menjerumuskan kita dan jika kita terjebak ke dalamnya akan sangat sulit untuk melepaskan diri dari cengkramannya. Seseorang yang telah dibelit pornografi akan
terus tergoda mencari petualangan-petualangan baru. Hal kongkret yang dapat dilakukan untuk menghindari media-media pornografi :
1. Menjauhkan mata, telinga dan hati dari poduk-produk yang berbau pornografi,
meskipun itu yang bisa diperoleh tanpa mengeluarkan biaya. 2.
Menyadari akan hal bahwa produk-produk pornografi hanya akan menguras uang.
3. Menyadari bahwa media-media pornografi hanya akan menimbulkan penyakit
dalam diri Nusantri, 2005.
2.6. Undang-undang Anti Pornografi dan Pornoaksi
Salah satu efek negatif pengaruh globalisasi yang mengusung kebebasan adalah wilayah “gelap” budaya, seperti masalah pornografi. Berbagai kasus tindakan
asusila dan meningkatnya masalah pornografi yang terjadi diberbagai daerah di Indonesia belakangan ini menunjukkan adanya kegagalan dalam penanaman norma-
norma dan nilai-nilai luhur. Konsekuensi logisnya pornografi juga bisa dikaitkan dengan peningkatan
jumlah kasus maupun ragam resiko kesehatan reproduksiseksual, termasuk kekerasan seksual. Tumbuh pesatnya ketersediaan serta keterjangkauan materi
pornografis diberbagai produk media komunikasi dan lebih dari itu belum ada hukum yang menjangkau pesatnya perkembangan teknologi komunikasi dan informasi
seperti pada perkembangan internet dan selain internet juga maraknya jasa layanan seks diberbagai daerah. Faktanya, di Indonesia media internet adalah sumber materi
Universitas Sumatera Utara
pornografi yang tidak hanya mudah diakses, tetapi juga mudah diproduksi Soebagijo, 2008.
Banyaknya kasus-kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak dengan alasan pelaku terangsang akibat sebelum melakukan kekerasan melihat atau
menonton materi pornografi. Munculnya kebutuhan di masyarakat akan undang- undang yang dapat mencegah meluasnya pembuatan dan penyebaran materi
pornografi. Pemerintah pun merespon kebutuhan tersebut dengan menyusun Rancangan Undang-undang anti pornografi.
Rancangan Undang-undangan menyebutkan, pornografi adalah substansi dalam media atau alat komunikasi yang dibuat untuk menyampaikan gagasan tentang
seks dengan cara mengeksploitasi seks, kecabulan danatau erotika. Sedangkan pornoaksi adalah perbuatan yang dilakukan dengan sengaja mempertontonkan atau
mempertunjukkan eksploitasi seksualitas kecabulan, danatau erotika.
2.7. Masa Remaja
Berdasarkan program pelayanan, defenisi remaja yang digunakan DEPKES adalah mereka yang berusia 10 sampai 19 tahun dan belum menikah. Sementara
menurut BKKBN, remaja adalah individu dengan batasan usia antara 10 sampai 21 tahun. Menurut WHO yang dikutip Sarwono 2005, remaja adalah masa transisi
pada diri individu dengan batasan usia antara usia 12 sampai 24 tahun, Serta akan mengalami suatu masa dimana:
1. Individu akan berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda
seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual.
Universitas Sumatera Utara
2. Individu mengalami perkembangan psikologik dan pola identifikasi dari kanak-
kanak menjadi dewasa. 3.
Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial-ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri.
Menurut Rousseau yang dikutip oleh Sarwono 2005 bahwa terdapat empat tahapan perkembangan yang terjadi pada setiap individu, yaitu :
1. Umur 0-4 tahun : Masa kanak-kanak.
2. Umur 5-12tahun : Masa bandel savage stage.
3. Umur 12-15 tahun : Bangkitnya akal ratio, nalar reason, dan
kesadaran diri self consciousness. 4.
Umur 15-20 tahun : Masa kesempurnaan remaja adolescence proper yang merupakan puncak dari perkembangan emosi. Gejala lain yang juga
timbul pada tahap ini adalah dorongan seks.
2.8. Kesehatan Reproduksi Remaja