karena itu, informan berharap bahwa film yang menjangkau seluruh lapisan masyarakat ini dapat merubah sikap atau pun pandangan atas stigma terorisme
terhadap Islam, serta menumbuhkan keberanian masyarakat Muslim dimana pun untuk menyampaikan aspirasinya tanpa ada rasa takut karena dilecehkan atau
disakiti dalam menentang stigma-stigma tersebut.
IV.2.8 Informan Kedelapan
Ruth Caroline adalah informan kesepuluh. Wanita berusia 21 tahun ini merupakan mahasiswi Departemen Ilmu Komunikasi. Mahasiswi yang beragama
Kristen Protestan ini memiliki hobi nonton, dan melukis. Hobi melukisnya ini telah digeluti sejak duduk di bangku sekolah Taman Kanak-kanak, bahkan karena
hobi melukisnya Olin begitu ia disapa mendapatkan piala harapan satu lomba melukis yang diselenggarakan oleh Bank Artha Graha. Anak ketiga dari empat
bersaudara ini memiliki moto “Fashion is my passion”. Mahasiswi lulusan Sekolah Menengah Atas Negeri I Medan ini juga aktif mengikuti Paduan Suara
Sola Graha semasa duduk dibangku SMA dan anggota IMAJINASI FISIP USU. Olin memulai wawancara ini dengan menceritakan pemikirannya terhadap
Islam, informan berterus terang bahwa dirinya cukup penasaran terhadap masalah terorisme dan Islam. Ia juga mengakui bahwa dirinya termasuk dalam kelompok
orang-orang yang takut terhadap simbol-simbol Islam, seperti cadar, jenggot, jubah dan sorban. Sejumlah informasi yang diperolehnya dari berbagai media
mengungkapkan bahwa orang-orang yang dengan ciri dan berkarakter pendiam adalah teroris, hal senada juga diungkapkan di dalam film My name is Khan, di
film tersebut informan melihat ada adegan yang menunjukkan keterlibatan bahwa orang-orang yang dengan karakter dan ciri-ciri demikian adalah teroris yang
Universitas Sumatera Utara
berusaha merencanakan kerusakan. Tetapi bagaimanapun informasi atau pesan yang ditangkap oleh informan atas keterkaitan muslim dalam terorisme, informan
tidak menyalahkan atau menjustifikasi agama tertentu, ia lebih menjatuhkan kesalahan pada individunya.
Tanggapan Informan terhadap film My name is Khan adalah film yang sangat amazing, dalam arti keren, sangat bagus apalagi tokoh Khan yang
diperankan oleh Sharukkhan menjadi sumber inspirasi bagi dirinya. Banyak hal yang membuat film ini berbeda dengan film-film Bollywood atau pun film-film
yang mengangkat isu terorisme, jika film-film Bollywood lainnya didominasi dengan tarian atau nyanyian film ini lebih substansial dalam menyampaikan
pesannya, selain itu di dalam film My name is Khan yang dilatarbelakangi tragedi WTC ini lebih banyak berbicara tentang Islam dan cara pandang terhadap Islam.
Informan yang seorang Protestan mengakui bahwa setelah menonton film ini ia jadi lebih mengetahui tentang masalah terorisme dan bagaimana dengan ajaran
Islam. Dilihat pada proses produksinya, secara alur proses pembuatan film ini
sudah mencapai standar internasional. Para aktoraktris yang berperan dalam film ini pun sangat menjiwai, agar dapat memaknai pesan yang ingin disampaikan.
Kualitas akting para pemain juga sangat bagus, terlebih Shahrukkhan yang dalam memerankan tokoh Khan yang mengidap sindrom asperger. Informan
mengungkapkan bahwasanya Shahrukkhan sangat menjiwai karakternya dalam film tersebut. Menurut Informan pada intinya film ini terfokus permasalahan pada
cinta, autis dan Islam. Film ini bisa dijadikan referensi berpikir dalam menyikapi isu terorisme, khususnya keterkaitan Islam di dalamnya. Apa yang dibicarakan
Universitas Sumatera Utara
dalam isu terorisme yang diangkat dalam film My name is Khan menurut informan adalah sesuatu hal yang cukup sensitif, karena tidak hanya agama Islam.
Masalah sosial antara Islam dan Hindu yang masi panas di India juga diangkat di dalam film tersebut. Menurut informan di dalam film ini kita dituntut untuk
berpikir terbuka dalam menilai sesuatu. Tataran keagamaan juga mendominasi dalam setiap bagian dalam film ini. Film ini juga diharapkan dapat menghilangkan
streotip terhadap agama atau suku tertentu.
IV.2.9 Informan Kesembilan