operator mesin, tukang kayu, dan pekerja yang menetap. Usia juga merupakan faktor risiko yang kuat untuk leher dan bahu gejala di tukang kayu, operator mesin dan
pekerja berpindah-pindah. Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Soleha tahun 2009 juga mendapatkan hasil yang serupa yaitu terdapat hubungan yang signifikan
antara faktor individu umur dengan keluhan MSDs dengan P
value
sebesar 0,024. Namun beberapa penelitian juga mendapatkan hasil bahwa umur tidak
memiliki hubungan dengan keluhan MSDs sebagai contohnya penelitian Torell et al. [1988] tidak menemukan korelasi antara usia dan MSDS pada prevalensi dalam
populasi pekerja galangan kapal. Mereka menemukan hubungan yang kuat antara beban kerja dalam kategori rendah, sedang, atau berat dan gejala atau diagnosis
MSDS
.
Hasil yang sama juga didapatkan pada penelitian Ikrimah tahun 2010 bahwa faktor individu umur tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan keluhan
MSDs dengan P
value
sebesar 0,121.
b. Jenis Kelamin
Dalam pendesainan suatu beban tugas harus diperhatikan jenis kelamin pemakainya, Astarnd dan Rodahl 1977 menjelaskan bahwa kekuatan otot wanita
hanya sekitar dua pertiga dari kekuatan otot pria, sehingga daya tahan otot pria pun lebih tinggi dibandingkan dengan wanita. Namun pendapat ini masih diperdebatkan
oleh para ahli, namun beberapa hasil penelitian secara seginifikan menunjukkan jenis kelamin sangat mempengaruhi tingkat risiko keluhan otot.
Hal ini terjadi karena secara fisiologis, kemampuan otot wanita memang lebih rendah dari pria. Hasil penelitian Betti’e et al. 1989 menunjukkan bahwa rata-rata
kekuatan otot wanita kurang lebih hanya 60 dari kekuatan otot pria, khususnya untuk otot lengan, punggung dan kaki. Hal ini diperkuat oleh hasil penelitian Chiang
et al. 1993, Bernard et al. 1994, hales et al. 1994, dan Johansonb1994 yang
menyatakan bahwa perbandingan keluhan otot antara pria dan wanita adalah 1:3 Tarwaka, et al. 2004.
Penelitian, Lindman et al. [1991], menemukan bahwa wanita memiliki lebih banyak jenis serat otot di otot muscle daripada pria dan membuat hipotesis sakit
miofasial berasal dalam serat otot tipe I. Ulin et al. [1993] mencatat bahwa perbedaan gender yang signifikan dalam sikap kerja yang terkait dengan sosok laki-laki atau
perempuan. Namun prevalensi wanita yang lebih tinggi mengeluh MSDs daripada laki-laki dapat disebabkan karena bias pelaporan yang mungkin terjadi karena wanita
mungkin lebih mungkin melaporkan rasa sakit dan mencari perawatan medis daripada laki-laki [Armstrong et al. 1993; Hales et al. 1994].
c. Kebiasaan Merokok
Beberapa penelitian telah menyajikan bukti bahwa riwayat merokok positif dikaitkan dengan MSDs seperti nyeri pinggang, linu panggul, atau intervertebral disc
hernia [Finkelstein 1995; Owen dan Damron 1984; Frymoyer et al. 1983; Svensson
dan Anderson 1983; Kelsey et al.1984]. Meningkatnya keluhan otot sangat erat hubungannya dengan lama dan tingkat kebiasaan merokok. Semakin lama dan
semakin tinggi frekuensi merokok, semakin tinggi pula tingkat keluhan otot yang dirasakan.
Boshuizen et al. 1993 menemukan hubungan yang signifikan antara kebiasaan merokok dengan keluhan otot pinggang, khususnya untuk pekerjaan yang
memerlukan pengerahan otot. Hal ini sebenarnya terkait erat dengan kondisi kesegaran tubuh seseorang. Kebiasaan merokok akan dapat menurunkan kapasitas
paru-paru, sehingga kemampuan untuk mengonsumsi oksigen menurun dan sebagai
akibatnya tingkat kesegaran tubuh juga menurun. Apabila yang bersangkutan harus melakukan tugas yang menuntut pengerahan tenaga, maka akan mudah lelah karena
kandungan oksigen dalam darah rendah, pembakaran karbohidrat terhambat, terjadi tumpukan asam laktat dan akhirnya timbul rasa nyeri otot Tarwaka, et al. 2004.
Deyo dan [Bass 1989] mengamati bahwa prevalensi sakit punggung meningkat dengan jumlah paket-tahun merokok dan dengan tingkat merokok terberat.
Dalam sebuah penelitian Finlandia usia 30-64, [Makela et al. 1991], nyeri leher ditemukan secara signifikan berhubungan dengan merokok saat ini OR 1.3, CI 95
1-1,61 ketika model logistik telah disesuaikan untuk usia dan jenis kelamin. Beberapa penjelasan untuk hubungan yang telah dirumuskan. Satu hipotesis adalah
bahwa nyeri punggung disebabkan oleh batuk dari merokok. Batuk meningkatkan tekanan perut dan tekanan intradiscal dan meletakkan beban pada tulang
belakang. Beberapa studi telah mengamati hubungan tersebut [Deyo dan Bass 1989; Frymoyer et al. 1980; Troup et al. 1987]. Mekanismenya dimulai dari nikotin yang
menyebabkan berkurangnya aliran darah ke jaringan dan kandungan rokok menyebabkan kandungan mineral tulang belakang berkurang dan menyebabkan
microfractures .
Hal serupa juga diungkapkan pada penelitian Soleha tahun 2009 dan didapatkan hasil bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara faktor individu
kebiasaan merokok dengan keluhan MSDs dengan P
value
sebesar 0,005. Sedangkan pada penelitian Ikrimah tahun 2010 didapatkan hasil bahwa faktor individu
kebiasaan merokok juga memiliki hubungan yang signifikan dengan keluhan MSDs.
Jadi dalam hal ini perokok lebih memiliki kemungkinan menderita masalah punggung dari pada bukan perokok. Efeknya adalah hubungan dosis dan lebih kuat
dari pada yang diharapkan dari efek batuk. Risiko meningkat sekitar 20 untuk setiap 10 batang rokok perhari Pheasant,1991.
Menurut Bustan tahun 1997, kebiasaan merokok dibagi menjadi beberapa kategori yaitu yang mempunyai kebiasaan merokok ringan 10 batang sehari, sedang
10-20 batang sehari, berat 20 batang sehari dan tidak punya kebiasaan merokok.
d. Kesegaran Jasmani