dalam isu terorisme yang diangkat dalam film My name is Khan menurut informan adalah sesuatu hal yang cukup sensitif, karena tidak hanya agama Islam.
Masalah sosial antara Islam dan Hindu yang masi panas di India juga diangkat di dalam film tersebut. Menurut informan di dalam film ini kita dituntut untuk
berpikir terbuka dalam menilai sesuatu. Tataran keagamaan juga mendominasi dalam setiap bagian dalam film ini. Film ini juga diharapkan dapat menghilangkan
streotip terhadap agama atau suku tertentu.
IV.2.9 Informan Kesembilan
Suji Novanda Sari adalah salah satu mahasiswi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Departemen Ilmu Administrasi Negara. Wanita berusia 23 tahun ini
merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Kegiatan informan sehari-hari selain sibuk dengan kuliah, ia juga menjadi salah satu anggota Himpunan
Mahasiswa Islam FISIP. Sari yang mengaku menyukai film-film India ini mengatakan telah
menyaksikan Film My name is Khan hingga empat kali. Ketika dimintai pendapatnya mengenai arti terorisme, informan mengatakan bahwa terorisme
merupakan kejahatan yang bisa saja dilakukan oleh siapa saja. Bukan hanya dilakukan oleh muslim tetapi juga non-Muslim. Jadi, ketika orang non-muslim
yang melakukan kejahatan terhadap muslim itu juga merupakan terorisme. Ia mencontohkannya pada kasus yang dilakukan Israel kepada Palestina. Respon
pertama yang ada dibenak informan setelah menyaksikan film My name is Khan adalah film yang bagus. Lebih lanjut informan mengungkapkan padangannya
terhadap terhadap film tersebut, bahwa film ini bukan secara khusus menanggapi stigma atau tudingan Islam sebagai terorisme. Tetapi film ini sangat sukses
Universitas Sumatera Utara
dipasaran, mengangkat hot issue untuk menarik perhatian masyarakat agar menonton film tersebut. Informan juga mengungkapkan persepsinya terhadap
film My name is Khan yang mencapai keuntungan hingga US 18 juta dalam waktu seminggu pemutarannya di beberapa negara hanya lebih mementingkan
nilai komersial dan hiburan semata. Namun, walaupun begitu ada banyak hal positif yang bisa kita tangkap dari film tersebut seperti motivasi, pantang
menyerah dan nilai-nilai kemanusian. Menanggapi persoalan tentang stigma terorisme yang diangkat dalam film
tersebut informan mengatakan bahwa film ini merupakan sebuh film yang cukup inspiratif, membangkitkan rasa emosional kita untuk berjuang dalam menuntaskan
tudingan-tudingan yang kian memojokkan Islam dengan stigma-stigma terorisme. Jika selama ini kita sering mendengar tentang wacana-wacana Islam yang radikal
memberantas kekafiran dengan terorisme, maka dalam film tersebut masyarakat yang mungkin tidak mengetahui bagaimana Islam itu sebenarnya dapat
mengetahui dengan pasti ajaran-ajaran Islam. Informan juga mangatakan bahwa film ini seolah menjawab semua isu-isu yang berkembang di seluruh masyarakat
dunia mengenai stigma terorisme seperti adanya kecurigaan atau pun ketakutan terhadap simbol-simbol Islam seperti cadar, jenggot dan jubah khususnya menjadi
sebagai acuan orang berpikir bahwa orang-orang yang demikian tata busananya adalah teroris. Bahkan, yang lebih memprihatinkan lagi terhadap tokoh-tokoh atau
pemuka agama yang selama ini menjadi panutan juga dianggap sebagai orang- orang yang mengkader aksi terorisme. Mencurigai seseorang menurut informan
adalah sesuatu yang syah dan wajar, namun tidak menunjukkan sikap yang lebih ekstrim misalnya langsung mengucilkan atau bahkan mengintimidasi dengan
Universitas Sumatera Utara
kekerasan. Alangkah lebih baiknya kalau kecurigaan tersebut diselidiki terlebih dahulu, tutur informan. Kehadiran film My name is Khan diputar untuk
masyarakat umum tersebut diharapkan dapat merubah mindset atau pola pikir serta cara pandang mereka yang selama ini salah menilai Islam adalah penyebar
terorisme. Oleh karena itu, sekali lagi informan mengharapkan bahwasanya film yang membawa isu terorisme dan keterkaitan Islam ini benar-benar dengan serius,
tidak setengah-setengah dalam mengangkat dan menuntaskan stigma-stigma terorisme terhadap Islam.
IV.2.10 Informan Kesepuluh