pada saat menggunakan alat kerja yang memiliki pelatuk) dimana menekan tendon secara terus menerus hingga ke jari-jari dan mengakibatkan rasa sakit dan tidak nyaman pada bagian jari-jari.

Tenosynovitis yaitu sebuah peradangan hebat atau iritasi pada penutup urat/sendi yang berhubungan dengan gerakan flexion dan extension dari pergelangan tangan.

Synovitis yaitu peradangan atau iritasi lapisan synovial (lapisan tulang sendi). DeQuervain’s disease yaitu tipe synovitis yang terjadi pada ibu jari kaki atau

nyeri pada telapak tangan. Penyebabnya yaitu gerakan repetitif pada tangan dan gripping dengan menggunakan tenaga.

Bursitisis yaitu peradangan atau iritasi, kaku, nyeri yang terjadi pada jaringan penyambung di sekitar sendi, biasanya terjadi pada bahu dan disebabkan karena gerakan berulang.

Epicondylitis sakit pada siku berhubungan dengan rotasi berlebih dari lengan bawah atau membengkokan pergelangan tangan secara berlebih.

Thorac Outlet syndrome yaitu tekanan pada system syaraf atau saluran pembuluh darah antara tulang iga pertama, clavicle (tulang leher), otot-otot thorax dan bahu. Gejalanya berupa nyeri, mati rasa dan bengkak pada tangan. Penyebabnya karena membawa beban, flexion pada bahu dan bekerja dengan posisi lengan diatas bahu terus menerus.


(45)

Cervical radiculapathy yaitu tekanan dasar system syaraf pada leher yang ditandai dengan gejala Ischaemania dan rasa sakit seperti oedema. Penyebanya postur statis dan beban statis.

Ulnar nerve entapment yaitu tekanan pada syaraf ulnar pada pergelangan.

Sumber: Epidemiology of musculoskeletal diorders due to biomechanical overload (Pulat, 1997; Grieco, 1998; Canadian Centre of Occupational Health and Safety (CCOHS), 2005).

2.2.2 Keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs)

Keluhan muskuloskeletal adalah keluhan sakit, nyeri, pegal-pegal dan lainnya pada sistem otot (muskuloskeletal) seperti tendon, pembuluh darah, sendi, tulang, syaraf dan lainnya yang disebabkan oleh aktivitas kerja (Fitrihana, 2008). Sedangkan menurut Tarwaka et al (2004) keluhan musculoskeletal adalah keluhan pada bagian-bagian otot skeletal yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan sangat ringan sampai sangat sakit. Apabila otot menerima beban statis secara berulang dan dalam waktu yang lama, akan dapat menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligament, dan tendon.

Keluhan otot skeletal pada umumnya terjadi karena kontraksi otot yang berlebihan akibat pemberian beban kerja yang terlalu berat dengan durasi pembebanan yang panjang. Sebaliknya, keluhan otot kemungkinan tidak terjadi apabila kontraksi otot hanya berkisar antara 15-20% dari kekuatan otot maksimum. Namun apabila kontraksi otot melebihi 20%, maka peredaran darah ke otot berkurang menurut tingkat kontraksi yang dipengaruhi oleh besarnya tenaga yang diperlukan. Suplai oksigen ke otot menurun, proses metabolisme karbohidrat


(46)

terhambat dan sebagai akibatnya terjadi penimbunan asam laktat yang menyebabkan timbulnya rasa nyeri otot.

Akobundu et al (2008) mengatakan bahwa rasa sakit pertama adalah sinyal bahwa otot tendon mulai merasakan sakit dan harus beristirahat serta memulihkan. Jika sebuah cedera dapat menjadi lama dan kadang-kadang ireversibel. Semakin cepat seseorang mengenali gejala, semakin septa mereka harus menanggapinya agar keluhan MSDs dapat segera diatasi. Gejalanya terdiri dari sensasi terbakar di tangan, berkurangnya kekuatan pegangan di tangan, pembengkakan atau kekakuan pada sendi, nyeri di pergelangan tangan, lengan, siku, leher atau kembali diikuti dnegan rasa tidak nyaman, pengurangan berbagai gerakan di bahu, leher atau punggung, gatal, kering, sakit pada mata dan kram. Sedangkan menurut Week et al (1991) tanda awal yang menunjukkan MSDs yaitu bengkak (sweeling), gemetar (numbnes), kesemutan (tingling), sakit (aching) dan rasa terbakar (burning pain). Gejala-gejala ini dapat berlangsung secara bertahap dari ringan sampai parah.

Gejala MSDs biasanya sering disertai dengan keluhan subjektif sehingga sulit untuk menentukan derajat keparahan tersebut. Grandjean (1997) dan Akobundu et al (2008) mengungkapkan gejala terjadinya MSDs terdiri dari beberapa tahapan, yaitu:

• Tahap 1 atau awal: Sakit atau pegal-pegal dan kelelahan pafa bagian tubuh

yang tertentu selama jam kerja tapi biasanya menghilang setelah waktu kerja usai atau di malam hari. Tidak berpengaruh terhadap performa kerja. Efek ini pulih setelah istirahat.

• Tahap 2 atau intermediate: Gejala tetap ada setelah melewati waktu satu malam

setelah bekerja atau sakit dan kelelahan pada bagian tubuh tertentu yang muncul pada awal shift kerja dan bertahan di malam hari. Tidur mungkin


(47)

terganggu, kadang-kadang menyebabkan menurunnya performa kerja secara bertahap.

• Tahap 3 atau akhir: Gejala atau sakit, kelelahan dan kelemahan tidak

menghilang meskipun sudah istirahat, nyeri terjadi ketika bekerja secara repetitif. Tidur terganggu, sulit melakukan pekerjaan bahkan pekerjaan yang ringan, kadang-kadang tidak sesuai kapasitas kerja. Pemulihan pada tahap ini bisa berlangsung selama 6-24 bulan. Tidak semua orang melewati tahap ini dengan cara yang sama. Bahkan, mungkin sulit untuk kapan tepatnya satu tahap berakhir dan tahap berikutnya mulai.

2.2.3 Anatomi dan Fisiologi Organ dalam Sistem Musculskeletal 2.2.3.1 Muskuler/Otot

a. Otot

Semua sel-sel otot mempunyai kekhususan yaitu untuk berkontraksi. Terdapat lebih dari 600 buah otot pada tubuh manusia. Fungsi sistem muskuler/otot:

• Pergerakan.

• Penopang tubuh dan mempertahankan postur. Otot menopang rangka dan

mempertahankan tubuh saat berada dalam posisi berdiri atau saat duduk terhadap gaya gravitasi.

• Produksi panas.

b. Tendon

Tendon adalah tali atau urat daging yang kuat yang bersifat fleksibel, yang terbuat dari fibrous protein (kolagen). Tendon berfungsi melekatkan tulang dengan otot atau otot dengan otot.


(48)

c. Ligamen

Ligamen adalah pembalut/selubung yang sangat kuat, yang merupakan jaringan elastis penghubung yang terdiri atas kolagen. Ligamen membungkus tulang dengan tulang yang diikat oleh sendi.

2.2.3.2 Skeletal a. Tulang/rangka

Skeletal disebut juga sistem rangka, yang tersusun atas tulang-tulang. Tubuh kita memiliki 206 tulang yang membentuk rangka. Bagian terpenting adalah tulang belakang.

Fungsi Sistem Skeletal:

1. Memproteksi organ-organ internal dari trauma mekanis.

2. Membentuk kerangka yang yang berfungsi untuk menyangga tubuh dan otot-otot yang.

3. Melekat pada tulang

4. Berisi dan melindungi sum-sum tulang merah yang merupakan salah satu jaringan pembentuk darah.

5. Merupakan tempat penyimpanan bagimineral seperti calcium daridalam darah misalnya.

6. Hemopoesis b. Sendi

Persendian adalah hubungan antar dua tulang sedemikian rupa, sehingga dimaksudkan untuk memudahkan terjadinya gerakan.

1. Synarthrosis (suture) : Hubungan antara dua tulang yang tidak dapat digerakkan, strukturnya terdiri atas fibrosa.


(49)

2. Amphiarthrosis : Hubungan antara dua tulang yang sedikit dapat digerakkan, strukturnya adalah kartilago. Contoh: Tulang belakang.

3. Diarthrosis : Hubungan antara dua tulang yang memungkinkan pergerakan, yang terdiri dari struktur sinovial.

2.2.3.3 Low Back Region a. Struktur

Ruas tulang punggung dikelompokkan menjadi: 1. Cervical/leher 7 ruas

2. Thoracalis/punggung 12 ruas 3. Lumbalis/pinggang 5 ruas 4. Sakralis/kelangkang 5 ruas 5. Koksigeus/ekor 4 ruas b. Fungsi

Low back region berfungsi untuk menegakkan/menopang postur struktur tulang belakang manusia. Postur tegak juga meningkatkan gaya mekanik struktur tulang belakang lumbrosakral.

c. Komponen punggung 1. Otot punggung

Ditunjang oleh punggung, perut, pinggang dan tungkai yang kuat dan fleksibel. Semua otot ini berfungsi untuk menahan agar tulang belakang dan diskus tetap dalam posisi normal.

2. Diskus

Merupakan bantalan tulan rawan yang berfungsi sebagai penahan goncangan. Tiap diskus mengandung cairan yang mengalir ke dalam dan keluar diskus.


(50)

Cairan ini berfungsi sebagai pelumas sehingga memungkinkan punggung bergerak bebas.

2.2.3.4 Intervertebral Disc

Pada tubuh manusia terdapat 24 buah Intervertebral disc. Tulang rawan ini berfungsi sebagai penyangga agar vertebra tetap berada pada posisinya dan juga memberi fleksibilitas pada ruas tulang belakang ketika terjadi pergerakan atau perubahan posisi pada tubuh.

Gambar 2.1

Gambar bagian-bagian Intervertebral disc

Sumber: www.anakfkmui.blogspot.com 2.2.3.5 Leher

Tulang leher terdiri dari tujuh ruas, mempunyai badan ruas kecil dan lubang ruasnya besar. Pada taju sayapnya terdapat lubang tempat lajunya saraf yang disebut foramen tranvertalis. Ruas pertama vertebra serfikalis disebut atlas yang memungkinkan kepala mengangguk. Ruas kedua disebut prosesus odontois (aksis) yang memungkinkan kepala berputar ke kiri dan ke kanan. Ruas ketujuh mempunyai taju yang disebut prosesus prominan. Taju ruasnya agak panjang.


(51)

Gambar 2.2 Tulang leher

Gambar 2.3 Otot leher

Sumber: www.anakfkmui.blogspot.com 2.2.3.6 Elbow (Siku)

Siku adalah suatu titik yang sangat komplek di mana terdapat tiga tulang yaitu humerus, radius dan ulna. Ketiga tulang tersebut bekerja secara bersama-sama dalam suatu gerakan flexi, extensi dan rotasi.

Gambar 2.4 Otot dan bagian siku

Sumber: www.anakfkmui.blogspot.com 2.2.3.7 Shoulder (Bahu)

Tulang-tulang pada bahu terdiri dari:

Clavicula (tulang selangka), merupakan tulang berbentuk lengkung yang menghubungkan lengan atas dengan batang tubuh.


(52)

Scapula (tulang belikat), merupakan tulang yang berbentuk segitiga. • Sendi glenohumeral, merupakan penghubung antara tulang lengan atas

dengan scapula.

Sedangkan otot bahu hanya meliputi sebuah sendi saja dan membungkus tulang pangkal lengan dan scapula.

Gambar 2.5 Otot bahu

Sumber: www.anakfkmui.blogspot.com

2.3 Metode Penilaian Ergonomi 2.3.1 Pengertian Ergonomi

Terdapat beberapa pengertian ergonomi, baik dari segi bahasa maupun dari segi ilmu pembahasannya. Ergonomi berasal dari bahasa Yunani yaitu “Ergon” yang berarti kerja dan “Nomos” yang berarti peraturan atau hukum. Jadi secara harfiah ergonomi diartikan sebagai “Ilmu aturan tentang Kerja” atau dapat didefinisikan sebagai studi tentang aspek-aspek manusia dalam lingkungan kerjanya yang ditinjau secara anatomi, fisiologi, psikologi, engineering dan desain/perancangan. Ergonomi berhubungan pula dengan optimasi, efisiensi, kesehatan, keselamatan dan kenyamanan manusia di tempat kerja, di rumah ataupun di tempat rekreasi.

Menurut Iftikar Z. Sutalaksana, et al. (1979) ergonomi didefinisikan suatu cabang ilmu yang sistematis untuk memanfaatkan informasi-informasi mengenai


(53)

sifat, kemampuan dan keterbatasan manusia untuk merancang suatu sistem sehingga orang dapat hidup dan bekerja pada sistem itu dengan baik, yaitu mencapai tujuan yang diinginkan melalui pekerjaan itu, dengan efektif, aman dan nyaman. Oleh Sritomo Wignjosoebroto (1995) ergonomi didefinisikan sebagai disiplin keilmuan yang mempelajari manuasi dalam kaitan pekerjaannya.

Menurut Stephen Pheasant, 1999, ergonomi adalah ilmu kerja yang membahas beberapa komponen dalam pekerjaan, termasuk pekerjaannya, bagaimana pekerjaan itu dilakukan, alat dan perlengkapan yang digunakan, tempat kerja, aspek psikologi dalam lingkungan kerja.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ergonomi merupakan suatu ilmu terapan yang mempelajari dan mencari pemecahan persoalan yang menyangkut faktor manusia dalam proses produksi. Secara praktis ergonomi adalah sebagai teknologi untuk mendesain atau mengatur kerja, sedang ruang lingkup ilmu ergonomi meliputi sejumlah aplikasi beberapa ilmu lain yang saling mendukung, seperti ilmu anatomi, ilmu faal, imu psikologi, imu tehnik dan sejumlah ilmu lainnya yang secara bersama-sama menempatkan faktor manusia sebagai fokus utama dalam rangkaian kerja yang terdapat dalam sistem kerja (Ramandhani, 2003).

a. Ergonomic Assesment Survey Method (EASY)

EASY metode adalah suatu cara yang dapat digunakan untuk menilai tingkat risiko ergonomi terhadap suatu kegiatan kerja. Metode ini terdiri dari tiga jenis survey yang masing-masing memiliki skor yang berbeda. Ketiga skor tersebut yaitu BRIEF survey (4 skor), employee survey (1 skor) dan medical survey (2 skor).

Hasil akhir dari EASY berupa rating yang diperoleh dari penjumlahan skor yang didapatkan dari ketiga survey diatas (maksimal 7 skor). Rating tersebut akan


(54)

menunjukkan prioritas pengendalian yang perlu dilakukan. Semakin besar skornya, maka tindakan pengendaliannya pun semakin besar (Melyssa, 2007).

b. Base Risk Identification of Ergonomic Factor (BRIEF)

BRIEF survey adalah suatu alat yang digunakan untuk mengidentifikasi risiko ergonomi pada suatu pekerjaan dengan menggunakan sistem rating untuk mengidentifikasikan bahaya ergonomi yang diterima oleh pekerja dalam kegiatannya sehari-hari. Terdapat empat faktor yang perlu diketahui dalam metode ini yaitu:

1) Postur : yaitu sikap anggota tubuh yang janggal sewaktu melakukan pekerjaan. 2) Gaya : beban yang harus ditanggung oleh anggota tubuh pada saat melakukan

postur janggal dan melampaui batas kemampuan tubuh.

3) Lama : lamanya waktu yang digunakan dalam melakukan postur janggal. Setiap postur dipertahankan selama atau lebih dari 10 detik.

4) Frekuensi : jumlah postur yang berulang dalam satuan waktu (menit) yaitu lebih dari atau sama dengan 2 kali per menit.

Dalam survey ini, setiap faktor risiko yang melanggar kriteria standar (Humantech, 1995 dalam Melyssa 2007), maka akan mendapatkan skor 1. Semakin banyak skor yang didapatkan dalam suatu pekerjaan, maka pekerjaan tersebut semakin berisiko dan memerlukan penanggulangan segera. Skor maksimal yang bisa didapatkan pada survey ini yaitu sebesar 4 skor.

c. Employee Survey (Survei Gejala)

Tujuan metode ini adalah untuk mengetahui keluhan nyeri (gangguan kesehatan) pada pekerja yang dialami pada saat melakukan suatu kegiatan. Ketika pekerja melaporkan rasa sakit yang terus menerus pada bagian tubuhnya, informasi ini dimasukkan dalam metode EASY. Dalam metode ini dapat diketahui tahapan


(55)

kegiatan mana yang paling berat (berisiko) untuk dikerjakan terkait dengan keluhan kesehatan yang selama ini muncul pada pekerja. Survey ini dpat dilakukan dengan menyebarkan kuisioner atau wawancara pada para pekerja (Melyssa, 2007). Survey ini mendapatkan skor 1 apabila pekerja mempunyai mengenai pekerjaannya dan skor 0 bila pekerja tidak mengalami keluhan apapun (Humantech, 1995).

d. Medical Survey (Survei Rekam Medis)

Medical survey didapatkan dari hasil laporan rekam medis pekerja berupa kertu sakit dan data kunjungan pada poliklinik perusahaan atau pelayanan kesehatan lain. Data ini merupakan data yang paling dapat dipercaya, namun sulit didapatkan karena faktor kerahasiaan dan kebijaksanaan dari perusahaan. Pemberian skor pada metode ini diberikan secara berurutan yaitu 0 bagi pekerja yang tidak mengalami gangguan musculoskeletal, 1 bagi pekerja yang mengalami gangguan musculoskeletal namun tidak kehilangan hari kerjanya dan 2 (tertinggi) bagi pekerja yang mengalami gangguan atau kelainan pada sistem musculoskeletal dan kehilangan hari kerjanya. e. Rapid Upperl Limb Assesment (RULA)

Metode ini dapat digunakan untuk menilai kegiatan dimana pekerja banyak menggunakan upper limb. Khususnya, pekerja duduk atau berdiri tanpa banyak pergerakan. Contoh kegiatan yang cocok menggunakan RULA seperti aktivitas yang memakai komputer, manufaktur dan aktivitas kasir (Albugis, 2009).

Metode RULA fokus terhadap pengukuran biomekanik dan beban postur pada masing-masing individu sehingga faktor risiko yang diukur dan dianalisis dengan menggunakan metode ini adalah postur, beban, penggunaan otot, durasi dan frekuensi (Mc Atammey dan Corlet, 1993; Corlett, 1998; Lueder, 1996 ). RULA memberikan sebuah kemudahan dalam menghitungkan rating dari beban kerja otot


(56)

dalam bekerja dimana orang mempunyai risiko pada bagian leher dan beban kerja pada anggota tubuh bagian atas seperti postur dari bahu/lengan atas, siku/lengan bawah, pergelangan tangan, leher, dan pinggang yang biasanya pada pekerjaan yang dilakukan dalam posisi duduk atau berdiri tanpa adanya perpindahan. Selain itu, RULA juga mempertimbangkan adanya beban dan perpindahan yang dilakukan dalam penilaiannya serta menilai posisi kaki stabil atau tidak.

Pengukuraan dengan metode RULA dilakukan dengan cara observasi secara langsung pekerja atau operator saat bekerja selama beberapa siklus tugas untuk memilih tugas (task) dan postur untuk pengukuran. Alat ini memasukan skor tunggal sebagai gambaran foto dari sebuah pekerjaan, yang mana rating dari postur, besarnya gaya atau beban dan pergerakan yang diharapkan. Risiko adalah hasil perhitungan menjadi suatu nilai atau skor 1 (rendah) sampai skor tinggi (7), skor tersebut adalah dengan menggolongkan menjadi 4 level gerakan atau aksi itu memberikan sebuah indikasi dari kerangka waktu yang mana layak untuk mengekspektasi pengendalian risiko yang akan diajukan (Staton et al, 2005 dalam Ikrimah 2010).

Langkah penilaian skor RULA adalah sebagai berikut: 1. Langkah pertama:

a. +1 Untuk 20° extension hingga 20° flexion

b. +2 Untuk extension lebih dari 20° atau 20° - 45° flexion c. +3 Untuk 45° - 90° flexion

d. +4 Untuk 90° flexion atau lebih Keterangan:

a. + 1 jika pundak/bahu ditinggikan b. + 1 jika lengan atas abducted


(57)

c. -1 jika operator bersndar atau bobot lengan ditopang

Gambar 2.6 Postur Bagian Lengan Atas

2. Langkah kedua

Rentang untuk lengan bawah dikembangkan dari penelitian Grandjean dan Tichauer. Skor tersebut yaitu:

a. + 1 untuk 60° - 100° flexion

b. +2 untuk kurang dari 60° atau lebih dari 100° flexion Keterangan:

a. + 1 jika lengan bekerja melintasi garis tengah badan atau keluar dari sisi

Gambar 2.7 Postur Bagian Lengan Bawah 3. Langkah ketiga

Panduan untuk pergelangan tangan dikembangkan dari penelitian Health and Safety Executive, digunakan untuk menghasilkan skor postur sebagai berikut:

a. + 1 untuk berada pada posisi netral

b. + 2 untuk 0 - 15° flexion maupun extension c. + 3 untuk 15° atau lebih flexionmaupun extension


(58)

Keterangan:

a. +1 jika pergelangan tangan berada pada deviasi radial maupun ulnar

Gambar 2.8 Postur Pergelangan Tangan 4. Langkah keempat

Putaran pergerakan tangan (pronation dan supination) yang dikeluarkan oleh Health and Safety Executive pada postur netral berdasar pada Tichauer. Skor tersebut adalah:

b. +1 jika pergelangan tangan berada pda rentang menengah putaran

c. +2 jika pergelangan tangan pada atau hampir berada pada akhir rentang putaran


(59)

5. Langkah kelima

Gambar sikap kerja yang dihasilkan dari postur kelompok A yang meliputi lengan atas, lengan bawah, pergelangan tangan dan putaran pergelangan tangan diamati dan ditentukan skor unutk masing-masing postur. Kemudian skor tersebut dimasukkan dalam tabel A untuk memperoleh skor A.

Table 2.1 Skor Grup A 6. Langkah keenam

Skor penggunaan otot

Tambahkan nilai +1, apabila terjadi :

a. Postur statis, berlangsung selama 10 menit atau lebih. b. Gerakan berulang 4 kali atau lebih dalam 1 menit.

7. Langkah ketujuh


(60)

8. Langkah kedelapan

Tetapkan lajur pada table C

Table 2.2 Grand Total Score Table 9. Langkah kesembilan

Kelompok B, rentang postur untuk leher didasarkan pada studi yang dilakukan oleh Chaffin dan Kilbom et al. Skor dan kisaran tersebut adalah:

a. +1 untuk 0 - 10° flexion b. +2 untuk 10 - 20° flexion c. +3 untuk 20° atau lebih flexion d. +4 jika dalam extention

Apabila leher diputar atau dibengkokkan Keterangan :

a. +1 jika leher diputar atau posisi miring, dibengkokkan ke kanan atau kiri. 0

Beban < 2 kg, intermiten

1

Beban 2-10 kg, Intermiten 2

Beban 2-10 kg, statis atau repetitif

3

Beban > 10 kg,

Refetitif atau dengan kejutan


(61)

Gambar 2.10 Postur Leher 10. Langkah kesepuluh

Kisaran untuk punggung dikembangkan oleh Druy, Grandjean dan Grandjean et al:

a. +1 ketika duduk dan ditopang dengan baik dengan sudut paha tubuh 90°atau lebih

b. +2 untuk 0 - 20° flexion c. +3 untuk 20° - 60° flexion d. +4 untuk 60° atau lebih flexion

Punggung diputar atau dibengkokkan Keterangan:

a. +1 jika tubuh diputar


(1)

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided) Pearson Chi-Square ,326(a) 3 ,955

Likelihood Ratio ,465 3 ,927

Linear-by-Linear

Association ,045 1 ,831

N of Valid Cases

70

a 5 cells (62,5%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,14.

2.

Umur

keluhan MSDs

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

umur responden *

msds 2ktgri 70 100,0% 0 ,0% 70 100,0%

umur responden * msds 2ktgri Crosstabulation

msds 2ktgri Total mengeluh

tidak

mengeluh mengeluh

umur responden >= 35 Count 40 1 41

% within umur responden 97,6% 2,4% 100,0%

< 35 Count 25 4 29

% within umur responden 86,2% 13,8% 100,0%

Total Count 65 5 70

% within umur responden 92,9% 7,1% 100,0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 3,301(b) 1 ,069

Continuity

Correction(a) 1,811 1 ,178

Likelihood Ratio 3,353 1 ,067

Fisher's Exact Test ,152 ,090

Linear-by-Linear

Association 3,254 1 ,071


(2)

a Computed only for a 2x2 table

b 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2,07.

Risk Estimate

Value 95% Confidence Interval Lower Upper Lower Odds Ratio for umur

responden (>= 35 / < 35) 6,400 ,676 60,573 For cohort msds 2ktgri =

mengeluh 1,132 ,971 1,319

For cohort msds 2ktgri =

tidak mengeluh ,177 ,021 1,502

N of Valid Cases 70

3.

Kebiasaan merokok

keluhan MSDs

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

rokok2ktgri * msds 2ktgri 70 100,0% 0 ,0% 70 100,0%

rokok2ktgri * msds 2ktgri Crosstabulation

msds 2ktgri Total mengeluh

tidak

mengeluh mengeluh

rokok2ktgri merokok Count 32 4 36

% within rokok2ktgri 88,9% 11,1% 100,0%

tidak merokok Count 33 1 34

% within rokok2ktgri 97,1% 2,9% 100,0%

Total Count 65 5 70

% within rokok2ktgri 92,9% 7,1% 100,0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 1,760(b) 1 ,185

Continuity

Correction(a) ,743 1 ,389

Likelihood Ratio 1,886 1 ,170

Fisher's Exact Test ,358 ,197

Linear-by-Linear

Association 1,735 1 ,188

N of Valid Cases 70

a Computed only for a 2x2 table


(3)

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval Lower Upper Lower Odds Ratio for rokok2ktgri

(merokok / tidak merokok) ,242 ,026 2,288 For cohort msds 2ktgri =

mengeluh ,916 ,805 1,042

For cohort msds 2ktgri =

tidak mengeluh 3,778 ,444 32,128

N of Valid Cases 70

Masa kerja mann-whitney

N Mean Std. Deviation Minimum Maximum

masa kerja dlm bln 70 147,39 124,670 4 384

msds 2ktgri 70 ,07 ,259 0 1

Ranks

msds 2ktgri N Mean Rank Sum of Ranks masa kerja dlm bln mengeluh 65 36,45 2369,00

tidak mengeluh 5 23,20 116,00

Total 70

Risk Estimate Test Statistics(b)

masa kerja dlm bln Mann-Whitney U 101,000 Wilcoxon W 116,000

Z -1,406

Asymp. Sig. (2-tailed) ,160 Exact Sig. [2*(1-tailed

Sig.)] ,169(a)

a Not corrected for ties.


(4)

(5)

(6)

Dokumen yang terkait

Keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada Sales Promotion Girl (SPG) Pengguna Sepatu Hak Tinggi di Suzuya Medan Plaza pada Tahun 2015

33 205 129

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Musculoskeletal Disorders pada Pekerja di Bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Tbk Tangerang Tahun 2011

0 15 205

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Keluhan Musculoskeletal Disorders Pada Ibu Menyusui 0 sampai 6 Bulan di Kelurahan Pisangan Ciputat Timur Tahun 2013

1 15 193

Faktor-Faktor Yang Berhubungan dengan Keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada Pengrajin Sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung Tahun 2013

2 28 147

FAKTOR–FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN MUSCULOSKELETAL DISORDERS PADA PEKERJA CLEANING SERVICE RSUD KOTA SEMARANG 2015.

0 3 20

Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Terjadinya Musculoskeletal Disorders (MSDs) Pada Pekerja Pembuatan Dodol di Tanjung Pura Kabupaten Langkat Tahun 2016

0 15 199

Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Terjadinya Musculoskeletal Disorders (MSDs) Pada Pekerja Pembuatan Dodol di Tanjung Pura Kabupaten Langkat Tahun 2016

1 1 20

UNIVERSITAS NEGERI MANADO FAKULTAS TEKNIK P T I K 2010 KATA PENGANTAR - MAKALAH Faktor – faktor yang mempengaruhi perkembangan anak

0 1 10

PENGARUH LATIHAN PEREGANGAN TERHADAP PENURUNAN KELUHAN MUSCULOSKELETAL DISORDERS PADA PEKERJA BATIK DI SOKARAJA

0 0 16

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN SUBYEKTIF MUSCULOSKELETAL DISORDERS (MSDs) PADA PEKERJA PEMBUAT BAKSO (Studi Pada Pekerja Pembuat Bakso Kelurahan Gayamsari Kota Semarang) - Repository Universitas Muhammadiyah Semarang

0 0 12