Informan Ketiga Penyajian dan Analisis Data

pandangannya secara individual mengenai stigma terorisme terhadap Islam. Ia mengungkapkan tidak ada satu ajaran agama dimuka bumi ini yang mengajarkan kekerasan apalagi terorisme, apa pun agama, suku, bangsa dan negaranya adalah sama. Menciptakan perdamaian akan lebih baik daripada melakukan peperangan.

IV.2.3 Informan Ketiga

Informan ketiga bernama Miftah Khairuza. Mahasiswi jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial ini merupakan anak ke-3 dari empat bersaudara. Wanita yang memiliki sifat pemalu ini hobi membaca buku-buku keagamaan, salah satu buku favoritnya adalah “Iblis Menggugat Tuhan”. Selain sibuk dengan kuliah, mahasiswa yang tamatan SMU Negeri 14 Medan ini juga sibuk mengikuti beberapa organisasi kemahasiswaan. Selain menjadi Sekretaris dalam organisasi Remaja Mesjid dilingkungannya, ia juga menjabat sebagai wakil sekretaris umum litbang IMIKS Ikatan Mahasiswa Ilmu Kesejahteraan Sosial periode 2009 sd 2010, serta menjadi wakil sekretaris umum litbang HMI Himpunan Mahasiswa Islam. Periode 2010 sd 2011. Informan dalam kutipan wawancaranya memaknai kata terorisme adalah sebagai bentuk pemaksaan yang dilakukan terhadap orang, sekelompok orang, bangsa, dan negara dengan cara melukai, membunuh, membom dan berbagai cara lainnya yang merugikan baik itu secara materil maupun moril. Ketika disinggungkan dengan terorisme informan mengungkapkan bahwa dirinya cukup kesal, bukan hanya karena perasaan miris melihat korban yang berjatuhan dari tindakan tersebut, tetapi kata terorisme ini seakan diikuti dengan Islam. Informan tidak menampik bahwasanya di dalam Islam itu sendiri ada ajaran yang mengajarkan perang dalam memberantas ke Jahiliyahan. Jika melihat Universitas Sumatera Utara tentang sejarahnya, isu terorisme ini memang tidak pernah bisa dilepaskan dengan masalah keagamaan. Pada masa dahulu aksi terorisme ini merupakan aksi sayap kiri yang bertujuan untuk melawan sebuah peradaban yang bisa dikatakan telah menyalahi ajaran agama. Namun, jika kita berbicara masalah terorisme modern, pengertian yang diperoleh dimulai dari penilaian terhadap aksi-aksi penyalahgunaan kekuasan dan jabatan, daripada aksi-aksi penggulingan terhadap kekuasaan itu sendiri. Terorisme menjadi isu yang sangat penting dan cukup menakutkan bagi seluruh dunia, terlebih pasca peristiwa 11 September 2001 lalu di Amerika, diruntun dengan beberapa peristiwa terorisme yang terjadi di Indonesia menjadi sorotan besar yang harus terus diperhatikan dan diwaspadai. Dominasi pemberitaan terorisme di berbagai media massa ini seperti telah mengkonstruksi kerangka berpikir orang-orang. Mereka ketakutan kalau di lingkungannya terdapat para tersangka teroris. Mereka yang memiliki ciri-ciri berpeci, berjubah, berjenggot, berjilbab dan bercadar dan lainnya menjadi target penyelidikan bahkan diwaspadai. Sesuatu hal yang cukup memprihatinkan pada saat ini dimana stigma terorisme yang terbentuk telah berdampak pada seluruh bagian Islam, informan mencontohkannya di Indonesia sendiri. Ia mengatakan bahwa saat ini Indonesia yang mayoritas masyarakatnya adalah muslim juga menjadi sasaran stigma terorisme. Bukan hanya mencakup terhadap orang-orang Islam yang ada di Indonesia, tetapi stigma ini juga mencakup ke dalam segala kegiatan atau hal-hal yang berbau Islam. Sejumlah peristiwa terorisme yang terjadi disinyalir oleh orang pondok pesantren sampai pada pemuka agama. Tidak hanya sampai disitu, setiap kegiatan keagamaan bahkan tempat-tempat keagamaan juga selalu diawasi Universitas Sumatera Utara dan dimata-matai seolah-olah kebebasan beragama dan melakukan ibadah sesuai dengan ajaran agama tersebut telah dicabut haknya mengikuti isu terorisme yang tengah beredar. Seperti film-film bioskop pada umumnya yang merupakan hasil imajinasi seseorang kemudian dituangkan dalam bentuk tulisan, lalu diaudiovisualkan yang faktanya belum tentu terjadi. Film My name is Khan, yang berangkat dari peristiwa yang dilatarbelakangi tragedi WTC, bertujuan untuk mengusung ke seluruh dunia bahwa Islam itu bukanlah teroris menurut informan bahwasanya film ini cukup ambigu, karena disatu sisi film ini ingin menjelaskan bahwa Islam itu bukan teroris tetapi nilai-nilai Islam itu sendiri dilupakan. Islam bukanlah sekedar agama, Islam adalah “ diin ” yang maknanya jauh melampaui makna agama itu sendiri. Islam bukan sekedar agama ritual. Islam adalah bagian kehidupan yang melekat dalam diri setiap muslim. Konsep bahwa tidak ada yang membedakan antara Islam dan Hindu tidak bisa secara mutlak diterima karena tanpa disadari bisa jadi orang-orang muslimnon-muslim langsung beranggapan bahwa semua agama adalah sama dan itu berarti tidak adanya batasan yang berarti antar setiap agama, tutur informan dengan tegas. Liberalisme telah menjadi bagian dari kehidupan dunia barat. Semua bebas melakukan apa saja atas dasar pengakuan hak asasi manusia. Akan tetapi dalam perjalanannya justru tidak jarang hak asasi manusia itu sendiri yang dilanggar. Seorang muslim tidak pernah dibenarkan untuk berdoa bersama dengan pemeluk agama lain. Setidaknya hal tersebut yang penulis pahami. Dalam salah satu bagian ceritanya, Rizvan Khan yang seorang muslim melakukan doa bersama dengan pemeluk agama Kristen di gereja. Fenomena yang terjadi seolah ingin menjelaskan bagaimana sebuah nilai Universitas Sumatera Utara kemanusiaan bisa melewati tembok keangkuhan yang sering terjadi antar pemeluk agama. Islam sangat mengajarkan kasih sayang kepada umatnya. Akan tetapi untuk masalah akidah, Islam menggariskan bahwa untuk ku agamaku dan untukmu agamamu. Tidak ada toleransi kepada siapapun untuk masalah keyakinan. Bahkan untuk berdoa bersama dengan pemeluk agama lainnya. Menilai film My name is Khan, informan mengatakan bahwa film My name is Khan ini secara keseluruhan sangat bagus. Produksi film yang didukung dengan orang-orang yang professional pasti akan menghasilkan sebuah karya yang luar biasa. Pesan yang ditangkap informan juga cukup jelas dan kuat. Para pemain yang berperan dalam film ini juga sangat menghayati perannya sehingga pesan yang ingin disampaikan dapat diterima. Film ini menyuguhkan kepada para penontonnya tentang bagaimana Islam, cinta, dan autis bersatu padu menguatkan bagaimana seharusnya orang-orang menyikapi masalah terorisme yang telah menjadi isu global tersebut tidak menyulut kita bersikap diskriminasi, bahkan sampai mengintimidasi agama tertentu. Alangkah baiknya jika film My name is Khan yang memiliki nilai pendidikan ini benar-benar murni mengusung Islam menyampaikan bahwa Islam itu bukanlah terorisme, dan tidak semua muslim adalah teroris, tutur informan di akhir wawancara.

IV.2.4 Informan Keempat